Menjaga Salat Subuh Secara Berjamaah

Nasihat berharga dari sahabat ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu

Imam Malik rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Syihab, dari Abu Bakr bin Sulaiman bin Abi Hatsmah, beliau menceritakan,

أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ فَقَدَ سُلَيْمَانَ بْنِ أَبِي حَثْمَةَ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ. وَأَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ غَدَا إِلَى السُّوقِ. وَمَسْكَنُ سُلَيْمَانَ بَيْنَ الْمَسْجِدِ وَالسُّوقِ. فَمَرَّ عَلَى الشِّفَاءِ ، أُمِّ سُلَيْمَانَ.

“Sesungguhnya ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu tidak menjumpai Sulaiman bin Abi Hatsmah dalam salat Subuh. Dan ‘Umar di waktu pagi berangkat ke pasar (setelah salat Subuh). Sedangkan rumah Sulaiman itu ada di antara pasar dan masjid nabawi. ‘Umar berpapasan dengan Asy-Syifa’ binti ‘Abdullah, ibu dari Sulaiman.

Kemudian ‘Umar berkata kepadanya,

لَمْ أَرَ سُلَيْمَانَ فِي الصُّبْحِ.

“Aku tidak melihat Sulaiman salat Subuh?”

Asy-Syifa’ menjawab,

إِنَّهُ بَاتَ يُصَلِّي، فَغَلَبَتْهَ عَيْنَاهُ.

“Dia salat semalaman, dia pun mengantuk berat.” (Maksudnya, Sulaiman terlambat salat Subuh karena dia salat malam, kemudian dia pun mengantuk dan tertidur, sehingga terlambat salat Subuh.)

‘Umar bin Khaththab kemudian berkata,

لأَنْ أَشْهَدَ صَلاَةَ الصُّبْحِ فِي الْجَمَاعَةِ ، أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَقُومَ لَيْلَةً.

“Aku menghadiri salat Subuh secara berjamaah itu lebih aku sukai daripada salat malam semalam suntuk.” (HR. Imam Malik dalam Al-Muwaththa’ no. 432, dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Al-Misykaat, 1: 338)

Renungkanlah bagaimana perkataan dan nasihat ‘Umar bin Al-Khaththab ini yang mengandung banyak nasihat yang agung.

Shalat Subuh, salat berjamaah yang berat dilakukan oleh orang-orang munafik

Perhatian ‘Umar bin Khaththab terhadap sahabatnya yang tidak salat Subuh berjamaah tersebut mengandung nasihat, sekaligus peringatan. Teladan dalam masalah ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung.

Dari sahabat Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

“Suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam salat Subuh bersama kami. Kemudian beliau berkata,

أَشَاهِدٌ فُلَانٌ

“Apakah si fulan hadir?”

Para sahabat menjawab, “Tidak.”

Rasulullah bertanya lagi,

أَشَاهِدٌ فُلَانٌ

“Apakah si fulan hadir?

Para sahabat menjawab, “Tidak.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ هَاتَيْنِ الصَّلَاتَيْنِ أَثْقَلُ الصَّلَوَاتِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ، وَلَوْ تَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَيْتُمُوهُمَا، وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الرُّكَبِ

“Sesungguhnya dua salat ini (salat isya’ dan salat Subuh) adalah salat yang paling berat dikerjakan bagi orang-orang munafik. Seandainya mereka mengetahui apa yang ada dalam keduanya -berupa pahala yang besar- niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak.” (HR. Abu Dawud no. 554, dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud no. 563)

Dari sisi fiqh, perkataan ‘Umar tersebut juga menunjukkan kedudukan salat wajib tersebut yang agung dan mulia, dibandingkan salat sunnah. Senada dengan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan dari sahabat ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ، وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ

“Siapa saja yang salat isya’ secara berjamaah, seakan-akan dia salat malam selama setengah malam. Dan siapa saja yang salat Subuh berjamaah, seakan-akan dia salat malam selama semalam suntuk.” (HR. Muslim no. 656)

‘Umar bin Al-Khaththab tetap salat Subuh berjamaah meskipun sedang terluka setelah ditikam

Lihatlah, bagaimana salat Subuh berjamaah ini memiliki kedudukan yang agung di dalam hati sahabat ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Al-Miswar bin Makhramah berkata,

“Aku masuk menemui ‘Umar pada malam dia ditikam, aku membangunkannya untuk salat Subuh berjamaah. ‘Umar kemudian berkata,

وَلاَ حَظَّ فِي الْإِسْلاَمِ لِمِنَ تَرَكَ الصَّلاَةَ.

“Iya, tidak ada bagian dari Islam bagi orang-orang yang meninggalkan salat.”

Al-Miswar berkata,

فَصَلَّى عُمَرُ، وَجُرْحُهُ يَثْعَبُ دَماً

“Kemudian ‘Umar pun berdiri dan salat Subuh, dalam kondisi luka yang meneteskan darah.” (HR. Imam Malik dalam Al-Muwaththa’ no. 51, dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 209)

Allahu Akbar! Betapa besar kedudukan salat Subuh berjamaah dalam hati sahabat ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Sehingga beliau pun sungguh-sungguh menjaganya. Beliau menjaganya dalam kondisi dan waktu apapun, baik itu ketika sedang menghadapi musuh, dalam barisan jihad, dan meskipun beliau dalam kondisi terluka dan masih meneteskan darah.

Lalu, bagaimana dengan diri kita? Menjadi kewajiban bagi kita untuk menjaga ibadah yang wajib ini. Siapa saja yang meremehkannnya, maka dia akan lebih meremehkan lagi kewajiban-kewajiban dalam Islam yang lainnya.

Hal-hal yang bisa menjadi sebab melalaikan salat Subuh berjamaah di jaman ini sangatlah banyak dan beragam. ‘Umar bin Khaththab mencela sahabatnya yang tertinggal salat Subuh berjamaah, padahal sebabnya adalah karena begadang salat malam. Lalu, apa yang akan dikatakan ‘Umar bin Khaththab kepada kita yang begadang karena sibuk dengan perkara haram dan -minimal- perkara yang sia-sia?

Shalat Subuh, pembuka aktivitas di pagi hari

Shalat Subuh adalah pembuka aktivitas di pagi hari. Sehingga menjaga salat Subuh berjamaah adalah tanda keberuntungan dan kebahagiaan seseorang di seluruh hari tersebut. Dan menyia-nyiakan salat Subuh tersebut berarti menyia-nyiakan seluruh hari tersebut dan terluput dari mendapatkan keberkahannya.

Renungkanlah sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ ثَلَاثَ عُقَدٍ إِذَا نَامَ، بِكُلِّ عُقْدَةٍ يَضْرِبُ عَلَيْكَ لَيْلًا طَوِيلًا، فَإِذَا اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، وَإِذَا تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عَنْهُ عُقْدَتَانِ، فَإِذَا صَلَّى انْحَلَّتِ الْعُقَدُ، فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ، وَإِلَّا أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلَانَ

“Setan akan mengikat tengkuk salah seorang dari kalian saat dia tidur dengan tiga ikatan. Dengan setiap ikatan, dia akan membisikkan padamu bahwa malam masih panjang. Jika dia terbangun lalu berzikir kepada Allah, lepaslah satu ikatan. Jika dia berwudhu, maka lepaslah dua ikatan. Jika dia melanjutkan dengan salat, maka lepaslah seluruh ikatan itu. Sehingga pada pagi harinya, dia mulai dengan penuh semangat dan jiwanya pun sehat. Namun jika tidak, dia akan memasuki waktu pagi dengan jiwa yang sakit dan penuh dengan kemalasan.” (HR. Bukhari no. 1142 dan Muslim no. 776)

Lihatlah kondisi orang-orang yang meninggalkan salat Subuh, jiwanya rusak (sakit), hari-harinya dipenuhi dengan rasa malas. Berbeda halnya dengan kondisi orang-orang yang menjaga salat Subuh berjamaah dan menunaikan salat Subuh sesuai dengan waktunya bersama-sama dengan jamaah kaum muslimin. Karena hal itu adalah tanda keberuntungan, kebaikan, kebahagiaan, dan keberkahan pada hari tersebut.

Renungkan pula hadits yang diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

ذُكِرَ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ نَامَ لَيْلَةً حَتَّى أَصْبَحَ

“Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengarkan cerita bahwa ada laki-laki yang tidur hingga pagi.”

Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذَاكَ رَجُلٌ بَالَ الشَّيْطَانُ فِي أُذُنَيْهِ ، أَوْ قَالَ: فِي أُذُنِهِ

“Itulah laki-laki  yang telah dikencingi kedua telinganya oleh setan.” Atau beliau mengatakan, “Di telinganya.” (HR. Bukhari no. 3270 dan Muslim no. 774)

Para ulama menjelaskan bahwa setan itu kencing di kedua telinganya dengan makna yang hakiki (bukan kiasan). Jadi, bagaimana keadaan seseorang yang telinganya dipenuhi dengan air kencing setan yang kotor? Inilah kondisi orang-orang yang meninggalkan salat Subuh karena mementingkan tidurnya.

Hukuman bagi yang meninggalkan salat Subuh karena memilih tidur

Diceritakan oleh sahabat Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, berkaitan dengan mimpi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau ceritakan kepada para sahabat. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangi dua orang dalam mimpi tersebut, kemudian mengajak pergi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

وَإِنَّا أَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مُضْطَجِعٍ، وَإِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَلَيْهِ بِصَخْرَةٍ، وَإِذَا هُوَ يَهْوِي بِالصَّخْرَةِ لِرَأْسِهِ فَيَثْلَغُ رَأْسَهُ، فَيَتَدَهْدَهُ الحَجَرُ هَا هُنَا، فَيَتْبَعُ الحَجَرَ فَيَأْخُذُهُ، فَلاَ يَرْجِعُ إِلَيْهِ حَتَّى يَصِحَّ رَأْسُهُ كَمَا كَانَ، ثُمَّ يَعُودُ عَلَيْهِ فَيَفْعَلُ بِهِ مِثْلَ مَا فَعَلَ المَرَّةَ الأُولَى

“Kami mendatangi seseorang yang berbaring dan yang lain berdiri di sampingnya dengan membawa batu besar, lalu dia menjatuhkan batu tersebut di kepalanya sehingga kepalanya pecah dan batu menggelinding di sini. Orang tadi terus mengikuti batu dan mengambilnya, namun ketika dia belum kembali kepada yang dijatuhi, tetapi kepalanya telah kembali seperti sedia kala. Lantas orang tadi kembali menemuinya dan mengerjakan sebagaimana semula.”

Kemudian di akhir hadits disebutkan,

أَمَّا الرَّجُلُ الأَوَّلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُثْلَغُ رَأْسُهُ بِالحَجَرِ، فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَأْخُذُ القُرْآنَ فَيَرْفُضُهُ وَيَنَامُ عَنِ الصَّلاَةِ المَكْتُوبَةِ

“Adapun laki-laki pertama yang kamu datangi sedang kepalanya pecah dengan batu, itu adalah seseorang yang mempelajari Al-Qur’an namun ia menolaknya, dan ia tidur sampai meninggalkan salat wajib.” (HR. Bukhari no. 7047)

Para ulama menjelaskan bahwa kepala adalah tempatnya tidur, sehingga hukuman pun diarahkan ke kepala pada hari kiamat, setimpal dengan perbuatannya di dunia.

Semoga Allah Ta’ala memberikan kita taufik sehingga bisa senantiasa mendirikan salat Subuh secara berjamaah.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

 Muslim.or.id

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Ta’zhiim Ash-Shalaat hal. 59-62, karya Syaikh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr hafidzahullahu Ta’ala, cetakan pertama tahun 1434, penerbit Daar Al-Imam Muslim, Madinah KSA.

Ini Empat Keutamaan Shalat Shubuh Berjamaah

Shalat wajib sangat dianjurkan untuk dilaksanakan secara berjemaah. Dalam sebuah hadis disebutkah bahwa melaksanakan shalat wajib secara berjemaah akan mendapatkan pahala dua puluh tujuh lebih banyak dibanding shalat sendirian. Di antara shalat wajib yang sangat dianjurkan sekali untuk dilaksanakan secara berjemaah adalah Shubuh. Setidaknya, terdapat Empat keutamaan melaksanakan shalat Shubuh berjemaah.

Pertama, masuk surga tanpa diperiksa atau tanpa hisab. Ini berdasarkan riwayat yang disebutkan oleh Imam Suyuthi dalam kitab Lubabul Hadis, bahwa Nabi Saw bersabda;

مَنْ صَلَّى الْبَرْدَيْنِ فِى الْجَمَاعَةِ دَخَلَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Barangsiapa yang shalat Shubuh dan Ashar dengan berjamaah maka ia masuk surga dengan tanpa hisab.

Kedua, akan selamat dari siksa neraka. Ini berdasarkan riwayat yang disebutkan oleh Imam Suyuthi dalam kitab Lubabul Hadis, bahwa Nabi Saw bersabda;

مَنْ صَلَّى صَلاَةَ الصُّبْحِ فِى الْجَمَاعَةِ ثُمَّ جَلَسَ يَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ كَانَ لَهُ سِتْرٌ مِنَ النَّارِ وَبَرِىءَ مِنَ النَّارِ

Barangsiapa yang shalat Shubuh berjamaah lalu ia duduk berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit, maka baginya tertutup dan terbebas dari api neraka.

Ketiga, mendapatkan pahala shalat semalam suntuk. Ini berdasarkan hadis riwayat Imam Muslim dari Sayidina Utsman bin Affan, dia berkata bahwa Nabi Saw bersabda;

مَن صلى العشاء في جماعة، فكأنما قام نصف الليل، ومن صلى الصبح في جماعة، فكأنما صلَّى الليلَ كلَّه

Barangsiapa yang melakukan shalat Isyak berjamaah, maka dia sama seperti manusia yang melakukan shalat setengah malam. Barangsiapa yang melakukan shalat Shubuh berjamaah, maka dia sama seperti melakukan shalat malam sepanjang waktu malam itu.

Keempat, berpotensi mendapatkan pahala haji dan umrah jika setelah shalat Shubuh berjemaah melakukan zikir hingga terbit matahari, kemudian melaksanakan shalat Isyraq. Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Tirmidzi dari Anas bin Malik, bahwa Nabi Saw bersabda;

مَن صلى الغداة في جماعة، ثم قعد يذكر الله حتى تطلع الشمس، ثم صلى ركعتين، كانت له كأجر حجة وعمرة تامة، تامة، تامة

Barangsiapa yang shalat Subuh berjamaah kemudian dia duduk berzikir kepada Allah hingga matahari terbit, lantas shalat dua rakaat, maka baginya seperti pahala haji dan umrah, yang sempurna, sempurna, sempurna.

BINCANG SYARIAH

Kisah Orang yang Salat Subuh Berjamaah Dilapangkan Rezekinya

Kisah nyata berikut ini sunguh mengharukan.

Adalah Ammar Mustafa adalah seorang pria muslim berkulit hitam yang bekerja di salah satu hotel di Riyadh. Ammar merupakan warga datangan yang berasal dari negara Sudan, Afrika.

Ia datang ke kota Riyadh lima tahun yang lalu hanya dengan bermodalkan tekad yang kuat untuk mencari kehidupan di kota ini dengan meninggalkan keluarganya.

Saat berangkat ke kota Riyadh, Ammar hanya bermodalkan visa tanpa membawa apa-apa, itu pun karena Negara Saudi Arabia menggratiskan visa untuk negara-negara arab lainnya, termasuk Sudan.

Ketika menginjakkan kaki di kota Riyadh, Ammar berharap mendapat kehidupan yang lebih baik di kota ini.

Ammar bekerja berpindah-pindah dikarenakan gaji yang ia peroleh tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan untuk membayar apartemen tempat dimana ia tinggal pun ia tidak mampu hingga ia memilih tinggal di apartemen temannya.

Tapi satu hal yang selalu dilakukan Ammar, salat Subuh datang lebih awal dan melantunkan azan.

Setiap hari ia melakukan hal tersebut selama 5 tahun.

Meskipun dalam hal pekerjaan ia tidak kunjung beruntung.

Ia berpindah-pindah dan memilih melakukan apa saja demi mendapatkan uang yang halal demi keluarganya di Sudan.

Nasib Ammar masih belum baik, bulan pertama ia di Riyadh, ia tidak mendapatkan apa-apa, begitu juga dengan bulan kedua, ketiga dan seterusnya semakin berat.

Hingga lima tahun berlalu, Hidup Ammar pun masih belum berubah, ia tetap belum mendapatkan hasil yang memuaskan untuk mengirimkan uangnya kepada keluarganya.

Ia berpindah-pindah tempat di sudut-sudut kota Riyadh dan bekerja dibawah terik matahari.

Dengan sabar ia mencari pekerjaan, hampir di setiap tempat ia cari namun tidak membawa hasil.

Ammar pantang menyerah, ia lewati hari harinya dengan menahan lapar dan dahaga sambil terus berikhtiar mencari sesuai nasi untuk keluarganya.

Sayangnya, akhirnya 5 tahun berlalu, Ammar memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya walau dengan perasaan malu baik kepada teman-temannya maupun kepada keluarganya di Sudah karena pulang tidak membawa apa-apa.

Setelah menceritakan kepada temannya tentang keinginannya untuk pulang walau tidak membawa uang, akhirnya ia mendapatkan satu tiket penerbangan ke Sudan yang dia beli dari uang hasil pemberian temannya.

Setelah mendapatkan tiket, dan jadwal penerbangannya masih satu minggu lagi.

Untuk menunggu waktu berangkat, ia merenung dengan nasibnya yang tak kunjung mendapatkan uang selama 5 tahun tinggal di kota Riyadh.

Satu hari jelang kepulangannya. Ammar memilih berdiam di masjid, dari salat zuhur ia telah berdiam. Setelah salat Zuhur selesai, ia masih bingung mau kemana lagi sedangkan penerbangan masih lama. Kemudian ia kembali masuk masjid dan mengambil Al-Qur’an lalu membacanya dengan tiada putus sampai waktu azan Ashar tiba.

Begitu juga ketika salat Maghrib dan Isya, ia masih tetap berada di dalam masjid tersebut sambil membaca Qur’an. Ia pun memutuskan untuk tinggal di dalam masjid hingga waktu keberangkatannya tiba.

Saat waktu salat tiba, Ammar pun mengumandangkan azan dengan suara indahnya untuk membangunkan orang-orang yang ada di kota itu. Hingga jadwal penerbangan tiba, Ammar siap-siap berangkat ke bandara 3 jam sebelum penerbangan.

Sebelum meninggalkan kota Riyadh, ia pamit kepada teman-temannya, pengelola masjid kemudian mencari bus untuk menuju ke bandara yang berjarak 30 menit dari pusat kota.

Ketika sampai di bandara, Ammar duduk termenung sambil menunggu jadwal masuk ke dalam bus, memikirkan nasibnya yang 5 tahun tinggal di kota ini tanpa mendapatkan apapun.

Ia pun berpikir bagaimana dengan tanggapan keluarganya di Sudan, karena ia akan pulang tapi tidak membawa uang, sama ketika ia membulatkan tekadnya untuk pergi ke Kota Riyadh ini.

Tiba-tiba lamunannya terhenti ketika ia mendengar suara dari speaker pesawat yang memanggil namanya.

Ammar kaget ketika ia didatangi oleh sekelompok orang berbadan tegap yang menghampirinya lalu membawanya masuk ke dalam mobil tanpa memberi tahu maksud dan tujuan mereka.

Hanya satu kata yang mereka ucapkan yakni “Prince (putra raja) memanggilmu”
.

Amar semakin kaget karena hendak dihadapkan dengan putra raja tanpa ia tahu apa tujuannya. Rasa kagetnya pun sirna tatkala ia sampai di masjid yang selama seminggu ia tinggali. Ternyata pengelola masjid tersebut menceritakan bahwa Prince (Putra Raja) merasa kehilangan dengan azan fajar yang biasa ia kumandangkan.

Rupanya Azan yang dikumandangkannya setiap fajar itu selalu membangunkan Putra Raja untuk melakukan salat Subuh berjamaan di masjid itu. Hingga Putra raja merasa kehilangan ketika Ammar hendak meninggalkan kota Riyadh.

Ammar pun disambut dengan baik oleh putra raja. Lalu ia menceritakan alasan kenapa ia begitu tergesa-gesa ingin meninggalkan Riyadh. Putra raja pun bertanya “Berapa gajimu dalam satu bulan”.

Ditanya begitu, Ammar bingung karena selama ini gaji yang ia terima tidak menentu.

“Berapa gajimu yang paling besar dalam sebulan yang pernah kamu peroleh?” tanya putra raja.

Dahi Ammar berkerut sambil mengingat-ingat kembali gaji terbesarnya selama lima tahun belakangan.

“Hanya SR 1.400″, jawab Ammar dengan nada malu.

Putra raja lalu memerintahkan sekretarisnya untuk menghitung uang lalu memberikannya kepada Ammar.

Jumlah uang yang diterima Ammar sebesar 84 ribu Real atau setara dengan Rp 184.800.000.

Putra raja lalu menghampiri Ammar seraya berkarta ” Aku tahu keluargamua menantimu di Sudan”.

“Kini pulanglah, temui istri dan anakmu dengan uang ini. Lalu kembalilah kesini setelah 3 bulan. Akan saya siapkan tiketnya untukmu dan keluargamu kembali kesini. Jadilah bilal di masjidku dah hiduplah bersama kami Palace ini”

Tak terasa air mata Ammar menetes di pipi tanpa terbendung lagi.

Ia memang membutuhkan uang itu untuk keluarganya. Keyakinan Ammar bahwa Allah memperhatikannya selama ini. Berkat kesabaran Ammar, kini nasibnya berubah dalam sekejap.

Kini Ammar hidup dengan banyak harta karena tinggal di rumah di Palace milik Putra Raja.

Dan kini ia bekerja sebagai Muadzin di Masjid Putra raja di Arab Saudi dengan gaji besar. (Bangka Pos/ewis herwis)

 

TRIBUN NEWS