Fatwa Ulama: Bersumpah Dengan Mengatakan “Demi Rasulullah”

Fatwa Syaikh Abdullah bin Jibrin

Soal:

Saya sering mendengar orang-orang yang ketika ingin menegaskan perkataannya ia bersumpah dengan berkata: “demi Rasulullah“. Apakah ini dibolehkan?

Jawab:

Ini adalah bersumpah dengan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan ini diharamkan, serta merupakan bentuk kesyirikan. Karena bersumpah dengan sesuatu itu berarti mengagungkan sesuatu yang dijadikan objek dalam sumpahnya. Dan makhluk tidak boleh mengagungkan sesama makhluk. Oleh karena itu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

من حلف بغير الله فقد كفر أو أشرك

barangsiapa bersumpah atas nama selain Allah, maka ia telah kafir atau berbuat syirik” (HR. Ahmad, Abu Daud, Al Baihaqi, dishahihkan oleh Ahmad Syakir dalam takhrij Musnad Ahmad 7/199).

Hadits ini umum mencakup bersumpah atas nama para Nabi, atau para Malaikat, atau orang-orang shalih dan semua makhluk.

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

من كان حالفا فليحلف بالله أو ليصمت

barangsiapa yang bersumpah, maka bersumpahlah dengan nama Allah atau hendaknya ia diam” (HR. Al Bukhari, 6646).

Adapun yang ada di dalam Al Qur’an, yaitu ayat-ayat yang berupa sumpah dengan al mursalat (para Malaikat yang diutus), bersumpah dengan adz dzari’at (angin yang berhembus), bersumpah dengan al fajr (waktu fajar), dengan al ashr (waktu), dengan adh dhuha (waktu dhuha), dengan mawaqi’un nujum(orbit-orbit bintang), dan yang lainnya ini semua adalah sumpah dari Allah Ta’ala. Dan Allah Ta’ala bebas untuk bersumpah dengan nama makhluk-Nya sesuai kehendak-Nya.

Adapun makhluk, maka tidak boleh bersumpah kecuali dengan nama Allah Ta’ala.

***

Sumber: Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, 18/35, Asy Syamilah

Penerjemah: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/25764-fatwa-ulama-bersumpah-dengan-mengatakan-demi-rasulullah.html

Hukum Bersumpah atas Nama Ka’bah

Fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz rahimahullahu Ta’ala

Tidak boleh bersumpah atas nama ka’bah dan juga (makhluk) lainnya karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ كَانَ حَالِفًا، فَلْيَحْلِفْ بِاللَّهِ أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa bersumpah hendak bersumpah, bersumpahlah dengan nama Allah atau hendaknya dia diam.” Hadits ini disepakati keshahihannya (muttafaqun ‘alaihi).

Demikian pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ حَلَفَ بِشَيْءٍ دُونَ اللهِ، فَقَدْ أَشْرَكَ

“Barangsiapa bersumpah dengan sesuatu selain Allah Ta’ala, sungguh dia telah berbuat kafir atau syirik.” Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi dengan sanad yang shahih, dari hadits ‘Abdullah bin ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhuma.

Hadits-hadits berkaitan dengan hal ini sangatlah banyak. Dari kandungan hadits-hadits tersebut diketahui haramnya bersumpah dengan ka’bah, para Nabi, dan selain mereka yang merupakan bagian dari makhluk.

Adapun sumpah yang disyariatkan adalah bersumpah dengan hanya menyebut nama Allah Ta’ala saja atau dengan menyebut sifat-sifat-Nya. Misalnya dengan berkata, “Wallaahi … “ atau “Billaahi … “ atau “Tallaahi, sungguh aku akan (atau tidak akan) mengerjakan hal ini.“

Demikian pula, boleh bersumpah dengan selain menyebut lafdzul jalalah (yaitu Allah), misalnya dengan menyebut nama-nama Allah Ta’ala atau sifat-Nya, seperti Ar-Rahman, Ar-Rahiim, Maalik, Al-Mulk, hayaatullah, ‘ilmullah (ilmu Allah)atau yang lainnya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak bersumpah dengan mengatakan,

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya.”

Dan Allah-lah yang Maha pemberi taufik.

***

Selesai diterjemahkan di pagi hari, Rotterdam NL 24 Dzulqa’dah 1438/17 Agustus 2017

Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,

Penerjemah: Muhammad Saifudin Hakim

Referensi:

Diterjemahkan dari: https://binbaz.org.sa/fatawa/50

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/31807-hukum-bersumpah-atas-nama-kabah.html

Jangan Banyak Bersumpah

Fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz rahimahullahu Ta’ala

Pertanyaan:

Saya memiliki kerabat yang banyak bersumpah atas nama Allah, baik jujur atau dusta. Apa hukum hal tersebut?

Jawaban:

Berikanlah nasihat dan katakan kepadanya, “Janganlah Anda banyak bersumpah, meskipun isi sumpah tersebut benar karena Allah ta’ala berfirman,

وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ

“Dan jagalah sumpah-sumpah kalian” (QS. Al-Maidah: 89).

Juga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثلاثة لا يكلمهم الله ولا ينظر إليهم يوم القيامة ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم أشيمط زان وعائل مستكبر ورجل جعل الله بضاعته لا يشتري إلا بيمينه ولا يبيع إلا بيمينه

“Terdapat tiga golongan yang tidak Allah ajak bicara, tidak dilihat oleh Allah pada hari kiamat, dan juga tidak Allah sucikan, bagi mereka adzab yang pedih. (yaitu) orang yang telah beruban tapi malah berzina, orang yang miskin tapi sombong, dan orang-orang yang menjadikan Allah sebagai barang dagangannya, tidaklah dia menjual atau membeli kecuali dengan bersumpah.”

Orang Arab jaman dahulu mendapatkan pujian karena tidak banyak bersumpah. Sebagaimana kata seorang penyair:

قليل الألايا حافظ ليمينه إذا صدرت منه الألية ضرّتِ

“Mereka (orang Arab) jarang bersumpah, kalaupun bersumpah mereka sangat menjaganya

Dan jika bersumpah, mereka akan merasa terbebani”

Hal yang disyariatkan bagi seorang mukmin adalah tidak banyak bersumpah, meskipun isi sumpahnya benar (jujur), karena banyak bersumpah terkadang menjerumuskan seseorang dalam kedustaan. Dan kita mengetahui bahwa kedustaan adalah hal yang diharamkan, dan pengharamannya lebih besar jika kedustaan itu disokong dengan sumpah.

Akan tetapi, tidak mengapa jika terdapat kondisi darurat atau maslahat tertentu untuk bersumpah secara dusta. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Kultsum binti ‘Uqbah bin Abu Mu’ith radhiyallahu ‘anha,

ليس الكذاب الذي يصلح بين الناس فيقول خيرا أو ينمي خيرا

“Tidaklah (termasuk) berdusta orang yang mendamaikan di antara manusia, sehingga dia mengucapkan kebaikan atau bersumpah (karena menginginkan) kebaikan.”

Ummu Kultsum radhiyallahu ‘anha berkata,

ولم أسمعه يرخص في شيء مما يقول الناس إنه كذب إلا في ثلاث: الإصلاح بين الناس، والحرب، وحديث الرجل امرأته، وحديث المرأة زوجها

“Tidaklah aku mendengar dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keringanan terhadap (bolehnya) sesuatu perkara yang dikatakan dusta oleh manusia kecuali dalam tiga perkara: mendamaikan antara manusia dan peperangan; ucapan seorang suami kepada istrinya dan ucapan istri kepada suaminya” (HR. Muslim).

Misalnya, seseorang berkata ketika mendamaikan orang (yang berselisih), “Demi Allah, sesungguhnya sahabatmu mencintai perdamaian dan ingin menyatukan kalimat, dan menginginkan demikian dan demikian.”

Kemudian dia mendatangi yang lain dan mengatakan yang semisal. Maksudnya pun baik dan ingin mendamaikan saudaranya. Hal ini tidaklah mengapa berdasarkan hadits di atas.

Demikian pula, jika kita melihat seseorang ingin membunuh orang lain secara zalim atau ingin menzalimi dalam hal yang lain, lalu kita katakan kepada orang tersebut, “Demi Allah, sesungguhnya dia itu saudaraku”, sehingga kita dapat membebaskannya dari orang zalim yang ingin membunuhnya atau mencelakainya tanpa alasan yang dibenarkan. Apalagi jika kita mengetahui bahwa dengan menyatakan orang itu adalah saudara kita, orang yang zalim tersebut akan mengurungkan niatnya karena menghormati diri kita. Maka dalam kondisi demikian justru menjadi kewajiban untuk membebaskan saudara kita dari kezaliman,

Maksudnya, hukum asal bersumpah dusta adalah haram, kecuali jika terdapat maslahat yang lebih besar daripada dusta itu sendiri, sebagaimana tiga perkara dalam hadits yang disebutkan sebelumnya.

***

Diselesaikan di sore hari, Rotterdam NL 8 Muharram 1439/29 September 2017

Yang senantiasa membutuhkan ampunan Rabb-nya,

Penerjemah: Muhammad Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/35371-jangan-banyak-bersumpah.html

Hukum Bersumpah dengan Agama selain Islam

Kita jumpai kebiasaan sebagian orang ketika bersumpah, dia mengatakan, “Saya Yahudi jika saya bohong”; atau perkataan, “Saya Nashrani kalau saya pelakunya.” Dan ucapan-ucapan semacam itu yang maksud pokoknya adalah untuk menegaskan bahwa perkataan atau persaksiannya itu benar dan tidak dusta. Ucapan-ucapan semacam ini dihukumi atau dinilai sama dengan sumpah.

Ucapan semacam ini termasuk dalam perkataan yang terlarang. Diriwayatkan dari sahabat Tsabit bin Adh-Dhahak radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ حَلَفَ عَلَى مِلَّةٍ غَيْرِ الإِسْلاَمِ فَهُوَ كَمَا قَالَ، وَلَيْسَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَذْرٌ فِيمَا لاَ يَمْلِكُ، وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ فِي الدُّنْيَا عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ، وَمَنْ لَعَنَ مُؤْمِنًا فَهُوَ كَقَتْلِهِ، وَمَنْ قَذَفَ مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ

“Barangsiapa bersumpah dengan agama selain Islam, maka dia seperti apa yang dia katakan. Anak Adam tidak boleh bernadzar dengan sesuatu yang tidak dia miliki. Barangsiapa bunuh diri dengan sesuatu di dunia, maka dia akan disiksa di akhirat dengan sesuatu yang dia gunakan untuk bunuh diri tersebut pada hari kiamat. Barangsiapa melaknat orang mukmin, maka dia seperti membunuhnya. Barangsiapa menuduh seorang muslim dengan kekafiran, maka ia seperti membunuhnya.” (HR. Bukhari no. 6047 dan Muslim no. 110)

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullahu Ta’ala berkata,

ومما يجب التنبيه عليه في هذا الباب حكم الحلف بملة غير الإسلام ; كما لو قال : هو يهودي أو نصراني إن فعل كذا وكذا ! أو إن لم يفعله ! وهذا من الألفاظ البغيضة ; فهذا محرم شديد التحريم

Dan termasuk perkara yang perlu diperhatiakan dalam bab ini adalah hukum bersumpah dengan agama selain Islam. Sepertia jika mengatakan, “Dia Yahudi atau Nashrani jika berbuat demikian dan demikian!” Atau jika dia tidak melakukannya. Ini termasuk kalimat yang dibenci. Juga kalimat yang haram dengan pengharaman yang sangat keras.” (Mulakhkhas Fiqhi, hal. 520)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala berkata,

فبين الرسول صلى الله عليه وسلم أنه كما قال عن نفسه أي أنه يصير يهوديا أو نصرانيا وهذا يدل على أن الحلف بمله غير الإسلام كاذبا متعمدا من كبائر الذنوب، فإن كان غير كاذب بأن كان صادقا فإنه لا يلحقه هذا الوعيد، لكننا نقول له إذا كنت حالفا فاحلف بالله

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa dia sebagaimana yang dia katakan tentang dirinya sendiri, yaitu menjadi Yahudi atau Nashrani. Hal ini menunjukkan bahwa sumpah dengan agama selain Islam secara dusta dan secara sengaja itu termasuk dalam perbuatan dosa besar. Jika tidak bohong, yaitu isi sumpahnya jujur, maka dia tidak terkena ancaman ini. Akan tetapi kita katakan, jika Engkau hendak bersumpah, bersumpahlah dengan menyebut nama Allah.” (Syarh Riyadhus Shalihin, 1: 1800)

Kemudian beliau mengutip sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ كَانَ حَالِفًا فَلْيَحْلِفْ بِاللَّهِ أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa yang bersumpah, hendaklah bersumpah dengan nama Allah, atau lebih baik diam.” (HR. Bukhari no. 6646 dan Muslim no. 1646)

Sejenis dengan ucapan di atas yaitu perkataan, “Saya kafir jika saya pencurinya”; atau “Saya murtad jika saya pencurinya”; atau “Saya berlepas diri dari Islam jika saya pencurinya”; dan ucapan-ucapan semacam itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَالَ: إِنِّي بَرِيءٌ مِنَ الْإِسْلَامِ، فَإِنْ كَانَ كَاذِبًا فَهُوَ كَمَا قَالَ، وَإِنْ كَانَ صَادِقًا لَمْ يَعُدْ إِلَى الْإِسْلَامِ سَالِمًا

“Barangsiapa mengatakan, “Aku berlepas diri dari Islam”, apabila dia berdusta maka berlaku seperti apa yang dia katakan. Dan apabila berkata benar, maka dia tidak akan kembali kepada Islam dalam keadaan selamat.” (HR. An-Nasa’i no. 3772, dinilai shahih oleh Al-Albani)

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/47723-hukum-bersumpah-dengan-agama-selain-islam.html