Anjuran Rasulullah Membersihkan Gigi

Rasululah senantiasa menganjurkan umat Islam bersiwak (menyikat gigi) pada waktu sebelum shalat, sebelum tidur, dan bangun tidur.

Karena itu, dalam sebuah hadit rasullulah mengatakan, “Andaikan aku tidak memberatkan ummatku, niscaya aku akan menyuruh mereka bersiwak (menyikat gigi) setiap kali berwudhu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Syuraih bin Hani bertanya kepada Istri Rasulullah, Siti Aisyah RA, “Aapakah yang dahulukan oleh Nabi SAW jika hendak masuk rumahnya?” Saat itu Aisyah menjawab rasul mengosok gigi (bersiwak).”

Aisyah juga menceritakan, bahwa kami menyediakan siwak dan air wudhu untuk Rasulullah SAW. Maka bila saja Rasul telah bangun segera bersiwak dan wudhu kemudian Rasul menunaikan shalat.

Diriwayatkan Annas’I, Ibnu Khuzaimah, Rasulullah bersabda bahwa menyikat gigi (bersiwak) itu membersihkan mulut, dan menjadikan keridhoan Allah.

Banyak yang melihat Rasulullah rutin membersihkan gigi dengan siwak. Pada suatu pagi Hudzaifah RA pernah melihat Rasulullah SAW ketika bangun tidur menggosok giginya dengan siwak (sikat gigi).

Anas bin Malik RA juga menceritakan saat bertemu Rasulullah, Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “Aku telah banyak menganjurkan kepadamu untuk bersiwak (menyikat gigi).”

Siti Aisyah dan Sahabat Rasulullah Abu Hurairah RA mengatakan mendengar Rasulullah menyampaikan sabdanya bahwa salah lima macam fitrah kebiasaan yang tetap dari nabi adalah menyikat gigi (bersiwak) dan berkumur.

Apabila dihitung dalah kesehariannya, maka seorang mulim telah melakukan tidak kurang dari 20 kali menyikat gigi (bersiwak). Rinciannya yaitu setiap mau melaksanakan shalat lima waktu, shalat sunah Rawatib (dua belas kali), shalat Dhuha, shalat Witir, dan ketika masuk rumah. Kebiasaan bersiwak pertama kali dilakukan oleh Rasulullah ketika akan masuk rumah seperti yang diriwayatkan oleh Istri Rasulullah Aisyah.

Berdasalkan hasil penelitian kesehatan modern tentang siwak, didapatkan bahwa sesungguhnya siwak mengandung banyak sekali kandungan dan manfaatnya untuk kesehatan gigi dan gusi loh. Di dalamnya mengandung materi yang dapat membasmi kuman, mengandung materi uang membersihkan gigi dan gusi, dapat menjaga kebersihan gigi, dan merubah bau mulut yang tidak sedap. Saat berpuasa pun Rasulullah tetap bersiwak/

 

sumber: Republika Online

Apakah Sikat Gigi Memiliki Keutamaan Seperti Bersiwak?

Fatwa Syaikh Muhammad Sholeh Al-Munajjid hafizhahullah

Pertanyaan: 

Jika seseorang berwudhu` dan tidak mendapatkan siwak, apakah pasta gigi bisa menggantikannya? Apakah bisa pelakunya mendapatkan pahala perbuatan tersebut?

Jawaban

Alhamdulillah.

Permasalahan pertama: Bersiwak adalah salah satu sunnah Nabi

Siwak (gosok gigi) adalah salah satu sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang keutamaan dan dorongan untuk melakukannya terdapat dalam beberapa hadits yang banyak jumlahnya. Adapun penjelasan tentang sebagian hukum-hukumnya telah dijelaskan di dalam jawaban dari pertanyaan no. 2577.

Penjelasan keutamaan gosok gigi (siwak) dan dorongan untuk melakukannya yang terdapat dalam beberapa hadits (sebenarnya) mencakup setiap alat yang bisa digunakan untuk membersihkan gigi, jika memang dengan alat tersebut tercapai tujuan (kebersihan gigi) dan dilakukan dengan niat melaksanakan sunnah siwak (gosok gigi).

Aktifitas menggosok gigi tersebut bisa dilakukan, baik dengan menggunakan ranting pohonal-arok (kayu siwak), ranting pohon zaitun, ranting pohon kurma maupun selainnya, termasuk pula sikat gigi yang dapat digunakan untuk menggosok dan membersihkan gigi.

Bahkan sikat gigi, bisa membersihkan bagian dalam gigi dengan mudah dan ringan, dilengkapi dengan zat pembersih gigi (pasta gigi).

Mengapa sikat gigi sama utamanya dengan bersiwak?

Beberapa perkara berikut ini menunjukkan bahwa (penggunaan) sikat gigi (juga) memiliki keutamaan (siwak):

1. Makna siwak

Bahwa kalimat “siwak” secara bahasa, pada asalnya diperuntukkan untuk aktifitas menggosok gigi, tanpa memperhatikan jenis alat yang digunakan untuk menggosok gigi. Lalu disebutlah alat yang dipakai untuk gosok gigi dengan sebutan “siwak” sedangkan secara adat kata “siwak” lebih banyak digunakan untuk menyebut “ranting pohon al-arok (yang dikenal dengan kayu siwak, pent.)”.

Berikut ini beberapa keterangan ulama tentang makna siwak

Berkata Az-Zubaidi:

ساكَ الشَّيءَ يَسُوكُه سَوْكًا : دَلَكَه ، ومِنْهُ أُخِذَ المِسواكُ

Saaka asy-syai`a yasuukuhu saukan maknanya yaitu mengosok sesuatu. Darinya diambil kata “miswak” (alat untuk gosok gigi)” (Taajul Aruus: 27/215).

Ibnu Daqiq Al-‘Id menyatakan bahwa, siwak adalah suatu istilah yang disebutkan untuk menunjukkan makna perbuatan, bentuk katanya (dalam bahasa Arab) adalah isim mashdar. Di antara dalilnya adalah hadits:

السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ ، مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

Siwak itu membersihkan mulut dan menyebabkan (didapatkannya) keridhoan Ar-Rabb (Allah)” 1.

Para ulama ahli fikih pun mengatakan bahwa siwak hukumnya sunnah dan tidak wajib, serta pernyataan-pernyataan selain itu yang tidak mungkin disifati dengannya kecuali sebuah perbuatan. Di samping itu kata “siwak” (juga bisa) dimaksudkan untuk makna alat yang digunakan untuk menggosok gigi (Syarhul Ilmam:1/10).

Berkata Ibnul Atsir:

“والْمِسْوَاكُ: مَا تُدْلَكُ بِهِ الأسْناَن مِنَ العِيدانِ ، يُقَالُ سَاكَ فَاه يَسُوكُهُ : إِذَا دَلَكه بالسِّواك”

Al-Miswak adalah alat yang digunakan untuk menggosok gigi berupa ranting (misalnya, pent.). Seseorang itu dikatakan saaka faahu yasuukuhu jika ia menggosok giginya dengan siwak (An-Nihayah fi gharibil Hadits wal Atsar: 2/425).

Berkata Imam An-Nawawi:

السِّوَاك: هُوَ اسْتِعْمَال عود، أَو نَحوه، فِي الْأَسْنَان لإِزَالَة الْوَسخ، وَهُوَ من ساك، إِذا دلك، وَقيل من التساوك، وَهُوَ التمايل

Siwak adalah penggunaan sebuah ranting pohon atau semisalnya pada gigi untuk menghilangkan kotoran. Kata ini berasal dari kata“ saaka” jika dia menggosok (gigi). Ada pula yang mengatakan “Diambil dari kata “At-Tasaawuk” yaitu At-Tamaayul.” (Tahriru Alfaazhit Tanbih, hal. 33).

Maka (kesimpulannya):

Siwak (gosok gigi) itu bukan terbatas pada (menggunakan) ranting pohon arok (kayu siwak) sebagaimana dipahami oleh sebagian orang, bahkan (sebenarnya) siwak adalah sebuah istilah bagi  aktifitas gosok gigi dan membersihkannya dengan alat apapun  juga, mencakup ranting apapun juga yang bisa digunakan untuk membersihkan gigi. Ahli bahasapun tidak membatasi siwak dengan ranting pohon arok (kayu siwak).

2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya menggunakan ranting pohon Al-Arok (kayu siwak) saja

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membatasi diri  dalam menggosok gigi dengan menggunakan ranting pohon AlArok (kayu siwak) saja. Selain menggunakan ranting pohonAlArok  beliau juga menggunakan ranting pohon yang lainnya. Di antara dalil yang menyebutkan bahwa beliau menggosok gigi dengan ranting pohon AlArok (kayu siwak) adalah riwayat dari Abdullah bin Mas’ud, beliau berkata:

كُنْتُ أَجْتَنِي لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِوَاكًا مِنَ الْأَرَاكِ…

“Saya dulu pernah mengambilkan kayu siwak dari pohon Al-Arok  untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam…” (HR. Ahmad (3991), Abu Ya’la Al-Mushili dalam musnadnya (9/209) dan ini adalah lafadz beliau. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun juga menggosok gigi dengan ranting dari pohon kurma (Adapun dalilnya adalah riwayat) dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, berkata

” تُوُفِّيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِي ، وَفِي يَوْمِي ، وَبَيْنَ سَحْرِي وَنَحْرِي، وَكَانَتْ إِحْدَانَا تُعَوِّذُهُ بِدُعَاءٍ إِذَا مَرِضَ ، فَذَهَبْتُ أُعَوِّذُهُ ، فَرَفَعَ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ ، وَقَالَ: (فِي الرَّفِيقِ الأَعْلَى ، فِي الرَّفِيقِ الأَعْلَى). وَمَرَّ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ وَفِي يَدِهِ جَرِيدَةٌ رَطْبَةٌ ، فَنَظَرَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَظَنَنْتُ أَنَّ لَهُ بِهَا حَاجَةً ، فَأَخَذْتُهَا، فَمَضَغْتُ رَأْسَهَا، وَنَفَضْتُهَا، فَدَفَعْتُهَا إِلَيْهِ، فَاسْتَنَّ بِهَا كَأَحْسَنِ مَا كَانَ مُسْتَنًّا ، ثُمَّ نَاوَلَنِيهَا، فَسَقَطَتْ يَدُهُ، أَوْ: سَقَطَتْ مِنْ يَدِهِ ، فَجَمَعَ اللَّهُ بَيْنَ رِيقِي وَرِيقِهِ فِي آخِرِ يَوْمٍ مِنَ الدُّنْيَا، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ الآخِرَةِ “

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat di rumahku, pada hari giliran yang menjadi jatahku dan (kepala beliau bersandar) di antara dada dan leherku.”

Salah seorang dari kami dahulu terbiasa membacakan do’a kepada beliau ketika beliau sakit. Lalu aku pun mendoakannya. Kemudian beliau mengangkat kepala (pandangan)nya ke atas dan mengucapkan,

فِي الرَّفِيقِ الأَعْلَى ، فِي الرَّفِيقِ الأَعْلَى

Ya Allah, jadikanlah aku bersama dengan golongan teman-teman yang terbaik di Surga yang tertinggi, Ya Allah, jadikanlah aku bersama dengan golongan teman-teman yang terbaik di Surga yang tertinggi“.

Lalu Abdurrahman bin Abu Bakr masuk sedangkan di tangannya ada ranting kayu siwak dari pohon kurma yang masih basah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallampun menatapnya, saya menyangka beliau membutuhkan siwak tersebut.

Maka aku mengambilnya, mengunyah ujungnya dan mengibas-ngibaskannya, kemudian akupun menyerahkannya kepada beliau. Kemudian beliau menggosok gigi menggunakan ranting tersebut, dengan sebaik-baik cara bersiwak yang pernah beliau lakukan.

Setelah itu beliau memberikannya kepadaku, namun tangannya terjatuh atau ranting kayu siwak dari pohon kurma tersebut jatuh dari tangannya.

Maka Allah mengumpulkan antara air liurku dengan air liur beliau pada hari-hari terakhir beliau di Dunia dan pada hari-hari pertama di Akhirat kelak” (HR. Al-Bukhari no. 4451).

Jaridah adalah ranting pohon kurma“. (Thalabuth Thalabah, hal. 161).

Berkata Al-Fayumi: “Jarid adalah ranting pohon kurma. Kata tunggalnya adalah jaridah. Dinamakan dengan jaridah (artinya: sesuatu yang dihilangkan, pent.) jika dihilangkan darinya daun yang melekat padanya (Al-Mishbah Al-Munir: 1/96).

3. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membatasi bersiwak dengan ranting kayu tertentu kepada para Sahabat radhiyallahu ‘anhum

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memerintahkan siwak (gosok gigi), tidaklah pernah membatasi dengan ranting kayu tertentu kepada para Sahabat radhiyallahu ‘anhum untuk diambil (sebagai sikat gigi) darinya. Dahulu bangsa Arab menggosok gigi dengan berbagai macam ranting (untuk sikat gigi).

Disebutkan dalam Al-Bayan wat Tabayyun karya Syaikh Al-Jahizh (3/77) :

قضبان المساويك : البشام، والضّرو، والعُتم والأراك، والعرجون، والجريد، والإسحل (وكلها أسماء أشجار معروفة عند العرب).

“Ranting-ranting kayu untuk gosok gigi (contohnya) Al-Basyam, Adh-dhorwu, Al-Utumu, Al-Arok, Al-‘Urjun, Al-Jarid, dan Al-Ishal” (Semuanya adalah nama-nama pohon yang dikenal oleh bangsa Arab) (Lihat pula: Musykilat Muwaththa` Malik bin Anas karya Al-Bathliyusi, hal. 72).

Ibnu Abdil Barr menyatakan:

وَكَانَ سِوَاكُ الْقَوْمِ: الْأَرَاكَ ، وَالْبَشَامَ ، وَكُلَّ مَا يَجْلُو الْأَسْنَانَ وَلَا يُؤْذِيهَا وَيُطَيِّبُ نَكْهَةَ الفم: فجائز الاستنان به

Dahulu ranting kayu untuk gosok gigi bagi kaum (bangsa Arab) adalah  Al-Arok,  Al-Basyam dan segala sesuatu yang bisa membersihkan gigi, tidak menyakitinya, bahkan mengharumkan bau mulut, maka semua itu boleh dipakai untuk menggosok gigi. (Al-Istidzkar: 1/365).

4. Para Ahli Fikih tidak pernah membatasi bersiwak dengan ranting kayu tertentu dalam membahas fikih tentang siwak di kitab-kitab mereka

Para Ahli Fikih tidak pernah membatasi hukum bersiwak dengan ranting kayu al-arok, bahkan mereka menyebutkan bahwa bersiwak bisa terwujud dengan segala sesuatu yang bisa digunakan untuk membersihkan mulut (gigi), baik berupa ranting yang kaku (bukan lembek) dan yang semisalnya. Ibnu Abdil Barr menuturkan:

وَالسِّوَاكُ الْمَنْدُوبُ إِلَيْهِ : هُوَ الْمَعْرُوفُ عِنْدَ الْعَرَبِ ، وَفِي عَصْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَكَذَلِكَ الْأَرَاكُ وَالْبَشَامُ ، وَكُلُّ مَا يَجْلُو الْأَسْنَانَ.

(Ranting kayu) siwak yang disunnahkan adalah (ranting kayu) yang dikenal di kalangan bangsa Arab dan dikenal di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula (ranting kayu) Al-Arok, Al-Basyam dan segala sesuatu yang bisa membersihkan gigi (At-Tamhid(7/201)).

Beliau juga berkata:

وَكُلُّ مَا جَلَا الْأَسْنَانَ ، وَلَمْ يُؤْذِهَا ، وَلَا كَانَ مِنْ زِينَةِ النِّسَاءِ : فَجَائِزٌ الِاسْتِنَانُ بِهِ

Segala sesuatu yang bisa membersihkan gigi dan tidak menyakitinya, maka boleh dipakai untuk menggosok gigi (At-Tamhid 11:213).

An-Nawawi mengatakan:

” وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَسْتَاكَ بِعُودٍ من أراك، وبأي شئ اسْتَاكَ، مِمَّا يُزِيلُ التَّغَيُّرَ: حَصَلَ السِّوَاكُ ، كَالْخِرْقَةِ الْخَشِنَةِ، وَالسَّعْدِ، وَالْأُشْنَانِ “

Disunnahkan bersiwak dengan ranting dari pohon Al-Arok dan dengan segala sesuatu yang bisa digunakan untuk bersiwak berupa sesuatu yang bisa menghilangkan perubahan (bau mulut), maka (hakekatnya dengan itu) sudah diperoleh sunnah bersiwak. (Alat yang bisa digunakan bersiwak tersebut) misalnya secarik kain yang kasar, ranting tumbuhan As-Sa’du dan Al-Asynan (Syarhu Shahih Muslim (3/143)).

Al-‘Iraqi menyatakan:

وَأَصْلُ السُّنَّةِ تَتَأَدَّى بِكُلِّ خَشِنٍ يَصْلُحُ لِإِزَالَةِ الْقَلَحِ [أي صفرة الأسنان].

Pada asalnya Sunnah (dalam masalah bersiwak) adalah bisa terlaksana dengan segala benda kaku yang cocok untuk membersihkan kotoran gigi (yaitu kotoran gigi yang biasanya berwarna kuning) (Tharhu At-Tatsrib (2/67)).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah bertutur:

” وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُونَ السِّوَاكُ عُودًا لَيِّنًا يُطَيِّبُ الْفَمَ وَلَا يَضُرُّهُ ، وَلَا يَتَفَتَّتُ فِيهِ ، كَالْأَرَاكِ وَالزَّيْتُونِ وَالْعُرْجُونِ “

Disunnahkan alat untuk bersiwak (gosok gigi) berupa ranting lembut yang mengharumkan bau mulut (membersihkannya) dan tidak membahayakannya serta tidak mudah terlepas (serabutnya), seperti kayu Al-Arok, Az-Zaitun dan Al-‘Urjun (Syarhu Umdatul Fiqhi: 1/221).

Berkata Syaikh Ibnu ‘Utsaimin:

ويحصل الفضل بعود الأراك، أو بغيره من كل عود يشابهه

Keutamaan bersiwak bisa didapatkan dengan menggunakan ranting kayu Al-Arok (kaya siwak) atau dengan selainnya dari setiap ranting yang semisalnya (Syarhu Riyadhish Shalihin:5/226).

Dan tidak ada seorangpun dari ulama -sebatas yang kami ketahui- yang mengatakan bahwa bersiwak itu hanya dengan ranting kayu Al-Arok (kayu siwak) saja, bahkan pernyataan-pernyataan mereka itu cukup banyak yang menunjukkan bahwa bersiwak itu bisa dilakukan dengan menggunakan selain ranting kayu selain Al-Arok (kayu siwak) juga, yang dengannya bisa tercapai maksud (kebersihan gigi).

5. Bersiwak adalah ibadah yang terkait dengan alasan (tujuan), sehingga bisa terlaksana dengan setiap alat yang mubah dan cocok untuk mencapai tujuan tersebut

Bahwa bersiwak bukanlah tergolong kedalam jenis ibadah yang murni, akan tetapi bersiwak adalah jenis ibadah yang bisa dipahami maknanya (alasan disyari’atkannya).

Maksud disyari’atkannya bersiwak adalah untuk membersihkan gigi dan mengharumkan bau mulut, sedangkan ini terealisasi dengan setiap alat (mubah) yang bisa digunakan untuk mencapai maksud tersebut.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah bertutur:

” وَلِأَنَّ السِّوَاكَ إِنَّمَا شُرِعَ لِتَطْيِيبِ الْفَمِ وَتَطْهِيرِهِ وَتَنْظِيفِهِ “

Karena siwak disyari’atkan untuk mengharumkan (bau)mulut, membersihkan dan mengeluarkan kotorannya. [Syarhu Umdatul Fiqhi :1/218].

Dengan penjelasan di atas, nampak jelas bahwa:

Keutamaan yang dijanjikan dalam dalil-dalil Syari’at tentang bersiwak (pada asalnya) adalah terkait dengan aktifitas bersiwaknya (membersihkan gigi) dan bukanlah terkait dengan alat untuk bersiwaknya. Maka keutamaan tersebut (pada asalnya) bukan terkait dengan ranting pohon Al-Arok (kayu siwak)nya, namun keutamaan itu  terkait dengan aktifitas membersihkan mulut dan gigi.

Disebutkan dalam ‘Aunul Ma’bud (1/46):

” وَهُوَ يُطْلَقُ عَلَى : الفعل والآلة ، والأول هو المراد ها هنا “

Kata tersebut (Siwak) diperuntukkan untuk menunjukkan makna perbuatan dan alat sekaligus, sedangkan untuk makna yang pertama (perbuatan) itulah yang dimaksud di sini.

(Maksud dari perkataan “di sini”) yaitu:  di dalam hadits-hadits tentang keutamaan bersiwak dan dorongannya.

Syaikh  Ibnu ‘Utsaimin ditanya: “Apakah menggunakan pasta gigi (dan sikat gigi, pent.) bisa mewakili kayu siwak (ranting pohon Al-Arok)?

Dan apakah orang yang menggunakannya (sikat & pasta gigi) dengan niat membersihkan mulut akan diberi pahala? Maksud (saya): Apakah  sepadan dengan pahala kayu siwak, yang dengan pahala tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyemangati orang yang membersihkan giginya? ”

Beliau Rahimahullah Ta’ala menjawab,

” نعم ؛ استعمال الفرشاة والمعجون يغني عن السواك ، بل وأشد منه تنظيفاً وتطهيراً ، فإذا فعله الإنسان حصلت به السنة ؛ لأنه ليس العبرة بالأداة ، العبرة بالفعل والنتيجة ، والفرشاة والمعجون يحصل بها نتيجة أكبر من السواك المجرد .
لكن هل نقول إنه ينبغي استعمال المعجون والفرشاة كلما استحب استعمال السواك ، أو نقول إن هذا من باب الإسراف والتعمق ، ولعله يؤثر على الفم برائحة أو جرح أو ما أشبه ذلك ؟ هذا ينظر فيه ”

Ya benar, menggunakan sikat dan pasta gigi bisa mewakili kayu siwak, bahkan lebih mampu membersihkan dan mengeluarkan kotoran gigi, maka jika seseorang gosok gigi dengan sikat gigi (itu berarti) sudah terlaksana Sunnah (bersiwak) dengannya, karena yang dijadikan patokan bukanlah  alat untuk bersiwaknya, namun yang dijadikan patokan adalah perbuatan dan hasilnya. Sedangkan sikat dan pasta gigi bisa menghasilkan hasil (kebersihan gigi & keharuman bau mulut, pent.) yang lebih maksimal dibandingkan dengan kayu siwak saja.

Akan tetapi apakah bisa kita katakan bahwa penggunaan sikat dan pasta gigi itu sebaiknya ketika setiap kali disunnahkan penggunaan kayu siwak? Atau justru hal ini tergolong melampaui batas dan berlebih-lebihan? (karena) barangkali berdampak  pada mulut, baik berupa bau, luka atau semisalnya? Ini perlu pembahasan (lebih lanjut).

[Fatawa Nur ‘alad-Darb lil ‘Utsaimin :2/7, penomoran maktabah Syamilah].

 

Permasalahan Kedua: Kayu siwak memiliki keistimewaan tersendiri!

(Meskipun) telah disebutkan bahwa menggosok gigi dengan menggunakan sikat gigi itu sudah termasuk melakukan Sunnah siwak dan mendapatkan pahala  jika diiringi dengan niat ibadah, hanya saja, bersiwak dengan menggunakan ranting pohon Al-Arak (kayu siwak) tetap memiliki keistimewaan (tersendiri), berupa mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

(Keistimewaan tersebut yaitu) bahwa kayu siwak dahulu paling banyak digunakan oleh mereka, ditambah lagi mudah dibawa dan dipindah-pindah di segala tempat dan kondisi. Dan hal itu telah menjadi kebiasaan tanpa ada yang mengingkarinya serta tidaklah hal itu terhitung ‘nyeleneh’.

Lain halnya dengan sikat gigi yang sulit jika digunakan pada setiap saat, karena sikat gigi tersebut membutuhkan tempat tersendiri.

Disebutkan dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah (4/140):

” اتَّفَقَ فُقَهَاءُ الْمَذَاهِبِ الأْرْبَعَةِ عَلَى أَنَّ أَفْضَلَهُ جَمِيعًا : الأْرَاكُ ، لِمَا فِيهِ مِنْ طِيبٍ ، وَرِيحٍ ، وَتَشْعِيرٍ يُخْرِجُ وَيُنَقِّي مَا بَيْنَ الأْسْنَانِ ”

Ulama Ahli Fikih dari keempat madzhab sepakat bahwa alat siwak yang paling utama dari seluruh alat siwak yang ada yaitu: ranting pohon Al-Arok, karena didalamnya terdapat kebaikan, keharuman bau dan berserabut yang bisa mengeluarkan dan membersihkan kotoran yang terdapat di sela-sela gigi.  

Ibnu Allan menyatakan:

” وأولاه : الأراك ؛ للاتباع ، مع ما فيه من طيب طعم وريح ، وشعيرة لطيفة تنقي ما بين الأسنان ، ثم بعده النخل ؛ لأنه آخر سواك استاك به صلى الله عليه وسلم”

Yang paling baik adalah ranting pohon Al-Arok (kayu siwak) karena mengikuti (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), diiringi dengan kesegaran rasa dan keharuman bau serta serabut yang lembut membersihkan kotoran yang terdapat di sela-sela gigi, kemudian (urutan yang berikutnya adalah) ranting pohon kurma, sebab ranting pohon kurma tersebut adalah ranting siwak yang terakhir kali dipakai bersiwak oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.[Dalilul Falihin (6/658)].

Berkata Syaikh Athiyyah Muhammad Salim:

” إذا نظرنا إلى الغرض من استعمال السواك ، وهو كما في الحديث : ( مطهرة للفم مرضاة للرب ) فأي شيء طهَّر الفم فإنه يؤدي المهمة ، ولكن ما كان عليه السلف فهو أولى وأصح طبياً ”

“Jika kita perhatikan tujuan penggunaan kayu siwak, yaitu sebagaimana disebutkan dalam hadits :

السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ ، مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

Siwak adalah membersihkan mulut dan menyebabkan (didapatkannya) keridhoan Ar-Rabb (Allah)” , maka dengan alat (mubah) apapun yang bisa membersihkan mulut, itu berarti telah memenuhi tujuan tersebut, namun perkara yang menjadi Sunnah Salafush Sholeh itu lebih utama dan lebih bagus secara medis”.

[Syarhu Bulughil Maram (5/13), dengan penomoran maktabah Syamilah].

Untuk penjelasan tambahan, silahkan baca jawaban pertanyaan no. 115282, di dalamnya terdapat beberapa faedah yang bermanfa’at tentang ranting pohon Al-Arok (kayu siwak).Wallahu a’lam.

***

Sumber: Islamqa.info/ar/219510

Penerjemah: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.or.id

  1. HR. An Nasa-i dan Ahmad, shahih

Tahukah Anda Apa Itu Siwak?

Siwak adalah nama untuk sebuah kayu yang digunakan untuk menggosok gigi. Atau jika ditinjau dari perbuatannya, siwak adalah menggosok/membersihkan gigi dengan kayu atau sejenisnya untuk menghilangkan kuning dan kotoran gigi, dan juga untuk membersihkan mulut. (Lihat Taisirul ‘Alam, 35)

Sayid Sabiq rahimahullah mengatakan, ”Lebih baik lagi jika yang digunakan untuk menyikat gigi adalah kayu arak yang berasal dari negeri Hijaz, karena di antara khasiatnya yaitu : menguatkan gusi, menghindarkan sakit gigi, memudahkan pencernaan, dan melancarkan buang air kecil. Walaupun demikian, sunnah ini bisa didapatkan dengan segala sesuatu yang dapat menghilangkan kuning gigi dan membersihkan mulut, seperti sikat gigi, dan semacamnya.” (Fiqh Sunnah, I/45). Dan pendapat ini juga dipilih oleh penyusun Shohih Fiqh Sunnah. Wallahu a’lam.

Hukum Bersiwak

Bersiwak hukumnya sunnah (dianjurkan) pada setiap saat, sebagaimana hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

Bersiwak itu akan membuat mulut bersih dan diridhai oleh Allah.” (Shahih, HR. An Nasa’i, Ahmad, dll)


Waktu Utama untuk Bersiwak

Pertama: Ketika berwudhu

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ

Seandainya tidak memberatkan umatku, sungguh aku akan memerintahkan mereka bersiwak  setiap kali berwudhu.” (HR. Bukhari)

Kedua: Ketika hendak shalat

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلَاةٍ

Seandainya tidak memberatkan umatku, sungguh aku akan memerintahkan mereka bersiwak  setiap hendak menunaikan shalat.” (HR. Bukhari)

Ketiga: Ketika membaca Al Qur’an

Dari ‘Ali radhiallahu ‘anhu berkata: Kami diperintahkan (oleh Rasulullah) untuk bersiwak dan beliau bersabda,

إن العبد إذا قام يصلي أتاه الملك فقام خلفه يستمع القرآن ويدنو فلا يزال يستمع ويدنو حتى يضع فاه على فيه فلا يقرأ آية إلا كانت في جوف الملك

”Sesungguhnya seorang hamba ketika hendak mendirikan shalat datanglah malaikat padanya. Kemudian malaikat itu berdiri di belakangnya, mendengarkan bacaan Al-Qu’rannya, dan semakin mendekat padanya. Tidaklah dia berhenti dan mendekat sampai dia meletakkan mulutnya pada mulut hamba tadi. Tidaklah hamba tersebut membaca suatu ayat kecuali ayat tersebut masuk ke perut malaikat itu.” (HR. Baihaqi, shahih lighairihi)

Keempat: Ketika memasuki rumah

Dari Al Miqdam bin Syuraih dari ayahnya, dia berkata,

سَأَلْتُ عَائِشَةَ قُلْتُ بِأَىِّ شَىْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ قَالَتْ بِالسِّوَاكِ.

Aku bertanya pada Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ketika mulai memasuki rumah beliau?” Aisyah menjawab, “Bersiwak.” (HR. Muslim)

Kelima: Ketika bangun untuk shalat malam

Dari Hudzaifah radhiallahu ‘anhu berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ يَشُوصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa apabila hendak shalat malam (tahajjud), beliau membersihkan mulutnya dengan siwak.” (Muttafaqun ‘alaihi, HR. Bukhari dan Muslim)

Cara Bersiwak

Cara bersiwak adalah dengan menggosokkan siwak di atas gigi dan gusinya. Di mulai dari sisi sebelah kanan dan sisi sebelah kiri. Dan memegang siwak dengan tangan kanan. (Lihat Al Mulakhas Al Fiqhiyyah)

Bolehnya Bersiwak Ketika Berpuasa Baik Pagi Maupun Sore Hari

Hal ini dikatakan oleh Sayyid Sabiq, tetapi beliau membawakan hadits yang lemah sebagaimana yang dinilai oleh Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah. Namun demikian, orang yang berpuasa boleh bersiwak baik ketika pagi dan sore hari karena hukum asal seseorang tidak dibebani suatu kewajiban. Seandainya bersiwak tidak diperbolehkan, tentu Allah dan Rasul-Nya telah menjelaskannya.

وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا

Dan Tuhanmu tidaklah lupa.” (Maryam : 64) (Lihat Tamamul Minnah dan Al Wajiz fii fiqh Sunnah wal Kitab Al ‘Aziz)

Para pakar fiqih telah bersepakat tentang bolehnya bersiwak untuk orang yang berpuasa kecuali Syafi’iyah dan Hanabilah di mana mereka menganjurkan untuk meninggalkan bersiwak setelah waktu zawal (waktu matahari tergelincir ke barat). (Lihat Shohih Fiqih Sunnah, 2/117)

Namun, yang lebih tepat karena tidak ada dalil yang melarang untuk bersiwak, maka hal ini dibolehkan di setiap waktu ketika berpuasa.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan, “Yang benar adalah siwak  dianjurkan bagi orang yang berpuasa mulai dari awal hingga akhir siang.” (Majmu’ Fatwa wa Rosa’il Ibnu ‘Utsaimin, 17/259, Asy Syamilah).

Dalil dari hal ini yaitu hadits dari ‘Aisyah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai keutamaan bersiwak,

السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

Bersiwak itu akan membuat mulut bersih dan diridhai oleh Allah.” (Diriwayatkan oleh Bukhari [no.27] tanpa sanad. Juga diriwayatkan oleh Asy Syafi’i, Ahmad, Ad Darimi, An Nasa’i. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashabih mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Catatan:

Penjelasan di atas adalah mengenai bersiwak yaitu menggunakan kayu siwak. Adapun menyikat gigi menggunakan pasta gigi yang -tentunya memiliki rasa (menyegarkan) dan beraroma-, maka seharusnya tidak dilakukan sering-sering karena siwak tentu saja berbeda dengan sikat gigi yang beraroma.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya: Apa hukum menggunakan sikat gigi bagi orang yang berpuasa di siang hari Ramadhan?

Syaikh rahimahullah menjawab: Menggunakan sikat gigi ketika puasa tidaklah masalah jika tidak masuk ke dalam perut. Akan tetapi lebih baik sikat gigi tidak digunakan ketika puasa karena sikat gigi memiliki pengaruh sangat kuat hingga bisa mempengaruhi bagian dalam tubuh dan kadang seseorang tidak merasakannya.

Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) kecuali jika engkau berpuasa”. Maka lebih utama adalah orang yang berpuasa tidak menyikat gigi (dengan pasta). Waktu untuk menyikat gigi sebenarnya masih lapang. Jika seseorang mengakhirkan untuk menyikat gigi hingga waktu berbuka, maka dia berarti telah menjaga diri dari perkara yang dapat merusak puasanya. (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu ‘Utsaimin, 17/261-262)

Demikian pembahasan mengenai siwak. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.

Read more https://pengusahamuslim.com/1572-tahukah-anda-apa-itu-siwak.html

Siwak, Warisan Rasulullah yang Diakui WHO

Bersiwak? Ini memang bukan kegiatan yang lazim dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Tapi, di negara-negara Timur Tengah, kegiatan mengunyah dan menyikat gigi dengan sebatang kayu kecil ini merupakan sesuatu yang lumrah dan biasa dilakukan setiap hari.

Mereka menggunakan siwak sebagai alat untuk membersihkan area mulut, terutama gigi. Meski terkesan kuno, siwak masih memiliki banyak penggemar setia. Tak sekadar membersihkan gigi, bersiwak juga memiliki makna yang dalam karena merupakan salah satu sunah Nabi Muhammad SAW.

Sejarah mencatat, siwak telah dikenal dan digunakan sejak berabad-abad lamanya, terutama oleh bangsa Arab kuno. Tak hanya bangsa Arab kuno, bersiwak juga dipraktikkan oleh masyarakat pada zaman Kerajaan Babilonia, Yunani, dan Romawi.

Di berbagai negara yang menggunakannya, siwak memiliki sebutan yang berbeda-beda. Sekadar contoh, masyakat Tanzania menamakannya miswak. Sedangkan, warga Pakistan dan Indian menyebutnya datan.

Jangan dikira siwak selalu terbuat dari kayu atau tanaman yang sama. Di Timur Tengah, bahan utama yang sering digunakan adalah pohon arak (Salvadora persica) yang dipotong dengan diameter 0,1 cm sampai lima cm.  Di Afrika Barat, siwak berasal dari pohon limun (Citrus aurantifolia) dan pohon jeruk (Citrus sinesis).

Lain lagi dengan warga kulit hitam di Amerika, biasanya mereka bersiwak dengan akar tanaman Senna (Cassiva vinea). Sementara, masyarakat India menggunakan kayu pohon neem (Azadirachta indica) untuk membuat siwak.

Melihat sikat gigi yang sangat sederhana ini, tak sedikit orang yang merasa jijik dan menganggap bersiwak tidak higienis. Anggapan itu jelas salah, sebab siwak terbukti mampu membersihkan gigi dan kaya khasiat.

Sejauh ini, banyak riset yang telah membuktikan khasiat siwak. Salah satunya, penelitian yang dilakukan sejumlah dokter gigi dari King Saud University (KSU), Arab Saudi. Riset itu menunjukkan, proses mengunyah siwak secara berulang menghasilkan getah segar dan silika yang berfungsi membersihkan dan memutihkan gigi. Diketahui pula, di dalam siwak terdapat sejumlah antiseptik alami yang dapat membunuh mikroorganisme berbahaya dalam mulut.

“Bahkan, pada 1986, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pernah merekomendasikan penggunaan siwak untuk membersihkan gigi dan mulut,” ujar Aziza al-Mubarak, salah satu dokter gigi KSU yang terlibat dalam penelitian.

Tak seperti sikat gigi modern yang banyak beredar sekarang, kata al-Mubarak, siwak memiliki kandungan alami untuk kesehatan gigi dan mulut.

Seorang dokter gigi lainnya, Majed al-Madani, pun menyatakan hal serupa. ”Siwak mengandung zat alami, seperti pasta gigi. Karena itu, saya merekomendasikan orang-orang untuk menggunakan siwak,” katanya, seperti dikutip laman arabnews, beberapa waktu lalu.

Penelitian lain menunjukkan, siwak mengandung antibakteri alami yang dapat mencegah kerusakan gigi dan penyakit gusi. Siwak juga mengandung zat lain yang bermanfaat mencegah perdarahan pada gusi dan mengurangi risiko kanker mulut.

Seperti halnya pasta gigi, siwak juga mengandung fluoride dan zat-zat alami lainnya yang dapat membantu melindungi lapisan email pada gigi. Siwak bahkan mampu menjadikan mulut lebih wangi dan segar.

Selain berguna untuk kesehatan mulut, rebusan akar pohon arak yang banyak digunakan masyarakat Arab untuk membuat siwak, juga dapat membantu mengobati gangguan pernapasan dan pencernaan, obat kumur, mengobati bisul, membantu penyembuhan sirosis rahim, melawan tumor, serta menunda siklus menstruasi pada wanita.

 

sumber:Republika Online

Keistimewaan Siwak dan Teladan Rasulullah

Dalam Islam, bersiwak untuk membersihkan gigi dan mulut termasuk dalam amalan sunah. Sebuah hadis menyebutkan, ”Ada empat hal yang termasuk dari sunah Rasul, yakni memakai minyak wangi, menikah, bersiwak, dan malu.” (HR Ahmad).

Sementara, hadis lainnya berbunyi, “Siwak membersihkan gigi dan ini menyenangkan Allah. Setiap kali Jibril mengunjungiku, dia menyuruhku menggunakan siwak, hingga aku pun khawatir bahwa menggunakan siwak diwajibkan. Seandainya tidak khawatir akan membebani (merepotkan) umatku, aku akan mewajibkannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Seorang Muslim dapat menggunakan siwak beberapa kali dalam sehari, seperti sesaat sebelum membaca Alquran, setelah makan, sebelum tidur, dan setelah bangun tidur pada pagi hari. Nabi Muhammad SAW sendiri menganjurkan umatnya untuk bersiwak ketika hendak menunaikan shalat.

Menurut salah satu hadis, keutamaan shalat dengan memakai siwak sebanding dengan 70 kali shalat dengan tidak memakai siwak. Demikian pula setiap kali bertasbih yang diawali dengan bersiwak akan dihitung 70 kali bertasbih.

Sirah Nabawiyah mencatat, Rasulullah SAW kerap memakai siwak untuk membersihkan gigi pada siang hari tanpa merusak ibadah puasa. Di dalam sebuah Hadis riwayat Bukhari dari sahabat Amir bin Rabiah RA, ia berkata, “Saya melihat Nabi Muhammad SAW membersihkan gigi dengan siwak ketika beliau berpuasa, berulang kali, hingga saya tidak bisa menghitungnya.”

Sayangnya, meski dianjurkan oleh Rasulullah SAW, tak sedikit Muslim yang ”melupakan” sunah Rasul yang satu ini.  Bahkan, boleh jadi, ada Muslim yang tak tahu tentang siwak dan keutamaannya. Apalagi, dengan kemajuan teknologi, kemunculan berbagai macam produk pasta dan sikat gigi seakan menggeser siwak sebagai alat pembersih gigi.

Sekadar contoh, Zaina Hamid, Muslimah asal India, mengaku hanya menggunakan siwak untuk membersihkan gigi selama bulan puasa. Hal ini tentu sangat disayangkan, sebab bersiwak dianjurkan dilakukan setiap saat saat berpuasa ataupun tidak.

 

 

sumber: Republika Online

Siwak, Si Kecil yang Kaya Khasiat

Di antara beragam jenis bahan pembuat siwak, pohon arak  (Salvadora persica) adalah yang paling umum digunakan di kawasan Arab atau Timur Tengah.

Beberapa catatan sejarah menyebut, nama Latin tanaman ini yakni Salvadora persica  diciptakan oleh Dr Laurent Garcin, seorang ahli botani, pengelana, sekaligus kolektor tanaman pohon arak pada 1749. Ia memberikan nama ini sebagai bentuk penghormatan kepada Juan Salvador (1598-1681), seorang ahli obat-obatan dari Barcelona.

Tanaman ini diduga berasal dari kawasan Persia yang kemudian menyebar ke wilayah-wilayah lain di sekitarnya. Beberapa sumber menyebut, raja-raja Mesir kuno (Fir’aun) dan Babilonia telah menggunakan siwak pada sekitar 7.000 tahun silam. Berabad kemudian, membersihkan gigi dan mulut dengan siwak telah menjadi tradisi yang mendunia, termasuk di negara-negara Muslim.

Lantas, seperti apa sebenarnya tampilan pohon arak yang kaya khasiat itu? Arak atau Salvadora persica ternyata masuk kategori pepohonan kecil atau semak belukar dengan dahan atau ranting bercabang-cabang. Diameter ranting-ranting ini sekitar 0,1 cm sampai lima cm.

Jika kulit tanaman ini dikelupas, akan tampak warnanya yang keputihan dan berserat. Nah, serat-serat itulah yang digunakan untuk menyikat atau membersihkan gigi. Selain ranting, siwak juga bisa dibuat dari akar tanaman ini. Berwarna cokelat, akar pohon arak juga memiliki bagian dalam yang berwarna putih.

Bagaimana dengan aromanya? Siwak dari pohon arak memiliki aroma wangi, seperti seledri dengan cita rasa sedikit pedas.

Jika diamati lebih detail, pohon arak memiliki daun berbentuk lonjong dengan bunga-bunga kecil berwarna hijau kekuningan. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di lingkungan kering. Pohon arak juga mampu tumbuh di atas lahan dengan kadar garam yang tinggi. Karena itu, selain di gurun, ia pun dapat tumbuh di daerah pesisir.

 

 

sumber:Republika Online