Keutamaan Memaafkan Orang Lain: Allah SWT Muliakan Pemaaf

Memaafkan orang lain akan menambah kemuliaan si pemaaf.

Jika seseorang memiliki kesalahan kepada kita, mungkin memaafkan menjadi hal yang sulit untuk dilakukan. Namun, tahukah Anda bahwa memaafkan mampu menambah kemuliaan seseorang?  

Mengutip buku “20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan”karya DR Firanda Adirja, dijelaskan bahwa menurut Ibnu Taimiyyah, hendaknya seseorang mengetahui bahwa tidaklah seseorang membalas untuk membela jiwanya kecuali hal itu akan menimbulkan kehinaan pada dirinya. 

Apabila dia memaafkan, maka Allah akan memuliakannya, dan ini telah dikabarkan Rasulullah SAW. Beliau bersabda, ‘Tidaklah seseorang memaafkan kecuali Allah akan menambah kemuliaannya.’ (HR Muslim no 2588).”

Redaksi lengkap hadis tersebut sebagaimana riwayat hadis Abu Hurairah berkaitan dengan tiga perkara yang di luar yang tampak. Hadits lengkapnya berbunyi, “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah SWT akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya’.” (HR Muslim no 2588)

Pertama, tatkala seseorang berinfak maka secara lahir harta akan berkurang, akan tetapi Nabi SAW mengatakan bahwa berinfak itu tidak akan mengurangi harta.

Kedua, tatkala seseorang memaafkan dan mengalah maka secara lahir menunjukkan bahwa orang tersebut adalah lemah dan tidak memiliki kekuatan, akan tetapi Nabi SAW mengatakan bahwa barang siapa yang memaafkan atau mengalah maka Allah akan tambah kemuliaannya.

Ketiga, tatkala seseorang bersifat tawadu maka secara lahir dia adalah orang yang rendah atau bahkan hina, akan tetapi Nabi SAW mengatakan bahwa sesungguhnya orang tawadu itu akan diangkat derajatnya di sisi Allah SWT. 

Ini semua tentunya membutuhkan keyakinan. Adapun tentang bagaimana cara Allah SWT melakukannya, maka itu menjadi urusan Allah. Intinya adalah bagaimana seseorang melakukan semua itu ikhlas karena Allah semata. 

Oleh karenanya jika seseorang memaafkan, maka hendaknya dia yakin bahwa dia akan diangkat derajatnya dan bertambah kemuliaannya sebagaimana perkataan Nabi  SAW. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Saling Memaafkan

Suatu ketika sahabat Bilal bin Rabah RA terlibat per tikaian dengan Abu Dzar RA. Abu Dzar melontarkan perkataan yang sangat menyakitkan hati Bilal. “Wahai anak wanita hitam.” Bilal lalu mengadukan kejadian tersebut kepada Rasulullah SAW. Dan, Rasulullah pun memanggil Abu Dzar guna mengklarifikasi kejadian tersebut. Lalu, Rasul menasihatinya dan Abu Dzar merasa dia telah berbuat salah dan zalim kepada sahabat seperjuangannya.

Saat itu juga, Abu Dzar men cari keberadaan Bilal. Se sampainya di hadapan Bilal, Abu Dzar meletakkan pipinya di atas padang pasir di bawah te riknya matahari sambil ber kata, “Wahai sahabatku, aku rela engkau menginjak pipiku ini demi memperoleh maaf darimu atas perbuatan zalim yang telah aku perbuat.” Na mun, ketika itu Bilal merogoh tangan Abu Dzar. “Aku telah memaafkanmu wahai sahabatku.” Sungguh indah akhlak yang diperlihatkan kedua sahabat Rasulullah SAW.

Dalam menjalani hidup so sial bermasyarakat, manusia tidak pernah lepas dari sebuah kesalahan, entah itu terhadap te tangga, kawan, ataupun rekan kerja. Kesalahan adalah sua tu hal yang wajar ketika kita berinteraksi dengan sesa ma. Namun, ketika kita bisa menyikapi kesalahan tersebut dengan suatu proses saling ma af dan memaafkan, itulah yang luar biasa. “Setiap anak Adam tidak luput dari kesalah an, dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah me reka yang bertaubat.” (HR Tirmidzi).

“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta berpaling lah dari orang-orang bodoh.” (QS al-A’raf: 199). Dalam ayat tersebut Allah SWT menga barkan kepada umat Islam ba gaimana seharusnya kita menjalani kehidupan.

Tiga konsep yang Allah berikan kepada kita. Pertama, jadilah pemaaf. Ketika proses saling maaf dan memaafkan sudah menjadi habit (kebia sa an) dalam masyarakat, sungguh masyarakat tersebut akan menjadi suatu masyarakat yang harmonis, mawaddah wa rahmah (cinta dan kasih sa yang) menaungi mereka.

Kedua, mengimbau kepada kebenaran. Di kala rasa cinta dan kasih menaungi kehidupan me reka, di sana akan terjalin interaksi yang harmonis dan mereka akan mengoreksi sahabatnya yang berbuat salah.

Ketiga, berpaling dari orang-orang bodoh. Ketika sudah menjadi masyarakat harmonis dan religius, sungguh mereka akan berpaling dari perilaku orang-orang yang bodoh, perilaku yang kering akan hal bermanfaat. Dan, seperti inilah se orang Muslim, “meninggal kan suatu hal yang tak berguna adalah kebaikan bagi seorang Muslim.”

Pantaskah seorang dewan legislatif adu jotos karena hal sepele, padahal mereka adalah wakil-wakil rakyat? Pantaskah suatu ke lom pok agama meng hujat ke lompok lainnya demi kepentingan segelintir orang, padahal mereka berdiri di atas agama yang sama.

Masyarakat yang sarat akan nilai-nilai cinta dan kasih bermula dari suatu proses yang sangat agung, yaitu saling maaf dan memaafkan. “Orang-orang penyayang akan disayang oleh Allah yang Ma ha rahman. Sayangilah penduduk bumi, maka kalian akan di sayangi oleh Allah.” (HR Ahmad). Wallahu a’lam.¦

Oleh: Muhammad Iqbal

Saling Memaafkan

Perayaan Idul Fitri kaum muslim di Indonesia disempurnakan dengan tradisi saling memaafkan antarsanak kerabat, saudara, dan kolega (halal bihalal). Ruang batin kaum muslim terasa syahdu dan penuh pesona.

Kasyahduan semakin mengharukan tatkala satu sama lain dengan sikap rendah hati saling menyampaikan rasa bersalah dan memohon maaf. Barang kali bagi orang yang belum mengenal budaya muslim Indonesia merasa aneh.

Pertemuan dua orang atau lebih yang setiap hari bertemu tapi masih perlu waktu khusus saling bermaafan. Keanehan berikutnya adalah begitu bertemu antara dua orang yang lama berpisah ucapan pertama langsung mengaku dan merasa bersalah lalu minta maaf dan memberi maaf.

Bagi masyarakat Indonesia, mengaku dan merasa bersalah bukanlah aib, akan tetapi sebagai ungkapan sikap rendah hati dan kehati-hatian dalam pergaulan. Siapa tahu kelakuannya selama ini merugikan dan membuat orang lain tidak nyaman. Kesalahan bisa terjadi karena disengaja atau direncanakan bisa juga tidak disengaja.

Sedangkan memaafkan merupakan sikap kebesaran hati kita menghapus kesalahan, baik sengaja maupun tidak disengaja, yang dilakukan orang lain terhadap diri kita. Sifat pemaaf merupakan bagian dari akhlak yang mulia, yang harus menyertai setiap muslim di manapun.

Dalam praktiknya, memaafkan memang bukan kebiasaan yang mudah, lebih-lebih bagi orang terzalimi. Alquran mengkonfirmasi tindakan memaafkan itu sebagai satu indikator dan ciri capaian derajat ketakwaan seseorang dan menjadi gerbang utama untuk masuk kedalam golongan muhsinin.

 

“(Orang yang bertakwa) adalah orang yang menahan amarahnya dan memaafkan di antara manusia. Allah menyukai orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imron/3: 134). Ada beberapa alasan mengapa menjadi pemaaf menempati posisi penting dalam relasi keilahian dan solidaritas kemanusiaan.

Pertama, memaafkan berarti pengkondisian hati sehingga nihil dari kotoran dan penyakit seperti dengki, angkuh, iri, dendam dan sejenisnya. Ketika seseorang telah sungguh-sungguh memaafkan sejatinya telah terjadi proses peruntuhan ego, peleburan dengki, dan penghancuran nafsu dendam yang menggumpal.

Kedua, kesediaan memaafkan menjadi fondasi terbentuknya solidaritas sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Solidaritas sosial mustahil terbangun tanpa dilandasi sikap kerelaan untuk saling menghapus dendam dan menatap masa depan yang lebih positif.

Inilah solidaritas organik, yakni suatu anyaman hidup bermasyarakat dimana hubungan antarindividu saling kenal, saling terkait, dan saling menyapa, serta penuh empati. Sikapsaling memaafkan merupakan media yang harus dilalui agar manusia mendapatkan ampunan dari Tuhannya.

Dalam sebuah firman-Nya dinyatakan, “dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada (menghapus kesalahan). Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?” (QS. An-Nur/24: 22).

Alquran memang menetapkan seseorang yang dizalimi diizinkan untuk membela diri dan membalasnya, tapi bukan balas dendam. Pembalasan harus dilakukan secara simpatik dan sekadar membela diri. Akhlak yang utama adalah menunjukkan keluhuran perangai, bersabar, dan member maaf.

Allah akan memberi ampunan kepada manusia bila mereka terlebih dahulu menuntaskan kenistaan dengan saling memaafkan, menghapus kesalahan, dan berlapang dada antarsesama. Dalam tradisi masyarakat Indonesia, sikap saling memberi maaf dapat memompa gairah baru dalam kebersamaan dan memupuk empati untuk pergaulan hidup yang harmonis.

 

 

 

Dr Mutohharun Jinan MAg, Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta

dikutip dari TribunNews