Syekh Ali Jaber dalam Kenangan Ulama Senior Palestina

Sosok Syekh Ali Jaber juga disegana ulama senior Palestina

Jasa dan ilmu almarhum Syekh Ali Jaber bukan hanya membekas bagi warga Indonesia. Kenangan akan kebaikan dan ilmu dari ulama tersebut pun dikenal dengan dalam oleh Muslim Palestina. 

Untuk mengenang kebaikan serta mendoakan kepulangan Syekh Ali Jaber, ratusan Muslim Palestina menggelar sholat ghaib berjamaah. Sholat Ghaib digelar di Masjid Umari, Kota Jabalia, Gaza Utara, Palestina, Jumat (15/1). Sholat ghaib dilaksanakan ebagai bentuk rasa duka dan belasungkawa dari Muslim di Palestina. 

“Sholat gaib dilakukan Muslim Palestina karena selama hidupnya almarhum Syekh Ali Jaber selalu memberikan dukungan kemanusiaan bagi warga Palestina,  terutama di Jalur Gaza,” kata ulama senior di Palestina Syekh Mahmud Abo Jamel (Al-Hafidz), dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (15/1). 

Salah satu dukungan Almarhum Syekh Ali Jaber, kata dia, adalah berdakwah dan selalu mengingatkan serta menghimbau kepada para jamaah umat Islam di Indonesia agar tak lupa untuk selalu mendoakan saudaranya di Palestina. 

Umat Islam di Indonesia, lanjutnya, selalu diingatkan Syekh Ali Jaber agar mengingat bahwa bangsa Palestina masih hidup terjajah dan dilanda krisis kemanusiaan. Untuk itu diharapkan senantiasa Indonesia tak lupa membantu Palestina dalam hal kemanusiaan dan agama.   

Pihaknya pun menyatakan bahwa sosok Syekh Ali Jaber bagi Muslim Palestina dikenal sebagai seorang yang ikhlas dalam berdakwah dan sangat dermawan. Untuk itu dia menyebut, rakyat Palestina pun merasa sangat kehilangan akan figur seperti almarhum Syekh Ali Jaber.   

Kenangan akan sosok Syekh Ali Jaber juga membekas di ingatan warga Palestina. Seorang pemuda Palestina di Gaza pernah mengikuti kajiannya di tv, Mutasem menyatakan bahwa sosok Syekh Ali Jaber tak asing dalam dunia dakwah. “Wajahnya tak asing bagi saya karena berkali-kali menyaksikan dakwahnya di Indonesia semasa waktu itu saya berada di Indonesia,” ungkapnya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Syekh Ali Jaber Dai Asal Madinah yang Cinta Indonesia Tutup Usia

Syekh Ali Jaber dai asal Madinah yang cinta Indonesia dikabarkan meninggal dunia pagi ini. Kabar tersebut disampaikan oleh Ustadz Yusuf Mansur, sahabat karib Syekh Ali Jaber. “Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, kita semua berduka, Indonesia berduka, Syekh Ali berpulang ke rahmatullah jam 8.30 pagi tadi di rumah sakit Yusuf Mansur,” terang dai interprener di Instagramnya.

Syekh Ali Jaber terinveksi covid-19 sejak akhir Desember 2020. Ia mendapat perawatan di rumah sakit. Sempat membaik, namun kondisinya kesehatannya semakin menurun setelah dirawat sekitar 16 hari. “Insya Allah beliau syahid,” doa Yusuf Mansur.

Dai Asal Madinah

Jauh sebelum peristiwa ini, saya teringat ketika di awal-awal beliau tinggal di Indonesia. Saya sudah mulai mengenalnya lewat televisi. Waktu saya masih bersekolah di Aliyah (sekitar tahun 2008-2010), sekolah kami pernah mendapatkan undangan untuk kegiatan QIyamul lail di bulan ramadan di salah satu masjid ternama di Jakarta. Syekh Ali Jaber waktu itu didaulat sebagai dai. Waktu itu, bahasa Indonesianya belum selancar sekarang.

Beliau bernama lengkap Ali Saleh Mohammed Ali Jaber, lahir di Madinah 3 Februari 1976. Ia lahir dari keluarga yang yang sangat kuat dalam pendidikan agama. Seperti dikutip dari Wikipedia, ayahnya yang mendidikan langsung anak-anaknya untuk belajar Al-Quran dan shalat. Tak segan, ayahnya akan memarahinya jika tidak mau belajar Al-Quran. Belakangan, beliau menyadari belajar Al-Quran penting untuk dirinya sendiri dan akhirnya di usia 11 tahun, beliau sudah hafal Al-Quran.

Pendidikannya sepenuhnya diselesaikan di Arab Saudi. Setelah lulus Aliyah, beliau terus mendalami Al-Quran dengan tokoh dan ulama ternama di Arab Saudi. Mengutip dari situs viva.co.id, diantara guru-gurunya adalah Syekh Muhammad Husein Al Qari’ (Ketua Ulama Qira’at di Pakistan), Syekh Said Adam (Ketua Pengurus Makam Rasulullah), Syeikh Khalilul Rahman (Ulama Alquran di Madinah dan Ahli Qiraat), Syekh Khalil Abdurahman (seorang ulama ahlul Quran di Kota Madinah), Syeikh Abdul Bari’as Subaity (Imam Masjid Nabawi dan Masjidil Haram), Syekh Prof. Dr. Abdul Aziz Al-Qari’ (Ketua Majelis Ulama Percetakan Al-Qur’an Madinah dan Imam Masjid Quba),  dan Syekh Muhammad Ramadhan (Ketua Majelis Tahfidzul Qur’an di Masjid Nabawi)

Menjadi Warga Negara Indonesia

Di tahun 2008, Syekh Ali Jaber tiba di Indonesia dan mulai berdakwah pertama kalinya di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ia pun menikah dengan gadis asal Lombok bernama Umu Nadia, dan telah dikaruniai anak bernama Hasan. Ketika mulai berdakwah di Lombok, ia mulai menjadi Imam Shalat, guru hafalan Al-Quran, dan Khatib di Masjid Agung Al-Muttaqin Cakranegara, Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Ia mulai berdakwah di Jakarta, pertama kali ketika diminta menjadi Imam Shalat Tarawih di Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat. Ia juga diminta menjadi pembimbing tadarus Al-Quran dan Imam Shalat Id di masjid tersebut.

Kehadirannya di ibukota, mendapatkan sambutan hangat. Dengan hafalan Al-Quran, penyampaiannya yang sering mengutip Al-Quran dan hadis, serta bahasa yang halus, ia mulai sering berdakwah di berbagai tempat di Indonesia. Ia bahkan sempat mendapatkan penghargaan dari Presiden ke-5 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Di tahun 2011, ia mendapatkan kewarganegaraan Indonesia.

Syekh Ali Jaber dan Dinamika Muslimin Indonesia

Beberapa tahun terakhir, Syekh Ali Jaber dai asal Madinah ini makin dekat dengan aktivitas dan dinamika keagamaan umat muslim di Indonesia. Saat ini ia memiliki Yayasan bernama Yayasan Syekh Ali Jaber di Jatinegara, Jakarta Timur yang mendidik anak-anak untuk menghafal Al-Quran dan travel haji umroh. Syekh Ali Jaber pun mulai aktif berceramah di media televisi, bahkan sempat bermain film religi berjudul Surga Menanti (2016). Salah satu pemainnya adalah Syakir Daulay.

Di televisi, beliau menjadi juri acara kompetisi menghafal Al-Quran untuk anak-anak di RCTI, Hafiz Indonesia. Dalam amatan penulis, ini adalah lomba menghafal Al-Quran pertama yang diformat seperti kompetisi lainnya yang disiarkan rutin di TV. Model seperti ini juga melengkapi kompetisi bertemakan keislaman yang lebih dahulu disiarkan di televisi semisal Dai Cilik (Pildacil) dan lomba berceramah untuk tingkat dewasa seperti DAI (dakwah TPI) yang disiarkan lebih dulu. Kiprah lainnya di televisi adalah di acara Damai Indonesiaku, yang disiarkan langsung oleh TV One.

Boleh jadi karena dekatnya ia dengan popularitas di televisi, ia dengan mudah beradaptasi dengan selebritas di Indonesia. Ia misalnya memiliki akun Youtube yang dikelola secara baik. Maksud “baik” yang penulis ingin sampaikan disini, misalnya ia secara kreatif membuat video untuk tema-tema tertentu, tidak selalu berdakwah meskipun dakwah adalah konsen utama kontennya. Ia misalnya pernah membuat video cara memasak Nasi Kebuli. Di era Youtube ini juga, ia sempat muncul di konten Youtube Raffi Ahmad da Nagita Slavina, ketika ia diminta menjadi Imam Shalat Tarawih di rumah Raffi.

Terkait Islam dan Politik, salah satu tema yang mulai banyak diperbincangkan kembali khususnya pasca kasus Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, Syekh Ali Jaber memang terlihat dekat dengan mereka yang sering dikategorikan sebagai pengusung Islam Politik. Ia misalnya terlihat, bahkan sempat mendapatkan sorotan media, karena sedikit mengalami insiden dalam kegiatan aksi 212 di tahun 2017 lalu. Tapi, sepengetahuan penulis, ia bukan sosok yang sangat meledak-ledak layaknya Habib Rizieq misalnya. Namun, sepengetahuan penulis, ia tidak pernah misalnya, sangat sering, mengkritik atau bernada sumir terhadap negara secara terbuka.

Dalam kasus Covid-19 saat ini, ia pernah terlihat muncul dalam salah satu siaran langsung di kantor BNPB untuk membaca doa. Ia juga aktif mendorong masyarakat untuk tidak ke masjid dahulu di awal-awal terjadi pandemi ini.

Pasca kasus penusukannya kemarin, Mahfud MD, Menkopolhukam, menunjukkan dukungan terbuka agar kasus penusukan Syekh Ali Jaber segera diusut dan menyatakan dukungannya karena Syekh Ali Jaber kerap membantu pemerintah dalam Amar Makruf Nahi Munkar dalam kerangka Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semesta alam).

BINCANG SYARIAH

Syekh Ali Jaber, Usia 11 Tahun Sudah Hafal al-Qu`an

Satu hal yang menyebabkan Syekh Ali Jaber memilih tetap berdakwah di Indonesia. “Islam di Indonesia kebanyakan hanya sebuah nama, sementara perilaku sehari-hari masih jauh dari nilai-nilai Islam itu sendiri,” katanya.

Ia punya perhatian khusus kepada pera penghafal al-Qur`an. Sayangnya, katanya, Indonesia yang Muslimnya terbesar di dunia, sedikit penghafal al-Qur`annya

Nama Syekh Ali Jaber naik ke permukaan beberapa hari ini. Baik di media maupun medsos. Itu terkait dengan penusukan yang dilakukan seorang pemuda, saat ia berceramah di sebuah acara di Lampung, Sabtu lalu.

Sebagai pendakwah nama Syekh Ali cukup di kenal di Nusantara, walau ia bukan warga negara Indonesia. Wajahnya kerap nongol di layer kaca, karena ia menjadi salah satu dewan juri kompetisi penghafal al-Qur`an di sebuah stasiun televisi swasta di Indonesia.

Syekh Ali memang punya perhatian khusus kepada al-Qur`an. Indonesia yang penduduknya mayoritas Muslim, katanya, namun masih banyak yang belum bisa membaca al-Qur’an dengan baik dan benar. “Itulah salah satu sebab yang membuat saya lebih fokus memperhatikan para penghafal al-Qur’an di Indonesia, termasuk juga tunanetra,” jelasnya.

Selain itu, lanjutnya, masih sedikit sekali jumlah para penghafal al-Qur’an di Indonesia. Bahkan mereka yang mengajar al-Qur’an rata-rata juga belum hafal al-Qur’an hingga 30 juz. “Ketika ada sebuah lembaga Islam dari negara Arab datang ke Indonesia untuk mencari penghafal al-Qur’an itu susah. Padahal, calon yang sesuai untuk dijadikan imam dan pemimpin adalah para penghafal al-Qur’an,” ungkap lelaki yang hafal al-Qur’an 30 juz pada usia 11 tahun.

Syekh Ali lahir di Madinah, Arab Saudi. 3 Februari 1976. Ia putra pertama dari 12 bersaudara.

Datang ke Indonesia pada 2008, sebenarnya Syekh Ali bukan ingin berdakwah, melainkan mencari informasi sebagian keluarganya yang ada di Indonesia.

“Keluarga besar saya ada yang berasal dari Indonesia, seperti Lombok, Surabaya, dan Jakarta,” katanya dikutip dari majalah Suara Hidayatullah.

Suatu kali ia diajak saudaranya shalat Maghrib di Masjid Agung Sunda Kelapa. Ia dikenalkan kepada ketua takmirnya. Tak disangka, ia langsung diminta menjadi imam shalat Maghrib itu.

Ketua takmir merasa senang bisa mendengar bacaan al-Qur’an khas dari Madinah yang dilantunkan Syaik Ali. Dari situ, ketua takmir memintanya untuk menjadi imam shalat Tarawih dan penceramah di Masjid Agung Sunda Kelapa selama bulan Ramadhan.

“Dari situlah saya mulai kenal Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sering datang untuk shalat Tarawih, berbuka puasa, dan i’tikaf,” kenangnya. Melalui JK pula Ali Jaber mendapatkan ijin tinggal di Indonesia.

Sejak mendapat ijin tinggal itu, Ali Jaber sering diminta ceramah, baik di mimbar maupun dalam forum majelis taklim. Padahal, saat itu ia belum mahir berbahasa Indonesia.

Karena kerap diminta ceramah, ia kemudian menyempatkan diri untuk belajar bahasa Indonesia. “Alhamdulillah, saya belajar dengan mendengar orang bicara kemudian saya praktikkan langsung, begitu seterusnya,” ucapnya.

Awalnya, dirinya sering ditertawakan ketika mencoba bicara bahasa Indonesia, tetapi ia tidak pernah mempedulikannya. “Kalau pengucapannya salah baru saya minta dikoreksi,” imbuhnya.

Syekh Ali meyakini bahwa kemudahan dalam berbahasa itu diperoleh dari keberkahan menghafal al-Qur’an. Menurutnya, al-Qur’an itu menjadi sumber kemudahan untuk belajar apa saja. Maka, sambungnya, ketika ia mulai belajar bahasa Indonesia, tidak ada kesulitan yang membuatnya putus asa untuk belajar.

“Pertama, kalau kita sudah belajar al-Qur’an, maka saya yakini akan mudah. Kedua, yang memudahkan saya selain al-Qur’an, adalah tauhid yang kuat,” kata pria yang kini telah mahir berbicara bahasa Indonesia tanpa mengikuti kursus.

Satu hal yang menyebabkan Syekh Ali Jaber memilih tetap berdakwah di Indonesia. “Islam di Indonesia kebanyakan hanya sebuah nama, sementara perilaku sehari-hari masih jauh dari nilai-nilai Islam itu sendiri,” katanya.* Bambang Subagyo

HIDAYATULLAH




Imam Masjidil Haram Sebut Bandung Kota Modern dan Islami

Imam besar Masjidil Haram Syekh Adil Alkalbani, di dampingi oleh Imam Masjid Nabawi Syekh Ali Jaber, berkunjung ke Kota Bandung pada Jumat (12/5) kemarin. Menurut Imam Besar Masjidil Haram Adil Alkalbani, Ia sudah 7 kali datang ke Indonesia.

Syekh Adil Alkalbani berharap, Kota Bandung harus menjadi kota yang nyaman dan keislamannya melekat baik. “Mudah mudahan kota Bandung bisa menjadi kota percontohan untuk kota kota lainnya. Karena kota Bandung itu kota yang modern dan nilai islami nya pun ada,” kata Adil Alkalbani saat ditemui di Pendopo Kota Bandung, Jumat (12/5) malam.

Adil Alkalbani pun, mengaku senang sekali ke Indonesia. Apalagi, Ia mendapatkan kemudahan dan fasilitas yang baik selama di Indonesia.

Menurut Adil, agama Islam mendorong umatnya agar menjalankan hidup yang lebih baik. Setelah mengetahui bahwa di kota Bandung banyak sekali program keislaman, ia mengaku sangat senang. “Karena, kota yang makmur adalah kota yang dekat dengan Allah,” ujarnya.

Menurut Imam Besar Masjidil Haram tersebut, dirinya pun memiliki program untuk mengembangkan Alquran braille bersama Syekh Ali Jaber. Selain itu, program bedah rumah pun dicanangkan oleh dirinya agar masyarakat menjadi lebih sejahtera.

Namun, kata dia, untuk mendapatkan bedah rumah ada syaratnya, sebagai anak dari orang tua harus hafal Alquran. Jadi, kalau ada warga di Indonesia yang anaknya hafidz Alquran tapi rumahnya butuh bantuan, maka akan dibantu.

“Alhamdulillah sekarang sudah 100 rumah yang dibongkar dan diprioritaskan orang yang berhak untuk mendapatkan program bedah rumah tersebut,” katanya.

 

REPUBLIKA ONLINE