Hukum Bersiwak dengan Jari Tangan

Berikut penjelasan tentang hukum bersiwak dengan menggunakan jari tangan. Dalam Islam bersiwak merupakan salah satu sunnah nabi saw yang berkaitan dengan kebersihan mulut. Pasalnya, siwak dalam bahasa Arab memiliki arti menggosok, oleh karenanya bersiwak memiliki arti menggosok gigi dan sekitarnya dengan menggunakan benda yang tidak hanya dapat menghilangkan kotoran gigi namun juga bau mulut. 

Umumnya alat yang digunakan untuk bersiwak adalah kayu siwak atau yang dikenal dengan kayu Arak. Namun bagaimana jika seseorang bersiwak dengan menggunakan jari tangannya? Apakah tetap mendapatkan kesunnahan?

Dalam literatur fikih dijelaskan bahwa bersiwak dapat dilakukan dengan menggunakan setiap benda yang kasar baik berupa kain, kayu dan lainnya. Namun yang lebih utama dalam bersiwak adalah, tidak hanya menggunakan benda yang kasar tapi juga mempunyai aroma yang harum seperti kayu Arak

Sebagaimana yang telah dijelaskan Syekh Abdul Aziz Al Malibari dalam kitabnya Fathul Muin halaman 7;

ويحصل بكل خشن ولو بنحو خرقة أو أشنان والعود أفضل من غيره وأولاه ذو الريح الطيب وأفضله الأراك

Artinya: “kesunnahan bersiwak dapat tercapai dengan menggunakan benda yang kasar baik berupa kain atau kayu Usynan. Namun kayu lebih utama daripada yang lainnya. Dan yang lebih utama lagi yang mempunyai aroma harum. Dan paling utamanya lagi menggunakan kayu Arak.

Kemudian perihal hukum bersiwak dengan menggunakan jari tangan, dikalangan ulama masih terjadi perbedaan pendapat. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah juz 4 halaman 142

‌‌أَمَّا الاِسْتِيَاكُ بِالأُصْبُعِ فَفِيهِ ثَلَاثَةُ أَقْوَالٍ:

الأَوَّل: تُجْزِئُ الأُصْبُعُ فِي الاِسْتِيَاكِ مُطْلَقًا، فِي رَأْيٍ لِكُلٍّ مِنَ الْمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ، لِمَا رُوِيَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ تَوَضَّأَ فَأَدْخَل بَعْضَ أَصَابِعِهِ فِي فِيهِ. . . وَقَال: هَكَذَا كَانَ وُضُوءُ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

الثَّانِي: تُجْزِئُ الأُصْبُعُ عِنْدَ عَدَمِ وُجُودِ غَيْرِهَا، وَهُوَ مَذْهَبُ الْحَنَفِيَّةِ، وَهُوَ رَأْيٌ آخَرُ لِكُلٍّ مِنَ الْمَالِكِيَّةِ

وَالشَّافِعِيَّةِ، لِمَا رَوَاهُ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً مِنْ بَنِي عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ قَال: يَا رَسُول اللَّهِ إِنَّكَ رَغَّبْتَنَا فِي السِّوَاكِ، فَهَل دُونَ ذَلِكَ مِنْ شَيْءٍ قَال: أُصْبُعَيْكَ سِوَاكٌ عِنْدَ وُضُوئِكَ، أَمِرَّهُمَا عَلَى أَسْنَانِكَ. 

الثَّالِثُ: لَا تُجْزِئُ الأُصْبُعُ فِي الاِسْتِيَاكِ. وَهُوَ رَأْيٌ ثَالِثٌ لِلشَّافِعِيَّةِ، وَالرَّأْيُ الآْخَرُ لِلْحَنَابِلَةِ، وَعَلَّلُوا ذَلِكَ بِأَنَّ الشَّرْعَ لَمْ يَرِدْ بِهِ وَلَا يَحْصُل الإِنْقَاءُ بِهِ حُصُولَهُ بِالْعُودِ

Artinya: “Dalam bersiwak menggunakan jari tangan ada 3 pendapat: Pendapat pertama mengatakan bersiwak dengan menggunakan jari tangan cukup untuk mendapat kesunahan, pendapat ini disampaikan oleh kalangan ulama pengikut Madzhab Syafi’i, Maliki dan Hambali. Berdasarkan riwayat dari sahabat Ali Bin Abi Thalib RA. Bahwa sahabat Ali Bin Abi Thalib pernah berwudhu kemudian memasukkan sebagian jarinya kedalam mulut. Kemudian sahabat Ali Bin Abi Thalib berkata “beginilah wudhu Nabi Saw.”

Pendapat kedua menyatakan bersiwak dengan menggunakan jari tangan cukup untuk mendapat kesunahan, jika tidak ada benda lain untuk bersiwak selain jari tangannya. Hal ini menurut pendapat Madzhab Hanafi, serta sebagian pengikut Madzhab Syafi’i dan Maliki.

Berdasarkan riwayat sahabat Anas Bin Malik RA. bahwa ada seorang laki laki dari Bani Amr Bin Auf ia berkata: “Ya Rasulallah, sesungguhnya Engkau ingin kami menggunakan siwak, lalu apakah ada benda lain selain itu? Lalu rasulullah saw menjawab “Kedua jarimu adalah siwak ketika kamu berwudhu, usapkan pada gigimu.”

Pendapat ketiga mengatakan bersiwak dengan jari tangan tidak cukup untuk mendapatkan kesunnahan. Hal ini menurut pendapat sebagian ulama pengikut Mazhab Syafi’i dan Hambali. Mereka beralasan bahwa syariat tentang bersiwak tidak datang dengan menggunakan jari tangan. Dan juga kebersihan yang dihasilkan dengan bersiwak menggunakan kayu berbeda dengan menggunakan jari tangan.”

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hukum bersiwak dengan menggunakan jari tangan, dikalangan ulama masih terjadi perbedaan pendapat. Namun sebaiknya kita menyikapinya dengan bijak. Dalam artian tetap berusaha bersiwak dengan menggunakan benda yang lebih utama, seperti kayu arak. Jika tidak ada baru menggunakan benda lainnya.

Demikian penjelasan tentang hukum bersiwak dengan menggunakan jari tangan, semoga bermanfaat. Wallahu alam bissawab.

BINCANG SYARIAH

Mengenal Siwak

Siwak mengakar dalam bahasa Arab “yudlik.” Terjemahan kasarnya adalah “pijat” (yaitu, memijat mulut). Ini berarti lebih dari “sikat gigi.”

Jenis siwak yang paling baik adalah yang berasal dari pohon araak. Siwak Nabi Muhammad SAW berasal dari pohon itu.

Siwak adalah ranting alami yang diperkaya dengan mineral alami yang membantu membersihkan gigi, inhibitor lain yang mencegah gusi berdarah, bahan pembersih yang membunuh mikroba dan kuman serta wewangian yang memberikan aroma segar alami pada nafas.

Siwak adalah sikat alami yang ideal yang telah diberkahi dengan lebih dari pasta gigi buatan yang pernah ada.

Siwak adalah ranting pembersih gigi yang terbuat dari pohon Salvadora persica yang dikenal dengan nama araak. Sebuah alternatif tradisional dan alami untuk sikat gigi modern, ia memiliki sejarah panjang yang terdokumentasi dengan baik dan terkenal karena manfaat obatnya.

Seperti sikat gigi, sumbu pada siwak membersihkan sela-sela gigi dan tidak putus di bawah tekanan apapun. Sebaliknya, mereka fleksibel dan kuat. Sumbu kecil ditekuk ke bentuk yang sesuai untuk mengeluarkan plak dan sisa makanan dari sela-sela gigi sambil menghindari kerusakan pada gusi.

Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita lebih dari 1.400 tahun yang lalu untuk menggunakan siwak untuk membersihkan gigi dan mulut kita dan memberikan aroma yang harum.

Sisa makanan yang ditemukan di antara gigi menyediakan lingkungan yang sangat baik untuk bernanahnya jutaan bakteri, yang dapat menyebabkan penyakit gusi berdarah menyakitkan serta kista. Dalam kasus terburuk, bisa terjadi peradangan pada tulang rahang.

Bakteri juga menghasilkan enzim yang merusak yang menggerogoti kalsium gigi, yang menyebabkan gigi berlubang. Dalam kasus yang parah, bakteri menghasilkan gas yang mengeluarkan bau busuk dari mulut.

Studi ilmiah modern telah menemukan bahwa siwak memiliki mineral alami yang membunuh mikroba dan kuman serta menghilangkan plak.

Kandungan

Siwak memiliki 19 kandungan bermanfaat di dalamnya. Inhibitor asam antibakteri yang melawan pembusukan dan diare. Mereka adalah desinfektan alami yang dapat menghentikan pendarahan. Mereka mendisinfeksi gusi dan gigi dan menutup luka mikroskopis yang mungkin ada di gusi.

Pada penggunaan pertama, siwak akan terasa keras dan bahkan mungkin terbakar, karena zat seperti mustard ditemukan di dalamnya, tetapi ini adalah bahan yang melawan pembusukan di mulut dan membunuh kuman.

Mineral seperti natrium klorida, kalium, natrium bikarbonat dan kalsium oksida. Ini membersihkan gigi. Misalnya, American Dental Association menganggap natrium bikarbonat sebagai bahan yang disukai dalam pasta gigi.

Minyak wangi alami yang berasa dan berbau harum, memberikan bau mulut yang harum. Mereka membuat sekitar 1 persen dari Enzim yang mencegah penumpukan plak yang menyebabkan penyakit gusi. Plak juga nomor satu penyebab gigi tanggal dini.

Bahan anti pembusukan dan anti kuman yang bertindak sebagai semacam penisilin, mengurangi jumlah bakteri di mulut, yang berarti gigi lebih bersih dan udara lebih bersih saat bernafas melalui mulut.

Beberapa peneliti telah menemukan bahwa sikat kering menyebabkan kerusakan gigi yang cepat. Sebenarnya, membasahi sikat gigi dapat mengurangi kerusakan. Jadi siwak harus dibasahi sebelum digunakan. Jika tidak ada alternatif, air liur seseorang akan cukup untuk membasahi siwak.

Siwak juga memiliki bahan kimia yang menyebabkan mulut menghasilkan air liur ekstra, yang merupakan mekanisme pertahanan dan pembersihan organik mulut.

IHRAM

Apakah Sikat Gigi Bisa Menggantikan Siwak?

Sunah Bersiwak

Siwak atau bersiwak memiliki makna membersihkan mulut dan gigi dengan siwak. Kata ‘siwak’ seringkali dimaksudkan untuk alatnya, yaitu dahan pohon yang digunakan untuk membersihkan mulut.

Siwak merupakan sebab dari bersihnya mulut dan akan mendatangkan keridaan Allah Ta’ala sebagaimana yang terdapat di hadis Aisyah bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

السواك مطهرة للفم ، مرضاة للرب

“Siwak itu membersihkan mulut dan mendatangkan keridaan Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari, Ahmad, dan Nasa’i)

Hukum bersiwak dan membersihkan mulut adalah sunah muakkadah (sunah yang ditekankan). Hampir saja nabi Muhammad mewajibkannya untuk kita. Nabi bersabda,

لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة

“Kalau saja tidak memberatkan umatku, niscaya sudah aku perintahkan mereka untuk bersiwak (membersihkan mulut) setiap kali mereka hendak melaksanakan salat.” (HR. Muslim)

Imam Nawawi bahkan  menukilkan kesepakatan ulama akan disunahkannya bersiwak, yang mana hal ini menunjukkan agungnya perkara ini. Beberapa ulama bahkan ada yang mewajibkannya. Di antaranya adalah Imam Ishak bin Rahuwaih.

Bersiwak (membersihkan mulut) disunahkan untuk dilakukan di setiap keadaan, baik itu di siang hari maupun di malam hari, karena keumuman hadis Aisyah yang sudah disebutkan. Akan tetapi, ada beberapa keadaan di mana bersiwak lebih ditekankan untuk dilakukan, di antaranya:

  1. Ketika berwudu dan hendak salat.
  2. Saat akan masuk rumah untuk menemui keluarga kita dan berkumpul dengan mereka. Hal ini berdasarkan hadis Aisyah, beliau pernah ditanya, “Apa yang dilakukan Rasulullah saat hendak masuk ke dalam rumah?” Aisyah menjawab,

كان إذا دخل بيته بدأ بالسواك

“Beliau ketika hendak masuk ke dalam rumah, memulai dengan bersiwak (membersihkan mulut)” (HR. Muslim)

  1. Ketika bangun dari tidur baik itu siang hari maupun malam hari. Hal ini berdasarkan hadis,

كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا قام من الليل يشوص فاه بالسواك

“Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam jika terbangun dari tidur di malam hari, maka yang beliau lakukan adalah mencuci dan memijat mulutnya dengan siwak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Saat bau mulut berubah, baik itu karena memakan sesuatu yang memiliki bau tidak enak, atau karena lama menahan rasa lapar, ataupun haus atau karena faktor lain.
  2. Ketika masuk masjid, karena ini merupakan salah satu bentuk kesempurnaan di dalam menghias diri, yang mana Allah perintahkan setiap kali hendak masuk masjid. Allah Ta’ala berfirman,

يا بني آدم خذوا زينتكم عند كل مسجد

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al-A’raf: 31)

  1. Ketika membaca Al-Qur’an dan saat mendatangi majelis ilmu, karena hadirnya para malaikat bersama kita.

Apakah Penggunaan Sikat Gigi dan Odol Bisa Menggantikan Kedudukan Siwak?

Lalu, apakah penggunaan sikat gigi dan odol yang lebih dikenal dan lebih sering digunakan saat ini bisa menggantikan kedudukan siwak?

Syekh Shalih Al-Munajjid menjelaskan,

Hadis-hadis yang menunjukkan keutamaan siwak serta anjuran untuk menggunakannya, maka itu mencakup semua jenis alat yang bisa digunakan untuk membersihkan gigi, jika tujuannya telah tercapai dan memang diniatkan sebagai bentuk mengikuti sunah nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, baik itu menggunakan dahan pohon arak, ataupun dahan pohon zaitun, ataupun dahan kurma, ataupun selainnya.

Termasuk di dalamnya menggunakan ‘gosok gigi’ karena tujuan membersihkan dan memijat gigi  tercapai dengannya, bahkan menggosok gigi dengan gosok gigi dan pasta gigi memudahkan kita di dalam menjangkau area gigi dalam serta memiliki kandungan zat yang akan menyucikan dan membersihkan gigi.

Di antara dalil bahwa menggosok gigi dengan sikat gigi masuk ke dalam keutamaan siwak ada beberapa hal:

  1. Kalimat “السواك” “as-siwak” secara bahasa digunakan untuk perbuatan memijat gigi, tanpa melihat alat apa yang digunakan, namun karena dahulu kala yang lebih sering digunakan untuk membersihkan gigi adalah ranting pohon arak maka penyebutan siwak akhirnya lebih dikenal untuk penggunaan ranting pohon arak tersebut.
  2. Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dahulu kala tidak hanya bersiwak dengan ranting pohon arak, di dalam hadis yang menceritakan tentang detik-detik menjelang kematiannya disebutkan bahwa Rasulullah bersiwak dengan ranting pohon kurma.

مَرَّ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ وَفِي يَدِهِ جَرِيدَةٌ رَطْبَةٌ ، فَنَظَرَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَظَنَنْتُ أَنَّ لَهُ بِهَا حَاجَةً ، فَأَخَذْتُهَا ، فَمَضَغْتُ رَأْسَهَا ، وَنَفَضْتُهَا ، فَدَفَعْتُهَا إِلَيْهِ ، فَاسْتَنَّ بِهَا كَأَحْسَنِ مَا كَانَ مُسْتَنًّا ، ثُمَّ نَاوَلَنِيهَا ، فَسَقَطَتْ يَدُهُ ، أَوْ : سَقَطَتْ مِنْ يَدِهِ ، فَجَمَعَ اللَّهُ بَيْنَ رِيقِي وَرِيقِهِ فِي آخِرِ يَوْمٍ مِنَ الدُّنْيَا، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ الآخِرَةِ

Abdurrahman bin Abu Bakr radhiyallahua ‘anhuma masuk sambil membawa siwak yang terbuat dari ranting kurma yang masih basah dan sedang menggunakannya.  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  melihat apa yang dilakukannya saya menyangka beliau membutuhkan siwak tersebut. 

Maka aku mengambilnya, mengunyah ujungnya dan mengibas-ngibaskannya, kemudian aku pun menyerahkannya kepada beliau. Kemudian beliau menggosok gigi menggunakan ranting tersebut, dengan sebaik-baik cara bersiwak yang pernah beliau lakukan. 

Setelah itu beliau memberikannya kepadaku, namun tangannya terjatuh atau ranting kayu siwak dari pohon kurma tersebut jatuh dari tangannya.

Maka, Allah mengumpulkan antara air liurku dengan air liur beliau pada hari-hari terakhir beliau di dunia dan pada hari-hari pertama di akhirat kelak.” (HR. Al-Bukhari no. 4451)

  1. Saat memerintahkan para sahabatnya bersiwak, nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tidak membatasi hanya dengan menggunakan ranting kayu tertentu. Bahkan, bangsa Arab dahulu kala menggosok gigi dengan berbagai macam ranting.
  2. Para ahli fikih tidak pernah membatasi bersiwak dengan ranting kayu tertentu dalam membahas fikih tentang siwak di kitab-kitab mereka. Sebagai contoh Syekh ‘Utsaimin menyebutkan di dalam Syarh Riyadhus Shalihiin,

ويحصل الفضل بعود الأراك، أو بغيره من كل عود يشابهه

“Keutamaan bersiwak bisa didapatkan dengan menggunakan ranting kayu Al-Arok (kaya siwak) atau dengan selainnya dari setiap ranting yang semisalnya.”

  1. Sejatinya bersiwak adalah ibadah yang terkait dengan alasan dan tujuan, yaitu bersihnya mulut. Sehingga, bisa terlaksana dengan setiap alat yang mubah/ diperbolehkan dan cocok untuk mencapai tujuan tersebut. Syekh ‘Utsaimin pernah ditanya terkait hal ini, lalu beliau menjawab,

“Ya benar, menggunakan sikat dan pasta gigi bisa mewakili kayu siwak, bahkan lebih mampu membersihkan dan mengeluarkan kotoran gigi, maka jika seseorang gosok gigi dengan sikat gigi (itu berarti) sudah terlaksana sunah (bersiwak) dengannya, karena yang dijadikan patokan bukanlah  alat untuk bersiwaknya. Namun, yang dijadikan patokan adalah perbuatan dan hasilnya. Sedangkan sikat dan pasta gigi bisa menghasilkan hasil yang lebih maksimal dibandingkan dengan kayu siwak saja (di dalam kebersihan dan keharuman gigi).”

Dari penjabaran di atas bisa kita ketahui bahwa penggunaan sikat gigi dan odol tentu saja bisa menggantikan kedudukan bersiwak menggunakan ranting pohon, serta akan diganjar dengan pahala jika kita niatkan sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dan menghidupkan sunah Nabi-Nya.

Yang Harus Diperhatikan di dalam Perkara Bersiwak (Membersihkan Gigi)

Pertama, Bersiwak dengan kayu siwak memiliki keistimewaan tersendiri, yaitu mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Karena bersiwak dengannya adalah yang paling banyak digunakan dahulu kala oleh nabi dan sahabatnya, ditambah lagi mudah dibawa dan dipindah-pindah di segala tempat dan kondisi. Dan hal itu telah menjadi kebiasaan tanpa ada yang mengingkarinya serta tidaklah hal itu terhitung ‘nyeleneh’.

Lain halnya dengan sikat gigi yang sulit jika digunakan pada setiap saat, karena sikat gigi tersebut membutuhkan tempat tersendiri.

Kedua, Saat menggunakan sikat gigi konvensional, apakah kita juga dianjurkan untuk menggosok gigi di setiap keadaan yang disunahkan untuk bersiwak dengan menggunakan kayu siwak?

Syekh ‘Utsaimin menjelaskan, “Apakah bisa kita katakan bahwa penggunaan sikat dan pasta gigi itu sebaiknya ketika setiap kali disunahkan penggunaan kayu siwak atau justru hal ini tergolong melampaui batas dan berlebih-lebihan (karena) barangkali berdampak  pada mulut, baik berupa bau, luka, atau semisalnya? Maka hal ini perlu pembahasan (lebih lanjut).”

Dan bisa jadi menggunakan gosok gigi dan odol di setiap keadaan akan menjatuhkan diri kita ke dalam perbuatan Israf (pemborosan), yang mana hal tersebut dilarang oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda,

وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ

“Allah murka jika kalian sibuk dengan desas-desus, banyak mengemukakan pertanyaan yang tidak berguna, serta membuang-buang harta.” (HR. Muslim).

Wallahu A’lam Bishowaab.

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Sumber: https://muslim.or.id/72367-apakah-sikat-gigi-bisa-menggantikan-siwak.html

Pahala Siwak Sebelum Sholat yang Mulai Dilupakan Umat

Siwak merupakan salah satu sunnah yang dianjurkan Rasulullah SAW

Sunnah Rasulullah SAW mengajarkan untuk senantiasa berwudhu setelah beristinja atau buang hajat. 

Dalam kitab Ihya Ulumiddin karya Imam Abu Hamid Al Ghazali, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah keluar dari tempat membuang hajat kecuali setelah berwudhu. 

Adapun sebelum berwudhu, setiap Muslim sebaiknya bersiwak atau menggosok gigi terlebih dulu. Rasulullah SAW bersabda: 

طيِّبُوا أفواهَكُم بالسواكِ ، فإِنَّها طُرُقُ القرآنِ “Mulutmu adalah jalan Alquran maka bersihkanlah dengan bersiwak.” (HR Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah dari jalur Ali bin Abi Thalib. Hadits ini juga diriwayatkan Ibnu Majah) Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW juga bersabda tentang pentingnya bersiwak sebelum melaksanakan sholat. Beliau bersabda: 

صلاة بسواك خير من سبعين صلاة بغير سواك “Sholat yang didirikan setelah bersiwak lebih baik nilainya 75 kali lipat daripada sholat yang dilakukan tanpa diawali dengan bersiwak.” (HR Abu Dawud dan Al Hakim, keduanya mensahihkan hadits ini) 

Karena betapa pentingnya bersiwak, Rasulullah SAW sempat menyampaikan keinginannya untuk memerintahkan umatnya bersiwak. Namun, Nabi SAW tidak mengeluarkan perintah untuk itu karena khawatir akan memberatkan umatnya.

Hal ini bisa dilihat dari hadits riwayat Bukhari dan Muslim.  Rasulullah SAW bersabda: 

  لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالْوُضُوءِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ “Seandainya aku tidak takut akan memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap hendak mendirikan sholat (pada saat berwudhu).” (HR Bukhari dan Muslim dari jalur Abu Hurairah)

Dalam riwayat Al Abbas bin Abdul Muthalib dan Tammam bin Al Abbas, apa yang dikatakan Rasulullah SAW menunjukkan bahwa bersiwak bisa mencegah gigi menguning. Nabi SAW bersabda, “Aku tidak ingin melihat kalian masuk ke tempatku dengan gigi yang menguning. Karena itu, bersiwaklah.” 

Ibnu Abbas RA, pernah menyampaikan, Rasulullah SAW selalu menyuruh para sahabat untuk bersiwak sehingga sampai membuat mereka menyangka bahwa telah turun wahyu yang memerintahkan bersiwak kepada Nabi SAW. 

Selain bersiwak saat hendak mendirikan sholat, hadits riwayat Muslim dari jalur Ibnu Abbas juga menyebutkan bahwa Rasulullah senantiasa bersiwak pada malam hari beberapa kali.  

KHAZANAH REPUBLIKA

Anjuran untuk Bersiwak

Pengertian Siwak 

Siwak adalah bagian dari syariat. Islam Yang dimaksud siwak adalah menggunakan kayu atau sejenisnya untuk membersihkan kotoran dan warna kuning yang menempel pada gigi dan gusi dan menghilangkan baunya. Bersiwak bisa dengan kayu semisal kayu arok, zaitun, tangkai kurma, atau kayu jenis lain yang tidak mudah hancur dan tidak melukai mulut. (Al Mulakhos al Fiqhy)

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Siwak menurut istilah para ulama yaitu kegiatan menggunakan ranting atau yang semcamnya untuk menghilangkan warna kuning serta kotorang lain yang ada pada gigi. “ (Syarh Shahih Muslim)

Apakah siwak boleh menggunakan sikat gigi dan pasta gigi ? Jawabannya doleh. Dianjurkan siwak menggunakan kayu arok. Jika tidak ada maka boleh menggunakan benda lain yang bisa membersihkan gigi dan mulut. Termasuk dalam hal ini menggunakan sikat gigi dan pasta gigi. Walllahu a’lam. (Shahih Fiqhu Sunnah)

Bersiwak Hukumnya Sunnah 

Bersiwak hukumnya sunnah dilakukan pada setiap waktu berdasarkan keumuman dalam hadits ‘Aisyah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :

السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

Siwak membuat bersih mulut dan mendatangkan ridho Allah” (H.R Ahmad, shahih)

Bersiwak merupakan sunnah para rasul-rasul terdahulu. Yang pertama kali bersiwak adalah Nabi Ismail ‘alaihi sallam. Terdapat lebih dari hadits yang menjelaskan tentang siwak dan motivasi untuk melakukannya. Ini menunjukkan bahwa siwak adalah sunnah yang sangat ditekankan untuk diamalkan.(Al Mulakhos al Fiqhy)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Siwak hukumnya sunnah dan tidak wajib dalam keadaaan apaun, baik ketika hendak shlat maupun dalam kondisi lain” (Syarh Shahih Muslim)

Manfaat Siwak 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

Siwak membuat bersih mulut dan mendatangkan ridho Allah” (H.R Ahmad, shahih

Hadits ini menunjukkan dua manfaat penting bersiwak :

  1. Manfat duniawi yaitu akan membersihkan mulut. 
  2. Manfaat ukhrawi yaitu akan mendapatkan keridhoan Allah. 

Ini menunjukkan perbuatan yang ringan bisa menghasilkan kebaikan dan pahala yang agung. (Asy Syarhu al Mumti’ ‘alaa Zaadil Mustaqni’

Disamping membersihkan gigi dan mulut dengan siwak juga bermanfaat untuk menjaga kebersihan dan bau mulut serta bermanfaat bagi kesehatan untuk mencegah terjadinya penyakit.

Cara Bersiwak 

Cara bersiwak adalah dengan menggosok gigi dan gusi dimulai dari sisi mulut sebelah kanan kemudian ke kiri. Dalil yang menunjukkan hal ini karena kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diterangkan dalam hadits berikut :

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِيْ تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُوْرِهِ وَفِيْ شَاْنِهِ كُلِّهِ 

“ Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sangat menyukai memulai pada bagian kanan saat mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci, dan dalam urusannya yang penting semuanya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Para ulama berselisih pendapat apakah memegang siwak menggunakan tangan kanan ataukah tangan kiri ?

Sebagain ulama berpendapat menggunakan tangan kanan. Bersiwak adalah termasuk sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan sunnah adalah ketaatan kepada Allah Ta’ala. Ketaatan kepada Allah tidak layak dilakukan dengan yang kiri. Karena ini adalah termasuk ibadah maka yang lebih utama adalah menggunakan tangan kanan. 

Sebagian ulama yang lain berpendapat yang lebih utama adalah dengan tangan kiri karena bersiwak adalah termasuk membersihkan kotoran. Kegiatan membersihkan kotoran adalah menggunakan tangan kiri seperti saat melakukan istinja’ atau isitijmar

Sebagian ulama yang lainnya memberikan perincian. Jika niat bersiwak untuk membersihkan kotoran seperti saat bangun tidur atau membersihkan sisa makan dan minum maka menggunakan tangan kiri karena ini termasuk perbuatan membersihkan kotoran. Jika niatnya untuk melaksanakan sunnah maka menggunakan tangan kanan karena hal ini semata perbuatan ibadah. Seperti bersiwak ketika hendak wudhu atau ketika akan sholat maka menggunakan tangan kanan. 

Menyikapi peerbedaan pendapat di atas, Syaikh Muhammad bin Shalih al‘Utsaimin rahimahullah menyimpulkan bahwa dalam maslah ini perkaranya luwes dan fleksibel, bisa menggunkan tangan kanan maupun tangan kiri. Tidak ada dalil yang jelas dan tegas dalam masalah ini. (Lihat Asy Syarhu al Mumti’ ‘alaa Zaadil Mustaqni’)

Waktu Untuk Bersiwak 

Siwak lebih ditekankan untuk dilakukan pada kondisi berikut :

(1). Ketika wudhu. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :

لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ

“ Seandainya tidak memberatkan umatku, sungguh aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu” (HR. Ahmad, shahih).

Menurut Syaikh Shalih Fauzan hafidzahullah bahwa bersiwak ketika wudhu dilakukan saat berkumur-kumur. (Al Mulakhos al Fiqhy)

(2). Ketika shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلَاةٍ

“ Seandainya tidak memberatkan umatku, sungguh aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap hendak melaksanakan shalat.” (HR. Al-Bukhari).

(3). Ketika membaca Al Qur’an. Dari Ali bin Abi Thalib radhyiallahu ‘anhu, beliau mengatakan, ‘Kami diperintahkan untuk bersiwak dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إن العبد إذا قام يصلي أتاه الملك فقام خلفه يستمع القرآن ويدنو فلا يزال يستمع ويدنو حتى يضع فاه على فيه فلا يقرأ آية إلا كانت في جوف الملك

“ Sesungguhnya seorang hamba ketika hendak mendirikan shalat datanglah malaikat padanya. Kemudian malaikat itu berdiri di belakangnya, mendengarkan bacaan Al-Qu’rannya, dan semakin mendekat padanya. Tidaklah dia berhenti dan mendekat sampai dia meletakkan mulutnya pada mulut hamba tadi. Tidaklah hamba tersebut membaca suatu ayat kecuali ayat tersebut masuk ke perut malaikat itu.” (HR. Baihaqi, shahih)

(4). Ketika masuk rumah. Dari Al Miqdam bin Syuraih dari ayahnya, dia berkata,

سَأَلْتُ عَائِشَةَ قُلْتُ بِأَىِّ شَىْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ قَالَتْ بِالسِّوَاكِ

Aku bertanya pada Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ketika mulai memasuki rumah beliau?” Aisyah menjawab, “Bersiwak” (Muttafaqun ‘alaihi).

(5). Ketika hendak shalat malam. Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ يَشُوصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ

“ Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bangun tidur di malam harimaka beliau bersiwak.” (Muttafaqun ‘alaih). (Shahih Fiqhu Sunnah)

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa siwak hukukmnya sunnah dilakukan kapanpun saja di setiap waktu. Akan tetapi ada lima keadaan yang lebih ditekankan untuk bersiwak : (1) ketika hendak shalat, (2) ketika hendak wudhu, (3) saat hendak membaca Al Qur’an, (4) saat bangun tidur, dan (5) saat ada perubahan bau mulut seperti misalnya karena lama tidak makan dan minum, memakan makan yang berbau tidak enak, lama diam, dan banyak bicara. (Lihat Syarh Shahih Muslim)

Semoga bermanfaat. Allahu a’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad.

Penulis : Adika Mianoki

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/56838-anjuran-untuk-bersiwak.html

Memakai Siwak dan Minyak Wangi untuk Shalat Jum’at

Di antara kesempurnaan ketika menghadiri salat Jum’at adalah seseorang memiliki perhatian dengan siwak. Memakai siwak adalah perkara yang dianjurkan setiap kali hendak shalat. Jika terdapat dalil yang memotivasi memakai siwak di selain salat Jum’at, maka tentu saja lebih ditekankan lagi ketika salat Jum’at. Hal ini karena ditambah dengan dalil-dalil yang memerintahkan untuk mandi Jum’at dan juga mendatangi salat Jum’at dalam kondisi yang paling bagus.

Berkaitan dengan memakai siwak secara umum ketika hendak shalat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ

“Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.” (HR. Muslim no. 252) 

Sedangkan untuk salat Jum’at, terdapat dalil khusus tentangnya. Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ، وَسِوَاكٌ، وَيَمَسُّ مِنَ الطِّيبِ مَا قَدَرَ عَلَيْهِ

“Mandi hari Jum’at itu wajib atas setiap orang yang telah baligh, bersiwak, dan memakai minyak wangi sesuai dengan kemampuannya.” (HR. Muslim no. 846)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَمَنْ جَاءَ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ، وَإِنْ كَانَ طِيبٌ فَلْيَمَسَّ مِنْهُ، وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ

“Siapa saja yang mendatangi shalat Jum’at, maka mandilah. Jika memiliki minyak wangi, hendaklah memakainya. Dan hendaklah memakai siwak.” (HR. Ibnu Majah no. 1098, hadits hasan)

Dari Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الغُسْلُ يَوْمَ الجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ، وَأَنْ يَسْتَنَّ، وَأَنْ يَمَسَّ طِيبًا إِنْ وَجَدَ

“Mandi pada hari Jum’at merupakan kewajiban bagi orang yang sudah baligh, dan agar bersiwak (menggosok gigi), dan memakai minyak wangi bila memilikinya.” (HR. Bukhari no. 880 dan Muslim no. 846)

Al-Qurthubi rahimahullah berkata,

“Adab di hari Jum’at itu ada tiga, memakai minyak wangi; bersiwak; dan memakai baju yang baik. Tidak ada perselisihan dalam masalah ini, karena terdapat dalil-dalil tentangnya.” (Bidaayatul Mujtahid, 1: 206)

Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata dalam syarh (penjelasan) beliau untuk Shahih Muslim,

“Perkataan Nabi, 

وَيَمَسُّ مِنَ الطِّيبِ مَا قَدَرَ عَلَيْهِ

“dan memakai minyak wangi sesuai dengan kemampuannya” mengandung kemungkinan (motivasi untuk) memperbanyak memakai minyak wangi, dan mengandung kemungkinan (motivasi untuk) menekankan memakai minyak wangi jika mendapatkannya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

وَلَوْ مِنْ طِيبِ الْمَرْأَةِ

“meskipun dengan minyak wangi wanita”. Dimaksudkan bahwa (minyak wangi wanita itu) makruh untuk laki-laki, karena warnanya yang mencolok, kemudian dibolehkan di kasus ini, karena memang tidak ada yang lain dan juga karena kondisi darurat. Maka hal ini menunjukkan penekanan memakai minyak wangi di hari Jum’at.” (Syarh Shahih Muslim, 3: 236)

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/53170-memakai-siwak-dan-minyak-wangi-untuk-shalat-jumat.html

Anjuran Rasulullah dalam Menjaga Kesehatan Gigi

Kesehatan gigi masih menjadi salah satu persoalan yang jamak dihadapi masyarakat, hingga sekarang ini. Salah satu pemicunya adalah perilaku dan kebiasaan yang mengabaikan faktor-faktor penentu kesehatan gigi.

Perihal kesehatan gigi, masih banyak masyarakat yang belum tahu Islam mengajarkan konsep yang bagus dalam menjaga kesehatan gigi. Hal ini terungkap dalam peringatan Bulan Kesehatan Gigi Nasional (BKGN) 2018, yang dilaksanakan di Rumah Sakit Islam Gigi dan Mulut (RSIGM) Sultan Agung, Kamis (27/9).

Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Unissula, Suryono menyampaikan, Islam memiliki konsep yang sangat bagus dalam hal menjaga kesehatan gigi. Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya menjelaskan, andai saja tidak memberatkan maka Rasulullah akan mewajibkan umatnya memakai siwak (menggosok gigi) setiap hendak wudhu untuk menunaikan shalat.

Sedangkan, sesuai dengan ajaran Islam dalam sehari semalam ada lima waktu shalat wajib. “Artinya jika kita gosok gigi lima kali dalam sehari semalam, saya yakin gigi kita akan jauh lebih sehat,” ujar Suryono.

Suryono juga menekankan, kebiasaan malas menggosok gigi merupakan faktor utama penyebab gigi rapuh dan berlubang. Dahulu orang bilang, banyak yang mengalami gigi berlubang dan sakit gigi karena dokter gigi masih sedikit.

Namun sekarang, setelah ada 31 fakultas kedokteran gigi di Indonesia dan sudah banyak dokter gigi masyarakat masih banyak yang mengeluhkan kesehatan giginya. Penyebab utamanya karena masih banyak yang malas untuk menggosok gigi. Oleh karena itu, melalui BKGN kali ini, RSIGM kembali menegaskan pentingnya masyarakat merawat dan menjaga kesehatan gigi.

Peringatan BKGN Fakultas Kedokteran Gigi Unissula diisi berbagai kegiatan antara lain pemeriksaan gigi gratis untuk masyarakat umum di RSIGM Sultan Agung. “Untuk kegiatan pemeriksaan gigi gratis pada peringatan BKGN ini, kami menargetkan pemeriksaan terhadap 1.000 pasien, dalam satu bulan ke depan,” katanya.

BKGN kali ini semakin memiliki makna strategis dengan dilaksanakannya edukasi kepada siswa siswa SD Islam Sultan Agung 1 dan III oleh para mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Unissula. Kepada para murid SD ini diajarkan mengenai bagaimana cara menggosok gigi yang baik dan benar, kapan saat yang tepat untuk menggosok gigi hingga bagaimana merawat gigi agar tetap sehat.

“Melalui edukasi ini, diharapkan para murid sekolah tersebut memiliki pemahaman serta bisa menerapkan cara yang tepat dalam menjaga kesehatan gigi,” ujarnya.

 

Apakah Sikat Gigi Termasuk Siwak dalam Hadis? (2)

PENDAPAT Syafiiyah dan Malikiyah adalah yang lebih tepat. Hal ini karena alasan berikut:

Pertama, dari tinjauan bahasa arab. Secara bahasa, siwak dapat diartikan tindakan menggosok gigi, tanpa membatasi benda yang dipergunakan. Imam Az-Zubaidi rahimahullah menjelaskan, “Saaka asy-syai, yasuukuhu-saukan, yang artinya menggosok sesuatu. Dari kata tersebutlah diambil penamaan untuk alat menggosok gigi.” (Taj Al-Arus 27/215).

Dalam kitab Aunul Mabud Ala Sunan Abi Dawud diterangkan, “Siwak dimaknai tindakan menggosok gigi dan dimaknai benda untuk menggosok gigi. Namun makna yang dimaksud dalam hal ini adalah makna yang pertama.” (Aunul Mabud, 1/59).

Kedua, bersiwak bukanlah ibadah mahdoh (perbuatan yang murni ibadah). Akan tetapi, siwak adalah ibadah gahoiru mahdoh (tidak murni ibadah), karena tujuan dari bersiwak dapat dicerna oleh akal (maqulatulmana), yaitu membersihkan mulut. Dan tujuan ini, dapat dicapai menggunakan benda apa saja, seperti sikat gigi.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Bersiwak diperintahkan, untuk tujuan memperindah, mensucikan dan membersihkan mulut.” (Syarah Umdah Al-fiqh 1/203)

Ketiga, nabi shallallahualaihi wa sallam tidak membatasi siwak beliau menggunakan benda tertentu saja, seperti kayu arok (kayu siwak) saja. Disebutkan dalam hadis dari Aisyah radhiyallahuanha, saat menceritakan detik-detik sebelum Nabi meninggal dunia, beliau bersiwak menggunakan dahan kurma, “Abdurrahman bin Abu Bakr berlalu dengan membawa kayu kurma di tangannya. Nabi shallallahualaihi wa sallam melihat kepadanyanya. Sayapun mengira beliau butuh pada dahan kurma itu. Lalu saya ambil, saya kunyah ujungnya, kemudain saya bersihkan. Lalu saya berikan ke beliau.” (HR. Bukhori).

Sebagai penutup, kami sertakan fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin dalam masalah ini. Beliau pernah ditanya tentang hukum menggosok gigi dengan sikat gigi dan odol, apakah bisa mendapatkan keutamaan siwak?

Iya, menggunakan sikat gigi dan odol cukup untuk bersiwak. Bahkan hasilnya lebih bersih dan suci daripada siwak. Jika seorang menggosok gigi dengan sikat gigi dan odol, maka dia telah melakukan amalan sunah. Karena intinya bukan pada benda yang digunakan. Akan tetapi pada perbuatan dan hasilnya. Sikat gigi dan odol, lebih besar hasilnya daripada sekedar memakai siwak.

Wallahualam bis showab. [Ustadz Ahmad Anshori, Lc]

 

INILAH MOZAIK

Apakah Sikat Gigi Termasuk Siwak dalam Hadis? (1)

BEBERAPA hadis menerangkan keutamaan bersiwak, diantaranya sabda Nabi shallallahualaihiwasallam berikut ini, “Siwak dapat membersihkan mulut dan mendapat keridhaan Rabb.” (HR. Ahmad, Irwaul Ghalil no 66).

Namun timbul pertanyaan, apakah bersiwak yang dimaksud pada hadis ini, harus menggunakan kayu siwak, atau boleh menggunakan benda lain seperti sikat gigi? Ada dua pendapat ulama dalam hal ini:

Pertama, Syafiiyah dan Malikiyah, bersiwak boleh menggunakan benda apa saja, asal dapat menghilangkan kotoran mulut. Meski menggunakan kayu arok (kayu siwak), ranting dan kayu bassyam (Sejenis tumbuhan berduri yang memiliki aroma harum, tumbuh di Saudi Arabia dan sekitarnya), itu lebih utama.

Dalam Kifayatul Akhyar, fikih ringkas mazhab Syafii dinyatakan, “Ketahuilah bahwa bersiwak itu bisa dilakukan dengan potongan kain atau segala benda kasar, yang dapat menghilangkan kotoran. Namun bersiwak menggunakan ranting atau kayu arok itu lebih utama.” (Kifayatul Akhyar, hal. 15).

Ibnu Abdil Bar Al-Maliki rahimahullah, menyatakan, “Siwak yang biasa dipakai oleh masyarakat dahulu adalah kayu arok dan bassyam, juga setiap benda yang dapat membersihkan gigi, dan tidak mencederainya.” (Al-Istidzkar 3/272)

Kedua, Hanafi dan Hambali, dikatakan bersiwak bila menggunakan kayu arok, ranting tumbuhan dan yang sejenisnya. Dalam Hasyiyah Ibnu Abidin; salahsatu referensi fikih hanafi diterangkan, “Siwak, dengan (huruf sin) dibaca kasrah, maknanya adalah sepotong batang yang digunakan untuk bersiwak. Siwak juga dapat dimaknai mashdar (kata kerja yang dibendakan). Dalam kitab Ad-Durar dikatakan, “Makna inilah yang dimaksud dalam hal ini. Maka tidak perlu memaknai siwak dengan tindakan mempergunakan siwak.” (Hasyiyah Ibnu Abidin, 1/232).

Al-Buhuti, seorang ulama bermazhab hambali, menjelaskan dalam Syarah Muntaha al-Iradat, “Bab tentang bersiwak. Kata siwak merupakan bentuk mashdar dari kata tasawwuk, yang maknanya adalah menggosok gigi menggunakan ranting. Dan inilah makna siwak. Sedangkan uud adalah benda untuk bersiwak (ranting).” (Syarah Muntahal Iradat 1/72)

Dari dua pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan:
1. Menurut mazhab Syafii dan Maliki, hakikat siwak adalah fungsinya, yakni dapat membersihkan mulut, bukan benda yang digunakan. Sehingga, seorang yang membersihkan gigi menggunakan sikat gigi, mendapatkan keutamaan bersiwak yang tertera pada hadis di atas.
2. Menurut mazhab Hanafi dan Hambali, hakikat siwak adalah benda yang dipergunakan. Sehingga, yang mendapatkan keutamaan bersiwak adalah mereka yang mempergunakan kayu siwak dalam membersihkan gigi.
3. Seluruh ulama empat mazhab sepakat, bahwa bersiwak menggunakan kayu arok (kayu siwak), kayu bassyam, ranting tumbuhan dan yang semisalnya, adalah lebih utama.

Pendapat Syafiiyah dan Malikiyah adalah yang lebih tepat. Hal ini karena alasan berikut…

 

INILAH MOZAIK

Kapan Sebaiknya Bersiwak? Tujuh Hadits Tentang Bersiwak

Banyak hadits yang menganjurkan untuk bersiwak, agar sunnah tersebut disukai dan kesenangan Nabi dalam bersiwak hingga detik-detik terakhir beliau.

Berikut hadits-hadits tentang siwak dan kapan sebaiknya bersiwak:

1. Ibnu Umar berkata, “Tidaklah Rasulullah tidur melainkan siwak ada di sampingnya. Bila beliau bangun, maka dia akan memulai aktivitas dengan bersiwak.” (HR. Ahmad; Al-Bukhari; Abu Ya’la; Ath-Thabarani; dan Imam lainnya; dianggap shahih oleh Al-Albani).

2. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya tidak memberatkan mereka agar bersiwak untuk tiap sholat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

3. Diriwayatkan dari Hudzaifah, “Bila Rasulullah bangun, beliau akan membersihkan mulut beliau dengan siwak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

4. Diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari, “Aku pernah mendatangi Nabi saat beliau sedang bersiwak dengan siwak basah; Ujung siwak berada di mulut beliau dan beliau bersuara ‘Uk.. Uk,” seakan beliau akan muntah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

5. Aisyah meriwayatkan, “Abdurrahman bin Abu Bakar Ash-Shiddiq menghadap Nabi dan Nabi sedang bersandar di dadaku. Saat itu Abdurrahman membawa siwak yang digunakannya dan Nabi mengarahkan pandangan beliau menuju ke arah siwak tersebut. Aku pun mengambilnya dan membersihkannya lalu aku memberikannya kepada beliau. Setelah itu beliau terus menggunakannya dan aku tidak pernah melihat kesunnahan yang beliau lakukan yang lebih baik dari ini.” Dalam teks lain disebutkan, “Aku melihat beliau memperhatikan siwak itu dan aku tahu bahwa beliau menyukainya, maka aku berkata, ‘Apakah aku harus mengambilnya untukmu?’ Nabi mengangguk tanda setuju.” (HR. Al-Bukhari)

6. Abu Hurairah menceritakan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya tidak berat atas umatku, niscaya aku akan memerintahkan mereka agar bersiwak untuk setiap kali wudlu.” (HR. Al-Bukhari; Ahmad; An-Nasai; Ibnu Khuzaimah dan Imam lainnya dengan sanad yang shahih); Al-Bukhari mengomentari hadits ini dengan bentuk menetapkan dan menguatkan.

7. Aisyah menceritakan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda “Siwak itu menyucikan mulut dan diridhai Tuhan.” (HR. Al-Bukhari; Ahmad;An-Nasai; Ibnu Khuzaimah; dianggap shahih oleh Al-Albani dan Imam Al-Bukhari mengomentari hadits ini dengan teks menguatkan).

Dalam syarh Muslim, Imam An-Nawawi menjelaskan “Siwak disunnahkan di semua waktu, namun tingkat kesunnahannya ditekankan lagi pada lima kesempatan yaitu ketika hendak sholat, ketika wudlu, ketika membaca Alquran, ketika bangun tidur dan ketika rasa atau bau mulut berubah buruk. Perubahan ini disebabkan oleh beberapa hal di antaranya, karena tidak makan dan tidak minum. Karena makan dan minum, karena makan sesuatu yang baunya tak sedap, diam terlalu lama dan terlalu banyak bicara. ”

Wallahu a’lam.

 

[Paramuda/BersamaDakwah]