Istriku, dengan Siapa Engkau di Surga Nanti?

Ingin Sehidup Sesurga Denganmu

Gambaran Seorang Suami Berkata pada Istrinya:

“Wahai istriku, sekiranya aku bisa berdoa, maka aku berdoa kepada Allah agar engkau yang meninggal dahulu, barulah aku menyusul. Aku tidak ingin, apabila aku meninggal terlebih dahulu, kemudian engkau menikah lagi dengan laki-laki lain, maka engkau akan bersama suami terakhirnya di surga. Aku yang sudah menanti-nanti akan menjadi Raja bagi-mu di surga, ternyata aku harus menanggung cemburu tak tertahankan, melihat kenyataan engkau malah bersanding dengan laki-laki lainnya di surga… selama-lamanya.”

Istriku, Dengan Siapa Engkau di Surga?

Apakah benar gambaran kasus di atas? Hal ini kembali kepada pembahasan “Apabila wanita menikah lebih dari sekali, bersama siapakah ia di surga bersanding kelak di antara suaminya (apabila semua suaminya masuk surga)? Dalam hal ini ulama berbeda pendapat, terdapat dua pendapat terkenal:

  1. Wanita bisa memilih dengan suami yang mana kelak ia akan bersama di surga 
  2. Wanita bersama suami terakhirnya di dunia

Berikut pembahasannya:

Wanita bisa memilih dengan suami yang mana kelak ia akan bersama di surga 

Para ulama berdalil bahwa di surga kelak seseorang dapat memilih sesuai dengan apa yang ia inginkan berdasarkan keumuman ayat mengenai kehidupan di surga. 

Allah berfirman,

وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ

“Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya”. [Az-Zukhruf :71]

Demikian juga hadits yang dishahihkan oleh Al-Albani, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 أَيُّمَا امْرَأَةٍ تُوُفِّيَ عَنْهَا زَوْجُهَا فَتَزَوَّجَتْ بَعْدَهُ فَهِيَ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا

“Wanita manapun yang ditinggal mati suaminya, kemudian si wanita menikah lagi, maka dia menjadi istri bagi suaminya yang terakhir.” [HR. Ath-Thabarani, lihat Ash-Shahihah 3/275]

Dalam kitab At-Tadzkirah fii ahwalil mauta disebutkan:

وقيل : إنها تخير إذا كانت ذات زوج

“Pendapat lainnya adalah wanita tersebut dapat memilih apabila memilki beberapa suami.”[2/278]

 (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Washith dari Abu Darda’. Dishahihan oleh Al-Imam Al-Albani dalam Ash-Shahihah 3/275)

Sebagian lagi berdalil dengan hadits Ummu salamah yang mengenai bolehnya memilih suami di surga, hanya saja sebagian ulama mendhaifkan hadits tersebut:

يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهَا تُخَيَّرُ فَتَخْتَارُ أَحْسَنَهُمْ خُلُقًا

“Wahai Ummu Salamah,dia akan diberi pilihan sehingga dia memilih yang paling baik diantara mereka.” [HR. Thabarani, Al-mu’jam al-Kabir 23/367]

Wanita bersama suami terakhirnya di dunia

Dalilnya adalah perbuatan Ummu Dardaa’ yang menolak lamaran Mu’awiyah karena ingin menjadi suami Abu Dardaa’ di surga. Ia berkata, “Aku mendengar Abu Darda’ (suaminya yang telah meninggal) berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

الْمَرْأَةُ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا

“Seorang wanita bagi suaminya yang terakhir”. Dan aku tidak ingin pengganti bagi Abu Dardaa’” [As-Shahihah no 128]

Hudzaifah radhiallahu ‘anhu juga pernah berkata kepada istrinya agar tidak menikah lagi setelah ia meninggal apabila istrinya ingin bersanding dengannya di surga.

إِنْ شِئْتِ أَنْ تَكُوْنِي زَوْجَتِي فِي الْجَنَّةِ فَلاَ تَزَوَّجِي بَعْدِي فَإِنَّ الْمَرْأَةَ فِي الْجَنَّةِ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا فِي الدُّنْيَا فَلِذَلِكَ حَرَّمَ اللهُ عَلَى أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَنْكِحْنَ بَعْدَهُ لِأَنَّهُنَّ أَزْوَاجَهُ فِي الْجَنَّةِ

“Jika kau ingin menjadi istriku di surga maka janganlah engkau menikah lagi setelah aku meninggal, karena seorang wanita di surga akan menjadi istri bagi suaminya yang terakhir di dunia. Karenanya Allah mengharamkan istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menikah lagi setelah meninggalnya Nabi, karena mereka adalah istri-istri Nabi di surga” [As-Shahihah no 1281]

Dari beberapa pendapat tersebut sebagian ulama merajihkan pendapat kedua yang terpilih karena sesuai dengan dhazir hadits, akan tetapi sebagian ulama lainnya yang merajihkan pendapat pertama seperti syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Ustaimin dalam Fatwa beliau (2/53). Ikhtilaf ulama dalam hal ini adalah ikhtilaf yang mu’tabar (teranggap).

Catatan Penting

  1. Apabila ada laki-laki shalih yang melamar seorang wanita janda (janda ditinggal mati), kemudian wanita tersebut tidak bisa menjaga diri dengan hidup menjanda sendiri karena fitnah dan tidak mampu mendidik anak-anaknya sendiri, maka hendaknya ia menerima lamaran laki-laki tersebut. Hal ini lebih baik daripada ia berangan-angan bersama suami terakhirnya, akan tetapi ia terjerumus dalam fitnah dan maksiat.

Perhatikan hadits berikut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوْهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ

“Apabila datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka hendaknya kalian menikahkannya dengan wanita kalian. Bila tidak, akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan.” [HR. At-Tirmidzi no. 1085 hasan]

2. Tidak ada cemburu dan kecewa di surga karena Allah sudah mencabutnya, jadi jangan khawatir cemburu seperti gambaran kasus di atas.

Perhatikan hadits berikut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَلَا اخْتِلاَفَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَبَاغُضَ قُلُوْبُهُمْ قَلْبُ رَجُلٍ وَاحِدٍ يُسَبِّحُوْنَ اللهَ بُكْرَةً وَعَشِيًّا

“Tidak ada perselisihan di antara mereka, tidak ada permusuhan, hati-hati mereka hati yang satu, mereka bertasbih kepada Allah setiap pagi dan petang”  [HR Al-Bukhari no 3073]

3. Terdapat pendapat ulama lainnya yaitu ia akan bersama suami terakhir APABILA suami tersebut sama amal & akhlaknya dengan istrinya.

Syaikh Ali Firkous berkata,

وإن كان لها أزواجٌ في الدنيا فهي في الجنَّة مع آخر أزواجها إذا تَسَاوَوْا في الخُلُق والصلاح

“Apabila wanita tersebut mempunyai beberapa suami di dunia, maka ia berada di surga bersama suami terakhirnya apabila sama dalam akhlak dan amal shalih.” [sumber: https://ferkous.com/home/?q=fatwa-959]

Demikian juga ayat yang menyatakan bahwa suami & istri itu berada pada satu naungan karena samanya amal, akhlak dan balasan adalah mereka bersama dalam satu kedudukan.

Allah berfirman,

هُمْ وَأَزْوَاجُهُمْ فِي ظِلاَلٍ

“Mereka bersama dengan istri-istri mereka dibawah naungan (surga).” [Yasin: 56]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen 

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/52770-istriku-dengan-siapa-engkau-di-surga-nanti.html

Pesan Rasulullah: Orang Sombong tak Masuk Surga

RASULULLAH Shallallahualaihi Wasallam mengabarkan dalam sebuah hadis bahwa tidak akan masuk surga orang yang ada di dalam hatinya terdapat kesombongan.

Beliau Shallallahualaihi Wasallam bersabda: “tidak akan masuk surga, orang yang ada di dalam hatinya sebesar biji sawi kesombongan”. Lalu ada seorang lelaki dari sahabat Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam berkata: “wahai Rasulullah, salah seorang dari kami ingin agar bajunya bagus, demikian pula sandalnya bagus, apakah itu termasuk kesombongan wahai Rasulullah?”. Maka Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan. Adapun kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR. Muslim, no.91).

Dalam hadis ini Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam mengabarkan bahwa kesombongan menghalangi seseorang untuk masuk ke dalam surga. Dan Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam juga menjelaskan hakikat kesombongan, bahwa kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh manusia. Ketika suatu kebenaran telah sampai kepada seseorang, berupa Alquran dan hadits Nabi Shallallahualaihi Wasallam, kemudian ia menolaknya karena kelebihan yang ia miliki atau kedudukan yang ia miliki. Maka ini menunjukkan adanya kesombongan dalam dirinya.

Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam mengatakan, sombong itu menolak kebenaran, dan kebenaran itu adalah apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Taala, berupa Alquran dan hadis Nabi Shallallahualaihi Wasallam. Betapa banyak kesombongan yang menyebabkan seseorang terhalang dari kebenaran.

Lihatlah iblis laanahullah, ia tidak mau sujud kepada Nabi Adam alaihissalam karena kesombongan yang ada dalam hatinya. Allah Taala berfirman: “ia enggan dan sombong sehingga ia pun termasuk orang-orang kafir” (QS. Al Baqarah: 34). Lihatlah Firaun, ia merasa merasa sombong dengan kelebihannya, ia merasa sombong dengan kedudukan yang ia miliki. Sehingga ia menolak dakwah yang disampaikan Nabi Musa alaihisshalatu was salam. “Kami utus Musa dan Harun kepada Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya, dengan (membawa) tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) Kami, maka mereka menyombongkan diri dan mereka adalah orang-orang yang berdosa” (QS. Yunus: 75). Maka lihatlah wahai saudaraku, orang yang bersombong diri biasanya ia tidak bisa mendapatkan hidayah dari Allah Subhaanahu wa Taala.

Dan Subhaanallah dalam hadis ini seorang sahabat bertanya kepada Nabi Shallallahualaihi Wasallam, “wahai Rasulullah, salah seorang dari kami ingin agar bajunya bagus, demikian pula sandalnya bagus, apakah itu termasuk kesombongan?”. Maka Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam seakan mengatakan, “itu bukan kesombongan, Allah itu indah dan mencintai keindahan”.

Artinya pakaian yang bagus bukan termasuk kesombongan sama sekali, bahkan itu suatu hal yang dicintai oleh Allah karena menunjukkan keindahan sebagai suatu nikmat yang diberikan oleh Allah. Bahkan memperlihatkan kenikmatan adalah bentuk rasa syukur kepada Allah subhanahu wa taala. Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah suka melihat tampaknya bekas nikmat Allah pada diri hamba-Nya” (HR. Tirmidzi, no.2819. Ia berkata: “hasan”, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami).

Akan tetapi kesombongan itu ketika seseorang menolak kebenaran atau ia menganggap remeh orang lain. Baik karena orang yang ia remehkan itu miskin atau ia lebih rendah derajatnya dalam masalah ilmu dan amalan shalih. Saudaraku, dalam hadits lain Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda: “cukuplah bagi seseorang itu keburukan, ia menganggap remeh Muslim yang lain” (HR. Muslim, no.2564).

Terkadang misalnya kita orang yang memiliki kekayaan, dan punya kelebihan. Ketika kita melihat orang miskin yang tidak punya kekayaan, kita pandang dia dengan pandangan yang remeh sekali. Ini lah bentuk meremehkan orang. Atau misalnya orang yang memiliki kedudukan, mungkin Bupati, presiden, atau camat, ketika melihat orang biasa atau rakyat jelata ia merasa dirinya punya kelebihan, lalu ia pun bersombong diri.

Atau misalnya kita diberi kelebihan berupa amalan shalih, terkadang ketika melihat orang yang amalan shalihnya kurang, kita merasa memiliki kelebihan dan melecehkan dia. Terkadang juga kita merasa punya kelebihan ilmu, punya titel yang tinggi, ketika melihat orang yang lebih rendah titelnya, dalam diri kita terasa ada sesuatu perasaan lebih baik dari dia. Inilah sebenarnya benih-benih kesombongan.

Terlebih ketika ada orang yang menasehati kita adalah orang yang lebih muda dari kita atau orang yang tidak lebih berilmu dari kita. Terkadang kesombongan dan keangkuhan muncul di hati kita sehingga kita enggan untuk menerima nasehat-nasehatnya. Ini juga merupakan fenomena kesombongan. Dan bukankah seorang Mukmin yang sejati itu senantiasa menerima nasehat? Allah Taala berfirman (yang artinya): “Berilah peringatan! Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Adz Dzariyat: 55).

Dan subhaanallah, ini sangat menakutkan sekali. Karena Nabi Shallallahualaihi Wasallam bersabda: “tidak akan masuk surga, orang yang ada di dalam hatinya sebesar biji sawi kesombongan”. Hanya sebesar biji sawi dari kesombongan, ternyata menyebabkan kita tidak masuk surga.

Ikhwati fillah rahimaniy wa rahimakumullah, sudah menjadi kewajiban kita untuk menyadari bahwa apa yang Allah berikan kepada kita berupa kelebihan-kelebihan baik itu kekayaan, kedudukan, hakikatnya adalah pemberian dari Allah Subhanahu wa taala. Orang kaya hendaknya sadar, kekayaan itu datangnya dari Allah. Orang yang mempunyai kedudukan hendaknya sadar, bahwa kedudukan itu adalah amanah di sisi Allah yang akan dimintai pertanggung-jawabannya. Bukan untuk disombongkan sama sekali.

Orang yang berilmu segera sadar bahwa ilmunya itu bukan untuk disombongkan, tapi untuk menjadikan ia lebih tawadhu dan lebih takut kepada Allah Subhanahu wa Taala. Orang yang beramal shalih, banyaknya amal shalih, bukan untuk dibanggakan dan disombongkan. Akan tetapi untuk membuat ia lebih dekat kepada Allah.

Maka, saudaraku aazzaniyallah waiyyakum, orang yang sombong itu pada hakikatnya tidak menyadari jati dirinya, tidak menyadari siapa dia sebenarnya. Bahwa dia hakikatnya adalah seorang hamba, hamba yang tidak punya dan tidak memiliki apa-apa. Dia faqir kepada Allah, faqir kepada rahmat-Nya dan karunia-Nya. Lalu untuk apa ia menyombongkan diri dengan segala kelebihannya sementara pada hakikatnya ia tidak memiliki apapun. Allah taala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia! Kalian adalah fakir kepada Allah. Adapun Allah, maka Dia Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS. Fathir: 15).

Saudaraku, terkadang penting sekali untuk melihat bagaimana pemberian Allah kepada kita dan kekuasaan Allah yang berikan kepada kita. Allah Subhanahu wa Taala menciptakan alam semesta yang begitu luar biasa, keindahan alam yang luar biasa, semua itu milik Allah. Allah menciptakan tubuh kita dengan bentuk yang indah, Allah Subhanahu wa Taala sediakan bagi kita berbagai macam harta dan kebutuhan, jika seorang hamba menyadari semua ini saya yakin ia akan ber-tawadhu (rendah hati).

Dan tawadhu itu adalah akhlak yang sangat agung. Allah Taala berfirman (yang artinya): “Ibadurrahman adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati (tawadhu) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63). Dan Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda: “tidaklah salah seorang di antara kalian ber-tawadhu kecuali Allah akan meninggikannya derajatnya” (HR. Muslim, no.2588).

Bahkan manusia sendiri pun tidak suka kepada orang yang sombong. Ketika kita melihat ada orang yang angkuh, pasti kita tidak suka. Tapi ketika kita melihat orang yang tawadhu, yang tidak menonjolkan kelebihannya di hadapan orang, bahkan ia merasa takut kalau Allah mengadzabnya sekonyong-konyong, itu adalah orang yang Allah jadikan kecintaan kepada dia di hati-hati para hamba karena sikap tawadhu-nya tersebut.

Maka dari itu saudaraku, jika kita diberi Allah Subhanahu wa Taala kelebihan, berhati-hatilah. Segera introspeksi diri, segera periksa hati kita. Kalau Allah Subhanahu wa Taala memberikan kepada kita kekayaan, kedudukan, atau kelebihan dalam beramal shalih, segera periksa hati kita jangan sampai itu menimbulkan kesombongan yang menyebabkan kita terhalang masuk ke dalam surga.[Ustaz Badrusalam, Lc.]

INILAH MOZAIK

Menggapai Kenikmatan Surga Lewat Pesan Agung Surah Ar-Rahman

Surah ar-Rahman memiliki pesan agung menggapai surga.

Surah ar-Rahman memiliki banyak kandungan makna dan pesan. Salah satu pesan tersebut adalah cara memperoleh kenikmatan surga.

Hal itu disampaikan pendakwah Ustaz Firanda Andirja Abidin di Masjid Al Azhar Summarecon Bekasi, Kamis (3/10) malam. 

Dalam surat yang terdiri dari 78 ayat, disampaikan kenikmatan yang dapat diperoleh oleh manusia di akhirat kelak. Namun kenikmatan tersebut hanya bisa didapatkan bagi mereka yang takut kepada Allah SWT 

“Nikmat-nikmat surga tersebut hanya bisa diperoleh orang yang takut kepada Rabb-nya,” kata Ustaz lulusan s3 Universitas Islam Madinah ini, pada Kamis.  

Dia menjelaskan, Allah telah menyebutkan empat surga dalam surat tersebut, ada surga untuk golongan yang pertama, dan ada surga lagi untuk golongan yang kedua. 

“Kata para ulama ini menunjukkan penghuni surga bertingkat-tingkat, menunjukkan rasa takut yang bertingkat-tingkat. Rasa takut yang luar biasa maka mereka berada pada surga yang di atas, rasa takut yang kurang maka dia berada di dua surga yang ada di bawah,” papar Firanda. 

Dalam surah Ar-Rahman ayat 56 disebutkan, ‘Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang membatasi pandangan, yang tidak pernah disentuh oleh manusia maupun jin sebelumnya’. Di ayat lainnya juga disebutkan mengenai bidadari surga.  

“Dan tidak mungkin seseorang mendapatkan bidadari yang cantik jelita kecuali memiliki rasa takut kepada Allah SWT. Maka hati-hati ikhwan di zaman yang sekarang ini yang penuh dengan fitnah,” kata dia. 

Firanda menghimbau agar seorang hamba tetap merasa takut, terutama ketika tengah bersendirian. Seorang Muslim sebaiknya tidak mendengar atau pun melihat sesuatu yang diharamkan. 

Adapun ayat-ayat dalam surah ar-Rahman merupakan surat Makiyyah, yaitu diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW berhijrah ke kota Madinah.

Ar-Rahman merupakan salah satu dari nama Allah. Ini biasanya bersamaan dengan Arrahmanirrahim, seperti dalam Bismillahirahmanirahim. Ar-Rahman kembali kepada sifat kasih sayang Allah SWT. “Surah ar-Rahman dengan ar-rahman, yang menunjukkan rahmat Allah,” kata dia. 

Dia mengatakan, setelah itu Allah menyebutkan nikmat-nikmat yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya dengan berbagai macam kenikmatan, baik yang berkaitan dengan agama, dunia, kemaslahatan manusia, dan setiap Allah menyebutkan model-model kenikmatan. 

“Allah tutup dengan ‘Fa-biayyi alaa’i Rabbi kuma tukadzdzi ban’, dan nikmat mana yang mau kalian dustakan wahai jin dan manusia,” ungkap Firanda. 

KHAZANAH REPUBLIKA


Perkara yang Banyak Memasukkan Seseorang ke Surga atau Neraka

Dua tempat yang menjadi tujuan seluruh manusia di Kampung Akhirat kelak adalah surga dan neraka. Namun tentu saja surga menjadi tempat paling favorit, meski ada juga yang menghendaki neraka sebagai persinggahannya.

Hanya tak banyak diketahui bahwa ada dua perkara yang paling banyak menyebabkan seseorang masuk surga. Pun demikian ada dua perkara yang paling banyak menyebabkan seseorang masuk neraka. Apa sajakah itu?

Jawabannya dapat diketahui dari sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini.

“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang perkara yang menyebabkan banyak memasukkan seseorang ke dalam surga. Beliau menjawab, ‘Takwa kepada Allah dan berakhlak yang baik’. Beliau ditanya juga mengenai perkara yang banyak memasukkan seseorang ke dalam neraka. Beliau menjawab, ‘Perkara yang disebabkan karena mulut dan kemaluan’,” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Takwa kepada Allah Ta’ala, secara umum dimaknai sebagai upaya seorang hanba untuk menjalankan semua perkara yang diperintahkan oleh Allah dan meninggalkan semua larangan yang dilarang oleh-Nya.

Inilah makna umum takwa, karena takwa diambil dari kata ‘wiqoyah’, yang berarti bahwa semua manusia meminta perlindungan dari adzab Allah dan tidak ada sesuatupun yang dapat melindungi dari adzab Allah kecuali menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Sementara perkara kedua yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga adalah akhlak yang baik. Akhlak dimaknai sebagai tolok ukur kesempurnaan iman seorang hamba sebagaimana disabdakan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya.”

Adapun dua perkara yang banyak menyebabkan manusia masuk ke dalam neraka adalah mulut dan kemaluan. Makna dari mulut di sini adalah lisan atau ucapan yang sesungguhnya manusia seringkali berbicara tanpa peduli kalau hal tersebut akan menyebabkan ia masuk ke dalam neraka.

Aktifitas lidah itu tidak melelahkan, maka sering didapatkan orang banyak bicara sesuatu yang membahayakan dirinya, seperti ghibah, namimah, melaknat, mencela, dan mencaci, akan tetapi ia tidak menyadari hal itu, sehingga ia memperoleh dosa yang banyak karena perbuatannya itu.

Adapun farj (kemaluan) maksudnya di sini adalah zina, dan lebih keji dari itu adalah liwath (homo seksual). Hal yang demikian itu banyak menjerumuskan manusia karena seringkali embuat mereka terbuai, sedikit demi sedikit hingga mereka terjerumus pada kemaksiatan dan mereka tidak menyadarinya.

Ketika telah mengetahui hal-hal yang banyak menyebabkan seseorang masuk ke dalam surga yaitu takwa dan berbuat baik, maka seorang muslim yang baik tentu akan berusaha mendapatkannya.

Begitu juga sebaliknya, ketika mengetahui hal-hal yang menyebabkan seseorang masuk ke dalam neraka yaitu, mulut dan kemaluan, maka seorang muslim yang baik akan berusaha untuk menjauhinya.

Lantas, bagaimana caranya?

Allah ‘Azza wa Jalla menganjurkan hamba-hamba-Nya agar segera bertaubat ketika berbuat dosa dan mengerjakan kebajikan dan berlomba untuk memperoleh derajat muttaqin.

Firman Allah, “Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhan kalian dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (QS. Ali Imran: 133).

Sementara akhlak, maka tolok ukur akhlak yang agung, tentu saja ahlak Nabi Saw., dimana beliau merupakan teladan paripurna bagi seluruh manusia.

Dari manusia agung ini setiap manusia dapat belajar bagaimana menjaga mulut, anggota tubuhnya, termasuk kemaluan agar tidak mendatangkan murka Allah Ta’ala.

Wallahu A’lam.

MUSLIM OBSESSION

Surga Paling Dekat: Rumah Kita

SURGA yang paling terdekat ialah ada di rumah kita.

Banyak yang tidak tahu bagaimana cara meraihnya dan betapa sulitnya untuk mendapatkan Surga yang belum pernah kita lihat dan tidak dapat kita bayangkan bagaimana wujudnya, sedangkan surga terdekat pun kita lupa bahkan tidak mengetahui bahwa surga itu juga ada di dalam rumah kita sendiri.

Kita boleh merantau sejauh kaki melangkah, hingga di ujung belahan dunia sekalipun. Namun jangan pernah melupakan surga yang ada di rumah kita. Jika tidak sempat bertatap muka, bercengkrama manja, merasakan belaian kasih sayang mereka, bersandar di bahu mereka dan duduk di pangkuan mereka, kita yang jauh dari orangtua bisa bercengkrama lewat telepon.

Kedua orangtua adalah surga bagi kita. Tempat kita mengadu pilu, resah dan sedih ialah kedua orangtua. Maka ketika sudah sukses, jangan pernah lupakan mereka. Jangan lupa dan bagilah kabar sukses, bahagiamu, canda tawamu dan bahagiakanlah mereka dengan kata-kata manismu meskipun lewat telepon. Karena cengkramanya anak kepada kedua orangtua bukanlah gombalan, dan tidak akan dibilang gombal oleh kedua orangtua. Bercengkrama kepada kedua orangtua adalah pribahasa yang murni, bukan gombalisasi.

Saya juga suka duduk di samping teman yang sedang menelepon dengan orangtuanya dan ia juga tidak keberatan saya mendekatinya dan duduk di sampingnya. Saya mendengarkan lantunan kata manis-manjanya kepada kedua orangtuanya, kata-kata yang mengunggah jiwa, dan itu murni lagi-lagi bukan gombal alias basi.

Surga yang dirindukan adalah kedua orangtua.

Ada sebuah cerita dari anak yang sukses. Dia seorang pengusaha, karyawannya banyak. Bahkan setiap tahun ia meng-umrohkan karyawannya dan hampir setiap tahunnya ia berangkat haji.

Sehingga seorang pemuda lain pun yang sedang duduk di dekatnya pada sore itu berkata padanya, “Luar biasa ibadahmu!” Pemuda itu pun berkata, “Saya mau masuk surga” Temannya yang duduk di sampingnya tersenyum mendengarnya, dan tidak lama kemudian sedang asiknya mengobrol, handphonenya berdering, tetapi dia tidak mengangkatnya. Berbunyi lagi dan berbunyi lagi tetapi tetap tidak pernah di angkatnya. Temannya berkata, “Angkat…”

Dia menjawab, “Tidak usah, biar saja, ganggu!”. Tidak lama kemudian handphone itu kembali berbunyi, lalu temanya berkata, “Tidak apa-apa, lebih baik di angkat.”

Namun, temanya malah berkata, “Nanti saja saya urus, bisa saya telepon balik kok.”

Karena temannya penasaran, lalu temannya mengambil handphonenya ternyata dilayarnya tertulis ibunya yang menelpon. Lalu ia sodorkan handphone itu kepada temanya, berkata “Angkat!” Maka dengan sangat terpaksa pemuda Pengusaha itu mengambil handphone itu lalu dia mengangkatnya. Dan dia bilang, “Ada apa bu?”

Ibunya menjawab, “Nak, ibu rindu sama kamu, ibu kangen, datang ke rumah sebentar saja. Ibu mau bertemu kamu, ibu ingin melihat wajahmu. ”

Pemuda itu pun menjawab, “Buk, saya lagi banyak urusan, saya sibuk! Saya banyak pekerjaan, kapan-kapan lah saya datang ke rumah.”

Ibunya menjawab, “Sekali-sekali saja nak.”

“Ya nanti saja bu…”

Lalu ia mematikan handphonenya.

Ketika temannya yang duduk dengannya sore itu sampai di rumah, malam tiba dan temannya itu dikagetkan oleh sebuah telepon yang ternyata adalah dari temannya yang bertemu sore itu (Pemuda Pengusaha). Dia bicara dengan nada yang begitu keras, sehingga temannya tidak bisa mendengar bahwa ia bicara apa, dan temannya bertanya, “Ada apa?”

“Ibu saya meninggal dunia,” jawab pemuda Pengusaha itu.

Innalillahi wa inna ilaihi roji’un…

Para pembaca teman-teman yang InsyaAllah dimuliakan Allah,…

Kita selalu mencari surga-surga yang jauh, pergi haji berkali-kali, memberi makan anak yatim begitu banyak, amal begitu murah hati dan puasa senin kamis setiap minggu, tetapi kita lupa surga kita yang begitu dekat, begitu mudah kita dapatkan, kita lupakan!

Surga tersebut ada di rumah kita, surga yang paling mudah dan paling cepat kita dapatkan adalah orangtua kita.

*Cerita ini diambil (saya tulis kembali) dari sebuah film yang berjudul, ” Ada Surga di Rumahmu”

Teman-teman semuanya, mari kita raih surga terdekat kita.

Yang lagi jauh dari orangtua, ayo…telepon mereka.

Yang lagi rajin ngaji di Pesantren, orangtua gak bisa datang ke pesantren karena jauh, pinjam handphone ustadz/ustadzah atau hp wartel, telpon surga kita.

Yang lagi kuliah dan ngekos, mari kita telpon surga kita.

Kalau bukan sekarang, kapan lagi?

Oleh: Muhammad Daud Farma
ulviyeturk94@gmail.com

ISLAMPOS

Baca Buku-Buku Sunnah Digital dari HP Adroid Anda, undu dan instal aplikasinya di sini!

Orang yang Mendapatkan Kamar Khusus di Surga

MASUK surga Allah dan menikmati segala kenikmatan abadi di dalamnya adalah cita-cita seorang muslim. Dan tidaklah kita memasuki surga-Nya, melainkan dengan penuh perjuangan dan pengorbanan di dunia ini.

Secara umum, setiap yang masuk surga akan mendapatkan kenikmatan. Namun ada keistimewaan dan kekhususan di surga yang merupakan balasan bagi orang beriman karena amalan tertentu.

Salah satu kenikmatan yang akan diperoleh orang yang masuk surga adalah kamar khusus. Kamar ini tidak didapatkan dan dihuni oleh semua penghuni surga. Namun beberapa diantaranya akan memiliki kamar ini.

Dari Ali radhiyallahu ‘anhu ia berkata; Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya.”

Lantas seorang arab baduwi berdiri sambil berkata, “Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?” Nabi menjawab, “Untuk orang yang berkata benar, memberi makan, shaum secara kontinyu, dan shalat pada malam hari di waktu orang-orang tidur.” (HR. Tarmidzi).

Mari pertahankan keimanan kita hingga ajal menjemput kita. Dan isi hidup kita dengan beramal shaleh. Bagi kita yang menginginkan kamar khusus seperti hadits di atas, maka amalkan pula amalan tersebut. Semoga Allah memberi hidayah kepada kita. [*]

INILAH MOZAIK

Banyak Jalan Menuju Surga

Sebagai pengikut Nabi Muhammad SAW, satu-satunya yang menjadi cita-cita pastilah masuk surga. Untuk mencapai surga, ada berbagai cara yang bisa dilakukan seorang Muslim. Ustaz Ali Hasan Bawazier dalam kajiannya belum lama ini di Masjid Baitul Hakim mencontohkan beberapa cara yang bisa dilakukan agar umat bisa masuk ke surga.

Salah satu yang dicontohkan adalah bersiwak. Bersiwak atau membersihkan mulut dengan kayu dari pohon arak ini memiliki banyak keutamaan. Aktivitas sunah ini sangat disukai oleh Rasulullah SAW. Perihal bersiwak, menurut Ustaz Ali, termasuk salah satu cara untuk mewujudkan hal yang dimuliakan Islam. Islam adalah agama yang sangat memuliakan kebersihan.

“Salah satu syiarnya Islam adalah kebersihan dan bersuci,” ujar dia.

Dalam HR Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Kebersihan sebagian dari iman.” Nabi menegaskan, dengan menjaga kebersihan, itu sudah separuh dari iman. Namun, kebersihan yang dituntut bukan hanya lahiriah atau fisik, melainkan juga batin. Dalam surah al-Baqarah ayat 222, Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”

Dalam salah satu hadis sahih, Nabi menjelaskan tentang keutamaan bersiwak. “Bersiwak itu akan membuat mulut bersih dan diridhai oleh Allah.” Ustaz Ali menjelaskan, ridha Allah merupakan hal yang dicari oleh umat di muka bumi. Dengan menja lankan apa-apa yang disenangi Allah, umat telah satu langkah menuju surga.

Saking gemarnya Nabi dalam bersiwak, dalam HR Bukhari, Nabi Muhammad pernah mengatakan, “Kalau seandainya aku tidak khawatir hendak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.” Maka dengan itu, bersiwak menjadi hal sunah dan tidak wajib dilakukan.

“Penggunaan siwak ini bisa dilakukan kapan pun dan di mana pun. Namun, ada beberapa waktu yang ditekankan, lebih sunah. Yaitu saat hendak melakukan shalat, hendak berwudhu, ba ngun tidur sebelum shalat Ta hajud, ketika masuk rumah, ketika merasa ada perubahan bau mulut, dan saat berpuasa. Ini hal-hal yang dilakukan oleh Nabi,” ujar Ustaz Ali kepada jamaah.

Cara lain agar lebih dekat dengan surga adalah dengan menjawab azan. Menjawab azan atau panggilan shalat memiliki keutamaan dan pahala tersendiri. Amal an ini dinilai sebagai suatu yang besar, sekalipun ia hanya mengikuti apa yang diucapkan oleh muazin.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Tidaklah suara azan yang keras dari yang mengumandangkan azan didengar oleh jin, manusia, segala sesuatu yang mendengarnya melainkan itu semua akan menjadi saksi pada hari kiamat.” Dalam hadis lain nya disebutkan barang siapa yang menjawab adzan, semua dosanya akan diampuni.

Selain itu, dalam HR Muslim, Nabi bersabda, “Ketika muazin mengumandangkan Allahu akbar.. Allahu akbar, lalu kalian men jawab: Allahu akbar.. Allahu akbar. Kemudian muazin mengumandangkan Asyhadu anlaa ilaa ha illallaah.., lalu kalian menjawab, Asyhadu anlaa ilaaha illallaah.. dst… hingga akhir azan siapa yang mengucapkan itu dari dalam hatinya maka akan masuk surga.” Perihal ini sudah dijamin oleh Rasulullah SAW.

Cara berikutnya yang dicontohkan adalah dengan menjalankan shalat wajib lima waktu. “Shalat ini salah satu fondasi Islam. Islam dibangun oleh lima perkara; syahadat, menegakkan shalat, menunaikan zakat, menjalankan puasa, dan menunaikan haji,” ujar Ustaz Ali.

Salah satu keutamaan menjalankan shalat lima waktu ditulis dalam HR Muslim. Di mana Nabi SAW bersabda,”Antara shalat yang lima waktu, antara Jum at yang satu dan Jumat berikutnya, antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan berikutnya, di antara amalan-amalan tersebut akan diampuni dosa-dosa selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.”

Dosa-dosa besar yang dimaksud di sini bukan hanya tujuh hal yang sering disebutkan, seperti syirik, menuduh wanita salehah berbuat zina, sihir, membunuh tanpa haq, memakan harta anak-anak yatim, riba, dan meninggalkan peperangan. Dosa besar yang dimaksud adalah perbuatan yang merugikan tidak hanya dirinya, tapi juga orang lain.

“Secara garis besar, dosa besar adalah segala perbuatan yang diancam hukum di dunia, yang dilaknat Allah maupun Rasul- Nya, dan yang diazab atau dilaknat serta masuk ke neraka tertentu di akhirat. Ini yang diformulasikan oleh imam-imam besar yang ada. Jadi, dosa besar bukan tujuh hal saja,” ujar Ustaz Ali.

Perihal keutamaan menjalankan shalat wajib lima waktu, menurutnya merupakan hal yang sudah jelas aturannya. Shalat adalah pondasi agama dan hal yang pertama kali dihisab atau dihitung oleh malaikat saat di akhirat. Ustaz Ali menyatakan kedudukan shalat dan bersuci atau kebersihan dalam Islam sangat tinggi.

Saya Tahu Jalan Pintas Menuju Surga

JA’FAR al-Khuldi – rahimahullah berkata,” Saya mendengar al Junaid -rahimahullah -berkata: Saya mendengar Sari as-Saqathi berkata, “Saya tahu jalan pintas menuju surga: Jangan meminta apa pun pada seseorang, jangan mengambil apa pun dari seseorang, sementara Anda tidak memiliki apa pun yang bisa Anda berikan pada orang lain.”

Dikisahkan dari al-Junaid bahwa ia berkata, “Tidak dibenarkan seseorang mengambil sesuatu dari orang lain sehingga la lebih suka mengeluarkan (memberi) daripada mengambil.”

Abu Bakar Ahmad bin Hamawaih, sahabat ash-Shubaihi – rahimahullah – berkata, “Barangsiapa mengambil karena Allah maka ia mengambil dengan penuh hormat, dan barangsiapa meninggalkan (tidak mengambil) sesuatu karena Allah maka ia juga mengambil dengan penuh hormat. Dan barangsiapa mengambil bukan karena Allah maka la mengambil dengan hina dan barangsiapa tidak mengambil bukan karena Allah maka dia juga tiak mengambil dengan hina.”

Saya mendengar Ahmad bin Ali al-Wajihi berkata: Aku mendengar az-Zaqqaq berkata, “Yusuf ash-Shayigh datang menjemputku di Mesir dengan membawa kantong berisi dirham. Ia ingin memberiku sesuatu. Namun tangannya aku kembalikan ke dadanya. Lalu ia berkata, fAmbillah uang ini dan jangan Anda kembali padaku. Sebab andaikan aku tahu bahwa aku memiliki sesuatu u aku memberi Anda sesuatu tentu aku tidak akan memberikan : pada Anda.”

Saya mendengarAhmad bin Ali berkata: Aku mendengarAbu Ali ar-Rudzabari – rahimahullah – berkata: Aku tidak pernah melihat etika (adab) yang lebih baik dalam memberikan kelembutan dan kasih sayang pada orang-orang fakir daripada adab yang dilakukan Ibnu Rafi’ ad-Dimasyqi. Aku melihatnya ketika aku bermalam di rumahnya. Pada malam itu aku bercerita tentang Sahl bin Abdullah yang pernah berkata, “Ciri orang fakir yang jujur adalah tidak meminta, tidak menolak dan tidak menyimpan.”

Ketika aku mau pergi meninggalkannya, la membawa sejumlah dirham.Ia berdiri di sebelahku mengangkat tempat air. Lalu ia berkata padaku, “Bagaimana Anda bercerita tentang Sahl bin ‘Abdullah?” Tatkala aku selesai mengisahkannya dan aku berka kepadanya, “Janganlah Anda meminta dan jangan pula menolak, maka la segera melemparkan dirham-dirham itu ke tempat airku lalu ia pergi meninggalkanku.

Abu Bakar az-Zaqqaq – rahimahullah – berkata,”Kedermawanan bukanlah seorang yang berada memberi pada yang tidak punya, akan tetapi kedermawanan adalah orang yang tidak punya memberi kepada orang yang berada.”

Dikisahkan dari Abu Muhammad al-Murta’isy- rahimahullah -yang berkata,”Menurut saya, mengambil tidak bisa dibenarkan sehingga Anda datang kepada orang yang Anda mengambil darinya. Maka Anda mengambil untuknya dan bukan untuk Anda.

Dikisahkan dari Ja’far al-Khuldi dari al Junaid – rahimahullah – yang berkata: Satu hari aku pergi menemui Ibnu al-Kurraini dengan membawa dirham yang ingin aku berikan kepadanya, dengan anggapan la tidak mengenalku. Aku meminta padanya agar la sudi mengambil dirham yang kubawa untuknya. Kemudian la berkata,”Aku tidak membutuhkan dirham.” la tidak mau mengambilnya. Lalu aku berkata kepadanya, “Jika engkau tidak membutuhkannya, maka aku adalah seorang muslim yang sangat senang bila engkau mau mengambil pemberianku ini. Maka silakan engkau mengambilnya untuk menyenangkan hatiku.” Akhirnya ia mau mengambilnya.

Disebutkan dari Abu al-Qasim al-Munadi rahimahullah- bahwa jika la melihat asap mengepul dari sebagian rumah tetangganya, maka ia akan berkata pada orang-orang yang ada disekitarnya, “Pergilah Anda kepada mereka, dan katakan pada mereka, ‘Berilah saya bagian dari apa yang engkau masak!” Ada seseorang di antara mereka yang berkata,”Barangkali mereka hanya memasak air.” Maka la berkata, “Berangkatlah kepada mereka, apa yang bisa diandalkan oleh orang-orang kaya itu kecuali memberikan sesuatu pada kita dan mereka meminta syafaat dengan pemberiannya itu di akhirat.”

Al Junaid – rahimahullah – berkata: Aku membawa uang dirham kepada Husain bin al-Mishri, dimana istrinya sedang melahirkan. Mereka sedang berada di gurun sahara yang tidak punya tetangga. Namun la tidak mau menerima pemberianku. kemudian dirham itu kuambil kembali dan kulemparkan ke dalam kamar di mana istrinya berada sembari berkata, “Wahai istri Husain ini untukmu!” Akhirnya ia tidak bisa berkutik untuk menolak apa yang aku lakukan.

Yusuf bin al-Husain – rahimahullah – ditanya, “Jika aku mempersaudara seseorang karena Allah, kemudian aku keluar. kepadanya dengan membawa semua hartaku. Lalu apakah aku telah menunaikan semua hak-haknya dari apa yang Allah berikan kepadaku?” Maka la menjawab, “Bagaimana Anda bisa melakukannya dengan rendahnya mengambil dan menemukan kemuliaan memberi bila dalam memberi ada kemuliaan sementara dalam mengambil ada kerendahan?” [Syeikh Abu Nashr as-Sarraj/Sufinews]

INILAH MOZAIK