Apa Sih Beda Pacaran dan Ta’aruf? Kamu Harus Tahu Ini

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki adab dan akhlak yang luhur berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang apa sih beda pacaran dan ta’aruf? kamu harus tahu…
Silahkan membaca.


Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Allah Azza wa Jalla selalu menjaga Ustadz & keluarga.

Ustadz, saya mau bertanya, apa beda pacaran dan ta’aruf? mohon penjelasannya Ustadz, Syukron Ustadz.

(Disampaikan oleh Fulan, Member grup WA BiAS)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du

Pacaran jelas dilarang dalam Islam, dimana dalam interaksi pacaran ini bagi yang belum menikah telah melanggar batasan syariat. Ciri-ciri pacaran bisa bermacam-macam; mulai dari melalaikan kewajiban (lalai dari mengingat Allah Ta’ala), melihat yang bukan haknya (wanita asing) dengan pandangan yang tidak halal, berdua-duaan (khalwat), pegang-pegangan (menyentuh yang tidak halal), serta ada yang sampai melakukan zina.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengingatkan jauh-jauh hari kepada umatnya akan bahaya yang sangat besar, fitnah wanita bagi lelaki, beliau bersabda,

مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidaklah aku meninggalkan setelahku nanti, sebuah bencana yang lebih berbahaya bagi laki-laki melebihi godaan wanita.”
(HR. Bukhari, no. 5096 dan Muslim, no. 2740).

Hukum Asal Ta’aruf

Adapun Ta’aruf berasal dari bahasa Arab, asal katanya berarti perkenalan, jika yang dimaksud adalah melamar calon pasangan dengan perkenalan, caranya dengan berkunjung ke rumah wali calon pasangan, berbicara dengan orang tua tentang niat melamar, maka hal ini disyariatkan.
Atau melalui wali utusan, karena ingin perkenalan, kata populernya melalui jalan ‘mak comlang’ atau biro jodoh maka hal ini boleh dengan tetap menjaga adab-adab Islam.

Ta’aruf Mengalami Perluasan Makna

Akan tetapi jika yang dimaksud Ta’aruf adalah sama dengan pacaran pada zaman sekarang ini atau menyerupai salah satu cirinya, seperti berhubungan melalui jaringan medsos, tidak pernah ketemu tapi saling calling-callingan, bercanda ria bahkan terkesan gombal menggoda, memperkenalkan diri secara lebih mendalam dan mendetail bahkan sampai membongkar rahasia kecil, maka semua perbuatan ini telah menerjang batasan agama, melanggar koridor syariat, sehingga dihukumi terlarang dalam ajaran Islam yang mulia, karena melihat keumuman hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُ وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ كُلَّهُ وَيُكَذِّبُهُ

“Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, ia pasti mendapatkannya tidak bisa tidak. Maka zina mata adalah dengan pandangan, zina lisan adalah dengan ucapan, sedangkan jiwa menginginkannya dan berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkan hal itu atau mendustakannya.”
(HR. Bukhari, no. 6243 dan Muslim, no. 2657).

Kapan Pacaran Dibolehkan?

Pacaran dibolehkan ketika anda dan pasangan anda telah sah melalui sebuah akad pernikahan.

Ketika ayah atau wali calon istri telah mengatakan;
“saya nikahkan putri saya yang bernama “fulanah binti fulan” dengan mas kawin “emas 100 gr” dibayar tunai !”

Kemudian Anda (calon suami) menjawab : “Saya terima nikahnya “Fulanah binti fulan” dengan mas kawin yang tersebut dibayar tunai ”

Setelah itu, Anda boleh berpacaran dengan istri Anda, dan tidak ada lagi larangan pacaran. Ta’aruf sangat dianjurkan, bahkan bisa menjadi wajib guna mengenali pasangan masing-masing, untuk sebuah komunikasi terbaik di antara keduanya. Semoga Allah Ta’ala Memberkahi…

Wallahu Ta’ala A’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Kamis, 05 Shafar 1442 H / 24 September 2020 M

BIMBINGAN ISLAM

5 Perbedaan antara taaruf dengan pacaran

Taaruf adalah berkenalan antara pria dan wanita secara islami yang bertujuan untuk mencari jodoh. Taaruf sangat berbeda dengan pacaran. Secara syari, taaruf diperintahkan oleh Rasulullah bagi setiap pasangan yang ingin menikah.

Perbedaan antara berpacaran dengan taaruf ialah dari segi tujuan dan manfaat. Dikutip dari buku Istri Yang Di Rindukan Surga: Berdasarkan Al Quran dan As Sunah, karya Mutmainah Afra Rabbani menjelaskan, berpacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, zina dan maksiat. Sedangkan taaruf tujuannya untuk mengetahui kriteria calon pasangannya.

Perbedaan lain antara taaruf dengan pacaran yakni:

1. Taaruf untuk perkenalan sebelum menikah. Jadi kalau keduanya merasa tidak cocok dapat menyudahi taarufnya. Hal ini lebih baik dibandingkan orang berpacaran kemudian putus. Biasanya orang yang berpacaran hatinya akan bertaut sehingga jika tidak cocok sulit untuk putus dan akan terasa menyakitkan.

Akan tetapi taaruf, niatnya untuk menikah jika cocok bertawakal saja. Mungkin memang bukan jodohnya. Sehingga dengan begitu tidak ada pihak yang dirugikan atau pun merugikan.

2. Taaruf itu lebih adil. Pada masa perkenalan diisi dengan saling tukar informasi tentang diri masing-masing baik itu kebaikan atau keburukannya. Misalnya, seperti mengidap penyakit tertentu, tidak bisa memasak atau lainnya.

Informasi tersebut bukan hanya dari si calon saja, melainkan bisa dari orang yang mengenalnya yaitu keluarga dan sahabat. Hal ini berbeda dengan pacaran yang biasanya diselimuti dengan kepura-puraan.

3. Dengan taaruf bisa berusaha untuk mengenal calon serta mengumpulkan informasi sesingkat-singkatnya. Dalam hal ini dapat terjadi karena kedua belah pihak siap menikah dan siap membuka diri baik kelebihan maupun kekurangan. Dengan demikian dapat menghemat waktu.

Sedangkan pacaran, meski berhubungan sangat lama terkadang masih merasa belum dapat mengenal pasangannya. Dengan begitu hanya membuang-buang waktu.

4. Melalui taaruf diperbolehkan mengajukan kriteria calon yang diinginkan. Jika ada hal-hal yang cocok bisa dilanjutkan, tapi kalau kurang cocok bisa dipertimbangkan dengan hati dan pikiran yang sehat.

Keputusan akhir berdasarkan dengan berdialog dengan Allah melalui salat istikarah. Berbeda dengan berpacaran, terkadang hal buruk diterima meski hati kecilnya tidak menyukainya. Tetapi karena cinta terpaksa menerima.

5. Jika keduanya cocok, biasanya jangka waktu taaruf ke lamaran dan ke akad nikah tidak terlalu lama. Hal ini bisa menghindarkan dari berbagai perbuatan zina, termasuk zina hati.

Selain itu, tidak ada perasaan yang ‘digantung’ pada pihak wanita. Sebab, semua itu tujuannya untuk memenuhi sunnah Rasulullah yakni menikah. [hhw]

 

 

sumber:Merdeka.com

Mencari Berkah Pernikahan dari Ta’aruf

Beberapa waktu lalu, kabar bahagia datang dari salah satu aktor Indonesia yaitu Fedi Nuril. Ia menikahi seorang wanita pilihannya, Vanny Widyasasti. Tak ada kabar kedekatan keduanya sebelum menikah, dan baru diketahui saat hari bahagia itu bahwa keduanya melakukan proses ta’aruf dalam bertemu satu sama lain.

Fedi Nuril bukan satu-satunya yang melakukan proses pencarian pasangan secara agama Islam itu. Ta’aruf sendiri diyakini banyak muslim sebagai cara yang dianjurkan oleh agama Islam dalam bertemu pasangan hidup.

“Saya memilih jalan ta’aruf karena lebih nyaman di hati,” kata Ikhwan (bukan nama sebenarnya), salah seorang yang bertemu pasangan dan kemudian menikah setelah melalui jalan taaruf.

Ikhwan bersedia bercerita kepada CNNIndonesia.com alasannya memilih ta’aruf sebagai jalan menemukan tambatan hati, di tengah berbagai jenis perjodohan yang ia ketahui.

“Setahu saya, ada tiga jenis cara, dua yang paling umum itu ada pacaran dan dijodohkan. Kalau pacaran, saya merasa pasangan hanya menunjukkan yang baik-baik saja menurut dia. Kalau dijodohkan, sifatnya diberi, yang menikah tidak tahu apa-apa. Nah saya merasa ta’aruf ini berada di antara keduanya,” papar Ikhwan.

“Lagipula di era Nabi Muhammad tidak ada pacaran, kan?”

Taaruf menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti perkenalan yang diserap dari bahasa Arab “lita’arafu” yang bermakna saling mengenal.

Namun, kebanyakan mengenal ta’aruf sebagai ajang pencarian jodoh melalui perantara orang ketiga yang sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam.

Padahal, ta’aruf tidak serta merta bertemu dengan jodoh, melainkan sebuah usaha saling mengenal satu sama lain baik untuk keperluan umum maupun khusus.

“Ta’aruf yang saya rasakan ini berkenalan namun tidak sampai pacaran yang berinteraksi hingga seolah-olah tidak ada batas, tapi juga tidak ‘given’. Melalui ta’aruf, seseorang dapat mengenal orang lain lebih dalam melalui perantara orang ketiga,” tutur Ikhwan.

Perantara orang ketiga yang dimaksud oleh Ikhwan adalah peran sahabat atau pihak-pihak yang dianggap dekat dan mengenal dengan jelas karakter ataupun kepribadian orang yang ingin dikenal, salah satunya adalah melalui pembina keagamaan keduanya.

Cara ini dianggap Ikhwan mendekati objektif, karena bukan hanya meminta pendapat dari satu pihak semata.

Menurut Ikhwan, walaupun bisa jadi antar orang yang berta’aruf belum pernah bertemu sebelumnya, namun ta’aruf menyediakan kesempatan untuk saling bertemu dan berkenalan dengan dibantu orang-orang terdekat.

Akan tetapi, bila ternyata sudah kenal sebelumnya, maka hal itu akan mempermudah dalam menilai apakah calon benar-benar cocok sesuai pilihan hati.

Direstui Calon Mertua

Proses ta’aruf yang dijalani Ikhwan terbilang singkat, ia mulai memutuskan untuk memberitahu kesiapannya dalam mengikuti ta’aruf kepada pembina agamanya pada Desember 2010.

Dan pada Maret 2011, ia bertemu dengan sang calon istri. Bagai berjodoh, tak banyak aral menghadang keduanya hingga November 2011 Ikhwan dan sang istri resmi menikah.

Meski terkesan singkat, namun bukan berarti Ikhwan tak perlu persiapan. Hal pertama yang harus ia hadapi adalah penerimaan orang tuanya dengan sistem ta’aruf ini. Ia mengaku butuh setidaknya dua tahun untuk mengenalkan sistem ta’aruf kepada orang tuanya, sebelum ia bertaaruf.

“Soalnya ta’aruf banyak yang belum kenal, baru ada film Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih orang jadi lebih mudah membahasakan taaruf,” kata Ikhwan.

Ikhwan juga melalui proses ta’aruf pada umumnya, dimulai dengan pengajuan keinginan berta’aruf kepada pembina agamanya, lalu diteruskan dengan pencarian calon oleh sang pembina sesuai kriteria yang ditetapkan Ikhwan.

Bila bertemu yang sekiranya cocok, maka keduanya akan saling bertukar informasi kepribadian melalui perantara orang lain.

Bila dari pertukaran informasi tersebut menghasilkan hal yang positif, maka keduanya dipertemukan untuk saling mengenal lebih lanjut dengan pendampingan pembina agama dan orang terdekat.

Bila hasil positif juga, maka kemudian waktunya pemberitahuan kepada keluarga masing-masing dan dapat diteruskan ke jenjang lamaran serta menikah.

Setelah empat tahun pernikahan, Ikhwan dan sang istri telah dikaruniai dua orang putra.

“Saya rasa semua orang menginginkan keberkahan dalam pernikahannya, apapun kondisinya. Dan menurut saya, ta’aruf adalah cara yang punya keberkahan lebih banyak dibandingkan berpacaran,” kata Ikhwan.

Berlandaskan Komitmen

Menurut psikolog hubungan Sri Juwita Kusumawardhani, dalam berhubungan ada yang dikenal dengan segitiga cinta. Teori ini dikenalkan oleh Robert Sternberg, menyatakan bahwa cinta memiliki tiga dimensi yaitu hasrat, keintiman, dan komitmen.

“Segitiga cinta ini seperti bentuk cinta yang ideal. Nah kalau orang yang memilih ta’aruf sebagai cara mencari jodoh, psikologi memandang orang ini berarti melandaskan komitmen terlebih dahulu,” kata Sri saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Sabtu (13/2).

Menurut Sri, meski tidak harus berurut terjadinya, namun biasanya manusia akan lebih tertarik secara biologis terhadap seseorang karena faktor fisik. Kondisi inilah yang disebut hasrat.

Setelahnya, kedua insan melakukan kontak interaksi yang dapat menimbulkan keintiman. Dimensi ini menekankan pada keeratan perasaan di antara keduanya dan kekuatan yang mengikat mereka untuk bersama.

Sedangkan dimensi komitmen didefinisikan sebagai keputusan tetap bersama sebagai pasangan dalam hidupnya. Komitmen ini berarti juga memberikan perhatian, berusaha mempertahankan dan melindungi hubungan.

“Namun bila suatu hubungan hanya dilandaskan komitmen tanpa keintiman dan hasrat, jadinya akan membosankan,” kata Sri. “Cara mendekatkan kembali kepada pasangan masing-masing, keduanya harus membuka diri. Dan keduanya harus menerima kondisi pasangannya juga sadar bahwa tidak ada pasangan yang sempurna,”

Sri mengatakan bahwa taaruf adalah salah satu alternatif perjodohan yang ada di masyarakat. Namun bila perjodohan biasanya berlandaskan mempertahankan keturunan dan harta, ta’aruf berlandaskan agama.

Keyakinan akan ta’aruf didasarkan pada keyakinan individu tersebut terhadap aturan agama yang ia anut.

Entah apapun cara bertemunya, menurut Sri akan selalu ada fase saat individu dalam pasangan beradaptasi dengan lingkungan baru yang bernama pernikahan.

Walaupun seringkali ta’aruf diidentikkan menikah dengan yang ‘orang asing’ dibandingkan sistem berpacaran, menurut Sri, baik pacaran atau ta’aruf dan semua jenis cara berjodoh bermula dari tidak saling kenal.

“Entah pacaran atau ta’aruf tak ada yang memiliki jaminan paling efektif. Pacaran lama belum tentu kenal baik dengan pasangannya, apalagi ta’aruf. Ta’aruf memang lebih efisien dari segi waktu, namun dalam sebuah hubungan pernikahan diperlukan pengenalan karakter luar dalam yang baik, tidak cukup hanya dari profil semata. Tapi semuanya akan kaget ketika masuk dunia pernikahan, karena saat itulah hal yang belum terungkap dari pasangan akan terbuka,” papar Sri.

 

sumber:CNN Indonesia

 

Jaga Ukhuwah Islamiyah dengan 5 T

Persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah) perlu terus dijaga dan dipupuk. Allah SWT dan Rasulullah SAW  berkali-kali menegaskan hal tersebut melalui ayat-ayat Alquran maupun Al-Hadits.

Banyak rumus untuk menjaga ukhuwah Islamiyah. Salah satunya yang sering diungkapkan oleh para ulama dan dikutip oleh Ustadz Andi Ghalib adalah 5 T. “Jagalah ukhuwah Islamiyah dengan rumus 5 T,” kata Ustadz Andi Ghalib saat mengisi ceramah halal bihalal SMA Bosowa Bina Insani di Masjid Al-Ikhlas Kampus Bosowa Bina Insani Bogor, Jawa Barat, Senin (3/8).

Ustadz Andi Ghalib menjelaskan, T yang pertama adalah  ta’aruf (saling mengenal). “Dengan salingmengenal di antara sesama Muslim, maka persaudaraan akan terjaga,” ujar Andi.

Ia melanjutkan, T  yang kedua adalah tafahum, artnya saling memahami. “Sesudah kita saling mengenal, maka kita meningkat lebih tinggi menjadi saling memahami,” kata pemenang Audisi Da’i TPI itu.

T yang ketiga, kata Andi, ta’awun. “Setelah saling mengenal dan saling memahami, hendaklah sesama Muslim saling menolong dalam kebaikan dan kesabaran, insya Allah ukhuwah kita akan selalu terjaga,” paparnya.

Andi menyebutkan T yang keempat adalah takaful. Artinya saling  meringankan satu sama lain.

T yang kelima, kata Andi, tasamuh. “Artinya saling toleransi dan tenggang rasa,”  tutur Ustadz Andi Ghalib.

Acara Halal bihalal SMA Bosowa Bina Insani dibuka oleh Kepala SMA Bosowa Bina Insani Dedi Supriyadi. Acara tersebut juga dihadiri Ketua Parents Association Bosowa Bina Insani (PABBI) SMA Bosowa Bina Insani Yayi Bayu Krisnamurthi dan jajarannya, para guru dan siswa SMA Bosowa Bina Insani.