Makmum Jangan Bergeser Kecuali Imam Telah Bergeser

APABILA para makmum berpindah duduk setelah imam mengubah posisi, sesungguhnya berangkat dari sebuah hadis yang melarang makmum bergeser sebelum imam berubah posisi.

Dari Anas berkata bahwa suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salat mengimami kami, ketika selesai salat beliau menghadapkan wajah kepada kami dan bersabda, “Wahai manusia, aku adalah imam kalian. Janganlah kalian mendahului aku dalam ruku, sujud, berdiri atau berpindah.” (HR. Muslim)

Dengan landasan hadis ini maka di dalam kitab kitab Fatawa-nya jilid 22 halaman 505 Imam Ibnu Taymiyah mengatakan hendaknya makmum tidak berdiri pergi meninggalkan tempat salat kecuali setelah imam berpindah atau menggeser arah duduknya dari arah kiblat.

Sehingga wajar bila anda menyaksikan bahwa para makmum berpindah posisi setelah imam berputar arah. Semua berangkat dari hadis ini.

Wallahu a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324268/makmum-jangan-bergeser-kecuali-imam-telah-bergeser#sthash.9waS4BEo.dpuf

Melalui Salat, Tubuh Olahraga Lima Kali Sehari

AKTIVITAS tubuh ketika salat, baik ketika bergerak seperti sujud, iktidal, rukuk, atau duduk bahkan ketika diam merupakan sebentuk olahraga yang melatih otot-otot, persendian, dan tulang.

Salat merupakan olahraga yang tenang dan nyaman, tidak membutuhkan energi yang besar, dan tidak sulit dilakukan. Dapat dilakukan siapa saja tanpa membedakan tingkat kecerdasan dan kepintaran. Semua orang bisa melakukannya. Sebab, tidak membutuhkan bakat, keahlian, atau kecerdasan khusus untuk mendirikan salat.

Salat bisa dilakukan oleh siapa saja dengan tingkat kesehatan yang berbeda-beda, baik orang yang sehat maupun yang sakit. Sementara banyak bentuk olahraga lain yang hanya bisa dilakukan oleh orang yang sehat.

Siapa saja bisa melakukannya kapan saja dan tidak perlu berkonsultasi kepada dokter atau konsultan kesehatan sebelum atau sesudah melakukannya. Dan merupakan latihan fisik yang dilakukan secara rutin dan berulang-ulang, minimal lima kali dalam sehari.

Salat merupakan olahraga yang pelaksanaannya dibagi-bagi dan disesuaikan dengan perputaran jam biologis manusia pada siang dan malam hari. Inilah olahraga yang dilakukan secara berkesinambungan, tanpa henti setiap hari sepanjang hayat.

Semua umat Islam melakukan olahraga ini dengan tenang, rida, dan penuh cinta. Sementara, banyak olahraga lain yang hanya dilakukan pada masa-masa tertentu dengan waktu yang terbatas, dan sering kali manusia malas melakukannya.

Tanpa perlu mengkhawatirkan terluka ataupun cedera, salat merupakan olahraga yang paling aman dan nyaman yang melibatkan seluruh anggota tubuh kita dan semua jaringan metabolisme di dalamnya, termasuk juga persendian dan jaringan otot.

Selain pahala, kesehatan juga akan kita dapatkan jika kita rutin mendirikan salat. Lalu masihkan ada alasan kita untuk meninggalkannya? []

Baca juga: Inilah manfaat Gerakan Sujud

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2300954/melalui-salat-tubuh-olahraga-lima-kali-sehari#sthash.r2Fz23m8.dpuf

12.000 Keutamaan Salat dalam 12 Perkara (bagian 2)

PARA ahli tasawuf mengatakan bahwa ada 12.000 keutamaan dalam shalat yang disimpan Allah Ta’ala dalam dua belas perkara. Dua belas perkara itu penting sekali untuk dijaga supaya shalat menjadi sempurna dan kita mendapatkan faidah yang penuh darinya.

Dua belas perkara itu sebagai berikut: (1) ilmu (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Amal yang sedikit tetapi dilakukan dengan ilmu, lebih baik daripada amal yang banyak tanpa ilmu.”), (2) wudhu, (3) pakaian, (4) waktu, (5) menghadap kiblat, (6) niat, (7) membaca takbir pertama (takbiratul ihram), (8) berdiri, (9) membaca Al-Quran, (10) rukuk, (11) sujud, dan (12) duduk dalam tahiyyat.

Penyempurnanya adalah ikhlas. Dari kedua belas perkara itu setiap perkara memiliki tiga bagian penting, yaitu sebagai berikut:

4. Waktu, ada tiga hal yang harus diperhatikan
a. Memperhatikan posisi matahari, bintang-bintang, dan lain-lain supaya mengetahui waktu yang tepat (pada waktu kini sebagai gantinya adalah jam)
b. Memperhatikan adzan
c. Hati senantiasa memikirkan waktu shalat, jangan sampai terlewat tanpa disadari

5. Menghadap kiblat, ada tiga hal yang harus diperhatikan
a. Secara zhahir badan menghadap kiblat
b. Hati menghadap Allah Ta’ala, sebab Dialah kiblat bagi hati
c. Menghadap kepada Allah Ta’ala dengan sepenuh adab

6. Niat, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan
a. Sadar akan shalat apa yang akan dikerjakan
b. Berdiri di hadapan Allah Ta’ala dengan merasa dilihat oleh-Nya
c. Merasa bahwa Allah mengetahui keadaan hati kita

[bersambung]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2296596/12000-keutamaan-salat-dalam-12-perkara-bagian-2#sthash.fhSsHSVM.dpuf

Nasehat bagi Orang yang Melalaikan Shalat

Ketahuilah, sesungguhnya shalat adalah tiang agama. Oleh karena itu, tidak akan tegak agama seseorang yang meninggalkan shalat dan ia tidak akan mendapatkan bagian dalam agama ini.

Menegakkan shalat adalah suatu bentuk keimanan dan meninggalkannya merupakan kekufuran. Maka, siapa yang menjaga shalatnya, maka hatinya akan bercahaya, demikian pula wajah dan kuburnya, dan saat dikumpulkan di Mahsyar, ia juga akan mendapat keselamatan pada hari kiamat. Dia akan dikumpulkan bersama orang-orang yang telah diberi kenikmatan oleh Allah Azza wa Jalla yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada` dan shalihin. Adapun sebaliknya, siapa yang tidak menjaga shalatnya, dia tidak akan mendapatkan cahaya dan keselamatan pada hari kiamat, dan di akhirat kelak dia akan dikumpulkan bersama Firaun, Haman, Qarun, dan Ubai bin Khalaf.

Bagaimana kita bisa menyia-nyiakan shalat, padahal shalat adalah penghubung kita dengan Allah Azza wa Jalla. Jika kita tidak memiliki penghubung antara kita dengan Allah Azza wa Jalla, dimana ubudiyah (penyembahan) kita? Dimana (wujud) kecintaan kita kepada Allah Azza wa Jalla, dan ketundukan kita kepada-Nya? Sungguh celaka dan rugi orang yang setiap kali mendengar panggilan kepada dunia, dengan segera ia memenuhinya dan ketika mendengar seseorang menyeru kepada Allah Azza wa Jalla hayya alas shalah dan hayya ala falah, mereka merasa berat hati dan berpaling.

Bukankah kita semua tahu bahwa amal yang pertama kali akan dihisab oleh Allah Azza wa Jalla pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalat kita baik, maka baik pula seluruh amal ibadah kita. Dan jika rusak, maka rusak pula amal ibadah kita.

 

Marilah kita tegakkan shalat kita selagi kita masih berada di dunia. Ingatlah Allah Azza wa Jalla di saat lapang, niscaya Allah Azza wa Jalla akan mengingat kalian di waktu sempit. Siapa yang melupakan Allah Azza wa Jalla, AllahAzza wa Jalla pun akan melupakannya. Siapa yang meremehkan perintah Allah Azza wa Jalla, Allah pun akan meremehkannya. Wahai umat Muhammad, siapakah di antara kita yang merasa aman dengan kematian kemudian bertaubat dan mengerjakan shalat? Bukankah masing-masing kita takut dengan kematian dan tidak mengetahui waktunya? Bukankah kematian itu datang secara tiba-tiba dalam keadaan manusia tidak merasa? Bukankah kematian mendatangi manusia di dunia ini saat mereka lalai?

 

Sesungguhnya setelah kematian yang datang secara tiba-tiba tidak ada lagi amal setelahnya, yang ada setelah itu hanyalah balasan dari amal perbuatannya. Maka, siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah ia akan melihatnya, dan siapa yang mengerjakan keburukan seberat dzarrah , dia juga akan melihatnya.

 

wahai orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beriman kepada wahyu yang diturunkan Allah Azza wa Jalla kepadanya. Sesungguhnya di antara ketentuan yang Allah Azza wa Jallawajibkan dalam shalat itu adalah hendaknya kita mengerjakannya di masjid bersama jamaah kaum Muslimin. Marilah kita menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan ruku` bersama orang-orang yang ruku`. Ini adalah jalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya.

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan , “Siapa di antara kalian yang kelak ingin berjumpa dengan Allah Azza wa Jalla dalam keadaan Islam (berserah diri), hendaklah dia menjaga shalat-shalatnya, karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mensyariatkan sunah-sunah petunjuk kepada Nabi-Nya, dan shalat itu termasuk sunah-sunah petunjuk. Jika kita shalat di rumah, maka itu sama saja kita meninggalkan sunah Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam . Jika kita meninggalkan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka kita akan tersesat. Jika seorang yang berwudlu dan membaguskan wudlunya, setelah itu dia menuju masjid, maka pada setiap langkahnya Allah Azza wa Jalla akan memberikan satu kebaikan yang akan mengangkat kedudukannya satu derajat dan menghapuskan satu kesalahannya. Menurutku, orang yang meninggalkan shalat tiada lain adalah orang munafik yang diketahui nifaknya.”

 

Sesungguhnya shalat jamaah di masjid itu termasuk suatu kewajiban, dan orang yang melaksanakan, berarti ia telah menegakkan shalat dan menjaganya. Orang yang shalat bersama jamaah berarti telah menegakkan kewajibannya kepada Allah Azza wa Jalla. Sedangkan orang yang meninggalkan jamaah tanpa udzur, berarti ia telah berbuat maksiat kepada Allah Azza wa Jalla dan membahayakan shalatnya. Sebagian ulama mengatakan, “Siapa yang meninggalkan shalat jamaah tanpa udzur, maka shalatnya batil (tidak sah). Ucapan di atas di katakan oleh adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Imam Ahmad dalam sebuah riwayat. Sesungguhnya shalat jamaah itu lebih afdhal dari pada shalat sendirian sebesar 27 derajat. Orang yang meninggalkan shalat jamaah tanpa udzur adalah orang yang pemalas dan lalai. Keadaan mereka seperti keadaan orang-orang munafik yang difirmankan oleh Allah Azza wa Jalla dalam Alquran:

وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ

“Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas.” (an-Nisa`/4:142).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَثْقَلُ اَلصَّلَاةِ عَلَى اَلْمُنَافِقِينَ: صَلَاةُ اَلْعِشَاءِ, وَصَلَاةُ اَلْفَجْرِ, وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Shalat yang (dirasakan) paling berat oleh orang-orang munafik adalah shalat Isya` dan shalat Fajr(subuh). Seandainya mereka mengetahui (pahala) apa yang ada pada keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya, meskipun dengan merangkak”. (HR. al-Bukhari).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersumpah bahwa seandainya orang munafik yang meninggalkan shalat itu mendapatkan rezeki sedikit di dunia, niscaya ia akan menghadiri shalat jamaah dan kebanyakan orang-orang yang meninggalkan shalat jamaah seandainya mereka disibukkan dengan urusan duniawi ketika terbit fajar, niscaya ia akan bersemangat untuk hadir tepat pada waktunya. Shalat jamaah adalah suatu aktifitas dan ketenangan dan meninggalkannya merupakan bentuk kemalasan, dan sedangkan tergesa-gesa dalam mengerjakannya biasanya tidak tuma`ninah.

Orang yang mengerjakan shalat dengan tergesa-gesa keadaannya seperti seekor burung yang mematuk makanannya. Barangkali dia juga mengakhirkan waktu shalatnya. Shalat jamaah akan melahirkan suatu kecintaan dan kelembutan serta akan menerangi masjid dengan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla. (Dengan shalat) syiar-syiar Islam akan nampak.

Dalam shalat jamaah ada suatu pembelajaran bagi orang-orang jahil, peringatan bagi orang yang lalai dan kemaslahatan yang sangat banyak. Bagaimana pendapat kalian jika shalat jamaah itu tidak disyariatkan, dan tidak mungkin Allah Azza wa Jalla menghendaki demikian, bagaimanakah keadaan kaum Muslimin? (tentu) mereka akan terpecah belah, masjid-masjid akan tutup dan umat ini akan memiliki syi`ar jama`i dalam agama ini.

Karena itulah di antara hikmah Allah Azza wa Jalla dan rahmat-Nya, Dia mewajibkannya kaum Muslimin. Marilah kita bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla dengan nikmat ini. Marilah kita laksanakan kewajiban ini. Marilah kita merasa malu kepada Allah Azza wa Jalla ketika meninggalkan perintah-Nya, serta waspada terhadap siksa-Nya.

أَقُوْلُ هَذَا القَوْلَ؛ وَأَسْتَغْفُرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ .

 

 

Mudah-mudahan Allah Azza wa Jalla memberikan pertolongan kepada kita agar bisa selalu mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya, beribadah kepada-Nya dengan baik, serta mengumpulkan kita di dunia ini di atas ketaatan. Dan di akhirat berada di kampung kemuliannya (surga) serta memberikan kita hidayah ke jalan yang lurus.

عباد الله، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ* وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ) [النحل:90-91]، فاذكروا اللهَ يذكرْكم، واشكُروه على نعمِه يزِدْكم، ولذِكْرُ اللهِ أكبرُ، واللهُ يعلمُ ما تصنعون.

 

sumber:  KhotbahJumat.com

Shalat, Amal yang Pertama Kali Dihisab

Kadang tanpa sadar kita menunda-nunda shalat. Sengaja mengakhirkannya, dengan segudang alasan kesibukan duniawi.

Bukankah shalat adalah amal yang pertama kali ditanya dan dihisab? Mengapa kita selalu punya banyak alasan untuk mengakhirkan atau menunda-nunda melaksanakannya?

Mari terus perbaiki shalat kita… Semoga ibadah kita diterima Allah Swt dan mendapat keridhoan-Nya.

Aamiin.

 

sumber: Annida Online

Amal yang Pertama Kali Dihisab

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

Diriwayatkan dari Huraits bin Qabishah, ia berkata : “Ketika aku datang ke Madinah, aku berdo’a :“Ya Allah, mudahkanlah aku bertemu dengan teman duduk yang shaleh.” Ia berkata, lalu duduk bersama Abu Hurairah, dan berkata : “Aku bermohon kepada Allah agar dimudahkan mendapatkan anugerah teman duduk yang sholeh.

Beritahukanlah kepadaku tentang suatu hadits yang engkau dengar dari Rasulullah saw, yang mudah-mudahan Allah akan memberikan kemanfaatan kepadaku dengannya.” Sambung Huraits.

Lalu Abu Hurairah berkata : “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya amal seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat adalah SHOLAT-nya. Jika sholatnya bagus, maka sungguh beruntung dan selamatlah ia.

Jika sholatnya rusak, maka celaka dan rugilah ia. Jika ada sesuatu yang kurang dari amal fardhunya, maka Allah Azza Wajalla berfirman : “Periksalah apakah hamba-Ku itu mempunyai amalan sunnah.

Lalu sempurnakanlah apa yang kurang dari ibadah fardhunya dengan ibadah sunnahnya. Selanjutnya, demikian pula seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi)

Ref. Indeks Lengkap Hadits : 141

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

 

sumber: Dakwah Daily

 

Baca juga: Wasiat tentang Sholat

Waktu-Waktu Shalat

Shalat merupakan ibadah ummat Islam yang paling utama kepada Allah SWT. Shalat adalah salah satu rukun Islam. Shalat adalah amalan yang pertama kali dihisab di hari akhir. Jika shalat seorang hamba itu baik, baik pula amal lainnya, dan demikian pula sebaliknya.

Ada sejumlah ayat Al Quran yang berhubungan dengan waktu shalat. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An-Nisa 103).

“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (Al-Isra 78)

“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (Hud 114)

“Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang” (Thaha 130)

Adapun hadits Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan waktu shalat adalah sebagai berikut.

Dari Jabir bin Abdullah meriwayatkan ” Malaikat Jibril datang kepada Nabi S.A.W lalu berkata: “Marilah solat”. Lalu ia melakukan solat zohor di waktu matahari telah condong (tergelincir). Kemudian Jibril datang kepada Nabi di waktu Asar lalu berkata: “Marilah solat”. Lalu ia solat Asar di waktu bayangan tiap-tiap sesuatu jadi sama panjangnya dengan keadaan dirinya. Kemudian Jibril datang kepada Nabi S.A.W di waktu maghrib lalu berkata: ” Marilah Solat” lalu ia solat Maghrib di waktu matahari telah masuk (terbenam). Kemudian Jibril datang kepada Nabi S.A.W di waktu Isya lalu berkata: “Marilah Solat”. Lalu ia solat Isya lalu berkata; ” Marilah solat”. Lalu ia solat Isya di waktu telah hilang tanda merah – di tempat matahari terbenam. Kemudian Jibril datang kepada Nabi S.A.W di waktu fajar lalu berkata: “Marilah solat” Lalu ia solat Fajar (subuh) di waktu fajar telah terbit. Kemudian Jibril datang kepada Nabi S.A.W pada esok harinya lagi di waktu zuhur lalu berkata: “Marilah solat”. Lalu ia solat zuhur, di waktu bayangan tiap-tiap sesuatu itu jadi sama panjangnya dengan keadaan dirinya. Kemudian Jibril datang kepada Nabi S.A.W di waktu Asar lalu berkata: “Marilah solat”. Lalu ia solat di waktu Asar, di waktu bayangan tiap-tiap sesuatu itu jadi dua kali panjang daripada dirinya. Kemudian Jibril datang kepada Nabi S.A.W di waktu maghrib yang sama waktunya dengan kelmarin, lalu ia solat maghrib. Kemudian jibril datang kepada Nabi S.A.W di waktu Isya, sehabis tengah malam, lalu berkata: “marilah solat”. Lalu ia solat Isya. Kemudian Jibril datang kepada Nabi pada waktu telah terang cuaca (sebelum terbit matahari). Lalu berkata: “Marilah solat”. Lalu ia solat fajar. Kemudian Jibril berkata: Antara dua waktu itulah waktu bagi tiap-tiap solat.” (Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Hakim)

Hadits di atas memberikan penjelasan mengenai awal dan akhir waktu shalat, yaitu berdasarkan pergerakan matahari, baik di atas ufuk (horison) maupun dampak pergerakan matahari di bawah ufuk. Efek pergerakan matahari diantaranya adalah berubahnya panjang bayangan benda, terbit dan terbenamnya matahari, munculnya mega merah di waktu fajar dan berakhirnya mega merah di malam hari.

Pada asalnya, cara menentukan waktu shalat adalah dengan melakukan observasi / pengamatan posisi matahari. Namun dengan kemajuan kemajuan ilmu pengetahuan, tanpa melihat posisi matahari, manusia dapat mengetahui kapan datangnya waktu shalat.

Waktu shalat lima waktu berdasarkan hadits di atas adalah sebagai berikut.

1. Zhuhur

Waktu zhuhur dimulai saat pertengahan hari (noon), yaitu ketika matahari melewati garis meridian (lingkaran besar langit yang menghubungkan utara dan selatan). Saat melewati garis meridian, ada tiga kemungkinan azimuth matahari (dihitung dari arah utara). Pertama, azimuth matahari = 0 derajat, yaitu ketika matahari melewati garis meridian, posisinya di belahan langit utara. Kedua, azimuth = 180 derajat, ketika posisinya di belahan langit selatan. Ketiga, azimuthnya tidak dapat ditentukan, ketika posisinya benar-benar tepat di zenith (atas kepala) atau ketinggiannya tepat 90 derajat..

Untuk kemungkinan pertama dan kedua, sebuah benda memiliki panjang bayangan jika terkena sinar matahari. Adapun untuk kemungkinan ketiga, panjang bayangan sama dengan nol. Panjang bayangan saat datangnya waktu Zhuhur ini akan berpengaruh pula pada penentuan datangnya waktu shalat Ashar.

Waktu zhuhur berakhir saat datangnya waktu shalat ashar.

2. Ashar

Berdasarkan hadits di atas, ada dua pendapat mengenai kapan datangnya waktu shalat ashar. Ini berkaitan dengan bayangan benda yang ditegakkan di atas tanah. Menurut mazhab Syafii, waktu shalat ashar adalah ketika panjang bayangan sama dengan tinggi benda (ditambah panjang bayangan saat Zhuhur). Sedangkan menurut mazhab Hanafi, waktu shalat Ashar adalah ketika panjang bayangan sama dengan dua kali tinggi benda (ditambah panjang bayangan saat Zhuhur).

Panjang bayangan pada waktu Zhuhur yang merupakan panjang bayangan minimum ini perlu diperhitungkan, karena sangat mungkin panjang bayangan saat Zhuhur itu lebih panjang dari tinggi benda itu sendiri seperti di tempat yang memiliki lintang tinggi. Jika bayangan saat Ashar = Sa, bayangan saat zhuhur = Sz dan tinggi benda = h, maka secara sederhana dapat ditulis Sa = h + Sz menurut mazhab Syafii dan Sa = 2*h + Sz menurut mazhab Hanafi.

Waktu Ashar berakhir saat datangnya waktu shalat maghrib.

3. Maghrib

Waktu shalat maghrib dimulai saat matahari terbenam (sunset). Ketika matahari terbenam dimana posisinya di bawah ufuk, langit tidak langsung gelap. Hal ini disebabkan adanya atmosfer bumi yang membiaskan cahaya matahari. Karena itu, matahari harus tenggelam hingga belasan derajat di bawah ufuk supaya tidak ada lagi cahaya matahari yang dapat dibiaskan sehingga langit menjadi gelap.

Waktu shalat maghrib berakhir saat datangnya waktu shalat Isya’.

4. Isya’

Waktu shalat Isya’ dimulai saat langit gelap, atau berakhirnya mega merah (astronomical twilight) di langit barat.

Waktu Isya’ berakhir saat datangnya waktu shubuh.

5. Shubuh

Waktu shubuh dimulai ketika munculnya fajar (shidiq) atau cahaya secara merata di langit timur. Meskipun saat itu matahari masih belasan derajat di bawah ufuk, namun akibat pembiasan atmosfer cahaya matahari dapat dibiaskan sehingga langit tidak lagi gelap. Beberapa catatan mengenai penentuan waktu Isya’ dan Shubuh disajikan pada catatan di bawah.

Waktu shubuh berakhir saat matahari terbit..

Ada beberapa catatan mengenai waktu shalat di atas.

Pada tulisan terdahulu tentang Transformasi Sistem Koordinat, penulis sudah pernah menyinggung satu rumus penting yang berhubungan dengan waktu shalat, yaitu

Cos(Hour Angle) = [sin(altitude) – sin(lintang)*sin(deklinasi)] / [cos(lintang)*cos(deklinasi)].

Waktu shalat dapat ditentukan dengan perhitungan menggunakan rumus-rumus pergerakan matahari dengan tepat. Jika Hour Angle diketahui, maka sudut ini dapat dikonversi ke dalam waktu. Dari rumus di atas, ada beberapa parameter penting dalam menentukan waktu shalat untuk suatu tempat tertentu. Pertama, koordinat lintang (latitude) suatu tempat. Kedua, sudut deklinasi matahari yang berubah secara periodik sepanjang tahun. Deklinasi adalah salah satu koordinat dalam sistem koordinat ekuator (lihat tulisan tentang Mengenal Sistem Koordinat). Parameter lainnya yang menentukan meskipun tidak disebutkan dalam rumus di atas adalah koordinat bujur (longitude). Bujur suatu tempat berpengaruh pada penentuan waktu untuk tengah hari saat matahari melewati garis meridian setempat. Yang juga berperan penting dalam penentuan waktu untuk tengah hari adalah apa yang disebut Equation of Time. Equation of Time adalah selisih antara waktu saat matahari yang sesungguhnya melewati meridian dengan matahari fiktif yang bergerak dengan laju konstan. Terjadinya selisih ini akibat lintasan matahari mengitari bumi yang tidak berbentuk lingkaran melainkan elips. Pembahasan tentang Equation of Time lebih tuntas berikut rumus untuk memperoleh nilainya Insya Allah disajikan pada kesempatan lain.

Dalam hal ini, datangnya waktu zhuhur saat matahari melewati meridian, datangnya waktu maghrib saat matahari terbenam, serta berakhirnya waktu shubuh saat matahari terbit dapat dihitung dengan akurat. Demikian pula, datangnya waktu ashar dapat ditentukan, meskipun terjadi perbedaan pendapat, apakah panjang bayangan itu satu atau dua kali tinggi benda (ditambah panjang bayangan saat Zhuhur). Perbedaan pendapat ini bukanlah mengenai bagaimana menentukan posisi matahari, namun perbedaan dalam menentukan definisi yang tepat mengenai kapan datangnya waktu Ashar.

Adapun untuk datangnya waktu salat Isya’ maupun shubuh juga terjadi perbedaan pendapat. Penentuan kedua waktu tersebut tidak secara langsung berkaitan dengan posisi matahari, namun efek dari atmosfer yang membiaskan cahaya matahari dari bawah ufuk. Ada beberapa pendapat, misalnya altitude matahari itu berkisar antara 15 hingga 20 derajat di bawah ufuk agar tidak ada lagi cahaya matahari yang dapat dibiaskan. Diakui disini bahwa tidak ada satu pendapat mengenai sudut ini, sehingga perbedaan satu derajat saja akan berpengaruh pada perbedaan waktu shalat isya’ dan shubuh beberapa menit.

Telah disebutkan di atas bahwa parameter penting dalam penentuan waktu shalat adalah lintang. Untuk daerah dengan lintang tinggi (di daerah sebelah utara 48,5 LU atau sebelah selatan 48,5 LS) dalam rentang waktu tertentu (beberapa hari hingga beberapa bulan), matahari tidak cukup tenggelam di bawah ufuk sepanjang waktu malam. Merujuk pada rumus di atas, untuk nilai Cos(Hour Angle) = 1 atau -1, posisi matahari di bawah ufuk (altitude negatif) tidak cukup tenggelam. Akibatnya, saat malam (yang didefinisikan dari saat matahari terbenam hingga terbit), langit tidak benar-benar gelap. Atmosfer bumi masih mampu membiaskan cahaya matahari sehingga langit masih nampak cukup terang sepanjang malam. Jadi jika hanya menggunakan perhitungan matematis semata, maka waktu isya’ dan shubuh tidak dapat ditentukan.

Bahkan dalam kasus yang ekstrem, di daerah yang lintangnya sangat tinggi (sebelah utara 66,5 derajat LU atau sebelah selatan 66,5 derajat LS), matahari tidak pernah terbenam atau tidak pernah terbit selama beberapa hari hingga beberapa bulan. Jika matahari tidak pernah terbenam, akibatnya hanya waktu zhuhur dan ashar yang dapat ditentukan dengan perhitungan matematis. Sedangkan untuk kasus matahari yang tidak pernah terbit, hanya waktu shalat isya’ dan shubuh saja yang dapat ditentukan dengan perhitungan yang normal.

Untuk kedua kasus ekstrem di atas, dimana langit tidak benar-benar gelap dan matahari tidak pernah terbit/terbenam, terdapat sejumlah pendapat/fatwa dari kalangan ulama. Masalah ini juga sudah pernah dibahas dalam muktamar ulama dari berbagai negara Islam beberapa dekade lalu. Insya Allah akan dibahas pada tulisan khusus.

Dari paparan singkat di atas, yang diharapkan adalah adanya landasan pemahaman yang kokoh jika suatu saat ditemui terjadinya perbedaan waktu jadwal shalat. Dalam satu kesempatan penulis pernah menjawab pertanyaan seseorang yang menanyakan mengapa jadwal waktu shalat shubuh di Jakarta yang dikeluarkan oleh tiga lembaga itu berbeda-beda untuk hari yang sama. Satu lembaga menyatakan pukul 4:36 pagi. Jadwal lain menyatakan pukul 4:38 dan satunya lagi pukul 4:42. Jika kita memahami latarbelakang bagaimana penyusunan jadwal shalat, Insya Allah perbedaan tersebut dapat dipahami.

 

Dr. Rinto Anugraha (Peneliti Pascadoktoral 2008-2010 di Kyushu University, Fukuoka, Japan)

Bahan bacaan:

  • Niweateh Hajewaming, Astronomical Calculation of Islamic Times and Qiblat Direction.
  • Tariq Muneer, The Islamic Prayer Times – Computational Philosophy with Particular Reference to the Lack of Twilight Cessation at Higher Latitudes

 

 

sumber: Era Muslim

Haruskah Jari Telunjuk Gerak-gerak Saat Tasyahud?

Sering kita jumpai saat salat berjemaah, ketika tasyahud atau tahyad awal dan akhir, ada jemaah yang menggerak-gerakan telunjuknya. Adakah tuntunannya?

Ada riwayat Nabi Muhammad salallahu alaihi wa salam, bahwa beliau memberikan isyarat dengan jari telunjuk serta menggerakkannya saat tasyahud dalam salat.

A. Para ulama berbeda pendapat dalam permasalahan ini:

1. Para ulama mazhab Hanafi berpendapat mengangkat jari telunjuk pada kata naf (peniadaan) saat dua kalimat syahadat, yaitu saat mengucapkan “Laa” dan meletakkannya (jari telunjuk) itu kembali ke semula pada kata itsbat (peneguhan), yaitu pada kata “Illa”

2. Para ulama Syafii berpendapat mengangkat jari telunjuk saat mengucapkan “Illallah”

3. Para ulama Maliki berpendapat menggerakkan jari telunjuk ke kanan dan kiri hingga selesai salat.

4. Para ulama Hambali berpendapat memberikan isyarat dengan telunjuknya setiap kali menyebutkan nama Allah dan tidak menggerakkannya.

Syeikh al Albani menjelaskan pembatasan dan bentuk-bentuk seperti itu tidaklah ada landasannya sama sekali dalam sunah. Dan yang paling dekat dengan sunah adalah madzhab Hambali seandainya mereka tidak membatasi gerakannya saat menyebutkan nama Allah. (Tammam al Minnah, hal 223)

Adapun dalil-dalil dari sunah didalam permasalahan ini yakni:

1. Dari Abdullah bin Zubeir berkata, “Jika Rasulullah saw duduk dalam salat, beliau meletakkan telapak kaki kirinya di antara pahanya dan betisnya, serta menghamparkan telapak kaki kanannya, sambil meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya, dan meletakkan tangan kanannya di atas paha kanannya, lalu beliau memberi isyarat dengan telunjuknya. “HR. Muslim (579), didalam an Nasai (1270) dan Abu Daud (989) “Memberi isyarat dengan jarinya ketika berdoa, tanpa menggerakkannya.”

Tambahan “tanpa menggerakkannya” dilemahkan oleh Ibnul Qoyyim didalam kitabnya “Zadul Maad” (1/238) dan dilemahkan pula oleh al Albani didalam kitab “Tamam al Minnah” (hal. 218)

2. Dari Wail bin Hujr mengabarkan kepadanya, dia berkata; “Aku melihat cara salat Rasulullah. Aku melihat beliau berdiri untuk salat, kemudian takbir dengan mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kedua telinganya. Lantas beliau meletakkan tangan kanannya di atas telapak kirinya, juga di atas pergelangan tangannya, dan meletakkannya di atas lengannya. Ketika hendak ruku, beliau mengangkat kedua tangannya sama seperti tadi (sejajar dengan kedua telinganya).

Rasulullah meletakkan kedua tangannya di kedua lututnya, kemudian mengangkat kepalanya sambil mengangkat kedua tangannya, sejajar dengan kedua telinganya, kemudian sujud dan meletakkan kedua tangannya sejajar dengan kedua telinganya, kemudian duduk di atas kaki kiri. Beliau juga meletakkan telapak tangan kiri di antara paha dan lutut kiri. Lalu beliau meletakkan ujung lengan kanan di atas paha kanan. Kemudian ia menggenggam dua jarinya serta membentuk lingkaran, lantas mengangkat jarinya. Aku melihat beliau menggerak-gerakkannya dan berdoa dengannya.” HR. an Nasai (889) dan dishahihkan oleh Ibnu Majah (1/354), Ibnu Hibban (5/170), al Albani didalam kitab “Irwa al Ghalil” (367)

Syeikh Ibnu Utsaimin berdalil dengan hadis ini “Menggerak-gerakkannya dan berdoa dengannya” bahwa menggerak-gerakkan telunjuk didalam tasyahud pada seluruh kalimat doa. Diasemoga Allah merahmatinyamengatakan didalam “asy Syarh al Mumti” sunah menunjukkan bahwa memberikan isyarat dengannya (telunjuk) adalah pada saat berdoa karena lafazh hadisnya “menggerak-gerakkan dan berdoa dengannya”. Maka setiap kali anda berdoa gerakkanlah sebagai isyarat akan ketinggian Allah swt. Untuk itu, ketika kita mengucapkan:

“Assalaamualaika Ayyuhan Nabiyyudi sini memberikan isyarat karena as salam bermakna doaAssalaamu ‘Alainaamemberikan isyaratAllahumma Shalli ‘Ala Muhammadmemberikan isyaratAllahumma Barik ‘Ala Muhammadmemberikan isyaratA’udzu billah Min ‘Adzaabi Jahannammemberikan isyaratWa Min ‘Adzaabil Qobrmemberikan isyaratWa Min Fitnatil Mahyaa wal Mamaatmemberikan isyaratWa Min Fitnatil Masih ad Dajjalmemberikan isyaratdan setiap anda berdoa berikanlah isyarat sebagai isyarat kepada ketinggian Allah swt, dan inilah yang paling dekat dengan sunah.

B. Bagian dari sunah adalah tatkala memberikan isyarat hendaklah melihat kepada telunjuk.

Imam Nawawi mengatakan bahwa sunah adalah pandangan matanya tidaklah melewati isyaratnya (telunjuknya), terdapat hadis shahih didalam sunan Abu Daud memberikan isyarat sambil menghadapkan ke arah kiblat dan dengan isyarat itu dia meniatkan tauhid dan keikhlasan.” (Syarh Muslim 5/81)

Hadis yang ditunjukkan Imam Nawawi di atas adalah hadis Abdullah bin az Zubeir dengan lafazh dalam Abu Daud (989) “pandangan mata beliau tidak melampaui dari isyarat (telunjuk) beliau” dishahihkan oleh al Albani didalam Shahih Abu Daud.

C. Dan bagian dari sunah juga adalah memberikan isyarat ke arah kiblat.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar dia melihat seorang laki-laki menggerak-gerakkan kerikil dengan tangannya saat salat. Setelah selesai, Abdullah berkata kepadanya; “Janganlah kamu menggerak-gerakkan kerikil saat salat, sesungguhnya itu perbuatan setan. Berbuatlah sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw.” Ia berkata; “Bagaimana cara Rasulullah saw melakukannya?”

Aku menjawab; “Beliau meletakkan tangan kanan di atas paha kanan, lalu menunjukkan jari telunjuknya ke kiblat dan mengarahkan pandangan ke jari tersebut atau ke sekitarnya.” Kemudian ia berkata, “Begitulah cara Rasulullah saw melakukannya.” HR. An Nasai (1160), diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1/355), Ibnu Hibban (5/273) dan dishahihkan oleh al Albani didalam shahih an Nasai.

D. Melengkungkan jari ketika memberikan isyarat, ini terdapat didalam Hadits Numair al Khuza’i didalam sunan Abu Daud (991) dan an Nasai (1274) namun hadits ini lemah, lihat kitab “Tamam al Minnah (222)”(Fatawa al Islam Sual wa Jawab, No. 7570) [Eramuslim]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2281667/haruskah-jari-telunjuk-gerak-gerak-saat-tasyahud#sthash.O1XE5YgW.dpuf

Istirahat dengan Shalat

Ibadah shalat bak waktu istirahat yang ditunggu-tunggu manusia. Namun, tak jarang yang menyepelekannya. Ibadah shalat menjadi beban, sehingga berat untuk melaksanakannya. Tidak sedikit yang lantas meninggalkan ibadah shalat.

Suatu ketika Rasulullah SAW berkata kepada Bilal bin Rabah budak yang dibebaskan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq dari majikannya Abu Jahal– ”Ya Bilal, arihni bish-shalati” (Wahai Bilal istirahatkan aku dengan shalat)”.

Ibadah shalat merupakan mukjizat yang paling berharga yang disampaikan Allah secara langsung kepada Nabi Muhammad SAW tanpa perantara Malaikat Jibril. Karena itu Rasulullah SAW bersabda, “Ash-shalatu mi’rajul mu’minin (Shalat merupakan mi’raj (komunikasi langsung) seorang mukmin kepada Tuhannya).”

Mukjizat shalat yang disampaikan pada peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha kemudian di Sidratul Muntaha, merupakan sebuah pencerahan bagi umat Islam.

Shalat menjadi pertanda saat seorang hamba ingin mendekat kepada Khaliknya. Dengan shalat,  seorang hamba mengadu pada Tuhan-Nya. Hatinya akan senantiasa tertambat di jalan Allah. Sehingga yang ada pencerahan rohani lewat shalat dengan catatan pelaksanaan shalat bukan sebuah beban yang sangat berat akan tetapi sebuah faktor kebutuhan.

Bila shalat sudah menjadi kebutuhan, maka seorang Muslim akan senantiasa melakukan shalat secara khusyuk. Kualitas hubungan dengan Tuhannya adalah utama. Shalat bukan sekadar pelepas kewajiban saja, tapi demi memenuhi anjuran Nabi SAW,

 

Bolehkah Seorang Muslim Banyak Bergerak dalam Salatnya?

Banyak perdebatan di antara Muslim, apakah bergerak (selain gerakan salat, red), bisa menyebabkan salat kita batal?.

Mungkin mayoritas dari umat Islam, berpendapat, bahwa jika kita banyak bergerak sebanyak tiga kali atau lebih, dapat membatalkan salat

Dalam sebuah Hadis menyebutkan, bahwa, “Rasulullah SAW salat sambil menggendong Umamah putri Zainab binti Rasulullah SAW. Apabila beliau sujud, beliau letakkan Umamah, dan apabila beliau bangkit, beliau menggendongnya.”. (HR. Bukhari,Muslim, dan yang lainnya)

Di dalam Hadis yang lain, “Nabi Shallahu Alaihi Wasalam melakukan salat malam, kemudian aku ikut salat bersama Beliau. Aku berdiri di sebelah kiri beliau, lalu beliau memegang kepalaku dan memindahkanku ke sebelah kanan beliau.” (HR. Bukhari,Muslim)

Dari Aisyah Radhiyallahu Anhu, Beliau mengisahkan, “Saya minta dibukakan pintu, sementara Rasulullah SAW sedang salat sunnah, dan pintu ada di arah kiblat. Kemudian beliau berjalan serong kanan atau serong kiri, lalu membuka pintu kembali ke tempat salatnya.” (HR. Nasai, Abu Daud dan dihasankan Al-Abani)

Sementara itu, menurut Imam Ibnu Al-Utsmani, gerakan yang terhitung membatalkan salat jika terpenuhi beberapa syarat, seperti:
1. Sering
2. Bukan bagian dari salat
3. Tidak ada kebutuhan mendesak
4. Berturut turut artinya tidak terpisah.

Untuk diketahui, salat merupakan hubungan seorang Hamba dengan Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Yang layak menilainya adalah Allah SWT. Wallahu alam bishowab.

(Ferro Maulana)

sumber: Aktual.com