Dajjal dan Cara Jauhi Tipu Dayanya Menurut Syekh Qaradhawi

Dajjal akan menjadi fitnah bagi umat manusia di akhir zaman.

Dr Yusuf Qordhowi dalam kitab Sunnah Rasul menyebutkan Dajjal sebagai sosok yang digunakan Allah SWT untuk menguji hamba-hamba-Nya pada masa penuh fitnah.

Dengan hadirnya Dajjal, orang-orang yang benar-benar mengikuti sunah Rasul SAW akan tampak. Begitu pula, siapa pun yang munafik atau kafir akan jelas. Mereka berbondong-bondong menjadi pengikut Dajjal.

Sebagaimana diceritakan dalam hadits, di antara kemahiran tipu daya Dajjal ialah kemampuannya menyulap’ kebenaran dengan kebatilan. Begitu pula sebaliknya. Dajjal disebutkan keluar membawa air dan api. Nabi SAW bersabda,

 لأنَا أَعْلَمُ بِمَا مَعَ الدَّجَّالِ مِنْهُ : مَعَهُ نَهْرَانِ يَجْرِيَانِ أَحَدُهُمَا رَأْيَ الْعَيْنِ مَاءٌ أَبْيَضُ وَالآخَرُ رَأْيَ الْعَيْنِ نَارٌ تَأَجَّجُ ، فَإِمَّا أَدْرَكَنَّ أَحَدٌ فَلْيَأْتِ النَّهْرَ الَّذِي يَرَاهُ نَارًا وَلْيُغَمِّضْ ثُمَّ لْيُطَأْطِئْ رَأْسَهُ فَيَشْرَبَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مَاءٌ بَارِدٌ 

“Sungguh, aku tahu apa yang ada bersama Dajjal, bersamanya ada dua sungai yang mengalir. Salah satunya secara kasat mata berupa air putih, dan yang lainnya secara kasat mata berupa api yang bergejolak. Bila ada yang menjumpainya, hendaklah mendatangi yang ia lihat berupa api dan hendaklah menutup mata, kemudian hendaklah menundukkan kepala lalu meminumnya. Karena, sesungguhnya itu adalah air dingin.” (HR Muslim). Yang dilihat manusia sebagai api, sebenarnya air.

Sedangkan, apa yang dilihat manusia sebagai air, sebenarnya adalah api. Rekayasa Dajjal semakin sempurna karena bersamanya ada dukungan materi yang melimpah. Melalui dua hal initipu muslihat dan iming-iming materi Dajjal hadir memperdaya umat manusia. Oleh karena itu, mayoritas pengikut Dajjal adalah mereka yang tidak memiliki kemampuan memilih antara yang hak dan batil.

Rasulullah SAW memberi tuntunan ke pada kita untuk menghadapi fitnah Dajjal. Caranya dengan berdoa, memohon kepada Allah SWT. Jangan sok-sokan dengan kemampuan diri sendiri. Pesan beliau SAW terkait hal itu ialah segera menyingkir dari cakupan fitnah Dajjal: 

مَنْ سَمِعَ بِالدَّجَّالِ فَلْيَنْأَ – يبتعد – مِنْهُ ،  فَإِنَّ الرَّجُلَ يَأْتِيهِ يَتَّبِعُهُ وَهُوَ يَحْسِبُ أَنَّهُ صَادِقٌ بِمَا يُبْعَثُ بِهِ مِنْ الشُّبُهَاتِ

“Siapa yang mendengar keberadaan Dajjal, hendaknya dia menjauh darinya. Sungguh demi Allah! Ada seorang mendatanginya dalam keadaan dia mengira bahwasanya dia itu beriman. Namun, pada akhirnya dia malah menjadi pengikutnya disebabkan syubhat-syubhat yang dia (Dajjal) sampaikan.” (HR Ahmad).

Untuk mengantisipasi fitnah Dajjal, Rasulullah mengajarkan tentang amalan-amalan. Misalnya, membaca 10 ayat pertama surah al-Kahfi. Sabda beliau: 

فَمَنْ أَدْرَكَهُ مِنْكُمْ فَلْيَقْرَأْ عَلَيْهِ فَوَاتِحَ سُورَةِ الْكَهْفِ

“Siapa di antara kalian yang menjumpainya (Dajjal), bacalah di hadapannya pembukaan surat al-Kahfi.” (HR Muslim).

Cara lainnya, yakni memanjatkan doa kepada Allah, yakni setelah selesai tasyahhud akhir atau sebelum salam dalam sholat. Teksnya sebagaimana dikutip dari hadis riwayat Imam Muslim, yakni: 

 اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ 

Allahumma innii a’uudzubika min ‘adzaabi jahannam, wamin adzaabil qobri, wamin fitnatil mahya wal mamaati, wa min syarri fitnatil masiihid dajjal.

(Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, dari fitnah kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah al-masih ad-Dajjal). Meski di antara kita tidak ada yang tahu kapan Dajjal itu akan muncul, seyogianya kita tetap berhati-hati. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Fatwa Syekh Yusuf Qaradhawi tentang Naik Haji Lebih Sekali

Rezeki setiap orang berbeda-beda. Ada yang diberi kelapangan, tetapi ada pula yang serba berkecukupan. Terkait ibadah haji, rukun Islam kelima itu merupakan kewajiban bagi mereka yang mampu.

Di antara bentuk kemampuan itu adalah yang bersifat finansial. Bahkan, tidak sedikit orang Islam yang menunaikan ibadah haji lebih dari satu kali sepanjang hayatnya. Pelaksanaan haji yang pertama menggugurkan kewajibannya. Adapun ibadah haji yang kesekian kalinya bisa didorong macam-macam faktor, semisal kerinduan akan Masjid al-Haram.

Pakar fikih Syekh Yusuf Qaradhawi dalam bukunya 100 Tanya Jawab Haji dan Umrah(terjemahan Abdurrasyad Shiddiq), berharap umat Islam untuk menyadari adanya fikih pertimbangan (fiqhul muawajanat) dan prioritas (fiqhul awlawiyat). Dengan demikian, orang Islam yang memiliki kelebihan rezeki diminta untuk memikirkan amalan lain yang lebih bernilai penting, baik untuk dirinya sendiri maupun kondisi kaum Muslimin.

Secara perinci, imbauannya itu telah dituangkan dalam buku Awlawiyat Al-Harakah Al-Islamiyyah fi Al-Marhalah Al-Qadimah (‘Prioritas-prioritaa gerakan Islam untuk fase mendatang’).

“Kita harus bisa membandingkan antara satu maslahat dan maslahat yang lain, antara satu mafsadah (kerusakan) dan mafsadah yang lain, juga antara satu maslahat dan satu masfadah. Kita harus pula bisa membandingkan antara satu maslahat yang primer dan satu maslahat yang sekunder,” ujar Syekh Syekh Yusuf Qaradhawi.

Dengan begitu, seorang Muslim dapat mempertimbangkan, mana amalan yang boleh ditunda dan mana yang mesti segera dilaksanakan. Setiap amalan memiliki tingkatan yang berbeda karena di sisi Allah masing-masing mereka memiliki tingkatan dan kedudukan tersendiri.

“Adalah kewajiban bagi kita untuk meletakkan setiap amal pada tingkatannya secara tepat,” ujar dia.

Ketika dihadapkan pada pertanyaan, manakah yang lebih utama: menunaikan ibadah haji yang kesekian kali atau menyumbangkan dana untuk amalan-amalan sosial yang membantu kaum Muslimin. Jawabannya, menurut Syekh Yusuf Qaradhawi, adalah dengan menyaksikan terlebih dahulu.

Bila kaum Muslimin yang ada di sekitar individu itu benar-benar memerlukan pertolongan, maka mendermakan dana haji sunnah itu untuk mereka jelas lebih utama. Misalnya, individu itu mengetahui ada orang Islam yang kelaparan atau tanpa pendidikan. Maka sebaiknya uangnya berhaji kesekian kali didermakan untuk kepentingan Muslimin yang kelaparan dan butuh pendidikan.

Jangan sampai, lanjut dia, orang-orang Islam yang lapar dan diliputi kebodohan itu justru menjadi sasaran empuk misionaris yang ingin supaya mereka goyah akidahnya.

“Bagaimanapun kita pasti ingin menjag akidah putra-putri kita. Nah, mana yang terbaik, menyumbang mereka atau menunaikan ibadah haji sunnah?” katanya, “Tentu menyumbangkan harta kepada Muslimin yang membutuhkan bantuan lebih baik.”