Ribut Ribut Soal Sertifikasi Halal, Pengamat; Lembaga Pemeriksa Halal itu Bukan Tugas Ahli Agama

Pengamat sekaligus Direktur Halal Institute Asep Sa’duddin Sabilurrasad, mengatakan bahwa Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) bukan pekerjaan ahli agama. Pasalnya, pekerjaan tersebut membutuhkan ahli, yang disebut dengan auditor halal.

Untuk menjadi auditor tersebut, harus menguasai pelbagai disiplin ilmu eksakta, misalnya kimia, teknik industri, farmasi, dan biologi.  Lebih lanjut, Auditor halal ini pendidikannya harus spesifik. Pasalnya dia akan memeriksa pelbagai produk makanan dan kosmetik yang diajukan oleh pemilik usaha dan perusahaan, baik dari dalam dan luar negeri.

Auditor halal juga bertugas memeriksa berkas tersebut di laboratorium berstandar ISO 17065. “Jadi LPH itu bukan pekerjaan ahli agama,” tegasnya pada acara Ngaji Live Instagram di IG Bincang Syariah, Senin (14/3).

Terkait fungsi Majelis Ulama Indonesia dalam sertifikasi halal, Sa’duddin meluruskan kabar yang bersebaran bahwa fungsi MUI dalam sertifikasi halal tidak dihilangkan. “Yang salah dipahami orang adalah menganggap bahwa otoritas keagamaan diambil alih oleh negara.  Bukan seperti itu, MUI tidak dihilangkan”tambahnya.

MUI tetap dilibatkan, sebagai satu satunya, otoritas yang boleh menerbitkan fatwa terkait halal.  Fungsi MUI itu sesuai  dengan ketetapan yang tertuang dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal sebagai pelaksanaan amanat Pasal 37 UU Nomor 33 Tahun 2014 sebagai pemeriksa dan pemberi fatwa halal.

Ia juga menjelaskan bahwa Sertifikasi halal merupakan bagian religious freedom (kebebasan beragama), sama halnya dengan kebebasan untuk berkeyakinan, beragama, dan menganut kepercayaan yang diyakini.

Sebagai bagian dari kebebasan menjalankan kewajiban agama adalah mengkonsumsi produk yang halal. Sertifikasi halal ini bagian dari payung besar religious freedom.

Namun harus diakui saat ini religious freedom lebih banyak memotret aspek pendirian rumah ibadah, isu status KTP, tapi soal halal jarang disorot. Padahal faktanya, di negara besar yang ada Eropa dan Amerika halal ini dianggap sebagai religious freedom, yang setiap makanannya ada logo halal.

“Jadi pengambilalihan sertifikasi halal bukan mengancam demokrasi, ini bagian dari demokrasi,” tegasnya. (

BINCANG SYARIAH

Manipulasi Label Halal, LPPOM MUI: Ini Mengkhawatirkan

Wakil Direktur Lembaga Pengawas Pangan Obat-obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Osmena Gunawan menyebut kasus pedagang yang menambahkan logo halal sendiri pada produknya adalah tindakan yang mengkhawatirkan.

“Yang seperti ini dikhawatirkan  MUI, ketika pedagang memasang sendiri logo halal itu. Takutnya mereka antara paham atau tidak dengan konsep halal ini,” ujar Osmena kepada Republika, Ahad (4/11).

Ia menjelaskan halal dalam suatu produk utamanya makanan atau minuman tidak sekedar terbebas dari bahan babi atau alkohol. Proses sejak awal bahan itu didapat kemudian diolah dan menjadi produk untuk dipasarkan juga harus diperhatikan kehalalannya.

Contohnya untuk produk makanan yang menggunakan bahan daging sapi atau ayam, perlu dilihat bagaimana proses penyembelihannya. Apakah sudah benar dan sesuai dengan syariat yang diwajibkan oleh agama.

Sementara di Indonesia, minim sekali tempat penyembelihan hewan atau RPH yang memiliki sertifikat halal. Ini karena tidak terpantau dan terkadang pedagang menyembelih sendiri hewan yang akan dimasak.

“Pedagang ini karena mereka sudah terbiasa dan menjadi kebiasaan, mereka jadi tidak terlalu peduli. Bahkan tidak lagi diperhatikan atau dipentingkan,” ujarnya.

Upaya pemasangan sendiri logo halal pada produk yang dijual pedagang kecil disebut Osmena sebagai tindakan penipuan.

Apalagi jika memasang logo halal milik LPPOM MUI sementara produk tersebut belum tersertifikasi, maka hal ini termasuk tindakan pemalsuan.

Menurut Osmena, pengusaha yang melakukan hal tersebut biasanya pedagang kecil. Ia belum melihat ada perusahaan besar yang melakukan pemalsuan tersebut.

Menurutnya, ini karena sanksi yang didapat jika ketahuan bukan hanya dari sisi pidana tapi juga akan tidak dianggap oleh konsumen yang selama ini menggunakan produknya.

Kepada masyarakat, diharapkan lebih berhati-hati lagi dalam mengkonsumsi produk-produk yang ditawarkan oleh pengusaha. LPPOM ke depan akan menyertakan QR Code disamping logo halal.

Ini agar masyarakat bisa mengetahui mana yang asli dan palsu juga mendapatkan keterangan lebih lanjut tentang sertifikat yang dimiliki sebuah produk seperti tanggal terbit dan masa berlaku sertifikat tersebut.

Pada sabtu (3/11), MUI Singkawang, Kalimantan Barat, mempertanyakan soal label halal yang tercantum di berbagai tempat usaha di kota tersebut. Ketua MUI Singkawang Muchlis mengatakan, banyak pelaku usaha di Kota Singkawang yang memasang sendiri label halal baik dengan tulisan latin maupun tulisan arab di tempat usahanya.

“Padahal mereka tidak pernah mengurus sertifikasi halal. Hal tersebut, tidak diperbolehkan apalagi ada yang menulis 100 persen halal,” katanya saat sosialiasi produk halal di Singkawang.

 

KHAZANAH REPUBLIKA