Tiga Tingkatan Shalat Malam

Melaksanakan ibadah pada sepertiga terakhir malam sangat dianjurkan, sebab pada waktu itu merupakan saat di mana Allah turun ke langit dunia dan akan mengabulkan semua permintaan hamba-Nya.

Waktu malam dihitung dari sejak terbenam matahari sampai terbit fajar, kemudian terbagi menjadi enam bagian, tiga bagian pertama disebut setengah malam pertama. Sunnah bangun pada seperenam keempat dan kelima, ini dihitung sepertiga. Kemudian boleh tidur lagi pada seperenam terakhir. Lalu kapan seseorang mendapatkan waktu turunnya Allah, atau kapan tepatnya sepertiga malam terakhir itu?

Jika waktu malam dibagi dalam 6 bagian, maka waktu sepertiga malam setelah tengah malam adalah pada seperenam kelima malam. Nabi Saw telah menunjukkan kita waktu tersebut dalam hadis berikut ini

أَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ ، وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ ، وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ ، وَيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا

Sesungguhnya puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Daud, dan shalat yang paling dicintai Allah adalah shalat Daud, ia tidur setengah malam, lalu bangun pada sepertiganya dan tidur pada seperenamnya, ia puasa satu hari dan berbuka satu hari.” (HR. Bukhari&Muslim)

Berdasarkan pembagian waktu malam dalam hadis di atas, maka dalam melaksanakan shalat malam ada tiga tingkatan:

Tingkatan pertama: Tidur setengah malam pertama kemudian bangun pada sepertiga malam dan tidur pada seperenamnya. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Amr, Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Daud, dan shalat yang paling dicintai Allah adalah shalat Daud, ia tidur setengah malam, lalu bangun pada sepertiganya dan tidur pada seperenamnya, ia puasa satu hari dan berbuka satu hari.” (HR. Bukhari&Muslim)

Kedua, bangun pada sepertiga malam terakhir. Sebagaimana dikatakan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun setiap malam ke langit dunia saat tersisa sepertiga malam terakhir. Dia berfirman, ‘Siapa yang memohon kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang meminta pada-Ku maka Aku akan memberikannya. Siapa yang memohon ampun kepada-Ku maka Aku akan mengampuninya. (HR. Bukhari&Muslim)

Jika khawatir tidak bangun malam, maka berpindah pada tingkatan ketiga.

Tingkatan ketiga: Shalat pada awal malam atau kapan saja pada waktu malam sesuai kemudahan. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Jabir bahwa Rasulullah bersabda,

Barang siapa yang khawatir tidak bangun pada akhir malam, hendaknya ia shalat witir pada awalnya. Barang siapa yang bertekad untuk bangun pada akhirnya maka hendaknya ia shalat witir pada akhir malam , sesungguhnya shalat pada akhir malam itu disaksikan dan itu lebih utama.” (HR. Bukhari)

Wallahu’alam.

BINCANG SYARIAH

Menurut Sahabat Salman al-Farisi, Ini Ciri Orang yang Shalat Malam Tapi Tidak Dapat Pahala

Salman Al Farisi adalah salah seorang sahabat Rasulullah. Salman al-Farisi dianggap oleh Rasulullah sebagai salah seorang ahli bait ‘keluarga’sekalipun Salman al-Farisi tidak memiliki hubungan darah dengan Rasulullah. Salman itu seorang pemuda yang berasal dari Negeri Persia.

Salman al-Farisi adalah salah seorang sahabat Rasulullah sangat rajin dan taat dalam beribadah. Dia mengahabiskan akhir malamnya dengan beribadah kepada Allah. Dikisahkan dari seorang sahabat yang bernama Thariq bin Syihab ketika dia tidur di rumah Salman al-Farisi untuk menyelidiki tahajudnya.

Pada akhir malam, Thariq bin Shihab melihat Salman bagun dari tidurnya dan kemudian ia melihat Salman mealaksanakan shalat. Setelah selesai dari melaksanakan shalat, Salman al-Farisi menasehati Thariq bin Shihab.

Salam berpesan, “Jagalah shalat lima waktu ini, karena ia merupakan pelebur dari berbagai dosa selama kamu tidak melakukan dosa besar. Kemudian Salman menjelaskan kepada Thariq bin Shihab tentang tinkatan-tingkatan manusia ketika melalui malam-malam mereka.”

Menurut Salman Al Farisi, manusia dalam menghabiskan malamnya terbagi ke dalam tiga tingkatan, sebagaimana yang tertera dalam kitab Hilyatul Auliya’:

Pertama, orang yang menanggung dosa tetapi tidak memiliki pahala pada malam harinya. Menurut Salman, orang dengan kategori ini adalah orang yang memanfaatkan gelapnya malam dan kelalaian manusia untuk shalat malam tetapi di samping itu dia juga menjerumuskan dirinya dalam melakukan kemaksiaan.

Orang itu menanggung dosa tetapi tidak mendapakan pahala. Dengan artian, dia tidak mendapatkan pahala dari shalat malamnya tersebut dikarenakan ia juga menenggelamkan dirinya kedalam kemaksiatan.

Kedua, orang yang mendapatkan pahala dan tidak mendapatkan dosa. Menurut Salman al-Farisi, kategori orang ini adalah orang yang memanfaatkan gelapnya malam dan kelalaian manusia untuk bangun dan kemudian meaksanakan shalat.

Orang ini menghiasi malam-malamnya hanya unuk beribadah kepada Allah. Akan tetapi, dia tidak menjerumuskan dirinya kedalam kemaksiatan. Iniah orang yang mendapatkan pahala pada malam harinya dan tidak mendapatkan dosa.

Ketiga, orang yang tidak mendapatkan pahala dan juga tidak mendapatkan dosa. Maksud golongan orang seperti ini menurut Salman al-Farisi adalah orang yang setelah melaksanakan shalat Isya kemudian ia tidur. Ia tidak bangun lagi di akhir malamnya untuk Qiyamullail dan juga tidak untuk berbuat maksiat. Iniah orang yang tidak berpahala pada malam harinya dan juga tidak menanggung dosa.

BINCANG SYARIAH

Tetap Melakukan Shalat Malam Setelah Bulan Ramadhan

Selama bulan Ramadhan kita melakukan shalat malam. Shalat tarawih merupakan shalat malam di bulan Ramadhan. Ketika waktu sahur juga masih merupakan waktu shalat malam, sehingga kaum muslimim setelah atau sebelum makan sahur bisa melaksanakan shalat malam. Sangat disayangkan jika kebiasaan baik ini tiba-tiba tidak pernah dilakukan sama sekali setelah bulan Ramadhan berakhir. Semoga kita semua diberikan kemudahan untuk tetap terus beribadah dengan ibadah sebagaimana di bulan Ramadhan.

Ada sebagian orang yang rajin beribadah dan shalat malam hanya di bulan Ramadhan saja. Bahkan ada di antara mereka yang mencukupkan diri mengerjakan amalan wajib di bulan Ramadhan, sedangkan di luar bulan Ramadhan mereka tidak melakukannya lagi dan tidak mengenal Allah. Lantas dikatakan kepada mereka:

بئس القوم لا يعرفون لله حقا إلا في شهر رمضان إن الصالح الذي يتعبد و يجتهد السنة كلها

“Sejelek-jelek orang adalah yang hanya mengenal Allah di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang yang shalih adalah orang yang rajin beribadah dan bersungguh-sungguh di sepanjang tahun.”

Amal yang baik dan dicintai oleh Allah adalah amalan yang tetap dilakukan secara konsisten walaupun sedikit.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

ﺃَﺣَﺐُّ ﺍﻷَﻋْﻤَﺎﻝِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺃَﺩْﻭَﻣُﻬَﺎ ﻭَﺇِﻥْ ﻗَﻞَّ

”Amalan yang paling dicintai oleh Allah ta’ala adalah amalan yang kontinyu/istiqamah walaupun itu sedikit.”[1]

Semoga kita bisa konsisten melaksanakan shalat malam, karena shalat malam memiliki banyak keutamaan. Shalat malam merupakan kebiasaan orang-orang shalih sebelum kita.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺑِﻘِﻴَﺎﻡِ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ، ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﺩَﺃْﺏُ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤِﻴْﻦَ ﻗَﺒْﻠَﻜُﻢْ، ﻭَﻫُﻮَ ﻗُﺮْﺑَﺔٌ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻜُﻢْ، ﻭَﻣُﻜَﻔِّﺮَﺓٌ ﻟِﻠﺴَّﻴِّﺌَﺎﺕِ، ﻣَﻨْﻬَﺎﺓٌ ﻋَﻦِ ﺍْﻹِﺛْﻢِ

“Lakukanlah shalat malam oleh kalian, karena hal itu merupakan kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian. Iapun dapat mendekatkan kalian kepada Rabb kalian, menghapus segala kesalahan dan mencegah dari perbuatan dosa.”[2]

Kita mengaku hamba Allah “ibadurrahman”? Allah telah menyebutkan cirinya yaitu melakukan shalat malam.

Allah berfirman,

ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺒِﻴﺘُﻮﻥَ ﻟِﺮَﺑِّﻬِﻢْ ﺳُﺠَّﺪًﺍ ﻭَﻗِﻴَﺎﻣًﺎ

“Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka.” (QS. Al-Furqaan/25: 64)

Di waktu malam, terutama di sepertiga malam yang terakhir mereka mengerjakan shalat malam dan banyak meminta ampun kepada Rabbnya.

Allah berfirman,

ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻗَﻠِﻴﻠًﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻣَﺎ ﻳَﻬْﺠَﻌُﻮﻥَ ﻭَﺑِﺎﻟْﺄَﺳْﺤَﺎﺭِ ﻫُﻢْ ﻳَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻭﻥَ

“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS. Adz-Dzaariyaat/51: 17-18)

Jika terasa berat maka hendaknya kita melatih diri untuk mengerjakan shalat malam secara bertahap, misalnya:

-Bangun 10 atau 15 menit sebelum subuh lalu mengerjakan shalat malam

-Pilih waktu yang keesokan harinya merupakan hari libur untuk bisa mengerjakan shalat malam

-Jika sangat sulit, bisa shalat witir sebelum tidur dan hal itu termasuk shalat malam

-Jika masih sangat sulit, perbanyak istigfar dan berdoa agar dipermudah

Semoga kita tetap diberi keistiqamahan setelah bulam Ramadhan dan semoga kita disampaikan di bulan Ramadhan berikutnya.

Demikian semoga bermanfaat

Penulis: dr. Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/31453-tetap-melakukan-shalat-malam-setelah-bulan-ramadhan.html

Ramadhan Membentuk Kebiasaan Qiyamul Lail

Puasa yang kita lakukan di bulan Ramadhan ini bertujuan membentuk taqwa. Agar kita menjadi hamba-Nya yang bertaqwa. Sebagaimana firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah: 183)

Karakter Orang Bertaqwa

Bagaimanakah karakter orang yang bertaqwa itu? Salah satunya adalah sedikit tidur. Bukan karena begadang tanpa arti, tetapi karena qiyamul lail.

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ * آَخِذِينَ مَا آَتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ * كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. (QS. Adz-Dzariyat : 15-17)

Ketika menjelaskan ayat 17 Surat Adz Dzariyat dalam Tafsir Fi Zhilaalil Qur’an, Sayyid Qutb berkata: “Mereka itulah yang bangun di penghujung malam tatkala orang-orang terlelap. Mereka menghadapkan dirinya kepada Allah dengan memohon ampunan dan kasih sayang-Nya. Mereka tidak merasakan nikmatnya terlelap kecuali sejenak dan tidak tidur pada malam hari kecuali sebentar. Mereka asyik bersama Rabbnya di keheningan malam”

Jelaslah, bahwa sedikit tidur di waktu malam itu bukan untuk begadang, juga tidak sama dengan orang kerja shif tiga. Tetapi sedikit tidur malam karena mengerjakan shalat malam, qiyamul lail. Puasa yang hendak meraih derajat taqwa, juga berupaya mencapai karakternya. Sehingga ada pembiasaan qiyamul lail selama bulan Ramadhan, terutama melalui shalat tarawih.

Shalat Tarawih dan Qiyamul Lail

Demikian eratnya qiyamul lail dengan shalat tarawih, Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin menyandingkan bab keutamaan shalat malam dengan bab shalat tarawih tanpa ada bab lain yang memisahkan keduanya. Dalam bab shalat tarawih itu, ada dua hadits yang dicantumkan oleh Imam Nawawi. Keduanya menggunakan istilah yang sama: Qiyamu Ramadhan.

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa yang qiyam Ramadhan, karena iman dan mengharapkan pahala (dari Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaq ‘alaih)

Sedangkan hadits kedua, sebelum lafadz itu ada tambahan dari Abu Hurairah:

يُرَغِّبُ فِى قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ

Rasulullah sangat menganjurkan shalat tarawih, tetapi tidak mewajibkannya. (HR. Muslim)

Ketika menjelaskan hadits ini, Dr. Mushtofa Al-Bugho bersama empat ulama lainnya dalam kitab Nuzhatul Muttaqin mengatakan: “Hadits ini menekankan sunah shalat tarawih… shalat tarawih dilakukan secara berjamaah oleh Rasulullah hanya pada tiga hari pertama, lalu dihentikan Rasulullah karena beliau khawatir akan menjadi wajib. Lalu dilakukan secara berjamaah lagi pada masa pemerintahan Umar r.a. dengan mendapat persetujuan para ulama zaman itu.

Dengan demikian, shalat tarawih juga berfungsi sebagai upaya pembiasaan. Bukan berarti banyaknya shalat yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan begitu saja kita tinggalkan selepas Ramadhan. Tidak berbekas.

Jangan sampai ketika di bulan Ramadhan kita sudah menunaikan shalat tarawih setelah Isya’ lalu sholat tahajud sebelum atau sesudah sahur. Tiba-tiba di bulan Syawal dan bulan-bulan selanjutnya nanti kita terlelap dalam tidur panjang tanpa qiyamul lail sama sekali.

Jika begitu halnya, bisa dikatakan puasa kita gagal. Sebab puasa hendak menjadikan pelakunya menjadi bertaqwa, dan salah satu karakter orang yang bertaqwa adalah sedikit tidur di waktu malam karena menunaikan qiyamul lail.

Keutamaan Qiyamul Lail

Begitu banyak keutamaan qiyamul lail yang telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits-hadits beliau. Beliau juga mencontohkan dan memberikan teladan terbaik dalam menunaikannya.

Semakin besar beban dakwah, semakin meningkat qiyamul lail. Semakin besar tantangan hidup, semakin lama qiyamul lail. Semakin tinggi derajat, semakin giat qiyamul lail. Itu yang hendak beliau sampaikan kepada umatnya, sehingga meskipun sudah diampuni dosa-dosanya, beliau tetap luar biasa dalam melaksanakan qiyamul lail. Sampai kaki beliau bengkak karenanya.

Ketika Aisyah menanyakan itu, beliau menjawab:

يُرَغِّبُ فِى قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ

Apakah aku tidak suka menjadi hamba yang bersyukur? (HR. Bukhari dan Muslim)

Berikut ini sebagian keutamaan qiyamul lail yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

1. Salah Satu Jalan Menuju Surga

Sholat malam adalah salah satu jalan menuju surga. Hal itu disabdakan Rasulullah sejak awal berada di Madinah setelah hijrah.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلاَمَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصِلُوا الأَرْحَامَ وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ

Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makan, sambunglah silaturahim dan shalatlah kalian pada saat manusia tidur malam, maka kalian akan masuk surga dengan tenang. (HR. Ibnu Majah, dan Hakim)

2. Menaikkan Derajat di Surga

Bukan hanya masuk surga, orang yang ahli qiyamul lail akan mendapatkan kamar-kamar yang istimewa. Derajat istimewa ini khusus bagi orang yang gemar sholat tahajud dan sholat malam lainnya seperti sholat witir.

إِنَّ فِى الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا ». فَقَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ

“Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang luarnya terlihat dari dalamnya dan dalamnya terlihat dari luarnya.” Maka seorang Arab Badui berdiri dan bertanya, untuk siapa yang Rasulullah? Beliau bersabda, “Untuk orang yang berkata lemah lembut, memberi makan, mendawamkan puasa, shalat malam karena Allah pada saat orang lain sedang tidur.” (HR. Tirmidzi dan Baihaqi; shahih)

3. Kebiasaan Orang Shalih dan Penghapus Dosa

Keutamaan qiyamul lail berikutnya adalah, bahwa amalan ini merupakan amal orang-orang shalih. Qiyamul lail mendekatkan pelakunya kepada Allah, penutup kesalahan dan dosa.

عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ

“Lakukanlah sholat malam karena ia adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, ia pendekat kepada Rabbmu, penutup kesalahan dan pencegah dosa.” (HR. Tirmidzi; hasan)

4. Sholat sunnah paling utama

Sholat malam adalah sholat yang paling utama setelah sholat lima waktu. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ قِيَامُ اللَّيْلِ

“Sholat yang paling utama setelah sholat fardhu adalah sholat malam” (HR. An Nasa’i)

5. Penentu Derajat di Sisi Allah

Semakin lama atau panjang shalat seseorang, yakni dengan memperlama berdiri karena panjangnya ayat yang dibaca, semakin tinggi derajat seseorang di sisi Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ قَامَ بِعَشْرِ آيَاتٍ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الْغَافِلِينَ وَمَنْ قَامَ بِمِائَةِ آيَةٍ كُتِبَ مِنَ الْقَانِتِينَ وَمَنْ قَامَ بِأَلْفِ آيَةٍ كُتِبَ مِنَ الْمُقَنْطَرِينَ

“Barangsiapa yang shalat (malam) dengan membaca sepuluh ayat maka tidak dicatat sebagai orang yang lalai. Barangsiapa yang shalat dengan membaca seratus ayat maka dicatat sebagai orang yang taat. Barangsiapa yang shalat dengan membaca seribu ayat maka dicatat sebagai muqanthirin (orang yang dapat pahala sebesar satu qinthar).” (HR. Abu Dawud; shahih)

6. Mendapat Kemuliaan dan Kewibawaan

Orang-orang yang ahli qiyamul lail, ia akan Allah beri kemuliaan dan kewibawaan. Jika ia adalah orangtua, dia akan berwibawa di depan anak-anaknya. Jika ia guru, akan berwibawa di depan murid-muridnya. Jika ia pemimpin, akan berwibawa di depan orang yang dipimpinnya.

وَاعْلَمْ أَنَّ شَرَفَ الْـمُؤْمِنِ قِيَامُهُ بِاللَّيْلِ

“Dan ketahuilah, bahwa kemuliaan dan kewibawaan seorang mukmin itu ada pada shalat malamnya.” (HR. Hakim; hasan)

Semoga keutamaan qiyamul lail di atas semakin memotivasi kita untuk mengamalkannya. Bermula dari pembiasaan di bulan Ramadhan, semoga kita istiqamah di bulan-bulan berikutnya. Wallaahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

BERSAMA DAKWAH

Tiga Cara Tingkatkan Imunitas Diri Ala Rasulllah SAW

Qiyamul Lail dan Tilawah Alquran amat dianjurkan untuk dilakukan di awal pagi.

Wabah virus corona yang semakin merebak membuat kita semua semakin khawatir. Ditambah lagi semua info di media daring maupun sosial membuat mental semakin lemah. Kekhawatiran membuat problem psikis yang tidak bisa diremehkan. Alih-alih makin sehat, cemas yang dirasa membuat manusia betulan sakit.

Inilah cara Islam membuat imunitas diri semakin kuat. Apalagi cara-cara yang ditulis di bawah ini adalah cara yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam dan diridhoi oleh Allah Ta’ala.

Tiga cara tingkatkan imunitas diri di awal pagi adalah; 1) Qiyamul Lail, 2) Tilawah Alquran, dan 3) Shalat Subuh.

Qiyamul Lail dan Tilawah Alquran amat dianjurkan untuk dilakukan di awal pagi. Lakukan Qiyamul Lail sebisa mungkin, meski 2 rakaat atau paling tidak 10 menit sebelum Subuh. Allah Ta’ala berfirman dalam surah al-Muzammil ayat 6, “Inna nasyiatal lail hiya asyaddu wath’an”. (Sungguh bangun malam itu lebih kuat untuk diri dan jiwa manusia). Kekuatan diri ini adalah imunitas yang bisa didapatkan dengan cara qiyamullail.

Sedang tilawah Alquran juga dianjurkan untuk dibaca pada saat qiyamul lail sebagaimana dalam surah al-Muzammil ayat 4, “Wa rattil qur’aana tartila”, bacalah Alquran dengan perlahan-lahan) (saat qiyamul lail). Atau bacalah Alquran di waktu Fajr (Subuh). Sebab bacaan Alquran di waktu fajar disaksikan oleh para malaikat. Lih.QS. 17:78

Dr Ahmed Al-Qadhi di Klinik Besar Florida, Amerika Serikat, melakukan sebuah riset dan berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan dan membaca ayat suci Alquran mampu menangkal berbagai macam penyakit. Penemuan yang sama juga dilakukan Muhammad Salim yang dipublikasikan oleh Universitas Boston.

Keduanya menyatakan bahwa membaca Alquran dengan bersuara akan membuat vibrasi atau getaran yang membuat sel-sel yang sudah rusak pada tubuh akan kembali sembuh dan bekerja dengan baik kembali.

Hal ini selaras dengan firman Allah Ta’ala, “Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS 17:82).

Amalan ketiga untuk tingkatkan imunitas diri di awal pagi adalah dengan shalat Subuh. Dalam hadis riwayat Muslim disampaikan bahwa Nabi Shalallahu Alaihi wa Salam bersabda, “Barangsiapa yang shalat Subuh maka dia berada dalam jaminan Allah.” 

Shalat Subuh akan membuat diri kita dijamin oleh Allah. Dijamin rezekinya, dijamin keselamatannya. Juga dijamin insya Allah dari wabah corona yang mengkhawatirkan. 

Itulah tiga amalan yang akan membuat imunitas tubuh semakin meningkat. Yuk bersama kita amalkan!

Oleh Ustaz Bobby Herwibowo

KHAZANAH REPUBLIKA

Lamanya Sujud Nabi dalam Shalat Malam

Bagaimana lamanya sujud Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat malam?

Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail

  1. Bab Keutamaan Qiyamul Lail

Hadits #1171

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ يُصَلِّي إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً – تَعْنِي فِي اللَّيلِ – يَسْجُدُ السَّجْدَةَ مِنْ ذَلِكَ قَدْرَ مَا يَقْرَأُ أحَدُكُمْ خَمْسِينَ آيَةً قَبْلَ أنْ يَرْفَعَ رَأسَهُ ، وَيَرْكَعُ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الفَجْرِ ، ثُمَّ يَضْطَجِعُ عَلَى شِقِّهِ الأيْمَنِ حَتَّى يَأتِيَهُ المُنَادِي للصَلاَةِ . رَوَاهُ البُخَارِي .

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat sebelas rakaat (yaitu shalat malam). Beliau sujud satu kali sujud untuk shalat tersebut seukuran dengan salah seorang dari kalian membaca Alquran lima puluh ayat, sebelum beliau mengangkat kepalanya. Dan beliau melakukan shalat dua rakaat sebelum shalat Shubuh. Kemudian beliau berbaring di atas sisi tubuhnya yang sebelah kanan sampai datang muazin kepada beliau. (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 994]

Faedah Hadits

  1. Disunnahkan memperlama sujud dalam shalat malam.
  2. Dianjurkan menjaga dua rakaat shalat Sunnah qabliyah Shubuh.
  3. Dibolehkan berbaring sejenak selepas melaksanakan dua rakaat shalat sunnah Fajar.
  4. Dianjurkan berbaring ke sebelah kanan.
  5. Muazin harus mengetahui imam hadir, barulah mengumandangkan iqamah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اَلْمُؤَذِّنُ أَمْلَكُ بِالْأَذَانِ , وَالْإِمَامُ أَمْلَكُ بِالْإِقَامَةِ

Muazin adalah yang paling berhak menentukan azan dan imam adalah orang yang paling berhak menentukan iqamah.” (HR. Ibnu ‘Adi dan ia mendhaifkannya. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan berkata bahwa hadits ini dhaif karena adanya Syarik bin ‘Abdullah Al-Qadhi, hafalannya jelek). Al-Baihaqi juga meriwayatkan hadits yang senada dari ucapan ‘Ali radhiyallahu ‘anhu. (Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan menyatakan sanadnya kuat, perawinya tsiqqah).

Baca Juga:

  • Setan Terus Mengganggu Sehingga Kita Tidak Bangun Shalat Malam
  • Jadi Hamba yang Bersyukur dengan Tahajud

Referensi:

  1. Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  2. Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Kedua.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/23133-lamanya-sujud-nabi-dalam-shalat-malam.html

Shalat Malam itu Dua Rakaat Salam Dua Rakaat Salam, Lalu Ditutup Witir

Shalat malam itu dua rakaat salam dua rakaat salam, lalu ditutup witir.

Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail

  1. Bab Keutamaan Qiyamul Lail

Hadits #1168

وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( صَلاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ )) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat malam itu dua rakaat salam, dua rakaat salam. Maka apabila engkau takut masuk waktu Shubuh, hendaklah melakukan witir satu rakaat.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 1137 dan Muslim, no. 749]

Hadits #1169

وَعَنْهُ ، قَالَ : كَانَ النَّبيُّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، وَيُوتِرُ بِرَكْعَةٍ .مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat malam dua rakaat salam, dua rakaat salam, lalu witir satu rakaat.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 990 dan Muslim, no. 749]

Faedah Hadits

  1. Shalat malam itu dua rakaat salam, dua rakaat salam.
  2. Hendaknya shalat witir dijadikan penutup shalat malam. Ada beberapa riwayat yang menjelaskan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih melakukan shalat dua rakaat bakda witir.
  3. Boleh mengerjakan shalat witir satu rakaat.

Masih bolehnya shalat dua rakaat setelah witir

‘Aisyah menceritakan mengenai shalat malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كَانَ يُصَلِّى ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى ثَمَانَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ يُوتِرُ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ قَامَ فَرَكَعَ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالإِقَامَةِ مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat tiga belas rakaat (dalam semalam). Beliau melaksanakan shalat delapan rakaat kemudian beliau berwitir (dengan satu rakaat). Kemudian setelah berwitir, beliau melaksanakan shalat dua rakaat sambil duduk. Jika ingin melakukan ruku’, beliau berdiri dari ruku’nya dan beliau membungkukkan badan untuk ruku’. Setelah itu di antara waktu adzan shubuh dan iqomahnya, beliau melakukan shalat dua rakaat.” (HR. Muslim, no. 738)

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Dua rakaat setelah witir itu tanda bahwa masih bolehnya dua rakaat setelah witir dan jika seseorang telah mengerjakan shalat witir bukan berarti tidak boleh lagi mengerjakan shalat sunnah sesudahnya. Adapun hadits ‘Jadikanlah akhir shalat kalian di malam hari adalah shalat witir’, yang dimaksud menjadikan shalat witir sebagai penutup shalat malam hanyalah sunnah (bukan wajib). Artinya, dua rakaat sesudah witir masih boleh dikerjakan.” (Zaad Al-Ma’ad, 1:322-323).

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/22723-shalat-malam-itu-dua-rakaat-salam-dua-rakaat-salam-lalu-ditutup-witir.html

Shalat Malam Adalah Kebiasaan Orang Shalih

Tentu kita sangat ingin menjadi orang yang shalih dan dinilai sebagai hamba yang shalih di sisi Allah. Salah satu kebiasaan orang shalih adalah melakukan shalat malam. Perlu diperhatikan bahwa yang namanya “kebiasaan” berarti hal yang cukup sering dilakukan. Bagaimana dengan orang yang merasa diri shalih tetapi tidak pernah shalat malam atau jarang sekali shalat malam? Semoga kita termasuk hamba yang sering shalat malam.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺑِﻘِﻴَﺎﻡِ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ، ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﺩَﺃْﺏُ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤِﻴْﻦَ ﻗَﺒْﻠَﻜُﻢْ، ﻭَﻫُﻮَ ﻗُﺮْﺑَﺔٌ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻜُﻢْ، ﻭَﻣُﻜَﻔِّﺮَﺓٌ ﻟِﻠﺴَّﻴِّﺌَﺎﺕِ، ﻣَﻨْﻬَﺎﺓٌ ﻋَﻦِ ﺍْﻹِﺛْﻢِ

“Lakukanlah shalat malam oleh kalian, karena hal itu merupakan kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian. Ia pun dapat mendekatkan kalian kepada Rabb kalian, menghapus segala kesalahan dan mencegah dari perbuatan dosa.”[HR. Tirmidzi, hasan]

Makna dari kata “da’bu” (ُ ﺩَﺃْﺏُ) adalah (ْ ﻋَﺎﺩَﺗُﻬُﻢْ ﻭَﺷَﺄْﻧُﻬُﻢْ) yaitu  kebiasaan dan hal yang menjadi perhatian. Ini adalah perhatian orang shalih, yaitu nemperhatikan shalat malam mereka, bahkan sebagian orang shalih menjadikan shalat malam sebagai salah satu gambaran kondisi keimanan mereka. Apabila mereka melakukan maksiat dan dosa, maka iman mereka akan turun dan akan sulit bangun shalat malam.

 

Hasan Al-Basri berkata,

ﺇﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻟﻴﺬﻧﺐ ﺍﻟﺬﻧﺐ ﻓﻴﺤﺮﻡ ﺑﻪ ﻗﻴﺎﻡ ﺍﻟﻠﻴﻞ

“Sesungguhnya seseorang itu ketika berbuat dosa, bisa jadi akan diharamkan (susah melakukan) shalat malam.” [al-Mujalasah wa Jawahirul Ilmi no. 403]

Ciri hamba Allah “ibadurrahman” adalah  melakukan shalat malam, sebagaimana firman Allah

ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺒِﻴﺘُﻮﻥَ ﻟِﺮَﺑِّﻬِﻢْ ﺳُﺠَّﺪًﺍ ﻭَﻗِﻴَﺎﻣًﺎ

“Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka.” (Al-Furqaan/25: 64)

Salah satu ciri orang yang rajin ibadah dan memprioritaskan Allah adalah tidak malas dan tidak banyak tidur.

Allah berfirman,

ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻗَﻠِﻴﻠًﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻣَﺎ ﻳَﻬْﺠَﻌُﻮﻥَ ﻭَﺑِﺎﻟْﺄَﺳْﺤَﺎﺭِ ﻫُﻢْ ﻳَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻭﻥَ

“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (Adz-Dzaariyaat/51: 17-18)

Waktu sepertiga malam terakhir memiliki banyak sekali keutamaan. Tentu orang yang shalih tidak akan melewati kesempatan ini. Perhatikan keutamaannya pada hadits berikut,

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺇِﻥَّ ﻓِﻲ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻟَﺴَﺎﻋَـﺔً، ﻻَ ﻳُﻮَﺍﻓِﻘُﻬَﺎ ﺭَﺟُـﻞٌ ﻣُﺴْﻠِﻢٌ ﻳَﺴْﺄَﻝُ ﺍﻟﻠﻪَ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺮِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍْﻵﺧِﺮَﺓِ ﺇِﻻَّ ﺃَﻋْﻄَﺎﻩُ ﺇِﻳَّﺎﻩُ، ﻭَﺫَﻟِﻚَ ﻛُﻞَّ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ .

“Sesungguhnya di malam hari terdapat waktu tertentu, yang bila seorang muslim memohon kepada Allah dari kebaikan dunia dan akhirat pada waktu itu, maka Allah pasti akan memberikan kepadanya, dan hal tersebut ada di setiap malam.”[HR. Muslim]

Pada waktu inilah hati seorang muslim lebih lembut dan lebih mudah kembali kepada Allah serta akan ditingkatlan keimanannya. Ibnu Taimiyyah berkata,

الناس في آخر اليل يكون في قلوبهم من التوجه و التقرب و الرقة ما لا يوجد في غير ذالك الوقت

“Manusia pada akhir malam, keadaan hatinya akan fokus dan dekat kepada Allah serta lembut, di mana tidak didapati keadaan ini kecuali pada waktu tersebut.” [Majmu’ Fatawa 5/130]

Semoga kita termasuk hamba Allah yang shalih dan dipermudah untuk shalat malam

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/45998-shalat-malam-adalah-kebiasaan-orang-shalih.html

Teladan Umar Bangunkan Keluarga untuk Salat Malam

WAHAI anak yang diberi taufik oleh Allah Subhanahu wa Taala! Apabila Allah memuliakanmu dengan memberikan kepadamu orangtua yang selalu memberikan perhatian kepadamu dalam permasalahan salat, menganjurkan, serta memotivasimu, maka hati-hatilah jangan sampai kamu merasa direpotkan oleh orang tuamu. Janganlah engkau merasa marah karena pengawasannya padamu!

Demi Allah sesungguhnya orangtuamu itu sedang berusaha untuk menjauhkanmu dari murka Allah Azza wa Jalla, dan berusaha untuk menghantarkan kamu kepada keridaan Allah Subhanahu wa Taala. Karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak akan rida denganmu sampai kamu termasuk dari orang-orang yang melaksanakan dan menjaga salatnya.

Perhatikanlah pujian Allah yang sangat harum kepada Nabi-Nya Ismail Alaihissallam. Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

“Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridai di sisi Rabbnya.” (QS Maryam: 55)

Nabi Ismail Alaihissallam orang yang diridai oleh Allah Subhanahu wa Taala, karena dia melakukan segala sebab yang bisa mendatangkan keridaan Allah Azza wa Jalla, dan diantara sebab yang paling agung adalah memerhatikan salat dengan menjaga dan terus menjaganya, serta mengajarkan kepada keluarga kebiasaan menjaga salat.

Imam Malik rahimahullah meriwayatkan dalam kitabnya Muwattha dari Zaid bin Aslam Radhiyallahu anhu dari bapaknya, bahwasanya Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu melakukan qiyamul lail (salat malam) sebanyak bilangan yang Allah Azza wa Jalla kehendaki. Tatkala berada di akhir malam, beliau Radhiyallahu anhu membangunkan keluarganya untuk melakukan salat. Beliau Radhiyallahu anhu membacakan kepada mereka firman Allah Subhanahu wa Taala:

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS Thaha: 132)

Kaum Muslimin, perhatikanlah dan renungilah keadaan dan sikap para assalafus shalih Radhiyallahu anhum terhadap arahan agung dari Allah Azza wa Jalla ini! Kemudian, bandingkanlah realita keadaan umat manusia yang cenderung melalaikan, menyia-nyiakan arahan ini, serta keengganan mereka untuk menunaikan kewajiban yang agung ini.

Alangkah perlunya kita dalam permasalahan ini untuk menjadi pribadi-pribadi yang menjaga salatnya, kemudian mengawasi anak-anak kita dalam melaksanakannya! Alangkah butuhnya kita untuk selalu memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar menjadikan kita dan anak-anak kita termasuk orang-orang yang melaksanakan dan selalu menjaga salatnya.

Di antara doa yang paling agung dalam permasalah ini adalah doa Nabi Ibrahim Alaihissallam, “Ya Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat! Ya Rabb kami, perkenankanlah doaku.” (QS Ibrahim: 40)

Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar memberikan taufiq kepada kita dalam menjaga salat, dan memperbaiki keadaan anak-anak kita, serta menjadikan kita dan mereka termasuk dari orang-orang yang mendirikan salat. [Majalah As-Sunnah/Syaikh Abdur Razzaq]

 

INILAH MOZAIK

Tarawih 11 ataukah 23 Rakaat?

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Hampir semua ulama mengatakan, tidak ada batas maksimal untuk jumlah rakaat shalat tarawih.

Diantara dalil yang menunjukkan tidak ada batas untuk jumlah rakaat shalat tarawih adalah hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,

Ada seorang sahabat yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai tata cara shalat lail. Kemudian beliau menjelaskan,

صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

“Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at. Jika kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at, untuk menjadi witir bagi shalat-shalat sebelumnya.” (HR. Bukhari 990 dan Muslim 749)

Hadis ini bersifat umum, mencakup shalat malam yang dikerjakan di luar ramadhan maupun ketika ramadhan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tata cara pelaksanaan shalat malam untuk dikerjakan 2 rakaat-2 rakaat. Dan beliau tidak menyebutkan batasan jumlah rakaatnya. Beliau hanya memberi batasan,

“Jika kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at, untuk menjadi witir bagi shalat-shalat sebelumnya.”

Seandainya shalat malam itu ada batasannya, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskannya.

Ibnu ‘Abdil Barr – ulama Malikiyah – mengatakan,

أن صلاة الليل ليس فيها حد محدود وأنها نافلة وفعل خير وعمل بر فمن شاء استقل ومن شاء استكثر

“Bahwa shalat malam tidak memiliki batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat sunah, amal soleh dan perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan dengan jumlah raka’at sedikit, dan siapa yang mau, bisa mengerjakan dengan banyak rakaat.”(at-Tamhid  Syarh al-Muwatha’, 21/70)

Tidak Lebih dari 13 Rakaat

A’isyah pernah ditanya oleh murid-muridnya tentang bagaimana cara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat malam. Jawab A’isyah radhiyallahu ‘anha,

مَا كَانَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

Beliau tidak pernah nambahi lebih dari 11 rakaat, baik di dalam ramadhan maupun di luar ramadhan. (HR. Bukhari 3569)

Dalam riwayat lain, A’isyah mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam sebanyak 13 rakaat. (HR. Abu Daud 1340)

Para ulama memahami, hadis ini bukanlah pembatasan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melarang lebih dari 13. Yang diceritakan Aisyah adalah kebiasaan jumlah rakaat shalat lail yang dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

أن نفس قيام رمضان لم يوقت النبي صلى الله عليه وسلم فيه عددا معينا ؛ بل كان هو – صلى الله عليه وسلم – لا يزيد في رمضان ولا غيره على ثلاث عشرة ركعة لكن كان يطيل الركعات

“Bahwa shalat malam di bulan Ramadhan tidaklah dibatasi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bilangan tertentu. Namun yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau tidak menambah di bulan Ramadhan atau bulan lainnya lebih dari 13 raka’at, akan tetapi beliau memperpanjang rakaatnya.… Barangsiapa yang mengira bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki bilangan raka’at tertentu yang ditetapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak boleh ditambahi atau dikurangi dari jumlah raka’at yang beliau lakukan, sungguh dia telah keliru.”(Majmu’ al-Fatawa, 22/272).

Kemudian beliau menyebutkan, bahwa dulu ada yang shalat tarawih 40 rakaat dan witir dengan 3 rakaat. Ada juga yang tarawih 36 rakaat dan witir dengan 3 rakaat. Semuanya dibolehkan.

Yang Lebih Afdhal, 11 atau 23?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

“Tatkala ‘Umar mengumpulkan manusia dan Ubay bin Ka’ab sebagai imam, dia melakukan shalat sebanyak 20 raka’at kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga raka’at. Namun ketika itu bacaan setiap raka’at lebih ringan dengan diganti raka’at yang ditambahkan. Karena melakukan semacam ini lebih ringan bagi makmum daripada melakukan satu raka’at dengan bacaan yang begitu panjang.” (Majmu’ al-Fatawa, 22/272)

Praktek di atas menunjukkan bahwa jumlah bukan acuan utama penilaian. Karena ini kembali kepada mana yang lebih berkualitas. Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“Dialah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. al-Mulk: 2)

Salah satu diantara faktor yang menentukan kualitas adalah kekhusyu-an. dan salah satu faktornya adalah kondisi makmum. Karena itu, Syaikhul Islam menyimpulkan, yang paling afdhal adalah menyesuaikan kondisi makmum. Beliau mengatakan,

والأفضل يختلف باختلاف أحوال المصلين فإن كان فيهم احتمال لطول القيام فالقيام بعشر ركعات وثلاث بعدها . كما كان النبي صلى الله عليه وسلم يصلي لنفسه في رمضان وغيره هو الأفضل وإن كانوا لا يحتملونه فالقيام بعشرين هو الأفضل

Yang paling afdhal, berbeda-beda sesuai kondisi orang yang shalat. Jika mereka bisa diajak berdiri lama, maka tarawih dengan 10 rakaat dan 3 rakaat setelahnya lebih bagus. Seperti yang dilakukan sendiri oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika di bulan ramadhan dan di luar ramadhan. Namun jika mereka tidak kuat berdiri lama, tarawih 20 rakaat lebih afdhal. (Majmu’ al-Fatawa, 22/272)

Sayangnya, banyak praktek yang kurang maksimal di tempat kita. Sebagian masjid yang tarawih 23 rakaat, sangat tidak thumakninah. Bahkan ada yang selesainya kurang dari setengah jam. Sementara mereka yang shalat 11 rakaat, selesai selama setengah jam. Masalah jumlah, jangan sampai mengorbankan kualitas. Karena thumakninah bagian dari rukun shalat.

Allahu a’lam.

KONSULTASI SYARIAH