Syekh Umar Bakri Muhammad Jelaskan Kesesatan Syi’ah Rafidhoh

Syekh Umar Bakri Muhammad, dalam bukunya Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Keimanan, Sifat, dan Kualitasnya (Gema Insani, Jakarta 2005) menjelaskan perbedaan antara Ahlus Sunnah dengan Ahlus Syi’ah. Dalam bukunya yang lain, Islam Standar, Melacak Jejak Salafusshaleh (Cicero, Jakarta, 2010), beliau juga menjelaskan pandangan ulama terhadap Syi’ah Rafidhoh. Berikut penjelasannya.

Siapakah Syi’ah Rafidhoh?

Dalam penggunaan di bidang politik, sunnah atau Ahlus Sunnah berarti sekelompok masyarakat (komunitas) yang berlawanan dengan Syi’ah (kita tidak bicara tentang Syi’ah di masa Imam Ali r.a., mereka dari kalangan Ahlus Sunnah. Kita bicara tentang kelompok Syi’ah Rafidhoh yang ada sekarang ini). Sehingga ketika dikatakan Ahlus Sunnah, kita mengartikannya seseorang yang percaya bahwa khalifah pertama adalah Abu Bakar, kemudian Umar, Utsman, dan Ali r.a. Sedangkan kelompok Syi’ah Rafidhoh berbicara tentang 12 imam dan pengetahuan mereka tentang hal gaib serta kesempurnaan mereka.

Untuk alasan persoalan ini, sesungguhnya ada persoalan yang sangat penting yang membedakan antara Ahlus Sunnah dan Syi’ah Rafidhoh selain keduanya berada dalam jalan yang berbeda. Lalu siapakah yang dimaksud dengan golongan Syi’ah Rafidhoh?

Syekh Umar Bakri menjelaskan hakikat Syiah Rafidhoh secara terperinci di dalam bukunya Ahlus Sunnah wal Jama’ah di halaman 73. Menurut beliau, As Syi’ah Ar –Raafidiyah dewasa ini dikenal juga dengan nama kaum Ja’fari, Imamiyah, dan Istna Asy’ariyyah (imam 12), yang tidak sama dengan kaum Syi’ah di masa Imam Ali. Mereka sesungguhnya mengikuti ide dan ajaran seseorang bernama Abdullah bin Saba.

Abdullah bin Saba adalah seorang Yahudi dari San’a di Yaman. Ibunya bernama Sauda. Abdul Hasan Asy’ari member komentar tentang Abdullah bin Saba:

“Abdullah bin Saba adalah seorang Yahudi. Dia menyimpan kemarahan yang hebat di hatinya terhadap keyakinan baru (Islam) yang menghancurkan dominasi kaum Yahudi dan kekuasaan terhadap kaum Arab di Madinah dan Hijaz. Dia memeluk Islam pada masa khalifah Utsman. Dia berpergian ke kota-kota seperti Hijaz, Basra, Kufah, dan Syria. Ke manapun dia pergi dia akan mencoba sebisa mungkin untuk meminta pandangan setengah penduduk kota tersebut. Akan tetapi, dia tidak dapat mewujudkan maksud baiknya.

Kemudian dia pergi ke Mesir dan menetap di sana. Dia mulai berjuang untuk merendahkan dan mengejek keyakinan masyarakat dengan mempercantik rencana jahatnya menjadi sesuatu yang elegan dan kenyataan yang bagus. Dia mendapati bahwa iklim opini di Mesir sangat menyenangkan untuk mewujudkan maksud jahatnya. Dia membuat jalan bagi kelancaran rencananya dengan pernyataannya, “Aku sungguh terkejut dengan sifat kalian. Kalian menyatakan tentang kebangkitan Kristus anak laki-laki Maryam ke dunia. Akan tetapi kalian mengingkari kebangkitan Muhammad ke dunia ini!”

Dia terus menghujamkan pendapatnya ke benak masyarakat, sehingga beberapa minggu kemudian orang-orang terperangkap pendapatnya dan mulai percaya bahwa Rasulullah akan bangkit kembali. Penyakit kedua yang dia sebarkan adalah bahwa masing-masing rasul punya seorang pelaksana yang menjalankan keinginannya. Dia akan mengatakan ‘Hai orang-orang, Ustman merebut kekuasaan dari Ali dan menyiksanya. Oleh karena itu, bangkitlah untuk berjuang dan mengembalikan pemerintahan kepada yang berhak. Kritiklah penguasa kalian dan ingkari apa yang mereka katakan dan yang mereka bangun. Dengan jalan ini kalian akan memenangkan hati masyarakat. Ibnu Saba juga mengorganisasi s ebuah brigade yang terdiri dari teman-teman dan sahabatnya untuk menyebarkan faham Mu’tazilah yang dia anut ke beberapa kota. Mereka saling berhubungan lewat surat untuk memantau perkembangan opini publik dan rencana jahat mereka yang pada akhirnya menuntut hidup khilafah sebelum pemilik halaman-halaman Kitabullah tergeletak di saat syahidnya.”

Waspada kepada Syi’ah Rafidhoh!

Syekh Umar Bakri menjelaskan dalam bukunya Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwa tidaklah cukup tempat dalam buku ini untuk memaparkan akidah kelompok yang menyimpang ini. Akan tetapi, untuk tujuan menjawab perselisihan di antara umat karena kelompok muslim Sunni ingin mengadakan rekonsiliasi dengan kelompok Syi’ah, kami menyarankan agar berhati-hati dan mengingat bahwa Allah SWT., berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti.” (QS Ali Imran : 118)

Juga firman Allah SWT.,

“Jika (mereka berangkat bersamamu), niscaya mereka tidak akan menambah (kekuatan)mu, malah hanya akan membuat kekacauan, dan mereka tentu bergegas maju ke depan di celah-celah barisanmu untuk mengadakan kekacauan (di barisanmu) ; sedang di antara kamu ada orang-orang yang sangat suka mendengarkan (perkataan) mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang dzalim.” (QS At Taubah : 47)

Syekh Umar Bakri mengakhiri penjelasan tentang Syi’ah Rafidhah dengan mencuplik ulama Syi’ah yang terkenal dan masyhur, Nimatullah al-Jazairi, yang menulis dalam kitabnya “al Anwar an-Nimaniyyah,

“Kami tidak bersepakat dengan mereka (as-Sunnah) tentang Allah, Rasul, atau para Imam, karena mereka berkata, “Tuhan mereka mengutus Muhammad SAW., sebagai seorang Rasul dan penggantinya adalah Abu Bakar.” Sementara kita, kaum Syi’ah, tidak meyakini terhadap Tuhan yang mengirim pengganti dari Rasul-Nya yaitu Abu Bakar. Tuhan itu bukanlah Tuhan kami dan Rasul-Nya bukan Rasul kami.”

Pandangan ulama terhadap Syi’ah Rafidhoh

Di dalam bukunya yang lain, Islam Standar, Melacak Jejak Salafusshaleh (Cicero, Jakarta, 2010), Syekh Umar Bakri Muhammad menjelaskan pandangan ulama terhadap Syi’ah Rafidhoh, yakni di halaman 100.

Pertama kali diawali oleh peristiwa yang sempat menarik perhatian, yaitu dari Muhammad Yusuf bin Yusuf yang berada di Kuffah. Ketika Muhammad Yusuf melihat sekelompok orang menghina sahabat, dia memerintahkan sekelompok orang tersebut untuk dibunuh. Ketika dia ditanya tentang seseorang yang menghina Abu Bakar r.a., dia menjawab agar tidak menshalatkan (shalat jenazah) orang tersebut dan tidak menyentuh jenazah penghina sahabat dengan tangan, melainkan mendorongnya dengan kayu hingga masuk ke dalam liang kubur.

Ketika ditanya tentang Syi’ah Rafidhoh, Imam Malik berpendapat, “Jangan berbicara kepada mereka atau meriwayatkan dari mereka, sungguh mereka adalah pembohong.”

Dalam satu kesempatan Imam Syafi’i berkomentar tentang Syi’ah, “Saya tidak melihat di antara golongan ahli bid’ah yang lebih terkenal kedustaannya melebihi golongan Syi’ah Rafidhoh.”

Dalam kesempatan yang lain dia berkata, “Riwayatkan ilmu yang kamu jumpai dari siapa pun kecuali dari Syi’ah Rafidhoh, sebab mereka membuat hadits-hadits palsu dan menjadikannya sebagai bagian dari agama mereka.”

Disebutkan bahwa Ahmad bin Yunus berkata, “Jika seseorang Yahudi menyembelih seekor domba dan seorang dari golongan Rafidhoh menyembelih seekor domba, maka aku akan makan daging hasil sembelihan dari orang Yahudi sebab Rafidhoh adalah orang yang telah keluar dari Islam (murtad).”

Demikian juga, Imam Abu Bakar bin Haani memutuskan haram atas kaum Muslimin untuk memakan daging hasil sembelihan dari golongan Rafidhoh dan Mu’tazilah karena mereka telah kafir, tapi seseorang dapat makan daging dari orang-orang ahli kitab (sepanjang daging tersebut disembelih). Telah disebutkan bahwa Abdullah bin Idris berkata, “Golongan Rafidhoh (Syi’ah) tidak akan memiliki pembenaran dari perantara pada hari pengadilan nanti.”

Disumberkan dari Fudail bin Marzouk bahwa pertama kali dia mendengar dari hasan Ibnu Hassan berkata kepada seorang laki-laki dari golongan Rafidhoh, “Demi Allah, membunuhmu adalah suatu perbuatan/amal yang baik, yang maka aku beribadah kepada Allah dengannya! Hanya saja aku tidak melakukannya karena kamu adalah tetangga dekatku.”

Dalam sumber yang lain, percakapan itu berlanjut dan tetangganya merespon, “Semoga Allah memberkahimu. Aku tahu bahwa kamu sedang bergurau.” Hassan bin Hassan menimpali, “Aku tidak sedang bergurau! Demi Allah, jika Allah memberikan kekuasaan kepada kami, maka kami akan memotong tangan dan kakimu karena keingkaranmu pada petunjuk (Islam).”

Wallahu’alam bis showab!

 

ARRAHMAH

Apakah Asy-Syiah Mencintai Ahli Bait?

DAHULU kelompok Syiah dalam sejarah daulah-daulah Islam diperlakukan oleh kaum muslimin secara biasa. Ya, memang benar kaum muslimin berselisih dengan Syiah, akan tetapi kaum muslimin tidak melakukan pembunuhan terhadap mereka. Tidak melakukan pengusiran dan pemusnahan.

Banyak ulama Syiah hidup dalam “dekapan” kebudayaan Islam, seperti para sastrawan dan penyair. Yang demikian itu karena Ahlussunnah dapat hidup dengan kelompok mana pun, meskipun berselisih dan memerangi penyimpangan akidahnya, sebagaimana yang dilakukan Ali bin Abi Thalib r.a. terhadap kelompok Khawarij.

Ahlussunnah tidak memerangi, melainkan terhadap orang yang mengangkat senjata terhadap kaum muslimin, atau mengkhianati, atau berusaha merusak agama mereka.

Ada pun kelompok Syiah, mereka senantiasa berusaha mencapai kekuasaan, namun tidak pernah berhasil, hingga akhirnya Alawiyyun bekerja dengan Abbasiyyun untuk menjatuhkan Daulah Umawiyah, dan berhasil. Dan tegaklah Daulah Abbasiyyah.

Abbasiyyun adalah keturunan paman Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam, yaitu al-Abbas. Mereka termasuk ahli bait. Akan tetapi ini sebenarnya bukan yang diinginkan Syiah. Yang diinginkan adalah ahli bait Alawiyyun (keturunan Ali bin Abi Thalib), sekalipun Abu Thalib dan al-Abbas sama-sama paman Nabi. Maka hal ini menyingkap pemahaman Syiah dalam mendefinisikan ahli bait.

Mereka berpendapat: ahli bait adalah istilah yang intinya berhubungan dengan Ali dan anak-anaknya saja. Dan kata-kata mereka yang sering diulang-ulang adalah ahli bait dizalimi. Ini tidak benar.

Sebagai contoh Abu Ja’far al-Manshur. Dia anak Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas (paman Nabi) dari keturunan al-Hasyimi, tetapi mengapa mereka melaknatnya?

Saat kelompok Syiah menguasai pemerintahan di Irak, dalam beberapa hari saja mereka menghancurkan patung kepala Abu Ja’far al-Manshur, penguasa yang membangun kota Baghdad karena kedengkian mereka. Padahal dia keturunan paman Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam.

Demikian juga terhadap Harun ar-Rasyid, cucu Abu Ja’far, kelompok Syiah melaknatnya siang dan malam! Juga terhadap al-Mu’tashim dan lainnya. Bahkan dari kedengkian mereka kepada keturunan Abbas (Abbasiyah), mereka menyerahkan khalifah Abbasiyah terakhir kepada tentara Tartar, lalu tentara Tartar membunuhnya secara keji.

Dan di antara hal yang patut disebut bahwa Syiah menamakan seorang yang nasabnya keturunan ahli bait dengan sebutan as-Sayyid, bentuk jamaknya Saadah. Bagi kelompok Syiah hal ini adalah penghormatan dan pensucian terhadap nasab mereka. Suatu hal yang tidak aneh, sekalipun orang tersebut melakukan perbuatan fasik dan durhaka, seperti berzina, homoseks, mencuri, merampas, atau menzalimi! Syiah menetapkan panggilan Sayyid sebagai kedudukan khusus baginya.

Meskipun demikian ada perbuatan kontradiksi dari Syiah. Di Irak banyak terdapat keturunan al-Husein dari kalangan Ahlussunnah, seperti suku an-Nuaim, al-Musyaahadah, dan al-Hadidin, akan tetapi mereka tidak mendapatkan kecintaan dan kemuliaan dari Syiah. Kelompok Syiah banyak membunuh mereka di masa pemerintahan al-Ja’fari dan al-Maliki. Nasab mereka yang mulia tidak menjadikan Syiah cinta kepada ahli bait.

Demikian pula klan yang masih keturunan al-Hasan, seperti asy-Raf Makkah, dan di antara mereka ada yang menjadi raja di Jordania. Ada juga Baitul Hasani , tetapi Syiah tidak memuliakannya. Justru Syiah mencela siang dan malam, sekalipun diketahui dengan benar nasab mereka keturunan ahli bait.

Para ahli bait itu dicela Syiah karena “satu dosa”, yaitu mereka adalah Ahlussunnah. Bukan kelompok Syiah.

Bahkan yang lebih dahsyat lagi, kabilah Syiah yang nasabnya mengacu pada ahli bait al-Husein (keturunan Husein), seperti al-Musawi dan al-Huseini, dikultuskan. Akan tetapi, manakala ada di antara mereka berpindah ke Ahlusunnah, maka dia dianggap telah murtad dan dibunuh, sebagaimana terjadi di Irak.

Semua ini menunjukkan bahwa barometer Syiah (dalam cinta dan benci terhadap seseorang) adalah berkaitan dengan akidah, dan bukannya kecintaan terhadap ahli bait.*/Sudirman STAIL (sumber buku: Apa Yang Anda Ketahui Tentang Syiah? Penulis: Abdullah Muslim)

 

HIDAYATULLAH

Beberapa Data Penistaan Agama Oleh Jalaluddin Rakhmat, dkk. (Pengurus IJABI)

 

Muqaddimah

الحمد لله  و الشكر لله الصلاة و السلام على رسولله و على أله و أصحابه ومن ولاه …. أما بعد

Sesungguhnya Nabi saw telah memperingatkan para sahabat dan ummatnya tentang adanya perbedaan-perbedaan pendapat di dalam agama ini yang menyebabkan timbulnya berbagai aliran dan mazhab, dan bahwa diantara aliran dan mazhab itu ada yang sesat dan menyimpang yang berakibat neraka bagi penganutnya. Maka aliran dan mazhab yang benar dan selamat ialah yang mereka selalu berkomitmen berpegang teguh kepada sunnah Nabi saw dan sunnah para sahabat. Sabda Nabi saw:

…مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ

“Dan siapa yang hidup diantara kamu maka ia akan melihat perselisihan yang banyak maka ikutilah sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk.” {HR. Ahmad (IV/126-127), Abu Dawud (no. 4607), at Tirmidzi (no. 2676), ad Darimi (I/44), Al Hakim (I/95)}

Juga Nabi saw bersabda:

… وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ

“Dan sesungguhnya agama ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan, 72 golongan tempatnya di dalam neraka dan hanya satu golongan di dalam surga, yaitu Al Jama’ah.” {HR. Abu Dawud (no.4597), Ahmad (IV/102), Al Hakim (I/128), Ad Darimi (II/241), Al Bani dalam Silsilah al Ahaadits Ash Shahihah (no. 203-204)}

Al Jama’ah yang merupakan satu-satunya golongan yang selamat dari Neraka, adalah Jalan yang ditempuh Rasulullah saw bersama seluruh sahabatnya sebagaimana sabda Rasulullah saw:

…كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً :مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي

“Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para sahabatku berjalan di atasnya” {HR. Tirmidzi (no. 2641), Al Hakim (I/129)}

Apa yang diprediksikan Nabi saw ini terbukti sejak dulu sepeninggal beliau saw sampai sekarang. Muncullah aliran-aliran yang menyimpang seperti Khawarij, Syi’ah, Jahmiah, Qadariah, Jabariah, Mu’tazilah, Murjiah dan lain-lainnya, dan sampai sekarang dengan nama yang sama atau dengan nama yang lain. Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan wadah ormas-ormas Islam, termasuk Muhammadiyah dan NUsejak awal didirikannya tahun 1975 sampai sekarang, dalam rangka menjaga umat dari akidah dan pemahaman serta praktek keagamaan yang meyimpang, telah mengadakan rapat dan sidang yang berulang kali, sehingga berhasil merumuskan fatwa dan rekomendasi berkaitan dengan aliran-aliran yang menurut ajaran Islam yang murni yaitu Al Quran dan Hadis yang  berdasarkan pada pemahaman dan pengamalan para salafus saleh yang dekat masanya dengan Nabi saw seperti sahabat Nabi saw, tabi’in, tabi-it tabi in, termasuk para imam-imam yang mu’tabar seperti imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i,  Ahmad bin Hanbal serta imam-imam lainnya.

Maka untuk memudahkan kaum muslimin pada umumnya dan ormas Islam pada khususnya menyikapi aliran-aliran yang berkembang ditengah-tengah masyarakat sekarang ini,  maka kami memuat fatwa serta rekomendasi MUI tentang aliran Syiah dan Nikah Mut’ah dengan tambahan beberapa data dan informasi untuk lebih mengenal bahaya Syi’ah dan mewaspadainya dan surat edaran  Depag. No: D/BA.01/4865/1983, Desember 1983

Beberapa Data tentang Syi’ah di Makassar

Di Makassar ada ormas yang menganut paham Syi’ah, yaitu IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia), yang diantara tokoh dan penulisnya ialah Dr. Jalaluddin Rakhmat (JR)-Ketua Dewan Syuro IJABI-, Emilia Renita (Istri JR), Supa Atha’na (Direktur Iranian Corner UNHAS), Ismail Amin (Mahasiswa Univ. Islam Al-Mushthafa Iran). Mari kita ikuti beberapa kutipan dari pernyataan mereka

A.  Jalaluddin Rakhmat (JR) dan Emilia Renita 

  • Banyak tulisan, editan dan ceramahnya yang sangat menjelek-jelekkan sahabat dan tabiin bahkan melaknat dan mengkafirkan mereka, berdasarkan dalil (kutipan) yang lemah atau berdasarkan dalil yang dipahami secara salah atau data yang dimanipulasi, contoh:
    1. Syiah melaknat orang yang dilaknat Fatimah [1]Dan yang dilaknat Fatimah adalah Abu Bakar dan Umar.[2]
    2. Umar meragukan kenabian Rasulullah saw.[3]
    3. Para sahabat sering menentang pada saat Rasulullah saw masih hidup.[4]
    4. Utsman bin Affan bersama dengan sebagian besar sahabat lain lari dari medan perang uhud.[5]
    5. Para sahabat membantah perintah Nabi saw.[6]
    6. Para sahabat merobah-robah agama.[7]
    7. Para sahabat murtad.[8]
    8. Aisyah bermuka hitam, suka memoles pipinya dengan sejenis akar sebuah pohon sehingga berwarna merah, sehingga dengan itu beliau dijuluki Al Humairo (yang kemerah-merahan pipinya). Ia sangat pencemburu, dan suka membuat makar.[9] Na’udzu billah min dzalik
    9. Muawiyah tidak hanya fasik bahkan kafir, tidak meyakini kenabian.[10] Ia besama dengan Abu Sufyan dan Amr bin ash telah dilaknat oleh Nabi saw.[11]
    10. Abu Sufyan tidak percaya ada surga, neraka, hari perhitungan dan siksaan. Ia ingin memerangi Abu Bakar.[12]
    11. Khalid bin Walid membunuh Malik bin Nuwairah dan menikahi istrinya pada malam hari.[13]
    12. Amr bin Ash adalah anak dari hasil promiskuitas (ibunya digagahi oleh beberapa orang yang tidak jelas).[14]Ia membunuh Muhammad bin Abu Bakar, memasukkannya ke dalam perut bangkai dan membakarnya.[15]
    13. Ibnu Syihab Az Zuhri termasuk pencipta hadis maudhu’.[16]
    14. Said bin Musayyab tidak menyukai Ali bin Abi Thalib dan ia adalah khawarij munafiq.[17]
    15. Sufyan Ats Tsauri melakukan tadlis dan meriwayatkan dari para pendusta.[18]
    16. Marwan bin Hakam menyuruh Yazid untuk membunuh Imam Husein. Dialah yang bergabung dengan Muawiyah untuk membunuh para pecinta Ahlul Bait.[19]
    17. Tragedi Karbala merupakan gabungan dari pengkhianatan sahabat dan kelaliman musuh (Bani umayyah).[20]

 

  • Banyak berbohong dalam tulisannya, sebagaiamana berikut:

 

    1. Sufyan Ats Tsauri melakukan tadlis dan meriwayatkan dari para pendusta.[21]
    2. Kontradiksi posisi Nabi Saw duduk di saat Abu Bakar jadi imam.[22]
    3. As-Sunh jauhnya puluhan kilometer.[23]
    4. Utsman tidak menikahi dua putri Nabi Saw, tapi dua wanita lain.[24]
    5. Muawiyah tidak suka mendengar adzan lantaran di dalam adzan disebut nama Nabi Muhammad Saw.[25]
    6. Di Harian Fajar[26] menghalalkan nikah mut’ah namun di Harian Tribun Timur[27] membantah menghalalkan nikah mut’ah.
    7. Perawi Shahih Muslim, Abdullah bin Wahab suka salah mengambil hadis.[28]
    8. Tidak ada yang bisa membaca di kabilah Bakr bin Wail.[29]
    9. Amr bin Ash tidak rela menghukum orang Nasrani yang mencaci-maki Nabi Muhammad saw karena dia tidak rela orang Nasrani dipukuli hanya karena memaki Nabi yang tidak dipercayainya.[30]
    10. Al Dzahabi (ulama’ yang hidup pada abad 8 Hijriyah) berbicara dengan Sahabat Rasulullah saw, Anas bin Malik ra (yang hidup di abad pertama hijriyah)[31]
    11. Kekejaman Muawiyah bin Abu Sufyan ketika berkuasa dan memerintah ulama untuk mengutuk Ali bin Abi Thalib di Mimbar-mimbar di setiap akhir khutbah mereka.[32]
    12. Rasulullah saw menangis karena berita dari Jibril bahwa cucunya akan dibunuh di Karbala.[33]
    13. Rumah Ali dan Fathimah dikepung, kemudian mereka disiksa seperti binatang.[34]
    14. Ali dikader khusus oleh Rasulullah saw dengan mengajarkannya berbagai macam ilmu (1000 bab ilmu pengetahuan) yang tidak diajarkan kepada sahabat yang lain untuk mempersiapkannya sebagai pelanjut misi yang akan meneruskan ajaran Islam sepeninggal Rasulullah saw.[35]
    15. Para Imam (versi Syi’ah) adalah Shirathal Mustaqim, Jalan yang lurus adalah jalannya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.[36]
    16. Bani Umayyah (Umar bin Sa’ad, Zar’ah bin Syarik dll) membasmi mazhab dan keluarga Ali (Husein bersama keluarganya) di Karbala.[37]
    17. Bani Umayyah membid’ahkan bacaan basmalah dengan jahr (keras) dalam al Fatihah ketika shalat karena kebencian mereka terhadap Imam Ali.[38]

 

  • Ajaran Syiah yang ia sebarkan melalui tulisan-tulisannya adalah ajaran SESAT sesuai 10 kriteria ajaran sesat yang ditetapkan oleh MUI pada tahun 2007, satu kriteria saja yang masuk dalam 10 kriteria di atas maka ajaran itu sudah bisa dikatakan sesat;

 

    1. Merobah-merobah Rukun Iman dan Rukun Islam. Rukun Iman Syiah 5 (lima) yaitu Tauhid, Adalah, Nubuwah, Imamah, Maad, sedangkan Rukun Islam (buatan Syiah) ada 10 (sepuluh).[39]
    2. Menafsirkan Alquran tidak sesuai dengan kaidah tafsir. Menafsirkan Ahlul Bait hanya Ali, Fatimah, Hasan dan Husein sampai imam 12-nya.[40]
    3. Mengubah, menambah dan mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah, seperti mengamalkan 3 kalimat syahadat ditambah dengan wa asyhadu anna ‘Aliyyan waliyyullah, shalat wajib hanya 3 waktu dan juga tidak shalat jum’at.[41]
    4. Mengkafirkan yang bukan golongannya. disebut: yang tidak mengenal Imam mati jahiliyah, mati jahiliah berarti mati tidak dalam keadaan Islam.[42]
    5. Meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i, seperti akidah mereka bahwa Rasulullah saw adalah tajalliyat (pengejawantahan) Allah sendiri[43]dan juga  bahwa para imam merekalah yang memiliki dunia dan akhirat[44] dan Para imam mereka mengetahui yang ghaib.[45]
  • JR telah menghalalkan Nikah Mut’ah (baca: zina)  dan beberapa mahasiswa (i) mempraktekkannya sejak dulu sampai sekarang, di Bandung, Makassar dan kota lainnya,[46]padahal para ulama sejak dahulu sampai sekarang dan MUI Pusat telah memfatwakan haramnya Nikah Mut’ah. JR di harian Fajar menulis: “Nikah Mut’ah memang boleh saja dalam pandangan agama karena masih dihalalkan oleh Nabi saw. Dan apa yang dihalalkan oleh Nabi saw, maka itu berlaku sampai kiamat. Tapi secara sosial, Mut’ah belum bisa diterima”  (Fajar, 25 Januari 2009) Emilia menulis : “Seperti dijelaskan pada dalill-dalil di bawah ini, nikah mut’ah disyariatkan dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah. Semua ulama-apa pun mazhabnya-sepakat bahwa nikah mut’ah pernah dihalalkan di zaman Nabi saw. Mereka berikhtilaf tentang pelarangan nikah mut’ah. Syiah berpegang kepada yang disepakati dan meninggalkan yang dipertentangkan” (40 Masalah Syiah. Hal.217)

 

  • Dr. Jalaluddin Rakhmat (JR, Ketua Dewan Syuro IJABI)  menulis dalam suatu makalahnya: “walhasil berdasarkan hadis ini dan banyak hadis yang tidak dicantumkan di sini, Syiah memilih Ahlul Bait sebagai rujukan mereka. Ahlus Sunnah memilih untuk mengikuti Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hambali mungkin dengan alasan-alasan tertentu. Saya tidak tahu apakah ada nash atau tidak untuk itu. Syiah memilih Ahlul Bait karena perintah Allah swt dan petunjuk Rasulullah saw, karena Al Quran dan Sunnah.” (Mengapa Kami Memilih Madzhab Ahlul Bait, hal 7). Jadi dapat dipahami mengikuti selain Ahlul Bait, seperti sahabat dan para imam yang empat tidak berdasarkan Al Quran dan Sunnah atau masih diragukan ada nash atau tidak untuk itu.

 

B. Supa Atha’na

 

Supa Atha’na (Direktur Iranian Corner Unhas, tokoh IJABI) menulis di harian Tribun Timur: “ Allah Taala mabbarattemu Muhamma’ mappenedding Ali mappugau Patima ttarimai (Allah Ta’ala yang bersetubuh, Muhammad yang merasakan, Ali yang berbuat, Fatimah yang menerimanya).

Antara Allah, Rasulullah, Ali dan Fatimah adalah sebuah kemanunggalan atau dalam istilah tasawwuf disebut wahdatul wujud. Pengertian sederhana wahdatul wujud adalah bersatunya Tuhan dengan manusia yang telah mencapai hakiki atau dipercaya telah suci”  (Tribun Timur, 23 Jan 2009, Assikalaibineng, Refleksi Pemikiran Muslim Persia). Masih dalam tulisan yang yang sama Supa juga menulis: “Menjadikan Ali sebagai rujukan ilmu memang sesuatu yang niscaya bagi yang mengaku sebagai umat Muhammad karena Nabi Muhammad SAW sendiri bersabda: “Ana madinatul ‘ilm wa aliun babuha (Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya)…Berdasarkan hadis, bila ingin masuk ke dalam kota ilmu maka adalah tindakan sopan dan santun harus masuk lewat pintu gerbangnya. Selain itu tercela”

C.  Ismail Amin

Ismail Amin (Mahasiswa Mostafa International University Islamic Republic of Iran) menulis di harian Tribun Timur: “Saya sulit menerima jika dikatakan tanggung jawab penjelasan syariat pasca Rasul jatuh ke tangan para sahabat, sementara untuk contoh sederhana, sahabat sendiri berbeda pendapat bagaimana cara Rasulullah melakukan wudhu dan salat yang benar, padahal Rasul mempraktikkan wudhu dan salat bertahun-tahun di hadapan mereka… Ataupun tanggung jawab penafsiran Al Quran jatuh kepada keempat imam mazhab yang untuk sekedar menafsirkan apa yang dimaksud debu pada surah Al-Maidah ayat 6 saja sulit menemukan kesepakatan” Kemudian lanjut Ismail Amin: “Karenanya hikmah Ilahi meniscayakan adanya orang-orang yang memiliki kriteria seperti yang dimiliki Nabi Muhammad saw… juga berpotensi mendapat ilmu langsung dari Allah swt, ataupun melalui perantara sebagaimana ilham yang diterima Siti Maryam dan ibu nabi Musa as (Lihat Qs. Ali Imran :42, Thaha:38).

Mereka menguasai ilmu Al Quran sebagaimana penguasaan nabi Muhammad SAW sehingga ucapan-ucapan merekapun merupakan hujjah dan sumber autentik ajaran Islam…

Dengan pemahaman seperti ini maka jelaslah maksud dari penggalan hadis Rasulullah, Kutinggalkan bagi kalian dua hal yang berharga, Al Quran dan Ahlul Baitku. (HR Muslim). Bahwa keduanya Al-Quran dan Ahlul Bait adalah dua hal yang tak terpisahkan hingga hari kimat, memisahkan satu sama lain akibatnya adalah kesesatan dan diluar dari koridor ajaran Islam itu sendiri.”  (Tribun Timur 24 Oktober 2008, Kembali Kepada Al Quran dan Ahlul Bait).  Karena para sahabat dan imam mazhab tidak dipercaya menjelaskan ajaran Al Quran pasca Rasul, maka satu-satunya yang dipercaya ialah para Ahlul Bait yang ajarannya tidak mengandung perselisihan dan percekcokan.

D.  Syamsuddin Baharuddin (Ketua IJABI SulSel)

  1. Mempopulerkan secara langsung atau tidak langsung Dr. Jalaluddin Rakhmat sebagai Guru Besar Komunikasi UNPAD Bandung (atau gelar Profesor), padahal menurut Prof.Dr. KH. Miftah Farid (ketua MUI Bandung), yang bersangkutan bukan guru besar UNPAD.
  2. Membantah bahwa JR dan IJABI tidak menjelek-jelekkan sahabat dan tidak menghalalkan nikah mut’ah,[47]padahal kedua hal itu, jelas dilakukan oleh JR dan IJABI.
  3. Ikut mendukung halalnya nikah mut’ah dengan mengatakan bahwa:” Janganlah kaum Sunni mengharamkan nikah mut’ah karena adanya wanita dan anak-anak yang terlantar, karena dalam nikah Sunni pun ada wanita dan anak-anak yang terlantar. Dan jika kaum Sunni mengatakan banyak hadis yang emlarang nikah mut’ah maka kami tegaskan bahwa kami memiliki segudang hadis yang menghalalkan nikah mut’ah. (Diskusi Ilmiah nikah mut’ah gedung IMMIM Ahad, 25-4-2010)

JR dalam kata pengantarnya terhadap buku “40 Masalah Syiah” yang menghalalkan nikah mut’ah berkata: “ secara khusus sebagai ketua dewan Syuro Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) kami berikan buku ini kepada seluruh anggota IJABI sebagai pedoman dakwah mereka. (40 Masalah Syiah. hal. 13)

________________________________________

[1]Emilia Renita AZ. 40 Masalah Syiah. Bandung: IJABI. Cet ke 2. 2009.  hal. 90
[2]Jalaluddin Rakhmat. Meraih Cinta Ilahi. Depok: Pustaka IIMaN, 2008. hal. 404-405
[3]Jalauddin Rakhmat. Sahabat Dalam Timbangan Al Quran, Sunnah dan Ilmiu Pengetahuan. PPs UIN Alauddin 2009. hal. 6
[4]Emilia Renita AZ. 40 Masalah Syiah. Bandung: IJABI. Cet ke 2. 2009.hal. 82
[5]Ibid. hal 79. Meskipun mereka lari dari medan perang, namun Utsman bin Affan dan sebagian sahabat lainnya tidak pantas dicela dan disebut-sebut lagi sebagai oarng yang menentang perintah Rasulullah saw karena mereka sudah diampuni oleh Allah swt, silakan lihat QS. Ali Imran: 155
[6]Jalauddin Rakhmat. Sahabat Dalam Timbangan Al Quran, Sunnah dan Ilmiu Pengetahuan. PPs UIN Alauddin 2009. hal. 7
[7]Jalaluddin Rakhmat. Artikel dalam Buletin al Tanwir Yayasan Muthahhari Edisi Khusus No. 298. 10 Muharram 1431 H.  hal. 3
[8]Ibid. hal. 4
[9]Ceramah Asyura Jalaluddin Rakhmat, Rec. 07 Arsip LPPI Perw. IndTim.
[10]Jalaluddin Rakhmat. Al Mushthafa (Manusia Pilihan yang Disucikan). Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008. hal. 24
[11]Ibid. hal. 73
[12]Emilia Renita AZ. 40 Masalah Syiah. Bandung: IJABI. Cet ke 2. 2009.   hal. 84
[13]
[14]Jalaluddin Rakhmat. Al Mushthafa (Manusia Pilihan yang Disucikan). Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008.   hal. 14
[15]Emilia Renita AZ. 40 Masalah Syiah. Bandung: IJABI. Cet ke 2. 2009.   hal. 84
[16]Jalaluddin Rakhmat. Al Mushthafa (Manusia Pilihan yang Disucikan). Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008.  hal. 145
[17]Ibid. hal. 101
[18]Ibid. hal. 138
[19]Jalaluddin Rakhmat. Meraih Cinta Ilahi (Belajar Menjadi Kekasih Allah). Depok: Pustaka IIMaN, 2008.  hal. 495
[20]Ibid. hal. 493
[21]Jalaluddin Rakhmat. Al Mushthafa (Manusia Pilihan yang Disucikan). Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008. hal. 138
[22]Ibid. hal. 91
[23]Ibid. hal. 92
[24]Ibid. hal.164
[25]Ibid. hal. 16
[26]Minggu, 25 Januari 2009
[27]Selasa, 19 Juli 2011
[28]Jalaluddin Rakhmat. Al Mushthafa (Manusia Pilihan yang Disucikan). Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008.   hal. 145
[29]Ibid. hal. 113
[30]Ibid. hal. 15
[31]Ibid. hal. 19-20
[32]Jalaluddin Rakhmat. Meraih Cinta Ilahi (Belajar Menjadi Kekasih Allah). Depok: Pustaka IIMaN, 2008. hal. 386 dan 471
[33]Ibid. hal. 485-486
[34]Ibid. hal. 422-423
[35]Ibid. hal. 388-390
[36]Ibid. hal. 531
[37]Ibid. hal. 428
[38]Jalaluddin Rakhmat. Al Mushthafa (Manusia Pilihan yang Disucikan). Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008. hal. 19
[39]Emilia Renita Az. 40 Masalah Syiah. Bandung: IJABI. Cet ke 2. 2009.  Hal. 122,  rupanya mereka salah menulis angka dan menjadikan rukun Islam mereka lebih banyak yaitu 11, mungkin ingin kelihatan banyak .
[40]Jalaluddin Rakhmat. Mengapa Kami memilih Mazhab Ahlulbait a.s. Hal. 2
[41]Fatwa MUI Sampang Madura tentang kesesatan Syiah (2 Januari 2012) yang dibawa Tajul Muluk.
[42]Emilia Renita Az. 40 Masalah Syiah. Bandung: IJABI. Cet ke 2. 2009.  hal. 98
[43]Jalaluddin Rakhmat. Meraih Cinta Ilahi (Belajar Menjadi Kekasih Allah). Depok: Pustaka IIMaN, 2008. hal. 31
[44]Emilia Renita Az. 40 Masalah Syiah. Bandung: IJABI. Cet ke 2. 2009. hal. 123
[45]Ibid .hal. 125
[46]lihat pasien terakhir dari buku “Mengapa Kita Menolak Syiah” LPPI Pusat Jakarta. Hal 270-273, dan Skripsi Fakultas Psikologi UNM Makassar 2011. “Perempuan dalam Nikah Mut’ah”
[47]Harian Fajar, Minggu 6 Februari 2011 dan Harian Tribun Timur, Selasa 19 Juli 2011

( lppimakassar.com/nahimunkar.com)

35 Poin, Syiah Bukan Islam

Peneliti Syi’ah dari Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) Surabaya, Kholili Hasib, M.A mengungkapkan 35 point tentang Syiah bukan Islam.

  1. Syiah bukan Islam – sebelum membahas kekeliruan Syiah harus kita pahami dahulu bahwa Syiah Indonesia adalah Syiah Itsna Asyariah bukan Zaidiyah.
  2. Syiah bukan Islam – Syiah Itsna Asyariyah adalah Syiah yang percaya 12 Imam atau disebut Imamiyah. Syiah ini yang mayoritas ada di dunia termasuk rezim yang berkuasa di Iran.
  3. Syiah bukan Islam – Syiah Imamiyah inilah yang disebut Rafidhah. Karena mereka mencaci bahkan mengkafirkan para sahabat Nabi. Syiah Zaidiyah bukan Rafidah karena tidak mencaci sahabat.
  4. Syiah bukan Islam – Ciri khas utama Syiah ada dua yakni kultus berlebihan pada Ali serta keturunannya dan pelecehan terhadap sahabat Nabi.
  5. Syiah bukan Islam – Saya menyimpulkan dua ciri khas utama itu adalah wordlview-nya Syiah. Semua aspek dalam agama pasti berpangkal pada dua hal tsb.
  6. Syiah bukan Islam – Silahkan yang mau membuktikan pemikiran Syiah tentang al-Qur’an, hadits, politik, fiqih diasaskan oleh kultus Ali dan benci kepada para sahabat.
  7. Syiah bukan Islam – Konsep ketuhanan juga dipengaruhi ideologi kultus imamah. Konsep ke esa an Syiah berbeda dengan konsep ke esa an dalam Islam
  8. Syiah bukan Islam – Kitab al-Kafi-kitab hadits syiah yang utama menjelaskan bahwa yg dimaksud musyrik adalah menyekutukan imam Ali dengan imam yg lain.
  9. Syiah bukan Islam – Lebih jelas lagi dalam kitab Bihar al-Anwar,kitab rujukan Syiah, yg mengatakan “Siapa saja tidak percaya Ali adalah Imam pertama adalah kafir.”
  10. Syiah bukan Islam – Jadi yang dimaksud syirik bagi Syiah bukan sekedar menyekutukan Allah tapi juga menyekutukan Ali dalam hal kepemimpinan.
  11. Syiah bukan Islam – Jadi syiah itu sejatinya golongan takfiriyah yang sebenarnya. Mengkafirkan kaum muslimin karena tidak mengangkat Ali sebagai imam pertama.
  12. Syiah bukan Islam – Non Syiah, orang selain Syiah mereka sebut nawashib. Sebutan hina. Nawashib menurut imam-imam mereka halal hartanya.
  13. Syiah bukan Islam – Syiah menyesatkan para aimmatul madzahib imam madzhab yang empat, Ahlussunnah. Mereka disebut ahlul bid’ah, kafir dan sesat (kitab al-Syiah hum Ahlussunnah).
  14. Syiah bukan Islam – Istri tercinta Nabi,Aisyah, disesatkan. Imam Thabrasi mengatakan kemuliaan Aisyah gugur karena melawan Ali, dia ingkar kepada Allah.
  15. Syiah bukan Islam – Syiah mengkafirkan sahabat. Menurut mereka hanya 3 sahabat yang Islam yakni Abu Dzar, Salman, dan Miqdad.
  16. Syiah bukan Islam – Kenapa Syiah menghalalkan mut’ah. Lagi-lagi karena yg meriwayatkan haramnya mut’ah itu Umar bin Khattab. Karena kebenciannya itu haditsnya ditolak.
  17. Syiah bukan Islam – Kenapa Syiah menolak mushaf utsmani sebagai al-Qur’an? Karena yang menyusun itu Utsman yg mereka benci.
  18. Syiah bukan Islam – Dalam kitab Thaharah, Khomaini menyebut sahabat itu lebih jijik daripada anjing dan babi.
  19. Syiah bukan Islam – Syaikh Shoduq ulama Syiah, mengatakan darah nawasib (muslim sunni) itu halal.
  20. Syiah bukan Islam – Imam Khomaini pernah berfatwa bahwa nawasib itu kedudukannya sama dengan musuh yang wajib diperangi (ahlul harb).
  21. Syiah bukan Islam – Karena itu cara tepat mengenal Syiah itu dengan menelaah kitab-kitab induk mereka. Karena itu ajaran mrk sesungguhnya.
  22. Syiah bukan Islam – Jangan terkecoh dengan buku-buku Syiah sekarang. Karena penuh propaganda, intrik dan pengelabuan.
  23. Syiah bukan Islam – Syiah punya rukun agama bernama taqiyah. “La dina liman la taqiyata” artinya tidak beragama yang tidak taqiyyah, disebut dalam al-kafi.
  24. Syiah bukan Islam – Karena taqiyah itu, Imam Syafii berpesan bahwa golongan yang paling banyak bohongnya itu Syiah.
  25. Syiah bukan Islam – Maka jangan heran jika mereka mengaburkan fakta-fakta Syiah Sampang. Karena itu bagian dari aqidah. Teologi kebohongan itulah taqiyah.
  26. Syiah bukan Islam – Waspadalah Syiah punya sayap militan. Mereka pernah mau kirim relawan ke Suriah bantu rezim Asad.
  27. Syiah bukan Islam – Seorang pengurus PBNU pernah menulis, Syiah Indonesia sedang siapkan konsep imamah di Indonesia. Dalam arti mereka sedang siapkan revolusi
  28. Syiah bukan Islam – Syiah membahayakan NKRI. Ada fatwa Khomeini yang mewajibkan Syiah untuk revolusi di negara masing-masing.
  29. Syiah bukan Islam – Gerakan Syiah didukung kelompok liberal. Pokoknya segala aliran yang rusak dan sesat yang dilekatkan pada Islam didukung Syiah. Mereka sekarang bersatu.
  30. Syiah bukan Islam – visi Syiah-liberal hampir sama dalam hal pelecehan terhadap sahabat nabi dan meragukan al-Qur’an.
  31. Syiah bukan Islam – Liberal punya ideologi relativisme. Ternyata Syiah dalam kampanye gunakan ideologi tersebut untuk kelabuhi Sunni.
  32. Syiah bukan Islam – contoh relativisme Syiah adalah, kampanye Sunnah-Syiah sama saja. Sama Tuhan dan Nabinya. Ini mencontek kaum liberal.
  33. Syiah bukan Islam – Filsafatnya orang Syiah ternyata juga berujung pluralisme dan pantaeisme. FiIsalafatnya mengadopsi paripatetik.
  34. Syiah bukan Islam – Demikianlah fakta-fakta Syiah. Jika muslim anti liberal maka seharusnya juga anti Syiah. Mereka sama-sama ideologi perusak Islam.
  35. Syiah bukan Islam – Semoga kita dan keluarga kita dilindungi dari makar Syiah dan Liberal.

 

 

sumber: Arrahmah

Inilah Beda Ahlussunnah Waljamaah dengan Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah

Apa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah?

 

Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) dianggap sekedar dalam masalah khilafiyah Furu’iyah, seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah, antara Madzhab Safi’i dengan Madzhab Maliki.

Karenanya dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Selanjutnya mereka berharap, apabila antara NU dengan Muhammadiyah sekarang bisa diadakan pendekatan-pendekatan demi Ukhuwah Islamiyah, lalu mengapa antara Syiah dan Sunni tidak dilakukan?

Oleh karena itu, disaat Muslimin bangun melawan serangan Syiah, mereka menjadi penonton dan tidak ikut berkiprah.

Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada apa yang mereka ketahui.

Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka, akan hakikat ajaran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Disamping kebiasaan berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya.

Sedangkan apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah yang sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzahab Syafi’i.

Padahal perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i, hanya dalam masalah Furu’iyah saja. Sedangkan perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah),  perbedaan-perbedaannya disamping dalam Furuu’ juga dalam Ushuul.

Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya juga berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur’an mereka juga berbeda dengan Al-Qur’an kita (Ahlussunnah).

Apabila ada dari ulama mereka yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa Al-Qur’annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan.

Sehingga tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan: Bahwa Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama tersendiri.

Melihat pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian dari perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dengan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).

 

  • Ahlussunnah: Rukun Islam kita ada 5 (lima): a) Syahadatain b) As-Sholah c) As-Shoum d) Az-Zakah e) Al-Haj
  • Syiah: Rukun Islam Syiah juga ada 5 (lima) tapi berbeda: a) As-Sholah b) As-Shoum c) Az-Zakah d) Al-Haj e) Al wilayah

 

 

  • Ahlussunnah: Rukun Iman ada 6 (enam): a) Iman kepada Allah b) Iman kepada Malaikat-malaikat-Nya c) Iman kepada Kitab-kitab Nya d) Iman kepada Rasul Nya e) Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamat f) Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.
  • Syiah: Rukun Iman Syiah ada 5 (lima)* a) At-Tauhid b) An Nubuwwah c) Al Imamah d) Al Adlu e) Al Ma’ad

 

 

  • Ahlussunnah: Dua kalimat syahadat
  • Syiah: Tiga kalimat syahadat, disamping Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam mereka.

 

 

  • Ahlussunnah: Percaya kepada imam-imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam-imam, sampai hari kiamat. Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan.
  • Syiah:  Percaya kepada dua belas imam-imam mereka, termasuk rukun iman. Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah dianggap kafir dan akan masuk neraka.

 

 

  • Ahlussunnah: Khulafaurrosyidin yang diakui (sah) adalah : a) Abu Bakar b) Umar c) Utsman d) Ali Radhiallahu anhum
  • Syiah: Ketiga Khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman) tidak diakui oleh Syiah. Karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam Ali sendiri membai’at dan mengakui kekhalifahan mereka).

 

 

  • Ahlussunnah: Khalifah (Imam) adalah manusia biasa, yang tidak mempunyai sifat Ma’shum. Berarti mereka dapat berbuat salah/ dosa/ lupa. Karena sifat Ma’shum, hanya dimiliki oleh para Nabi.
  • Syiah: Para imam yang jumlahnya dua belas tersebut mempunyai sifat Ma’shum, seperti para Nabi.

 

 

  • Ahlussunnah: Dilarang mencaci-maki para sahabat.
  • Syiah: Mencaci-maki para sahabat tidak apa-apa bahkan Syiah berkeyakinan, bahwa para sahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat membai’at  Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah.

 

 

  • Ahlussunnah: Siti Aisyah istri Rasulullah sangat dihormati dan dicintai. Beliau adalah Ummul Mu’minin.
  • Syiah: Siti Aisyah dicaci-maki, difitnah, bahkan dikafirkan.

 

 

  • Ahlussunnah: Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan rujukan Ahlussunnah adalah Kutubussittah : a) Bukhari b) Muslim c) Abu Daud d) Turmudzi e) Ibnu Majah f) An Nasa’i (kitab-kitab tersebut beredar dimana-mana dan dibaca oleh kaum Muslimin sedunia).
  • Syiah: Kitab-kitab Syiah ada empat : a) Al Kaafi b) Al Istibshor c) Man Laa Yah Dhuruhu Al Faqih d) Att Tahdziib (Kitab-kitab tersebut tidak beredar, sebab kebohongannya takut diketahui oleh pengikut-pengikut Syiah).

 

 

  • Ahlussunnah: Al-Qur’an tetap orisinil
  • Syiah: Al-Qur’an yang ada sekarang ini menurut pengakuan ulama Syiah tidak orisinil. Sudah dirubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah).

 

 

  • Ahlussunnah: Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul Nya. Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul Nya.
  • Syiah: Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali, walaupun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah. Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali, walaupun orang tersebut taat kepada Rasulullah.

 

 

  • Ahlussunnah: Aqidah Raj’Ah tidak ada dalam ajaran Ahlussunnah. Raj’ah adalah besok diakhir zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali. Dimana saat itu Ahlul Bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.
  • Syiah: Raj’ah adalah salah satu aqidah Syiah. Dimana diceritakan: bahwa nanti diakhir zaman, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasulullah, Imam Ali, Siti Fatimah serta Ahlul Bait yang lain.

Setelah mereka semuanya bai’at kepadanya, diapun selanjutnya membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Kemudian ketiga orang tersebut disiksa dan disalib, sampai mati seterusnya diulang-ulang sampai  ribuan kali. Sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka kepada Ahlul Bait.

Keterangan: Orang Syiah mempunyai Imam Mahdi sendiri. Berlainan dengan Imam Mahdinya Ahlussunnah, yang akan membawa keadilan dan kedamaian.

 

 

  • Ahlussunnah: Mut’ah (kawin kontrak), sama dengan perbuatan zina dan hukumnya haram.
  • Syiah: Mut’ah sangat dianjurkan dan hukumnya halal. Halalnya Mut’ah ini dipakai oleh golongan Syiah untuk mempengaruhi para pemuda agar masuk Syiah. Padahal haramnya Mut’ah juga berlaku di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib.

 

 

 

  • Ahlussunnah: Khamer/arak tidak suci.
  • Syiah: Khamer/arak suci.

 

  • Ahlussunnah: Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap tidak suci.
  • Syiah: Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap suci dan mensucikan.

 

  • Ahlussunnah : Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah.
  • Syiah: Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri membatalkan shalat.

(jadi shalatnya bangsa Indonesia yang diajarkan Wali Songo oleh orang-orang Syiah dihukum tidak sah/ batal, sebab meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri).

 

 

  • Ahlussunnah: Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah.
  • Syiah: Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat dianggap tidak sah/batal shalatnya.

(Jadi shalatnya Muslimin di seluruh dunia dianggap tidak sah, karena mengucapkan Amin dalam shalatnya).

 

 

  • Ahlussunnah: Shalat jama’ diperbolehkan bagi orang yang bepergian dan bagi orang yang mempunyai udzur syar’i.
  • Syiah: Shalat jama’ diperbolehkan walaupun tanpa alasan apapun.

 

 

  • Ahlussunnah: Shalat Dhuha disunnahkan.
  • Syiah : Shalat Dhuha tidak dibenarkan.

(padahal semua Auliya’ dan salihin melakukan shalat Dhuha).

 

 

Demikian telah kami nukilkan perbedaan-perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).  Sengaja  kami  nukil  sedikit saja,  sebab apabila kami nukil seluruhnya, maka akan memenuhi halaman-halaman buku/web ini.

Harapan kami semoga pembaca dapat memahami benar-benar perbedaan-perbedaan tersebut. Selanjutnya pembaca yang mengambil keputusan (sikap).

Masihkah mereka akan dipertahankan sebaga Muslimin dan Mukminin? (walaupun dengan Muslimin berbeda segalanya).

Sebenarnya yang terpenting dari keterangan-keterangan diatas adalah agar masyarakat memahami benar-benar, bahwa perbedaan yang ada antara Ahlussunnah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) itu, disamping dalam Furuu’ (cabang-cabang agama) juga dalam Ushuul (pokok/ dasar agama).

Apabila tokoh-tokoh Syiah sering mengaburkan perbedaan-perbedaan tersebut, serta memberikan keterangan yang tidak sebenarnya, maka hal tersebut dapat kita maklumi, sebab mereka itu sudah memahami benar-benar, bahwa Muslimin Indonesia tidak akan terpengaruh atau tertarik pada Syiah, terkecuali apabila disesatkan (ditipu).

Oleh karena itu, sebagian besar orang-orang yang masuk Syiah adalah orang-orang yang tersesat, yang tertipu oleh bujuk rayu tokoh-tokoh Syiah.

Akhirnya, setelah kami menyampaikan perbedaan-perbedaan antara Ahlussunnah dengan Syiah, maka dalam kesempatan ini kami menghimbau kepada Alim Ulama serta para tokoh masyarakat, untuk selalu memberikan penerangan kepada umat Islam mengenai kesesatan ajaran Syiah. Begitu pula untuk selalu menggalang persatuan sesama Ahlussunnah dalam menghadapi rongrongan yang datangnya dari golongan Syiah. Serta lebih waspada dalam memantau gerakan Syiah didaerahnya. Sehingga bahaya yang selalu mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita dapat teratasi.

Selanjutnya kami mengharap dari aparat pemerintahan untuk lebih peka dalam menangani masalah Syiah di Indonesia. Sebab bagaimanapun, kita tidak menghendaki apa yang sudah mereka lakukan, baik di dalam negri maupun di luar negri, terulang di negara kita.

Semoga Allah selalu melindungi kita dari penyesatan orang-orang Syiah dan aqidahnya. Amin.

 

 

sumber: AlBayyinat

MUI: Ajaran Syiah Penuhi 10 Kriteria Aliran Sesat

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menyatakan bahwa sekte Syiah yang akhir-akhir ini banyak dipertanyakan oleh masyarakat adalah kelompok sesat dan menyimpang. Menurut MUI, ajaran Syiah telah memenehui sepuluh kriteria aliran sesat yang telah ditetapkan MUI dalam Rakernas pada Selasa, 6 Nopember 2007, di Sari Pan Pasifik, Jakarta.

Dalam buku ‘Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia’ yang diterbitkan oleh MUI Pusat pada bulan Nepember 2013 ini disebutkan bahwa suatu ajaran dalam Islam jika mengandung sepuluh kriteria yang telah ditetapkan MUI di Jakarta di atas merupakan ajaran menyimpang dan sesat. Sepuluh kriteria yang disebutkan MUI tersebut adalah, pertama; mengingkari salah satu Rukun Islam dan Rukun Iman , kedua; menyakini atau mengikuti Aqidah yang tidak sesuai dengan dalil Syar’I (Al Qur’an dan As Sunnah), ketiga; menyakini turunnya wahyu sesudah Al Qur’an, keempat; mengingkari autentitas dan kebenaran Al Qur’an.

MUI melanjutkan, kelima; menafsirkan Al Qur’an yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir, keenam; mengingkari hadist sebagai sumber ajaran Islam, ketujuh; melecehkan/mendustakan Nabi dan Rasul, kedelapan; mengingkari Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir, kesembilan; mengurangi/menambah pokok-pokok ibadah yang tida ditetapkan Syariat dan kesepuluh; mengkafirkan sesama muslim hanya karena bukan kelompoknya.

“Kesepuluh kriteria kelompok sesat di atas telah dianut dan diamalkan oleh Syiah Imamiah, Itsna Asyariah dan Madzhab Ahlu Bait (Versi syiah)” kata MUI dalam buku yang dibagikan gratis untuk masyarakat tersebut.

MUI menunjukkan, sepuluh kriteria tersebut terungkap dianut oleh kelompok Syiah berdasarkan kajian dan musyawarah yang dilakukan Badan Silaturrahmi Ulama Pesantren Madura (BASSRA) pada tanggal 3 Januari 2012 di gedung Islamic Centre Pamekasan, Madura. Menurut kajian BASSRA, di antara keyakinan Syiah Imamiyah yang menyimpang dari prinsip-prinsip Islam adalah:

Pertama: Rukun Iman dan Rukun Islam Syiah berbeda dari nash-nash Al Quran dan hadis mutawatir yang shahih, karena menambahkan rukun Al Wilayah (Keimaman Ali bin Abi Thalib dan Keturuannya) sebagai rukun Iman dan Islam.

Kedua: Menyakini adanya tahrif (interpolasi) Al Qur’an yang artinya mengingkari autentisitas dan kebenara Al Qur’an

Ketiga: Mengkafirkan keompok lain yang diluar golongannya karena mereka berprinsip seorang yang tidak mengimani rukun Iman dan Islam yang paling pokok, yaitu Al Wilayah, maka dianggap bukan muslim, fasik, bahkan kafir. Dan hal itu bukan hanya untuk umat Islam umumnya, akan tetapi juga mencakup para sahabat Nabi yang utama Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman Radiyallahu Anhum dan semua yang bersepakat membaiat mereka.

Dalam buku setebal 152 halam itu, MUI juga menyebutkan pernyataan para ulama besar Indonesia yang menegaskan bahwa Syiah adalah ajaran yang menyimpang dari ajaran Islam yang murni, yang sesuai dengan ajaran Salafus Shaleh. Ulama-ulama tersebut adalah Syaikh Hasyim Al Asy’ari (Rais Akbar NU), Prof. DR. Hamka (Tokoh Muhammadiyah dan Ketum MUI periode 1975-1980), DR. Muhammad Nashir (Pendiri Dewan Dakwah (DDI) dan KH. Hasan Bashir (Ketua MUI periode 1985-1998).

 

sumber: Kiblat.net

Syiah dan Kegagalan Mempropagandakan Imamah

Abu Bakar dan Umar meski memimpin dengan amanah, adil, jujur dan ihlas, tidak dianggap sebagai khalifah Islam oleh kaum Syiah, tapi sebagai perampok yang mengambil alih hak Ali sebagai pengganti Rasulullah.

 

Oleh: Bahrul Ulum

MINGGU ini, umat Islam Indonesia dihebohkan oleh status yang menamakan Emilia Renita AZ, istri Jalaluddin Rahmat, yang menyatakan bahwa Tuhan kaum Syiah berbeda dengan Tuhan umat Islam. Hal ini ia tulis dalam status akun Facebook Emilia Renita AZ yang diposting pada Selasa (04/10/2014).

Dalam statusnya, Emilia mengutip tokoh syiah Al-Gharawi yang mengatakan bahwa, “Tuhan kita (syiah) adalah Tuhan yang menurunkan wahyu kepada Ali, sedangkan Tuhan yang menurunkan wahyu kepada Muhammad maka bukan Tuhan kita. Shollu ‘Ala Nabii……”

Namun kabar yang baru saya dapatkan, Emilia menampik jika status akun itu adalah miliknya. [Baca: Emilia Renita: Saya Tak Tanggapi Fitnah dan Akun Facebook Palsu ]

Sebenarnya pernyataan seperti itu bukan hal baru dalam ajaran Syiah. Dan tulisan ini tidak membahas soal akun asli atau palsu.
Selain Al-Ghawari juga ada tulisan ulama hadits kenamaan Syiah bernama Sayyid Nikmatullah Al-Jazairi dalam kitabnya “Al-Anwar An-Nu’maniyyah” mengenai hal yang sama. Ia menulis,”Kita (Syiah Imamiyah dan Ahlus Sunnah) tidak satu Tuhan, tidak satu Nabi dan tidak satu Imam. Pasalnya, Tuhan yang mereka (Ahlus Sunnah wal Jamaah) akui adalah Tuhan yang menjadikan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai Nabi-Nya dan Abu Bakar sebagai khalifahnya sepeninggal beliau, sedangkan kami (Syiah Imamiyah) tidak mengakui Tuhan yang seperti ini. Akan tetapi Tuhan yang menjadikan Abu Bakar sebagai khalifah bukanlah Tuhan kami, dan Nabi itu pun bukanlah Nabi kami”. (Nikmatullah Al-Jazairi, Al-Anwar An-Nu’maniyyah, Jilid II/ hal 278).

Kalau kita telaah kitab-kitab Syiah, pernyataan seperti itu sebenarnya merupakan cerminan kegagalan Syiah memprogandakan konsep Imamah. Mereka sangat kecewa dengan nash-nash al-Qur’an maupun Sunnah Nabi yang ternyata tidak secara eksplisit menerangkan tentang konsep tersebut.

Kekecewaan itu kemudian diantaranya dengan menyalahkan Rasulullah karena dianggap menyembunyikan masalah tersebut. Dalam hal ini Khumaini dalam bukunya menulis bahwa seandainya Nabi Muhammad menyampaikan perkara Imamah sebagaimana yang Allah perintahkan (padanya) dan mencurahkan segenap kemampuannya dalam permasalahan ini, niscaya perselisihan yang terjadi di berbagai negeri Islam tidak akan berkobar…..” [Khumaini,Kasyful-Asraar, hal. 155].

Tentu saja tuduhan Khumaini ini tidak berdasar, karena Rasulullah telah menyampaikan semua ajaran yang diterimanya dari Allah. Tidak ada satupun khabar atau informasi yang beliau sembunyikan. Rasululah merupakan manusia yang paling takut kepada Allah dibanding manusia lainnnya. Dalam hal ini Allah berfirman:“Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (Al-Maidah (5): 670).
Ayat ini menurut para ahli tafsir sebagai jaminan dari Allah bahwa Rasulullah tidak akan terbunuh dalam menyampakaikan ajaran Islam. Beliau akan wafat setelah semua ajaran Islam tersampaikan kepada umat manusia.

Ternyata Rasulullah Memilih Abu Bakar dan Umar

Kekecewaan kaum Syiah bukan saja mereka tujukan kepada Rasulullah, tetapi juga kepada para sahabat beliau. Mereka menuduh para sahabat telah merampas hak Ali dalam soal Imamah. Ketiga khalifah sebelum Imam Ali, yaitu Abu Bakar, Umar dan Ustman dianggap sebagai perampok yang merampas hak Ali dalm masalah kekhalifahan.

Abu Bakar dan Umar meski memimpin dengan amanah, adil, jujur dan ihlas, tidak dianggap sebagai khalifah Islam oleh kaum Syiah, tapi sebagai perampok yang mengambil alih hak Ali sebagai pengganti Rasulullah. (Nashir Abdullah Ibnu Ali al-Qofari, Ushul Mazhab Syiah, hal 825)

Karena alasan itulah hingga saat ini kaum Syiah sangat membenci Abu Bakar dan Umar. Sebagai bentuk kebencian terhadap dua sahabat Rasulullah itu, mereka selalu melaknat keduanya dalam do’a harian. Al-Kaf’ami dalam kitabnya al-Mishbah, menyebutkan doa yang berisi laknat terhadap Abu Bakar dan Umar yang dinamakan dengan Doa Shanamai Quraisy (doa atas dua berhala Quraisy).

Dia menyebutkan bahwa doa ini diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu. “Ya Allah limpahkan shalawat untuk Muhammad dan keluarga Muhammad, dan laknatlah dua berhala Quraiys, dan kedua jibt dan thaghutnya (maksudnya: syetan yang disembah selain Allah-Pent), kedua tukang dustanya, dan kedua putrinya yang telah menyelisihi perintah-Mu dan mengingkari wahyu-Mu.” (Taqiuddin Ibrahim Ibnu Ali Husein ibnu Muhammad ibnu Shaleh al-Amili Kaf’ami, al-Mishbah, hal. 552)

Bahkan mereka menyalahkan secara total apa yang dilakukan oleh khalifah sebelum Ali, yang menurut kaum Syiah diangkat berdasar pemikiran atau persetujuan kaum muslimin. Bagi kaum Syiah, cara seperti ini dianggap melawan atau menentang wasiat Nabi Muhammad. Karena itu mereka menganggap ketiga khalifah sebelum Ali telah murtad dan kafir. Demikian pula orang yang mengakui kekhalifahan mereka juga dianggap sesat, baik orang-orang dahulu maupun orang-orang belakangan. ( al-Majalisi, Bihar al-Anwar, juz IV, hal. 385)

Berdasar keyakinan ini Syiah secara mutlak tidak mengakui kepemimpinan khalifah sebelum Ali karena mereka dipilih oleh manusia.
Padahal dalam persoalan kekhalifahan, Ali bin Abi Thalib tidak sebagaimana yang mereka yakini. Ali termasuk seorang sahabat yang tidak gila kekuasaan dan jabatan. Dalam kitab rujukan Syiah sendiri, yaitu Nahjul Balaghah, disebutkan bahwa Imam Ali menolak ketika akan diangkat menjadi khalifah/imam. Ia berkata: “Da’uuniy wal tamisuu ghairiy (Carilah orang selain aku)” (Sayid Syarif Radhi, Nahjul Balaghah, Khutbah 91)

Demikian juga saat khalifah Umar hendak wafat, beliau memilih 6 orang untuk melakukan syuro, supaya memilih diantara mereka sebagai penggantinya. Kemudian 3 orang dari mereka mengundurkan diri, lalu Abdurrahman bin Auf r.a. juga ikut mengundurkan diri, tinggal Utsman r.a. dan Ali r.a. Dalam kondisi seperti ini Imam Ali tidak mengatakan kepada mereka bahwa beliau telah menerima wasiat kekhalifahan dari Nabi -shollallohu alaihi wasallam.

At-Thabarsy juga mengutip perkataan Muhammad Al-Baqir bahwa Ali menetapkan kekhilafahan Abu Bakar, mengakui akan keimanannya, turut mengangkatnya dengan kekuasaannya, sebagaimana yang disebutkan bahwa Usamah bin Zaid yang mencintai Rasul tatkala ia siap untuk berangkat, Rasul berpulang ke Al-Malaul A’la. Setelah ia menerima pemberitahuan akan kewafatan Rasulullah, ia kembali bersama pasukannya memasuki kota Madinah. Maka tatkala ia melihat bahwa manusia mengangkat Abu Bakar, ia mendatangi Ali bin Abi Thalib dan bertanya: “Apa ini?”. Ali menjawab: “Sebagaimana yang engkau lihat”. Berkata Usamah: “Apakah engkau turut mengangkatnya(Abu Bakar)?. Ali pun menjawab: “Iya”. (Abi Mansur Ahmad ibnu Ali ibnu Abi Thalib al-Thabarasy, al-Ihtijaj, Juz I,/hal.115

Adapun Ali yang terlambat membai’at Abu Bakar, diterangkan oleh ulama Syiah sendiri yaitu Ibnu Abil Hadid: “Kemudian berdiri Abu Bakar, berpidato kepada orang banyak dan menyatakan keuzurannya, berkata: “Sungguh pengangkatan saya adalah kekhilafan, mudah-mudahn Allah menghindarkan akan bahayanya. Aku takut akan fitnah, Demi Allah. Aku tak pernah menginginkannya walau hanya satu hari, aku sudah diserahi tugas yang amat berat lagi besar, aku merasa tak kuat dan tak mampu, aku ingin agar ada orang yang lebih kuat yang menggantikanku.’ Begitulah Abu Bakar mengakui keberatannya. Golongan Muhajirin menerima keberatan itu dan berkata Ali dan Zubair: “Kita tidak marah, kecuali melalui musyawarah, dan kami memandang Abu Bakar manusia paling berhak dengan pengangkatan itu, karena ia adalah teman Rasul di dalam gua, kami mengetahui pengalamannya, dan ialah yang diperintahkan Rasul untuk menggantikan beliau untuk memimpin shalat di saat Rasul masih hidup”. ( Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahjul Balaghah, juz II, hal.50).

Pernyataan Imam Ali ini menunjukkan bahwa ia mengakui kekhalifahan Abu Bakar. Jika kekhalifahan harus berdasar nash, tentu ia tidak akan mengakui kekhalifahan Abu Bakar.

Demikian juga para sahabat yang lain telah sepakat bahwa tidak ada wasiat dari Rasulullah mengenai Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti beliau. Disamping itu seandainya memang benar Nabi SAW bersabda demikian, pastilah akan terjadi, karena tidaklah beliau mengucapkan sesuatu melainkan dari wahyu yang diwahyukan oleh Allah dan Allah tak pernah menyelisihi perkataan-Nya/janji-Nya.

Bahkan ironisnya ada riwayat dari kitab Syiah yang dengan jelas menerangkan Rasulullah memberi tahu Khafsah, salah satu istrinya bahwa yang menggantikan beliau sebagai khalifah adalah Abu Bakar dan Umar. Diriwayatkan oleh al-Majlisi dan lainnya dari Imam Ja’far Shadiq berkata “Ketika nabi membisikkan kepada sebagian istrinya, yaitu Khafsah. Berkata Shadiq, ‘Dia telah ingkar dengan perkataanya’ ……..”Sesungguhnya Rasulullah memberi tahu Khafsah bahwasanya ayahnya (yaitu Umar bin Khatab) dan Abu Bakar Shidiq nanti bakal memimpin setelah beliau.” Maka keduanya (Abu Bakar dan Umar) mempercepat kematian Nabi dengan memberi racun. Lalu Allah memberitahu Nabi atas perbuatan kedua orang itu.” (Al-Majalisi,Biharul Anwar, Juz XXII/hal 246)

Meski riwayat tersebut dimaksudkan untuk mencela Abu Bakar dan putrinya serta Umar dan putrinya yang akan meracuni Rasulullah, namun penulis riwayat ini kurang jeli sehingga memasukkan cerita tentang Rasulullah yang memberitahu Khafsah bahwa ayahnya Umar dan sahabatnya Abu Bakar akan menjadi pemimpin atau Imam.*

Penulis adalah Sekretaris Umum Majelis Intelekual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Jawa Timur

 

 

sumber: Hidayatullah

Ciri-Ciri Penganut Syiah, Kenali dan Berhati-Hatilah!

Penyerangan yang dilakukan oleh segerombolan orang-orang syiah ke Masjid Az-Zikra yang terjadi pada rabu malam ini membuat banyak orang bertanya-tanya, mengapa sebegitu anarkisnya, mengapa harus melakukan hal-hal kekerasan, pemukulan dan penculikan. Nah… pastinya sobat Nida juga bertanya-tanya donk, Syiah itu apa dan seperti apa?

Tenang Sob, Nida akan menjelaskan ciri-ciri penganut Syiah. Ini dia ciri-cirinya yang harus kita kenali:

1.Mengenakan songkok hitam dengan bentuk tertentu

Tidak seperti songkok yang dikenal umumnya masyarakat Indonesia, songkok mereka seperti songkok orang Arab hanya saja warnanya hitam.

2.Tidak shalat jum’at

Meskipun shalat jum’at bersama jama’ah, tetapi dia langsung berdiri setelah imam mengucapkan salam. Orang-orang akan mengira dia mengerjakan shalat sunnah, padahal dia menyempurnakan shalat Zhuhur empat raka’at, karena pengikut Syi’ah tidak meyakini keabsahan shalat jum’at kecuali bersama Imam yang ma’shum atau wakilnya.

3.Tidak salam ketika mengakhiri shalat

Pengikut Syi’ah juga tidak akan mengakhiri shalatnya dengan mengucapkan salam yang dikenal kaum Muslimin, tetapi dengan memukul kedua pahanya beberapa kali.

4.Mengakui shalat hanya 3 waktu saja

Pengikut Syi’ah jarang shalat jama’ah karena mereka tidak mengakui shalat lima waktu, tapi yang mereka yakini hanya tiga waktu saja. Yaitu menggabungkan antara shalat maghrib dengan Isya, Subuh dan menggabungkan shalat dzuhur dan ashar.

5. Membawa At-Turbah Al-Husainiyah yaitu batu/tanah (dari Karbala)

Mayoritas pengikut Syi’ah selalu membawa At-Turbah Al-Husainiyah yaitu batu/tanah (dari Karbala) yang digunakan menempatkan kening ketika sujud bila mereka shalat tidak didekat orang Sunni.

6.Cara berwudhunya tidak seperti umat muslim lainnya

Jika kita perhatikan caranya berwudhunya, maka akan terlihat wudhunya sangat aneh, tidak seperti yang dikenal kaum Muslimin.

7.Penganut Syi’ah tidak akan hadir dalam kajian dan ceramah Ahlus Sunnah

8.Penganut Syi’ah banyak-banyak mengingat Ahlul Bait; Ali, Fathimah, Hasan dan Husain radhiyallahu anhum

9. Mereka tidak menunjukkan penghormatan kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, mayoritas sahabat dan Aisyah ra radhiyallahu anhum

10.Berbuka puasa saat waktu benar-benar malam dan menganggap shalat tarawih sebagai bid’ah

Pada bulan Ramadhan penganut Syi’ah tidak langsung berbuka puasa setelah Adzan maghrib; dalam hal ini Syi’ah berkeyakinan seperti Yahudi yaitu berbuka puasa jika bintang-bintang sudah nampak di langit, dengan kata lain mereka berbuka bila benar-benar sudah masuk waktu malam. (mereka juga tidak shalat tarawih bersama kaum Muslimin, karena menganggapnya sebagai bid’ah)

11.Mengadu domba dan menyebarkan fitnah antara jamaah salafi dengan jamaah lain

Mereka berusaha sekuat tenaga untuk menanam dan menimbulkan fitnah antara jamaah salafi dengan jamaah lain, sementara itu mereka mengklaim tidak ada perselisihan antara mereka dengan jamaah lain selain salafi. Ini tentu tidak benar.

12. Jarang memegang dan membaca Al-Qur’an

Kita tidak akan mendapati seorang penganut Syi’ah memegang dan membaca Al-Qur’an kecuali jarang sekali, itu pun sebagai bentuk taqiyyah (kamuflase), karena Al-Qur’an yang benar menurut mereka yaitu al-Qur’an yang berada di tangan al-Mahdi yang ditunggu kedatangannya.

13. Orang Syi’ah tidak berpuasa pada hari Asyura, dia hanya menampilkan kesedihan di hari tersebut

14.Mempengaruhi wanita untuk menikah mut’ah

Mereka juga berusaha keras mempengaruhi kaum wanita khususnya para mahasiswi di perguruan tinggi atau di perkampungan sebagai langkah awal untuk memenuhi keinginannya melakukan mut’ah dengan para wanita tersebut bila nantinya mereka menerima agama Syi’ah.

Orang-orang Syi’ah getol mendakwahi orang-orang tua yang memiliki anak putri, dengan harapan anak putrinya juga ikut menganut Syi’ah sehingga dengan leluasa dia bisa melakukan zina mut’ah dengan wanita tersebut baik dengan sepengetahuan ayahnya ataupun tidak.

Pada hakikatnya ketika ada seorang ayah yang menerima agama Syi’ah, maka para pengikut Syi’ah yang lain otomatis telah mendapatkan anak gadisnya untuk dimut’ah. Tentunya setelah mereka berhasil meyakinkan bolehnya mut’ah. Semua kemudahan, kelebihan, dan kesenangan terhadap syahwat ini ada dalam diri para pemuda, sehingga dengan mudah para pengikut Syi’ah menjerat mereka bergabung dengan agama Syi’ah.

15. Raut wajah

Ciri-ciri mereka sangat banyak. Selain yang di sebutkan di atas masih banyak ciri-ciri lainnya. Namun cara yang paling praktis ialah dengan memperhatikan raut wajah. Wajah mereka merah padam jika kita mencela Khomeini, Sistani, Ahmadinejad, dan Iran.

Tapi jika kita menghujat Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan Hafshah, atau sahabat-sahabat lainnya radhiyallahu anhum tidak ada sedikitpun tanda-tanda kegundahan di wajahnya.

Nah Sob, itulah ciri-ciri penganut syiah. Syiah itu bukan Islam, syiah adalah ajaran yang sesat dan menyesatkan. So… waspada dan berhati-hati ya Sob. Wallahu a’lam

 

 

sumber: Annida Online

Mengungkap 15 Ciri Pengikut Syi’ah di Indonesia

Menurut Syi’ah bahwa Taqiyah atau taqqiya wajib dilakukan. Jadi taqiyah adalah salah satu prinsip agama mereka. Taqiyah dilakukan kepada orang selain Syi’ah, seperti ungkapan bahwa Al Quran Syi’ah adalah sama dengan Al Quran Ahlus Sunnah. Padahal ungkapan ini hanyalah kepura-puraan mereka. Taqiyh mirip dengan sekutu yahudi lain yang gemar menampilkan wajah yang penuh topeng tipu daya dan pura-pura.

Mereka juga bertaqiyah dengan pura-pura mengakui pemerintahan Islam selain Syi’ah. Menurut Ali Muhammad Ash Shalabi, taqiyah dalam Syiah ada empat unsur pokok ajaran;

Pertama, Menampilkan hal yang berbeda dari apa yang ada dalam hatinya.

Kedua, taqiyah digunakan dalam berinteraksi dengan lawan-lawan Syiah.

Ketiga, taqiyah berhubungan dengan perkara agama atau keyakinan yang dianut lawan-lawan.

Keempat, digunakan di saat berada dalam kondisi mencemaskan

Menurut Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi di Majalah Islam Internasional Qiblati, ciri-ciri pengikut Syi’ah sangat mudah dikenali, kita dapat memperhatikan sejumlah cirri-ciri berikut:

  1. Mengenakan songkok hitam dengan bentuk tertentu. Tidak seperti songkok yang dikenal umumnya masyarakat Indonesia, songkok mereka seperti songkok orang Arab hanya saja warnanya hitam.
  2. Tidak shalat jum’at. Meskipun shalat jum’at bersama jama’ah, tetapi dia langsung berdiri setelah imam mengucapkan salam. Orang-orang akan mengira dia mengerjakan shalat sunnah, padahal dia menyempurnakan shalat Zhuhur empat raka’at, karena pengikut Syi’ah tidak meyakini keabsahan shalat jum’at kecuali bersama Imam yang ma’shum atau wakilnya.
  3. Pengikut Syi’ah juga tidak  akan mengakhiri shalatnya dengan mengucapkan salam yang dikenal kaum Muslimin, tetapi dengan memukul kedua pahanya beberapa kali.
  4. Pengikut Syi’ah jarang shalat jama’ah karena mereka tidak mengakui shalat lima waktu, tapi yang mereka yakini hanya tiga waktu saja.
  5. Mayoritas pengikut Syi’ah selalu membawa At-Turbah Al-Husainiyah yaitu batu/tanah (dari Karbala – redaksi) yang digunakan menempatkan kening ketika sujud bila mereka shalat tidak didekat orang lain.
  6. Jika Anda perhatikan caranya berwudhu maka Anda akan dapati bahwa wudhunya sangat aneh, tidak seperti yang dikenal kaum Muslimin.
  7. Anda tidak akan mendapatkan penganut Syi’ah hadir dalam kajian dan ceramah Ahlus Sunnah.
  8. Anda juga akan melihat penganut Syi’ah banyak-banyak mengingat Ahlul Bait; Ali, Fathimah, Hasan dan Husain radhiyallahu anhum.
  9. Mereka juga tidak akan menunjukkan penghormatan kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, mayoritas sahabat dan Ummahatul Mukminin radhiyallahu anhum.
  10. Pada bulan Ramadhan penganut Syi’ah tidak langsung berbuka puasa setelah Adzan maghrib; dalam hal ini Syi’ah berkeyakinan seperti Yahudi yaitu berbuka puasa jika bintang-bintang sudah nampak di langit, dengan kata lain mereka berbuka bila benar-benar sudah masuk waktu malam. (mereka juga tidak shalat tarwih bersama kaum Muslimin, karena menganggapnya sebagai bid’ah)
  11. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk menanam dan menimbulkan fitnah antara jamaah salaf dengan jamaah lain, sementara itu mereka mengklaim tidak ada perselisihan antara mereka dengan jamaah lain selain salaf. Ini tentu tidak benar.
  12. Anda tidak akan mendapati seorang penganut Syi’ah memegang dan membaca Al-Qur’an kecuali jarang sekali, itu pun sebagai bentuk taqiyyah (kamuflase), karena Al-Qur’an yang benar menurut mereka yaitu al-Qur’an yang berada di tangan al-Mahdi yang ditunggu kedatangannya.
  13. Orang Syi’ah tidak berpuasa pada hari Asyura, dia hanya menampilkan kesedihan di hari tersebut.
  14. Mereka juga berusaha keras mempengaruhi kaum wanita khususnya para mahasiswi di perguruan tinggi atau di perkampungan sebagai langkah awal untuk memenuhi keinginannya melakukan mut’ah dengan para wanita tersebut bila nantinya mereka menerima agama Syi’ah. Oleh sebab itu Anda akan dapati;
  15. Orang-orang Syi’ah getol mendakwahi orang-orang tua yang memiliki anak putri, dengan harapan anak putrinya juga ikut menganut Syi’ah sehingga dengan leluasa dia bisa melakukan zina mut’ah dengan wanita tersebut baik dengan sepengetahuan ayahnya ataupun tidak. Pada hakikatnya ketika ada seorang yang ayah yang menerima agama Syi’ah, maka para pengikut Syi’ah yang lain otomatis telah mendapatkan anak gadisnya untuk dimut’ah. Tentunya setelah mereka berhasil meyakinkan bolehnya mut’ah. Semua kemudahan, kelebihan, dan kesenangan terhadap syahwat ini ada dalam diri para pemuda, sehingga dengan mudah para pengikut Syi’ah menjerat mereka bergabung dengan agama Syi’ah.

Dasar Doktrinal ‘Taqiyah’

Secara umum taqiyyah adalah strategi menyembunyikan keyakinan di hadapan musuh untuk menghindari terjadinya bencana (Alatas 2002: 142). Dalam pengertian ini, meskipun konsep ini sering dianggap sebagai khas Syi’ah, praktiknya sangat umum khususnya bagi kelompok penganut agama atau aliran minoritas yang berada di bawah penguasa otoritarian yang opresif. Hanya saja mereka tidak menggunakan konsep taqiyyah.

 

Dalam pandangan sebagian besar kaum Sunni, konsep taqiyyah memiliki makna negatif yang identik dengan kebohongan dan kemunafikan. Oleh sebab itu, Jalaluddin Rahmat mengusulkan untuk tidak menggunakan istilah taqiyah untuk menyebut praktik tersebut. Sebagai alternatifnya, ‘pendekatan yang luwes dan silaturrahmi’, misalnya, adalah istilah netral yang bisa diterima secara umum. Dengan penggunaan istilah netral tersebut, prakteik taqiyah dapat dibenarkan.

Bagi kelompok Syi’ah, taqiyah tentu saja dipahami secara positif. Jalaluddin Rahmat (1998:1viii) yang mengutip pandangan Khomeini menulis bahwa taqiyah berbeda dengan kemunafikan. Kalau kemunafikan adalah penyembunyian kekufuran dan penampakan keimanan, taqiyah adalah sebaliknya yakni penampakan kekafiran dan penyembunyian keimanan karena alasan-alasan tertentu. Mereka mengakui bahwa ajaran dan praktik taqiyah mempunyai landaan doktrinal yang kokoh dalam ajaran islam. Mereka biasanya menggunakan sejumlah dalil naqli maupun dalil aqli untuk melegitimasi praktik taqiyah dimaksud. Selain itu, taqiyah juga diyakini sudah dipraktikkan oleh sahabat Nabi Muhammad SAW, dan praktik tersebut dibenarkannya. Salah satu dalil naqli yang paling sering dipakai adalah ayat al-Qur’an (3:28) yang artinya:

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia daripertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali”

Menurut mereka, taqiyah dibenarkan tidak hanya karena alasan takut tetapi juga demi persatuan di kalangan kaum Muslimin. Berkenaan dengan tipe ini yakni taqiyah mudarat. Jalaluddin Rahmat (Rahmat 1998:1ix) mengutip fatwa khomeini:” yang dimaksud dengan taqiyah mudarat ialah taqiyah yang dilakukan untuk mempersatukan kaum muslimnin dengan menarik kecintaan para penentang dan memperoleh kasih sayang mereka; bukan karena menghawatirkan adanya ancaman seperti taqiyah khauf”. Dalam praktiknya, seseorang menyembunyikan sikap sesungguhnya, termasuk sikap negatif terhadap kelompok lain yang berbeda paham dengan menampilkan tindakan yang positif sehingga dapat mencapai ukhwah islamiyah. Singkatnya, bagi penganut Syi’ah Indonesia terdpat dua tipe taqiyah yakni taqiyah karena takut dan taqiyah untuk persaudaraan yang memiliki landasan doktrinal yang kokoh.

[Nahimunkar/voa-islam.com]

– See more at: http://www.voa-islam.id/read/citizens-jurnalism/2013/12/12/28099/mengungkap-15-ciri-pengikut-syiah-di-indonesia/#sthash.uNvMnDyq.dpuf

Nasib Muslim Sunni di Negeri Syiah Iran

Hari Jumat adalah hari yang pedih dan getir bagi Hassan Amini, 69 tahun. Hari itu selalu mengingatkan Hassan betapa dia dan teman-temannya harus hidup menanggung penghinaan.

Sebagai seorang ulama Sunni di Kota Sanandaj, Provinsi Kurdistan, Iran, Hassan tak diperkenankan naik ke podium dan memberikan khotbah Jumat di masjid kampungnya sendiri. Siapa khatib salat Jumat pada hari itu sudah ditunjuk oleh penguasa Iran di Teheran. Sudah tentu sang pengkhotbah bukan seorang muslim Sunni.

Padahal ada ratusan masjid dengan mayoritas jemaah muslim Sunni di Sanandaj. “Ada sekitar 250 masjid Sunni di Sanandaj,” kata Hassan, kepada FT, beberapa waktu lalu. Di negara Syiah seperti Iran, Hassan dan teman-temannya memang bukan penduduk mayoritas. Dari sekitar 80 juta penduduk Iran, ditaksir ada 10 juta muslim Sunni. Menurut data dari pemerintah Iran, ada 47.291 masjid Syiah dan 10.344 masjid Sunni di Negeri Seribu Mullah.

Bagi Hassan dan jutaan muslim Sunni, Iran adalah tanah tumpah darahnya. Sama halnya Arab Saudi bagi dua jutaan muslim Syiah di wilayah timur kerajaan kaya raya minyak itu. Tapi tak cuma di zaman Shah Reza Pahlavi, setelah Revolusi Iran pada 1979, nasib muslim Sunni tak banyak berubah.

Pada 2009, Human Rights Watch menerbitkan laporan panjang soal rupa-rupa diskriminasi terhadap muslim Syiah di Arab Saudi. Menteri pertama Saudi dari komunitas Syiah baru ditunjuk satu setengah tahun lalu. “Sudah sekian lama hak-hak mereka dirampas dan diperlakukan seperti warga kelas dua,” kata Kamel al-Wazne, peneliti asal Lebanon.

Senasib dengan muslim Syiah di Arab Saudi, muslim Sunni di Iran juga terus mendapat perlakuan diskriminatif. Mereka “tak berdaulat” di masjidnya sendiri. Bahkan beberapa masjid Sunni ditutup pemerintah Iran. Saeed, seorang muslim Sunni di Punak, Teheran, menuturkan kepada Observers, bertahun-tahun dia dan komunitasnya beribadah dengan damai hingga pada 2011, polisi Iran datang untuk menutup masjid mereka.

Mereka mengalihkan ibadah ke tempat lain, tapi pertengahan tahun lalu, polisi kembali datang dan menutupnya. “Ada banyak pejabat garis keras yang tak peduli dengan hak asasi manusia. Beberapa muslim Syiah garis keras percaya bahwa kami tak punya hak untuk mendirikan tempat ibadah di negara Syiah,” kata Saeed.

 

sumber: Detik