RAMADHAN selalu menjadi spirit para pejuang. Dalam sirah nabawiyah dikisahkan bahwa sebelum Pertempuran Khndaq atau Perang Ahzab meletus (tahun 5 Hijriah di bulan Syawal), Nabi dan para sahabat menyiapkannya dengan sangat baik pada bulan Ramadhan. Sayyid bin Husain al-‘Affani dalam buku Nidâ`u al-Rayyân fî Fiqhi al-Shaum wa Fadhli Ramadhân (1417: 314) menukil pendapat Ibnu Qayyim mengenai persiapan monumental sebelum terjadinya perang dahsyat ini.
Penggalian parit (persiapan pra Ahzab) –yang diinisiasi oleh Salman Al-Farisi- di depan gunung Sala’, menurut Ibnu Qayyim, menghabiskan waktu sebulan penuh. Sedangkan menurut Dr. Ragib As-Sirjani malah hanya dua minggu. Panjang parit mencapai lima ribu hasta. Sedangkan kedalamannya mencapai tujuh hasta dan lebarnya sekitar tujuh hasta juga. Dengan pertolongan Allah, perjuangan gigih dan mental yang tak pernah putus asa mereka sanggup melampau tantangan ini dan ini terjadi di bulan Ramadhan.
Dr. Syauqi Abu Khalil dalam buku Athlas al-Târikh al-‘Arabi al-Islâmi (2005: 33) memberikan gambaran secara rinci mengenai kondisi parit. Menurut hitungan beliau, panjanga parit: 5544 Meter. Lebar standarnya: 4, 62 Meter. Sedangkan kedalamannya: 3,234 Meter.
Di samping itu, medan parit yang digali tidak semuanya mudah. Ada juga yang berisi batu-batu yang sulit untuk digali. Umat Islam berjumlah 3000 banding 10.000 orang. Dalam kondisi tidak berpuasa saja, tiga ribu orang mengerjakan proyek besar ini begitu berat, apalagi jika pada momentum puasa?
Pada akhirnya, Perang Khandaq yang meletus pada 5 Hijriah di bulan Syawal antara tiga ribu pasukan muslim melawan sepuluh ribu pasukan koalisi Yahudi-Kafir Qurays dimenangkan oleh umat Islam. Namun, kalau mau menelaah kembali sejarah, yang menjadi catatan menarik justru bagaimana persiapan mereka dalam menggali parit di bulan Ramadhan. Kemenangan gemilang yang dianugerahkan Allah kepada mereka –setelah rahmat-Nya- tidak bisa dilepas dari persiapan begitu matang dan mengharukan ini yang lahir dari spirit Ramadhan.
Bayangkan! Dalam momen bulan Ramadhan, musim dingin, kondisi pangan lagi susah, diembargo secara ekonomi, jumlah pasukan ala kadarnya (3000 orang), harus menghadapi koalisi adikuasa Yahudi-Kafir Qurays.
Bagi yang lemah iman, hati berpenyakit seperti orang-orang munafik mungkin persiapan ini dianggap gila. Komentar mereka digambarkan secara gamblang dalam al-Qur`an, “Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya.” (QS. Al-Ahzab [33]: 12). Sedangkan orang beriman dengan lantang dan yakin menyatakan, “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. (QS. Al-Ahzab [33]: 22). Justru tantangan ini menambah keimanan dan ketundukan mereka.
Persiapan mereka ketika menggali Khandaq sungguh mengharukan. Mereka begitu kompak mematuhi perintah Rasul. Setiap empat puluh hasta dibagi 10 orang untuk menggalinya. Dalam momen ini tak jarang di antara mereka yang kelaparan hingga menahan perutnya dengan satu batu. Rupanya, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam sendiri tak kalah susah. Dua batu ditindih diperutnya untuk menahan lapar. Hebatnya, beliau juga turun langsung menggali, karena pemimpin harus menjadi teladan terdepan dalam perjuangan.
Pertanyaannya, apakah mereka kalut dan sedih dalam kondisi demikian? Sama sekali tidak. Meski alat yang digunakan untuk menggali begitu ala kadarnya dan tentu saja kalah canggi dibanding dengan alat sekarang, tidak menghalangi mereka untuk tetap manggali. Mereka sangat kompak, solidaritasnya tinggi, taat kepada pimpinan, tidak keluar tanpa izin. Sesekali, mereka bersama Rasul menyenandungkan syair untuk memperkuat spirit. Misalnya kalangan Anshar bersenandung:
نَحْنُ الَّذِينَ بَايَعُوا مُحَمَّدَا … عَلَى الجِهَادِ مَا حَيِينَا أَبَدَا
Kami adalah orang-orang yang membaiat Muhammad
Selama kami masih hidup untuk berjihad
Kemudian oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dibalas:
«اللَّهُمَّ لاَ عَيْشَ إِلَّا عَيْشُ الآخِرَهْ … فَأَكْرِمِ الأَنْصَارَ وَالمُهَاجِرَهْ»
Ya Allah tiada kehidupan selain akhirah
Maka muliakanlah Anshar dan Muhajirah (HR. Bukhari)
Bahkan, dalam momen yang sangat mencekam ini, Rasulullah memberi kabar gembira, bahwa kelak Syam (basis Romawi Timur), Persia dan Yaman akan dikuasai orang-orang Islam (HR. Ahmad). Optimisme selalu ditanamkan nabi dalam momen seperti ini. Sehingga mereka tetap semangat, meski kondisi begitu susah sangat.
Dengan demikian maka tidak salah jika momentum Ramadhan selalu melahirkan spirit baru bagi para pejuang yang senantiasa semangat dalam gelanggang perjuangan. Tidak mengherankan jika orang yang memiliki karakter dan ketangguhan jiwa seperti ini, atas izin Allah, akan mendapatkan kemenangan gemilang.*/Mahmud Budi Setiawan