Bersabarlah, Semua Akan Datang Pada Waktunya!

Seringkali manusia terburu-buru ketika menginginkan sesuatu. Tak jarang kesabarannya hilang ketika sesuatu yang dinanti atau yang diharap-harapkan tak kunjung datang. Al-Qur’an menyebut sifat manusia yang suka tergesa-gesa ini dalam firman-Nya :

كَانَ ٱلۡإِنسَٰنُ عَجُولٗا

“Dan memang manusia bersifat tergesa-gesa.” (QS.Al-Isra’:11)

Atau dalam ayat lain Allah swt berfirman :

خُلِقَ ٱلۡإِنسَٰنُ مِنۡ عَجَلٖۚ

“Manusia diciptakan (bersifat) tergesa-gesa.” (QS.Al-Anbiya’:37)

Kita sering mendengar kalimat “semua akan indah pada waktunya”. Jika direnungkan, kalimat ini bukan hanya kalimat motivasi biasa yang ingin mendinginkan hati manusia yang sedang dalam kesulitan saja. Tapi kalimat ini benar-benar menggambarkan kenyataan yang sebenarnya.

Terkadang kita sangat menginginkan sesuatu dan sangat berharap apa yang kita inginkan akan segera terwujud. Namun pernahkah kita berpikir bahwa sesuatu yang kita inginkan itu bila datang di waktu yang “tidak tepat” akan membuat semuanya berantakan?

Yakinlah selalu bahwa doa dan harapanmu akan terwujud pada waktunya. Pada waktu yang paling pas dan paling tepat !

Bersabarlah untuk menanti buah hingga matang, karena rasa manisnya akan muncul pada waktunya. Bila engkau tergesa-gesa maka engkau hanya akan rasa masam darinya.

Bersabarlah untuk menanti janin di dalam rahim ibunda hingga tiba waktunya, karena bayi akan sempurna pada waktunya.

Bersabarlah untuk semua yang kau inginkan, karena “sesuatu itu akan menjadi manis, indah dan sempurna bila tiba pada waktu yang tepat”.

Jangan pernah berputus asa dalam berdoa, teruslah memohon dan meminta kepada Allah swt, karena tidak ada orang yang akan kecewa karena banyak berdoa.

وَلَمۡ أَكُنۢ بِدُعَآئِكَ رَبِّ شَقِيّٗا

“Dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku.” (QS. Maryam:4)

Jangan pernah takut dengan hari esok, karena Dia yang menyelesaikan berbagai macam kesulitanmu di hari kemarin pasti akan menolongmu di hari esok. Yang telah merawatmu, menjagamu dan membimbingmu di masa kecil tidak akan menelantarkanmu di masa depanmu ! Dia-lah Allah yang kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya tak tertandingi oleh siapapun.

– وَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَكِيلًا

“Dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah yang menjadi pelindung.” (QS. An-Nisa’:81)

Kegelisahan hati muncul karena rendahnya rasa tawakal kita kepada Allah swt. Bila kita yakin dengan Rahmat Allah, pasti kita tidak akan putus asa dalam menghadapi berbagai kesulitan. Bila kita yakin dengan Keadilan Allah, pasti kita tidak akan menyalahkan ketentuan-Nya. Tugas kita ada berdoa dan berusaha, sembari kita terus menyebut Nama-Nya, karena hanya Dia-lah yang mampu menyelesaikan semua urusan kita.

وَأُفَوِّضُ أَمۡرِيٓ إِلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَصِيرُۢ بِٱلۡعِبَادِ

“Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS.Ghafir:44)

Setelah ayat lain, langsung Allah menjawab dengan firman-Nya :

فَوَقَىٰهُ ٱللَّهُ سَيِّـَٔاتِ مَا مَكَرُواْۖ

“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka.” (QS.Ghafir:45)

Hadapi harimu dengan keyakinan bahwa pasti Allah akan memberi yang terbaik di waktu yang terbaik. Buang semua kegelisahan di hatimu dan hiduplah dengan penuh optimis bahwa semua akan indah pada waktunya !

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Sabar dan Syukur

Penyandang predikat sabar dan syukur memiliki daya pikir yang kuat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar dan banyak bersyukur. (QS Lukman [31]: 31)

Sabar terdiri dari huruf shad, ba dan ra,  yang secara bahasa adalah masdar dari fi’il madli, shabara, yang berarti ‘menahan’. Menurut Rasyid Ridho, sabar adalah menghadapi sesuatu yang tidak menyenangkan dengan perasaan rida, ikhtiar, dan penyerahan diri. Dalam maknanya yang lebih luas, sabar mencakup tiga hal, yakni sabar melaksanakan perintah Allah, sabar menjauhi dosa atau maksiat, dan sabar menghadapi kesulitan dan cobaan.

Sedangkan, syukur (al-Syukr) adalah bentuk masdar dari kata kerja lampau syakara. Maknanya adalah mengakui nikmat dan menampakkannya. Lawannya adalah al-Kufr, melupakan nikmat dan menyembunyikannya. Hakikat syukur adalah sikap positif dalam menghadapi nikmat yang mencerminkan hubungan timbal balik antara penerima dan pemberi nikmat. Dalam pandangan al-Ghazali, syukur merupakan salah satu maqam (tempat) untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Ketika menghadapi berbagai macam musibah, seperti banjir, tanah longsong, dan gempa, kita diperintahkan untuk bersabar dalam menghadapinya seraya mengucapkan, Innalillahi wainna ilaihi rajiun.” (segala sesuatu datangnya dari Allah, dan kita semua akan kembali kepada-Nya). Tentunya, ini disertai dengan tindakan nyata, yakni segera bangkit kembali untuk memulai kehidupan dan tak berputus asa.

 Sebab, dengan kesabaran itu, kita akan dicirikan sebagai orang yang al-mukhbitin atau tunduk dan taat kepada Allah (QS [103]: 34-35), al-Mukhlisin atau orang yang berbuat baik (QS [11]: 115), ulu al-albab atau orang yang arif, dan al-Muttaqin atau ciri orang yang bertakwa (QS [3]: 15-17).

Sebaliknya, jika tidak mengalami musibah tersebut, kita diperintahkan untuk bersyukur dengan mengucap, Alhamdulillahi rabbil alamiin.” (segala puji bagi Allah yang telah menciptakan alam semesta). Rasa syukur itu tidak hanya sebatas ucapan, tetapi juga dalam bentuk tindakkan nyata, yakni dengan membantu saudara-suadara kita yang terkena musibah, baik dalam bentuk materi maupun bukan materi.  Sesungguhnya, musibah dapat menimpa siapapun, kapanpun, dan di mana pun.

Kemampuan yang dimiliki oleh orang yang memiliki predikat sabar dan syukur tidak terbatas dalam memahami tanda-tanda yang dapat diamati dan dirasakan, atau yang bersifat empiris (qauniyah). Namun, mereka juga dapat memahami tanda-tanda dalam bentuk pemberitaan firman Tuhan, seperti termaktub dalam kitab suci, atau ayat qauliyah. 

Dengan mengacu kepada beberapa tanda dalam Alquran, penyandang predikat sabar dan syukur memiliki daya pikir yang kuat, mampu berfikir secara empiris maupun rasional, serta memiliki kepekaan rasa yang tinggi terhadap berbagai hal yang menyenangkan ataupun menyusahkan. Kemampuan tersebut mengantarkan mereka menjadi hamba yang beriman kepada Allah SWT. Wallahu A’lam.

HIKMAH REPUBLIKA


Resep ‘Obat Kuat’ Hadapi Musibah

MENYAKSIKAN  musibah yang terjadi belakangan, kiranya tak berlebih menyebut Indonesia sebagai negeri darurat musibah. Betapa tidak, bencana terus menimpa bumi pertiwi secara maraton. Belum lekang duka atas musibah gempa bumi yang melanda Lombok, Nusa Tenggara Barat, disusul peristiwa serupa di Palu, Banten dan kemudian Sukabumi.

Belum selesai proses pemulihan, fisik maupu psikis dari korban, kembali bangsa ini ditimpa musibah, Tsunami di selat Sunda, khususnya Lampun dan Banten. Sama dengan dua kejadian sebelumnya, bencana ini telah memporak-porandakan bangunan-bangunan, dan merenggut nyawa ratusan orang.

Sebagai orang beriman, tentulah memaknai musibah ini secara bijak dan benar. Sebab kalau tidak, keadaan ini bisa menggiring diri kepada pribadi yang merugi. Seperti bersikap putus asa. Karena merasa tidak ada lagi daya untuk meneruskan hidup. Tersebab, segala yang dimiliki, mulai dari harta, hingga sanak keluarga secara sekejap hilang dari sisi. Merasa tak mendapat lagi tumpuan hidup.

Lebih jauh dari, bahkan bisa menjerumuskan diri kepada kekufuran kepada Allah. Menganggap Dia Dzat yang tidak adil. Bahkan zholim, karena telah menimpakan musibah yang telah memusnah segala hal yang dipunyai. Seperti sindiran Allah yang tertera dalam suran al-Fajr;

فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ

وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ

“Maka adapun manusia, apa bila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata, ‘Tuhanku telah memuliakanku.’ Namun apa bila Tuhan mengujinya, lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, ‘Tuhanku telah menghinaku.” (QS: al-Fajr: 15-16)

Na’udzubillah min dzalik. Jangan sampai ada kaum muslimin yang tengah terkena musibah, terjerembab dalam hal ini. Karena sungguh Allahberlepas dari segala tuduhan buruk itu. Hanya kerugian nan berlipat ganda bagi mereka bersikap demikian.

Pertama; ia telah kehilangan apa-apa yang dimiliki. Yang kedua, ia semakin jauh dari sumber keselamatan (dunia dan akhirat); Allah. Tuhan semesta alam. Ibarat kata pepatah; sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

Teladan Hamba Shalih

Dalam kitab ‘Qishashu al-Anbiya,’ pada bab Kisah Nabi Ayyub as, Ibnu Katsir mengutip, al-Lait telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa pada hari kiamat nanti Allah swt akan berhujah dengan Nabi Sulaiman as kepada orang-orang kaya. Dengan Nabi Yusuf  as kepada hamba sahaya. Dan dengan Nabi Ayyub as, kepada orang-orang tertimpa musibah. Dijelaskan, Ibnu Asakir juga meriwayatkan hal serupa.

Kita fokuskan pembahasan pada ketetapan dijadikannya Nabi Ayyub as, sebagai hujjah bagi orang-orang tertimpa musibah di dunia. Itu tidak lain, karena Ayyub merupakan hamba Allah yang pernah diuji dengan musibah yag sangat berat.

Seperti sabda Nabi Muhammad ﷺ; “Orang yang mendapat cobaan yang paling berat adalah para nabi kemudian orang-orang sholih, kemudian orang-orang semisalnya, dan seterusnya.” (HR. Ahmad)

Apa cobaan yang menimpa Nabi Ayyub??

Sebelum masuk ke bagian itu, ada baiknya, sedikit digambarkan profil nabi Ayyub sebelum mendapat ujian. Sehingga tergambar secara utuh, bagaimana pedih dan berat ujian yang menimpa.

 

Seperti yang ditulis oleh Ibnu Katsir pada buku di atas. Mulanya Nabi Ayyub adalah orang terpandang di kaumnya. Ia memiliki kekayaan nan melimpah ruah. Baik berupa peternakan, maupun lahan pertanian yang terbentang luas di daerah Huruan. Kehidupan keluarganya pun diliputi suka-cita dan kebahagiaan. Ia memiliki beberapa anak.

Keadaan ini berjalan sekian lama. Sampai 70 tahunan. Namun, atas kehendak Allah swt, musibah demi musibah secara bergilir menyapa Nabi Ayyub. Seluruh anak dan ternaknya mati. Usahanya pertaniannya guling tikar, hingga akhirnya jatuh miskin. Tidak hanya itu, dirinya pun tertimpa satu penyakit, di mana tidak ada secuil daging dari tubuhnya pun selamat, kecuali lidah dan hatinya.

Penyakit ini berjalan begitu lama, hingga ia disingkirkan oleh kaumnya di tempat pembuangan sampah. Ia hanya ditemani oleh sang istri yang setia. Sedangkan orang-orang disekitarnya, pada menjauh, tak terkecuali sanak saudaranya.

Mereka jijik menyaksikan perawakan Ayyub yang tengah tergerogoti penyakit. Dan mereka khawatir tertular. Semakin hari penyakit Ayyub bertambah parah. Di sisi yang lain, sang istri mulai kepayahan untuk mencukup konsumsi. Sebab, ia sulit mendapat pekerjaan, karena terus ditolak. Hingga akhirnya beliau berinisiatif menjual kepang rambutnya. Menjadi gundullah sang istri.

Tergambar dengan jelas, betapa kondisi nabi Ayyub saat itu, berubah 180 derajat, dari keadaan sebelum. Mulanya hidup penuh dengan kemuliaan, kebahagiaan, dan kehormatan, kini berganti dengan kesengsaraan yang sangat. Pelecehan, pengucilan, penistaan, serta pengasingan dari masyarakat.

 

Lalu, patah harapkah Nabi Ayyub dengan kondisi demikian? Tidak sama sekali. Dan itu tercermin dari jawabannya, ketika suatu hari, sang istri meminta agar sang suami memunajatkan doa kepada Allah, agar disembuhkan.

“Duhai Ayyub, seandainya engkau berdoa memohon kepada Tuhan-Mu, niscaya Dia akan menyembuhkanmu.” Terhadap permintaan ini, Ayyub menjawah;

“Aku telah menjalani hidup dalam keadaan sehat selama tujuh puluh tahun. Oleh sebab itu, tidak sewajarnyakah jika aku bersabar kepada Allah dalam menjalani ujian yang lebih pendek dari tujuh puluh tahun?”

Laa haula wa laa quwwata illa billah.Alangkah dahsyat jawaban yang diberikan Nabi Ayyub di atas. Dan perkataan itu hanya bisa keluar dari lisan orang-orang yang relung hatinya dipenuhi keimanan. Ia jadikan musibah sebagai wahana pendekatan diri kepada Allah. Dan itu yang dilakukan oleh Nabi Ayyub. Dengan lisan dan hatinya yang masih ‘sehat,’ ia terus berdzikir kepada Allah.

Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad ﷺ

Pada akhirnya, Nabi Ayyub as sukses melalui ujian berat itu. Sebagai imbalan, Allah kemudian mengembalikan seluruh apa yang tadinya hilang. Bahkan melipat gandakannya. Turun hujan emas dan perak memenuhi dua lumbung milik nabi Ayyub. Tubuhnya kembali segar, bahkan jauh lebih muda. Ia pun kembali dikaruniai anak, yang jumlahnya lebih banyak dari sebelumnya.

Kebahagiaan dan keberkahan hidup pun menaungi nabi Ayyub dan keluarga. 

 

Kokohkan Iman

Sebagaimana telah sedikit disinggung di atas, bahwa iman kepada Allah menjadi kata kunci keberhasilan Nabi Ayyub menghadapi musibah. Untuk itu, memperkokoh iman menjadi keniscayaan, agar juga ikut jejak Nabi Ayyub, sukses dalam melalui musibah.

Jaminan kebahagiaan, jelas dijanjikan Allah untuk mereka yang bersabar dalam menghadapi musibah. Tidak meraung-raung. Menyakar-nyakar wajah dan pipi. Apa lagi sampai menuduh Allah yang bukan-bukan. Namun, sekali lagi, hal buruk ini hanya bisa dihindari oleh mereka yang bersabar. Dan kesabaran itu hanya diperoleh oleh mereka yang hatinya diterangi cahaya iman.

Sabda Rasulullah ﷺ; “Sungguh menakjubkan (‘ajaban) urusan orang beriman itu. Sesungguhnya setiap urusannya baginya ada kebaikan. Dan perkara itu tidak berlaku melainkan kepada orang mukmin. Sekiranya ia diberi sesuatu yang menggembirakan lalu dia bersyukur, maka kebaikan baginya. Dan sekiranya apa bila dia ditimpa kesusahan lalu dia bersabar, maka kebaikan baginya.” (HR. Muslim.)

Inilah resep ‘obat kuat’ yang ditawarkan Islam bagi kaum mukminin, dalammenghadapi musibah itu. Wallahu ‘alamu sish-shawab.*/

 

 Khairul HibriPengajar di STAI Luqman al-Hakim, Surabaya, dan kordinator PENA Jatim       

HIDYATULLAH

Pahala Tanpa Batas Bagi Orang-orang yang Sabar

DENGAN sepenuh hati, sekarang saya ingin mengajak Anda untuk bersiap membaca ayat berikut. Saat membacanya, Anda jangan sampai melupakan kandungan maknanya.

Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (Q.S. al-Zumar [39]: 10).

Apa pendapat Anda, andai tanah tandus karena kekurangan air, lalu Allah menurunkan hujan penuh keberkahan ke tanah itu? Apa gerangan hasilnya?

Hati Andalah tanah tandus itu, sementara ayat di atas adalah hujan deras penuh keberkahan yang mengguyurnya.

Para mufasir mengatakan, “Bermacam karunia akan dicurahkan tanpa batas pada orang yang sabar. Mengapa hanya orang yang sabar? Sebab, mereka sabar menghadapi musibah yang diturunkan Allah di dunia. Mereka tidak mengeluh sedikitpun, sedih, dan marah pada musibah yang menimpa mereka. Mereka rela dengan keputusan dan takdir Allah di dunia itu. Sebagai balasannya, Allah tidak akan melakukan perhitungan alam mereka di akhirat.”

Oleh karena itu, saya berani menyimpulkan, satu-satunya amal yang tidak diketahui pahalanya adalah sabar. Suatu contoh, pahala amal-amal kebajikan dilipatgandakan menjadi 10 kali. Bahkan, pahala infak dilipatgandakan menjadi 700 kali. Namun lihatlah sabar, pahalanya tidak terbatas!

Betapa bahagia hati seseorang yang teresapi oleh ayat di atas. Lebih-lebih, bila ayat itu kemudian terpatri rapi di dalam hatinya. Pastilah ia akan merasakan betapa nikmatnya bersabar itu. [amru muhammad khalid]

Pahala Orang Sabar tidak Berbatas

HAKIKATNYA, kesabaran itu tidak memiliki batas, sebagaimana ganjaran yang Allah sediakan bagi mereka yang bersabar pun tidak memiliki batas. Allah berfirman dalam surah Az-Zumar ayat 10:

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”

Ibnu Al-Jauzi mengatakan dalam Tashil li Ulumi At-Tanzil, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. Ayat ini dapat ditafsirkan dengan dua makna.

Pertama, orang yang sabar akan mendapatkan balasan pahala atas kesabarannya dan Allah tidak menghisab amalannya. Mereka inilah yang dijanjikan masuk surga tanpa hisab.

Kedua, balasan orang yang melakukan kesabaran itu tidak terbatas, lebih banyak dari apa yang diperhitungkan dan lebih besar daripada apa yang ditakar di mizan pahala, inilah pendapat mayoritas ulama.

Sabar juga merupakan amalan yang agung, sampai-sampai Allah katakan bahwasanya Dia bersama orang yang sabar, sebagaimana firman-Nya, “Dan bersabarlah! Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al-Anfal ayat 46)

Dari ayat ini dapat kita katakan, ketika kita memilih untuk tidak bersabar berarti kita telah memilih untuk melepaskan kebersamaan Allah berupa rahmat dan perlindungan-Nya. Dengan kesabaran pun Allah akan mengangkat seseorang menjadi pemimpin umat, panutan, dan kedudukan yang mulia.

Allah berfirman, “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS As-Sajdah ayat 24)

Demikian besar rahmat dan ganjaran yang Allah berikan bagi orang-orang yang bersabar. Pahala dan keutamaan yang begitu besar diantaranya maiyah (kebersamaan) dari Allah, pahala tanpa batas, serta kedudukan yang mulia, semestinya menjadikan seseorang berkeinginan kuat dan terpacu untuk mewujudkan hakikat kesabaran itu sendiri, yakni kesabaran yang tak berbatas.

Semoga kita termasuk ke dalam golongan hamba-hamba yang dikaruniai kesabaran yang luas oleh Allah Ta’ala. Aamiin.

INILAH MOZAIK