Hati Siapakah yang Marah ketika Melihat Kesyirikan? (Bag. 4)

Baca pembahasan sebelumnya Hati Siapakah yang Marah ketika Melihat Kesyirikan? (Bag. 3)

Kondisi Kaum Muslimin Saat Ini

Realita yang kita temukan pada kaum muslimin saat ini adalah mereka belum memahami aqidah al-wala’ wal bara’  ini. Kita bisa melihat bersama, ketika hak Allah Ta’ala yang dilecehkan, dengan tidak menujukan ibadah hanya kepada-Nya saja, kubur wali disembah, kotoran kerbau atau nasi tumpeng dijadikan rebutan untuk dimintai berkahnya, dukun dan paranormal ramai-ramai beriklan di televisi dan majalah-majalah, maka hati siapakah yang miris? Hati siapakah yang menjadi benci, marah, dan murka? Siapakah yang berteriak lantang untuk mengingkari itu semua? Demikianlah, kemarahan dan kebencian hati kita ketika melihat kesyirikan mungkin masih kalah jauh daripada ketika kita melihat ribuan orang dibantai di Palestina atau kejahatan-kejahatan mengerikan lainnya. Kebencian kita terhadap pelaku kemusyrikan mungkin masih kalah jauh daripada kebencian kita terhadap penjudi, perampok, atau pembunuh. Apakah kita menyadari hal ini?

Bahkan, yang kita dapati justru dukungan dan sambutan mereka yang meriah terhadap pelecehan Allah Ta’ala itu dengan ikut menonton dan menikmatinya melalui acara-acara di televisi, membaca iklan-iklan atau liputan berita tentang kesyirikan itu di koran dan majalah, bahkan ikut serta memeriahkan acaranya. Masyarakat pun merasa enjoy dengan kejahatan syirik itu dan menganggapnya sebagai hal yang biasa-biasa saja. Atau, mereka justru ikut mengunjungi dan meramaikan tempat-tempat kesyirikan itu. Buktinya, masyarakat kita tidak segan-segan mengeluarkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit untuk berwisata ke tempat-tempat kesyirikan dan menganggapnya sebagai aktivitas rutin biasa dalam kehidupan mereka. Sehingga kita lihat makam-makam dan petilasan-petilasan para wali penuh disesaki pengunjung, candi-candi peninggalan sejarah masa lampau berdiri dengan megahnya dengan dilengkapi fasilitas yang lengkap, serta masjid-masjid yang menjadi satu dengan makam orang shalih ramai dipenuhi peziarah. 

Sikap Bertolak Belakang dengan Aqidah Al-wala’ Wal  bara’

Bukannya membenci, memusuhi, mengingkari, dan menjauhkan diri dari tempat-tempat kesyirikan dan pelakunya, mereka justru ikut meramaikan dan memelihara kelestarian syirik tersebut. Menurut mereka, inilah bentuk melestarikan warisan budaya bangsa yang luhur dan menyelamatkannya dari kepunahan. Sehingga, mereka justru menjuluki orang-orang yang membenci dan memusuhinya sebagai “orang yang tidak tahu adat” atau sebagai “orang yang tidak mau menghargai budaya bangsa dan warisan leluhur”.

 Alasan “melestarikan adat/budaya” atau “melestarikan warisan leluhur” untuk ”melestarikan kesyirikan” merupakan alasan yang dipakai oleh umat-umat pada zaman dahulu untuk membela kesyirikan mereka. Sebagaimana perkataan kaum Nuh ‘alaihis salaam, ketika mereka diajak untuk mentauhidkan Allah Ta’ala, 

فَقَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا هَذَا إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُرِيدُ أَنْ يَتَفَضَّلَ عَلَيْكُمْ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَأَنْزَلَ مَلَائِكَةً مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي آبَائِنَا الْأَوَّلِينَ

“Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab, ’Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu’.” (QS. Al-Mu’minuun [23]: 24)

Dalam ayat ini, mereka melawan dakwah Nuh’alaihis salaam dengan mengatakan bahwa ajaran nenek moyangnya itulah ajaran yang benar. Sedangkan ajaran Nuh adalah ajaran yang batil karena menyelisihi ajaran nenek moyang mereka.

Menjadikan Budaya Nenek Moyang Sebagai Alasan

Adapun kaum kafir Quraisy, mereka mengatakan,

مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي الْمِلَّةِ الْآخِرَةِ إِنْ هَذَا إِلَّا اخْتِلَاقٌ

Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir. Ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan.” (QS. Shaad [38]: 7)

Kaum kafir Quraisy menyebut ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sebuah dusta dan kebohongan karena menyelisihi budaya nenek moyang mereka, yaitu budaya menyembah berhala. Mereka tidak merujuk kepada agama pendahulu mereka, yaitu Ibrahim ‘alaihis salaam, akan tetapi justru merujuk kepada nenek moyang mereka yang lebih dekat, yaitu nenek moyang mereka di Mekah dari kaum kafir Quraisy. [1]

Pertanyaannya, apakah kita juga akan menggunakan alasan yang sama untuk melestarikan kesyirikan di negeri kita ini? Apakah kita juga akan menggunakan alasan yang sama untuk mengunjungi candi-candi, makam para wali, petilasan-petilasan, tempat-tempat keramat, dan tempat-tempat kesyirikan lainnya? Apakah kita juga akan menggunakan alasan yang sama ketika kita ikut menghadiri dan memeriahkan acara kirab Kerbau Kyai Slamet, pemandian pusaka-pusaka kerajaan, atau acara sedekah laut yang marak diadakan setiap tanggal 1 Suro? Apakah kita masih menginginkan masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab? Semoga Allah Ta’ala menjauhkan kita dari kesyirikan dan para pelakunya.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/51975-marah-ketika-melihat-kesyirikan-bag-4.html

Hukum Jimat dengan menggunakan Al-Qur’an

Jimat adalah kesyirikan, tidak diperbolehkan seorang muslim menggunakannya atau meyakini jimat bisa membawa keberuntungan dan menjauhkan dari bahaya.

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

“Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

‘Sesungguhnya jampi, jimat dan tiwalah adalah syirik.’”(HR. Bukhari)

dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ عَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

“Barangsiapa menggantungkan jimat, maka ia telah melakukan syirik.” (HR. Abu Dawud, shahih)

Bagaimana apabila jimatnya menggunakan Al-Qur’an? Ada dua pendapat ulama:

Pertama: membolehkan jimat menggunakan Al-Quran

Kedua: melarang jimat dengan Al-Qur’an dan inilah pendapat yang TERKUAT

Berikut penjelasannya:

1. Pendapat yang membolehkan

Alasan ulama yang membolehkan karena ini dalam rangka tabarruk yang syar’i dengan kalamullah dan asma’ (nama) Allah yang ada di dalamnya.

Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata,

هذا كله في تعليق التمائم وغيرها مما ليس فيه قرآن ونحوه، فأما ما فيه ذكر الله فلا نـهي فيه؛ فإنه إنـما يجعل للتبرك به والتعوذ بأسـمائه وذكره

“Semua (hadist) yang melarang mengenai menggantung jimat yang dan yang lainnya adalah karena tidak ada al-Quran di dalamnya (tidak dikecualikan). Adapun apabila ada ‘penyebutan nama Allah’ maka tidak ada larangannya. Hal tersebut dijadikan sebagai tabarruk dan ta’awwudz dengan nama Allah.” (Fathul Bari 6/142)

Demikian juga Al-Qurthubi menukilkan perkataan imam Malik, beliau berkata:

وقال الإمام مالك: لا بأس بتعليق الكتب التي فيها أسماء الله عز وجل على أعناق المرضى على وجه التبرك

“Tidak mengapa menggantungkan (sebagai jimat) lembaran yang ada ‘nama Allah’ pada leher orang sakit untuk tabarruk.” (Tafsir Al-Qurthubi 10/319)

2. Melarang jimat dengan Al-Qur’an

Inilah pendapat yang TERKUAT dengan berbagai pertimbangan ulama dan lebih menenangkan hati. Dijelaskan dalam kitab “Al-Mausu’ah Al-Kuwaitiyyah” tentang 3 alasan tidak bolehnya jimat menggunakan Al-Quran:

واحتج هؤلاء لما ذهبوا إليه بما يأتي

 عموم النهي في الأحاديث ولا مخصص للعموم

سد الذريعة، فإنه يفضي إلى تعليق ما اتفق على تحريمه

أنه إذا علق فلا بد أن يمتهنه المعلق بحمله معه في حال قضاء الحاجة

“Para ulama berhujjah atas pendapat mereka dengan alasan sebagai berikut:

1.Keumuman larangan dalam hadits (larangan jimat) dan tidak ada yang mengkhususkan

2.Dalam rangka menutup jalan menuju ke arah kesyirikan karena hal ini bisa mengantarkan kepada apa yang telah disepakati keharamannya

3.Apabila digantungkan/dipakai, pasti yang memakai akan membawanya akan ikut masuk ketika buang hajat (ke kamar mandi tidak boleh membawa AL-Quran dan lafadz nama Allah). (AL-Muasu’ah Al-Kuwaitiyyah 14/31)

Demikian juga syaikh Abdul Aziz Bin Baz menjelaskan bahwa telah ma’ruf bahwa sahabat dan salaf dahulunya tidak membolehkan hal ini. Beliau berkata,

أنها لا تجوز وهذا هو المعروف عن عبدالله بن مسعود وحذيفة رضي الله عنهما وجماعة من السلف والخلف قالوا: لا يجوز تعليقها ولو كانت من القرآن سدًا للذريعة وحسمًا لمادة الشرك

“Tidak boleh (menggunakan jimat dengan Al-Quran) karena telah ma’ruf bahwa sahabat Abdullah bin Mas’ud, Hudzaifah serta para ulama dahulu dan sekarang mereka mengatakan: ‘Tidak boleh menggantungkan jimat walaupun dari Al-Quran untuk menutup jalan menuju kesyirikan dan untuk memangkas sumber kesyirikan.’” (Majmu’ Fatawa 1/51)

Kesimpulan: tidak boleh mengunakan jimat secara mutlah meskipun dari Al-Quran

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/42823-hukum-jimat-dengan-menggunakan-al-quran.html

Merasa Sial Mengantarkan kepada Kesyirikan

ANGGAPAN “merasa sial” atau “Thiyarah” adalah keyakinan yang kurang baik bahkan bisa mengantarkan kepada kesyirikan.

Begitu juga praktik masyarakat kita yang kurang tepat yaitu yakin adanya hari sial, bulan sial bahkan keadaan-keadaan yang dianggap sial. Misalnya kejatuhan cicak, suara burung hantu malam hari dan lain-lainnya.

Keyakinan seperti ini bertentangan dengan ajaran Islam, karena untung dan rugi adalah takdir Allah dengan hikmah.

Rasulullah Shalallahu alaihi Wassalam menjelaskan bahwa anggapan sial pada sesuatu itu termasuk kesyirikan. Beliau Shalallahu alaihi Wassalam bersabda,

“Thiyarah (anggapan sial terhadap sesuatu) adalah kesyirikan. Dan tidak ada seorang pun di antara kita melainkan (pernah melakukannya), hanya saja Allah akan menghilangkannya dengan sikap tawakkal” (HR Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 429).

Beliau juga bersabda,

“Tidak ada (sesuatu) yang menular (dengan sendirinya) dan tidak ada “Thiyarah”/ sesuatu yang sial (yaitu secara dzatnya), dan aku kagum dengan al-falu ash-shalih, yaitu kalimat (harapan) yang baik” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Demikian, semoga bermanfaat. [dr. Raehanul Bahraen]

Ayo, Jauhkan Syirik di Bulan Muharam

SAAT ini kita tengah berada dalam bulan Muharam, satu dari empat bulan yang dimuliakan Allah SWT. Untuk itu, hati-hatilah. Jangan pernah menodai Muharam, diantaranya dengan perbuatan-perbuatan di bawah ini.

Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus. Maka, janganlah kamu menganiaya dirimu sendiri dalam keempat bulan itu. (QS. at-Taubah [9]: 36)

Imam Bukhori menafsirkan ayat di atas dengan menyebutkan hadits Abu Bakroh radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana keadaan hari ketika Allah menciptakan langit-langit dan bumi. Setahun ada dua belas bulan. Di antaranya terdapat empat bulan yang dimuliakan: tiga bulan yang berurutan, yaitu Dzulqodah, Dzulhijjah dan Muharrom, dan bulan Rojab Mudhor yang ada antara bulan Jumada dan Syaban.” (HR. Bukhori 4662)

Syaikh Abdurrohman as-Sadi rahimahullahu taala mengatakan: “Dinamakan haram karena kemuliaannya yang dilebihkan, dan juga karena diharamkannya peperangan pada bulan tersebut.”

Kemuliaan Muharam Kini Telah Ternoda

Anehnya, sebagian besar manusia di sekitar kita atau bahkan hampir seluruhnya, menjadikan bulan Muharam ini sebagai bulan keramat, penuh mara bahaya dan petaka. Akibatnya, berbagai ritual bidah, khurofat, takhayul bahkan kesyirikan marak dilakukan di bulan ini. Tentunya ini merupakan bentuk tidak dimuliakannya bulan ini, bahkan sebaliknya malah menodainya. Padahal, bulan ini mulia dengan lebih dimuliakannya amal sa;eh di dalamnya. Dan akan lebih besar pula dosa kemaksiatan yang dilakukan pada bulan ini.

Qotadah rahimahullahu taala menyebutkan: “Amal saleh pada bulan haram pahalanya sangat agung. Sebaliknya, perbuatan kezaliman padanya merupakan kezaliman yang juga lebih besar (dosanya) dibanding bulan selainnya, meski yang namanya kezaliman itu kapan pun dilakukan tetap saja merupakan dosa besar.”

Kenyataan yang kita dapati, banyak hajat yang terpaksa diurungkan gara-gara bertepatan dengan bulan ini; mulai hendak membangun rumah, pindah rumah (boyongan: jawa), memulai proyek, pernikahan, khitanan, dan masih banyak lagi hajat yang lainnya. Mereka hanya berdalih bulan keramat ini tidak baik untuk hajatan, bahkan tidak menguntungkan. Naudzu billahi min dzalik, kita berlindung kepada Allah dari semua itu.

Sebagai bentuk antisipasi datangnya mara bahaya di bulan tersebut, mereka melakukan berbagai ritual dan aktivitas tahunan. Mereka semua gelisah dan takut memasuki bulan ini layaknya tidak ada yang tidak merasa khawatir akan tertimpa musibah, sehingga mereka semua semarak dan serempak melakukan ritual-ritual tersebut.Sadranan (nyadran: jawa), membuat sesaji (sajenan: jawa), larung sesaji, sampai memandikan pusaka atau jimat (jamasan: jawa), dan mungkin masih banyak ritual-ritual lainnya.

Perhatikan, bagaimana mereka telah membalik kemuliaan bulan Muharam ini menjadi terlecehkan lagi terhina. Padahal, semestinya mereka memperbanyak amal sholih di bulan ini, bukan malah mengotorinya dengan berbagai macam dosa dan maksiat.

Keyakinan bahwa bulan Muharrom termasuk bulan keramat, bulan sial, bulan yang tidak akan membawa keberuntungan adalah sebuah dosa besar, bahkan bisa jadi kesyirikan yang tidak terampuni. Sebab, kandungan dari keyakinan tersebut ialah pencelaan terhadap masa, waktu, atau zaman yang berarti secara tidak langsung telah mencela Pembuat dan Pengaturnya, yaitu Alloh azza wajalla. Rosululloh shallallahu alaihi wasallam menyebutkan bahwa Allah azza wajalla menegaskan hal ini dalam sebuah hadits qudsi:

Manusia telah menyakiti-Ku. Dia mencela masa, padahal Aku adalah (pemilik dan pengatur) masa. Urusan itu ada di tangan-Ku, Aku yang membolak-balikkan silih bergantinya siang dan malam. (HR. Bukhori 4826 dan Muslim 2246)

Bila mereka mencela bulan Muharam ini saja diharamkan karena berarti mencela Allah SWT, maka bila celaan mereka terhadap bulan ini disertai keyakinan bahwa memang bulan ini yang mengatur baik dan buruknya nasib mereka, berarti mereka telah terjungkal ke dalam jurang kesyirikan.

INILAH MOZAIK

Tinggalkan Dosa dan Kesyirikan!

DALAM pelajaran sirah nabawiyah kali ini, kita kaji tafsir surah Al-Mudattsir yang merupakan wahyu kedua yang turun kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Allah Taala berfirman,

“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Rabbmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah.” (QS. Al-Mudattsir: 1-7)

Nabi shallallahu alaihi wa sallam Diingatkan untuk Meninggalkan Dosa dan Kesyirikan

“Dan rujza tinggalkanlah”, yang dimaksud rujza adalah berhala dan awtsan, yaitu segala sesuatu yang disembah selain Allah. Ayat ini maksudnya kita diperintahkan untuk meninggalkannya dan bara (berlepas diri) dari perkataan dan amalan yang ada sangkut pautnya dengan penyembahan kepada selain Allah (kesyirikan). Bisa juga maksud rujza adalah amalan kejelekan seluruhnya, termasuk perkataan jelek. Maka perintah yang dimaksud di sini adalah tinggalkanlah dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar, baik dosa yang nampak maupun yang tersembunyi, termasuk juga di sini meninggalkan kesyirikan dan dosa-dosa lainnya.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam Diperintahkan untuk Bersabar

“Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah”, di sini diperintahkan untuk meraih pahala dengan bersabar. Bersabar di sini dalam tiga bentuk yaitu (1) sabar dalam taat kepada Allah, (2) sabar dalam menjauhi maksiat, (3) sabar dalam menghadapi musibah.

Karena hal-hal di atas benar-benar dijalankan oleh Rasul shallallahu alaihi wa sallam, pantaslah beliau menjadi ulul azmi dari para Rasul. Shalawatullahi wa salaamuhu alaihi wa alaihim ajmain.

Semoga bermanfaat. [Referensi: At-Tashil li Tawil At-Tanzil Tafsir Juzu Tabarak fi Sual wa Jawab; Tafsir As-Sadi; Muhammad Abduh Tuasikal]

 

INILAH MOZAIK

Awas, Takut Hantu Bisa Syirik

ADA yang bertanya, apakah ketakutan akan hantu termasuk sirik? Ustaz Ammi Nur Baits menjawab sbb:

Pertama, perasaaan takut yang dialami manusia ada dua, takut yang disertai pengagungan dan takut yang merupakan bagian dari tabiat.

Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,

Takut ada beberapa macam. Diantaranya takut disertai merendahkan dan menghinakan diri, serta pengagungan kepada yang ditakuti. Yang diistilahkan dengan khauf as-sirri (takut yang samar). Takut semacam ini hanya boleh diberikan untuk Allah. Barangsiapa yang menyekutukan Allah dengan memberikan rasa takut semacam ini kepada selain Allah, berarti dia telah melakukan syirik besar. Seperti orang yang takut kepada berhala, atau orang mati, atau orang yang dianggap wali. Disertai keyakinan bahwa mereka bisa memberi manfaat dan madharat. Sebagaimana yang dilakukan para penyembah kubur.

Yang kedua, takut yang merupakan bagian dari tabiat manusia (khauf thabii). Takut semacam ini hukum asalnya mubah. Sebagaimana firman Allah yang menceritakan tentang Musa,

Musa keluar dari kota itu dengan rasa takut dan mengendap-endap. (QS. al-Qashas: 21)

Oleh karena itu, rasa takut seseorang terhadap sesuatu yang membahayakan atau yang bisa mengganggu, tidak termasuk kesyirikan. Karena tujuan kita bukan untuk mengagungkannya, atau meyakini bahwa dia bisa memberi manfaat dan madharat dengan sendirinya. (al-Qoul Mufid Syarh Kitab at-Tauhid, 2/67).

Kedua, berdasarkan keterangan di atas, penting bagi kita untuk memahami perbedaan khouf siri dengan khauf thabii. Karena dengan ini kita bisa memahami batasan, kapan rasa takut itu terhitung kesyirikan.

Disamping keterangan Imam Ibnu Utsaimin di atas, ada keterangan Syaikh Sholeh Alu Syaikh tentang batasan khauf iri dan khauf tabiat. Beliau menjelaskan,

Khouf siri adalah seseorang takut kepada selain Allah azza wa jalla karena anggapan, yang ditakuti bisa memberikan gangguan kepadanya tanpa sebab. Takut semacam inilah yang hanya khusus untuk Allah. Allah bisa menakdirkan sakit bagi hamba tanpa ada sebab apapun yang dia ketahui. Dia mampu mentakdirkan kematian bagi hamba tanpa sebab apapun yang dia tahu.

Namun jika ketakutan itu karena sebab yang kita ketahui, lalu dia takut ada jin yang menjadi sebab bahaya, dan ini bagian dari tabiat, misalnya takut masuk ke tempat-tempat tidak berpenghuni atau melewati tempat yang gelap, dia takut dengan hantu atau jin, semua ini termasuk sebab.

Namun yang dimaksud khauf siri misalnya,dia takut akan ditangkap wali atau ditangkap jin tanpa sebab. Maksudnya, dia meyakini bahwa jin itu memiliki kekuatan dan kemampuan yang bisa mengancamnnya tanpa sebab.

Jika rasa takut itu takut tabiat bukan takut keyakinan, namun takut karena pengaruh sifat lemah manusia, bukan takut karena keyakinan terhadap jin, namun takut terhadap gangguan mereka, misalnya di rumah angker, maka rasa takut semacam ini termasuk takut tabiat, dan tidak termasuk takut yang haram, tidak pula takut yang statusnya kesyirikan. (Ittihaf as-Sail, Syarh Aqidah Thahawiyah, volume 43).

Keterangan lain tentang batasan khouf, disampaikan Syaikh Sulaiman bin Abdillah,

Makna khoouf siri adalah seorang hamba takut kepada selain Allah dia akan menimpakan keburukan dengan kehendaknya dan kemampuannya, tanpa harus bertemu langsung dengannya. Semacam ini syirik besar, karena dia meyakini ada selain Allah yang bisa memberi manfaat dan madharat secara tidak langsung. Allah berfirman, (yang artinya) “Takutlah kalian hanya kepada-Ku.” (Taisir al-Aziz al-Hamid, Syarh Kitab Tauhid, 1/24).

Dari beberapa keterangan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa rasa takut bisa bernilai ibadah (khouf siri) jika memenuhi beberapa kriteria berikut,

Disertai perasaan mengangungkan kepada yang ditakuti (at-Tadzim)

Merasa hina dan rendah kepada yang ditakuti (al-Khudhu wa at-Tadzallul)

Meyakini bahwa yang ditakuti bisa memberi manfaat dan madharat secara tidak langsung dan tanpa sebab.

Takut Kepada Jin & Hantu

Bagian ini yang menjadi rancu, apakah takut kepada jin termasuk khouf siri ataukah sebatas takut karena tabiat. Kita tidak bisa memberikan penilaian secara umum. Karena tidak semua bentuk takut kepada jin termasuk khouf siri. Ada bentuk takut kepada jin yang termasuk takut tabiat.

Pertama, takut kepada jin disertai pengagungan dan merendahkan diri di hadapan mereka, ini termasuk takut kesyirikan. Ciri khas takut semacam ini, ketika ada orang yang hendak melewati tempat sunyi atau dianggap angker, dia akan tetap mendatangi tempat itu, sambil mohon pamit dan minta izin.

Contoh kasus yang sering kita jumpai di masyarakat, ada orang yang ketika hendak melewati kuburan, atau jalan yang hawanya angker, dia minta izin untuk lewat. Mbah, nyuwun sewu, mau lewat.

Kebiasaan semacam ini termasuk tradisi orang musyrikin jahiliyah. Allah berfirman, meceritakan salah satu komentar jin tentang manusia,

“Ada beberapa orang di antara manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa.” (QS. al-Jin: 6).

Ibnu Katsir menjelaskan,

Kami para jin merasa lebih mulia dibandingkan manusia, karena mereka meminta perlindungan kepada kami. Yaitu ketika mereka melewati lembah atau tempat asing di darat maupun lainnya. Dan ini kebiasaan masyarakat arab jahiliyah. Mereka memohon perlindungan terhadap raja jin yang diyakini menguasai tempat itu, agar mereka dilindungi dari segala hal yang membahayakannya.

Ketika jin menyaksikan manusia meminta perlindungan kepadanya, karena rasa takut mereka kepada jin, maka manusia itu menambah bagi jin itu rasa sombong, dengan ketakutan mereka dan kerendahan mereka. Sehingga manusia menjadi sangat takut kepada jin dan sering memohon perlindungan kepada jin. (Tafsir Ibn Katsir, 8/239).

Kedua, takut tabiat. Takut kepada hantu yang berpenampilan jelek, termasuk takut tabii.

Diantara cirinya, orang akan mejauhi tempat yang dia takuti. Dia tidak semakin mendekat apalagi memohon izin. Namun dia akan menghindar dan menjauhi tempat itu. Dia takut dengan wajah jelek hantu, atau takut dibuat kaget atau takut dicekik, diganggu, dst.

Termasuk orang yang tidak berani melewati kuburan sendirian, karena khawatir akan muncul wajah menakutkan, dan menyeramkan.

insyaaAllah takut semacam ini tidak sampai derajat kesyrikan.

Jangan Lupa Baca Doa

Sebagai ganti agar manusia tidak berlindung kepada jin ketika merasa takut dengan gangguan makhluk halus, terutama pada saat melewati tempat yang menakutkan, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam membekali doa,

Aku berlindung dengan Kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan segala yang Dia ciptakan.

Dari Khoulah bintu Hakim Radhiyallahu anha, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

” Barangsiapa yang singgah di suatu tempat, kemudian membaca: Audzu bi Kalimaatillaahit Taammaati Min Syarri Maa Kholaq maka tidak akan ada yang membahayakannya sampai dia berpindah dari tempat itu”(HR. Muslim 7053, Turmudzi 3758 dan yang lainnnya).

 

INILAH MOZAIK

 

—————————————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!

Riya Adalah Syirik Kecil

PADA dasarnya, sifat manusia sangatlah senang untuk ingin dipuji, ingin dihormati dan dihargai. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu Fatawa mengatakan bahwa sifat ingin dipuji merupakan syahwat khofiyyah manusia.

Sebagaimana seseorang jika lapar dia akan bersyahwat dengan makanan, jika melihat wanita akan bersyahwat dengan wanita tersebut, maka demikian juga jika ada kesempatan untuk menonjolkan kebaikan atau kelebihan yang ada pada dirinya maka dia akan lakukan apapun untuk memenuhi syahwat ingin dipujinya tersebut. Maka tak heran jika ada seseorang yang rela berkorban besar untuk memuaskan syahwat ingin mendapat ketenaran, sanjungan dan penghormatan tersebut.

Betapa banyak para dermawan yang ingin disanjung yang kemudian dia rela mengerluarkan uangnya hanya agar mendapat pujian. Tak peduli seberapa banyak uang yang dia keluarkan yang terpenting dia mendapat sanjungan. Betapa banyak juga para ustadz yang ingin dikenal memiliki ilmu yang tinggi, dia rela menghabiskan banyak waktu menghafal dalil ini itu hanya untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain.

Jangankan waktu, jangankan harta, bahkan nyawa pun tak segan ia pertaruhkan untuk meraih pujian. Dalam sebuah hadist shahih riwayat muslim dikatakan bahwa seorang mujahid rela mempertaruhkan nyawanya hanya agar mendapat julukan sang pemberani dari manusia. Seakan dia mujahid pemburu pujian itu tak peduli walaupun harus mati yang terpenting dia bisa merasakan kelezatan dipuji-puji dihadapan manusia. Naudzubillah min dzalik.

Sifat ingin dipuji, ingin dihargai, dan ingin dihormati oleh manusia itulah pangkal dari penyakit riya. Maka sungguh riya inilah penyakit hati yang sangat berbahaya. Samar namun mematikan. Riya mengakibatkan amalan ibadah tak diterima oleh Allah swt. Bahkan Rasullullah shollallahualaihi wasallam mengatakan bahwa riya adalah syirik kecil.

“Sesungguhnya riya adalah syirik kecil”

(HR. Ahmad & Al-Hakim)

Begitu berbahayanya penyakit riya ini maka banyak orang berbondong-bondong mencari ilmu dan pelajaran tentangnya, apa saja kerugiannya, dalil-dalil yang melarangnya dan bagaimana cara agar terhindar dari penyakit riya ini. Meski demikian, manusia tetaplah manusia yang tak luput dari tipu daya syaitan.

Sebagai ilustrasi, mungkin pernah kita mendengar seseorang berkata,”Bukannya saya riya, tapi kesuksesan ini adalah hasil dari kerja keras saya”. “Bukannya saya riya, tapi sejak saya rajin bersedekah saya merasa lebih tenang”

“Bukannya saya riya, tapi memang saya merasa ada yang kurang jika tidak bangun sholat malam”

Kalimat pembuka bukannya saya riya inilah yang sesungguhnya membuka pintu riya tanpa sadar. Sebelum dirinya dituduh riya dia berupaya membela diri dengan mengatakan kata-kata ini. Dia ingin menutup-nutupi riya-nya tersebut dengan mengatakan bukannya saya riya.

Tanpa disadari seseorang yang merasa aman dengan kalimat-kalimat seperti ini sesungguhnya dia telah terjebak oleh talbis (perangkap) syaitan. Walaupun dia telah berusaha menutup dan mencegah riya dengan kata-kata itu namun hati manusia sangatlah lemah. Bahkan tidak menutup kemungkinan seseorang bisa menjadi lebih leluasa mengatakan kebaikan-kebaikan yang telah dilakukannya karena merasa telah mendapat perlindungan dari kata-kata itu. Dan tentu ini berbahaya karena semakin membuka peluang munculnya riya.

Oleh karena itu saudaraku, hendaklah seorang beriman itu hati-hati terhadap jebakan syaitan yang memang dibuat indah di mata manusia. Jangan sampai karena kita ingin terhindar dari riya kita mengatakan bukannya saya riya. Jangan sampai karena kita tak ingin berbuat sombong kemudian kita mengatakan bukannya saya sombong dan berbagai jenis kata basa basi lainnya yang sejatinya malah menegaskan bahwa seseorang itu hendak melakukan riya atau kesombongan.

Meskipun demikian, hal ini bukan berarti kita menuduh saudara kita yang mengatakan bukannya saya riya dia pasti riya. Namun ini hanyalah sebagai renungan sekaligus pengingat bagi diri kita bahwa sangat mungkin hati kita tergelincir pada perkara-perkara halus yang mengantar kepada riya. Terkadang kita mengucapkan bukannya saya riya, tapi ternyata itu hanyalah sebagai muqoddimah untuk diri kita melakukan riya. Terkadang kita mengatakan bukannya saya sombong ternyata itu hanyalah sebagai pengantar dari diri kita untuk kemudian menyombongkan diri. Semoga Allah senantiasa melindungi kita dari jebakan penyakit hati dan memberikan kita hati yang bersih. [Ahmad Fauzan ‘Adziimaa/bersamadakwa]

 

MOZAIK

Riya, Syirik Kecil Paling Menakutkan Rasulullah

SYEIKH Ibnu Athaillah al Iskandari, wafat 709 H, menuturkan, dari Mahmud ibn Labid diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik yang paling kecil.”

Para sahabat pun bertanya, “Apa syirik terkecil itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya.” “Wahai saudaraku, jadikanlah amal ibadahmu sebagai amal yang tulus hanya karena Allah, sehingga engkau bisa mendapatkannya dalam timbangan amal kebaikanmu di akhirat kelak.

Allah berfirman,”Pada hari ketika tiap tiap jiwa mendapatkan segala hasil perbuatan baiknya berada di hadapannya.” (Ali Imran 30).”

“Amal yang ikhlas laksana mutiara mutiara. Bentuknya kecil, namun mahal nilainya. Orang yang kalbunya senantiasa sibuk bersama Allah lalu ia bisa mwngalahkan hawa nafsu dan ujian yg muncul secara tepat, maka orang tersebut lebih baik daripada mareka yang banyak melakukan salat dan puasa sementara kalbunya sakit, dipenuhi keinginan untuk dikenal dan hasrat mendapatkan kesenangan.

Ada yg berpendapat bahwa perhatian seorang zuhud adalah bagaimana memperbanyak amal, sementara perhatian orang arif (mengenal Allah) adalah bagaimana memperbaiki kondisi jiwa dan mengarahkan kalbu hanya kepada Allah semata.” []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2377936/riya-syirik-kecil-paling-menakutkan-rasulullah#sthash.qYlp3M0N.dpuf

Awas! Akar Syirik Berasal dari Rumah Tangga

RASULULLAH shallallahu alaihi wasallam telah menyifati kesyirikan sebagai sesuatu yang sangat lembut dan sulit disadari adanya, sehingga ia sering kali terjadi di luar kesadaran pelakunya.

Sampai-sampai beberapa ragam kesyirikan pun bisa terjadi dalam kehidupan rumah tangga dan tidak di sadari oleh keluarga tersebut. Malahan, banyak di antara kesyirikan yang sudah sangat kental dengan pola kehidupan sebagian keluarga. Berbagai kesempatan dan keadaan yang ada selalu saja mengundang terjadinya kesyirikan. Tidak hanya dalam bulan Muharrom saja, namun hampir sepanjang tahun mereka bergelut dengan kesyirikan. Naudzu billah, kita berlindung kepada Alloh azza wajalla.

Di sini akan kita sebutkan sebagian bentuk kesyirikan, khurofat dan takhayul serta kebidahan yang sering terjadi dalam rumah tangga. Semoga dengan mengetahuinya kita bisa menghindar darinya. Dan semoga menjadi pelajaran berharga bagi saudara-saudara kita yang mau kembali ke jalan tauhid yang lurus.

1. Keyakinan adanya hari nahas (hari sial atau hari petaka). Yaitu keyakinan bahwa pada setiap tiga bulan dalam dua belas bulan pasti ada hari-hari nahasnya. Sehingga manusia dilarang bercocok tanam, bepergian, dan mendirikan rumah pada hari-hari nahas tersebut. Sebab diyakini bila itu dilakukan maka akan celaka atau tertimpa cobaan.

2. Tumpeng robyong untuk Selamatan Penganten dan lainnya. Tumpeng robyong ialah gunungan nasi putih di puncaknya diberi telur rebus, terasi bakar, bawang merah dan cabai, semuanya ditusuk memakai bilah bambu dan cabainya diletakkan paling atas. Pada lereng tumpeng ditaruh bermacam-macam sayur (kulupan: jawa). Tumpeng ini dihidangkan untuk meminta keselamatan yang kekal.

3. Upacara tingkep atau tingkepan. Ialah serangkaian kegiatan yang melibatkan wanita hamil, orang tua bahkan mertuanya serta dukun. Upacara ini dilakukan pada usia tujuh bulan kehamilan, jatuh pada hari Rabu atau Sabtu tanggal ganjil sebelum tanggal lima belas. Si wanita hamil tersebut dimandikan dengan air yang diberi berbagai bunga, dimandikan oleh dukun atau kerabat yang paling tua, dengan gayung buah kelapa. Upacara ini disertai dengan pembuatan beberapa tumpeng dan sesajen, di antaranya ialah tumpeng robyong. Upacara yang memayahkan dan tak bisa dipahami oleh logika akal sehat ini bertujuan agar janinnya selamat dan lahir sebagai bayi yang sehat sebagaimana permintaan mereka dalam upacara tersebut. Ritual ini selain menjerumuskan seseorang ke dalam jurang kesyirikan juga merupakan tradisi orang-orang musyrik terdahulu. Di negeri kita ini, khususnya di tanah Jawa, upacara ini terus diwarisi oleh sebagian masyarakat kita sampai kini.

4. Sesajen (sajian) di bawah kolong tempat tidur ibu nifas dan bayinya. Ialah berbagai sajian yang diterangi sebuah pelita kecil siang-malam, terbuat dari minyak kelapa dan seutas tali untuk sumbu. Di sampingnya ditaruh pisau atau pedang mainan, dan payung mainan terbuat dari bambu dan kertas. Dilengkapi dengan tanaman obat seperti dlingo dan bangle. Ada pula sebutir ubu yang digambari arang dan kapur sirih seperti kepala orang dengan mata melotot lebar. Semuanya diletakkan di kolong tempat tidur ibu nifas dan bayinya selama lima pekan sejak hari kelahiran. Tujuannya agar ibu dan bayinya selamat dari segala gangguan roh jahat dan segala penyakit karena telah disiapsiagakan penangkalnya, yaitu sesaji tersebut. Ini merupakan kesyirikan.

5. Memakai gelang, ikat pinggang, benang dan semacamnya untuk tolak bala. Termasuk hal ini ialah mengikatkan tali di perut bayi atau pergelangan tangannya. Yaitu tali khusus berwarna hitam campur merah yang diikatkan di perut dan tangan bayi, ada yang menyebutnya tali kendit. Tujuannya untuk tolak bala, agar anak tersebut tidak diganggu oleh roh jahat dan agar selamat dari bahaya sakit dan penyakit.

6. Masih pada anak-anak, berupa azimat tolak bala. Berupa secarik kertas yang ditulisi serangkaian huruf Arab namun tak terbaca meski sarat maknamenurut mereka(ada yang menyebutnya rajah). Ditulis pada tengah malam Jumat kliwon lalu dibungkus dengan kain dan semisalnya untuk dipakaikan sebagai kalung. Tujuannya agar anak terhindar dari berbagai penyakit, tidak mudah terkejut, dan lain-lainnya.

7. Azimat serupa dibuat untuk suami atau istri yang mandul. Untuk istri yang mandul, dicarikan pangkal batang pisang sobo dicampur dengan beberapa bahan jamu lainnya untuk diminum. Sedang bagi suami yang mandul, harus puasa selama tujuh hari dengan dibacakan surat Inna anzalnaahu (mungkin maksudnya surat al-Qodarpen.) seribu kali pada malam Jumat, dan ketika hendak berhubungan suami-istri masing-masing harus mengenakan azimat tersebut. Tujuannya agar mendapatkan keturunan.

8. Bagi para pedagang, pemilik toko, kedai, warung dan lain-lainnya, di rumah maupun di luar rumah dibuatlah azimat pelaris. Azimat ditulis di kertas pada malam Kamis Legi atau Senin Legi. Diletakkan di sekitar barang dagangan atau lebih utama di peti tempat uang. Tujuannya agar dagangannya laris terjual.

Dan masih banyak kesyirikan-kesyirikan lainnya yang masih belum kami sebutkan di sini. Semoga dengan mengetahui pokok-pokoknya akan kita ketahui yang lainnya.

Pengaruh jelek maupun baik, mara bahaya maupun kemanfaatan, semuanya Alloh-lah yang mengaturnya. Dia-lah yang menimpakan mara bahaya, Dia pula yang memberi kemanfatan. Tidak ada satu makhluk pun yang kuasa melakukannya selain Alloh semata. Dia azza wajalla berfirman:

Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Alloh. Jika Alloh hendak mendatangkan kemadhorotan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemadhorotan itu? Atau jika Alloh hendak memberi rohmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rohmat-Nya? Katakanlah: “Cukuplah Alloh bagiku.” Kepada-Nyalah orang-orang yang berserah diri bertawakal.” (QS. az-Zumar [39]: 38)

Jadi, mara bahaya bukan ditolak oleh hari, bulan maupun tahun tertentu. Bukan pula oleh tumpeng robyong, sesaji, gelang, ikat pinggang, gelang, benang, tali kendit, azimat atau rajah maupun yang lainnya. Semua perkara tersebut tidak memberikan manfaat apa pun, malah sangat besar bahayanya. Sebab mara bahaya terjadi atas kehendak Alloh subhanahu wataala, sehingga tidak ada yang kuasa menolaknya selain diri-Nya azza wajalla. Bila penolakan mara bahaya diminta dari selain-Nya, jelas itu merupakan kesyirikan. Sungguh syirik ialah dosa yang paling berbahaya.

Begitu juga kemanfaatan, tertolaknya mara bahaya, keselamatan, keberuntungan, keberhasilan dan kesuksesan, keturunan atau anak-anak, dan rezeki apapun, semua datangnya hanya dari Alloh azza wajalla semata. Dia-lah yang menyelamatkan dan Dia azza wajalla juga yang memberi rezeki. Firman-Nya azza wajalla:

Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Alloh dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Dan tatkala Alloh menyelamatkan mereka sampai di daratan, maka sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. (QS. Luqman [31]: 32)

Dia subhanahu wataala juga berfirman:

Sesungguhnya Alloh, Dia-lah Maha Pemberi Rezeki, Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (QS. adz-Dzariyat [51]: 58)

Maka, kenalilah kesyirikan agar bisa menghindar darinya, sebagaimana Anda mengenal tauhid guna menunaikannya. Dengan begitu, kita telah berusaha menyelamatkan diri dan keluarga kita dari kekekalan di neraka. Semoga Alloh subhanahu wataala memberikan taufiq-Nya. [Al Ustaz Abu Ammar Abdul Adhim al-Ghoyami/Alghoyami]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2378805/awas-akar-syirik-berasal-dari-rumah-tangga#sthash.Zk0Kegmc.dpuf