Tafsir Sederhana Surat Al-Maun (2)

Sebelumnya kita telah menyebutkan 2 tipe pendusta agama. Mereka adalah kelompok yang meragukan Hari Pembalasan hingga berlaku kasar kepada anak yatim dan tidak saling menganjurkan untuk memberi makan orang miskin. Selanjutnya kita akan sebutkan tipe-tipe lain dari para pendusta agama.

Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya. ()–Celakalah orang-orang yang solat ! Sungguh rugi seorang yang menghabiskan waktunya untuk solat tapi masih saja celaka. Siapakah mereka?

Dalam ayat ini Allah menyebut orang-orang yang celaka adalah yang lalai terhadap solatnya bukan yang lalai di dalam solatnya. Atau dalam bahasa arab Allah menyebutkan

Bukan

Kenapa demikian?Kita harus bersyukur karena Allah tidak menyebut celaka kepada orang-orang yang lalai di dalam solatnya. Karena kita sendiri merasakan bahwa ketika takbir telah terucap, pikiran sudah tidak fokus lagi kepada solat. Tiba-tiba teringat hutang seseorang yang belum dibayar, ingin pergi keluar kota dan berbagai masalah tiba-tiba memenuhi pikiran. Bahkan sering kita lupa jumlah rokaat karena memikirkan hal lain diluar solat.

Ulama besar Jafar As-Shodiq pernah ditanya apakah arti lalai dalam ayat ini? Apakah yang dimaksud adalah was was atau keraguan dalam solat?Beliau menjawab, “Tidak, jika itu yang dimaksud maka banyak orang yang tidak bisa melewatkannya. (Arti lalai dalam ayat ini) adalah tidak memperhatikan waktu solat dan menunda-nunda untuk melaksanakannya.”

Jika yang celaka dalam ayat ini adalah orang yang lalai di dalam solat, berapa banyak orang yang akan celaka? Tentu hampir semua orang merasakan gangguan dalam solat sehingga ia lalai.

Namun yang dimaksud dalam ayat ini adalah mereka yang meremehkan waktu solat. Menunda-nunda ketika ingin melaksanakannya. Mendahulukan urusan lain daripada solatnya. Merekalah orang yang solat namun celaka, kata Allah swt.Padahal, sifat malas untuk solat dan mengulur-ulur waktunya adalah sifat orang-orang munafik.

Allah berfirman,

–Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang Menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud ria (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.”(An-Nisa 142)

Masalah mengulur waktu memang sudah menjadi penyakit yang merata. Setan tidak akan tinggal diam dan berusaha membuat solat menjadi beban yang begitu berat. Tapi kita harus selalu sadar bahwa menunda waktu solat sama saja mengundang celaka.

Sayidina Ali bin Abi tholib pernah berpesan,”Tidak ada amalan yang lebih dicintai Allah melebihi solat. Maka janganlah kalian disibukkan dengan urusan dunia sehingga melalaikan waktunya. Karena Allah mencela suatu kaum dalam firman-Nya (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya yaitu mereka yang meremehkan waktu solat.”

Bukankah kita merasa tidak enak ketika harus meninggalkan tamu saat waktu solat tiba? Bukankah kita sering menunda solat karena takut melewatkan acara di tv? Bukankah kita sering mengakhirkan waktu solat karena takut bisnis kita akan gagal jika pembicaraannya terputus?

Jafar pernah ditanya, bagaimanakah lalai terhadap solat itu?Beliau menjawab,”Ketika seorang mendahulukan urusan dunianya atas urusan akhiratnya.”

Padahal mereka adalah orang-orang yang solat, tapi sayang sekali Allah menyebut mereka orang-orang yang celaka.Tidakkah kita ingat Rasulullah saw di akhir hayatnya berpesan, “Umatku umatku Jagalah solat”Bahkan beliau pernah bersabda,”Kelak tidak akan mendapat syafaatku, orang yang meremehkan (waktu) solat.”

Kenapa memperhatikan waktu solat itu begitu penting?Karena ketika kita meremehkan waktu solat, kita telah meremehkan sesuatu yang paling dicintai Allah swt. Dan meremehkan sesuatu yang paling dicintai Allah sama saja meremehkan Allah swt.

Bukankah kita akan bangun lebih pagi jika ada janji dengan orang yang penting bagi kita? Kita akan berangkat lebih awal agar jangan sampai terlambat menemuinya. Akankah Allah lebih rendah dibandingkan manusia termulia sekalipun?

Kisah

Suatu hari datang seorang wanita kepada Rasulullah saw. Dia meminta untuk berbicara dengan beliau dan meminta agar para sahabat keluar. Akhirnya Rasulullah memberi isyarat kepada para sahabatnya untuk keluar.

Ketika para sahabat telah keluar, wanita ini berkata, “Wahai Rasululah, aku telah berbuat dosa yang amat besar.””Rahmat dan ampunan Allah lebih besar dari dosamu, apa yang kamu lakukan?” Kata beliau. Wanita itu menjawab, “Aku adalah seorang wanita yang bersuami kemudian aku selingkuh. Aku berzina sampai aku hamil. Dan ketika anak itu lahir aku cekik dan kumasukkan ke dalam cuka. Kemudian setelah beberapa lama aku jual cuka itu untuk orang lain.”

“Sungguh engkau telah melakukan dosa besar.”Sesaat Rasulullah melihatnya dan dengan spontan berkata, “Aku menduga bahwa engkau telah meninggalkan solat Asar.”

Disaat kita meremehkan solat, senjata untuk melawan hawa nafsu akan melemah. Dengan meninggalkan solat, seorang dapat kehilangan kontrol pada nafsunya hingga bisa melakukan hal-hal yang kotor semacam itu.

–“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.”(Al-Baqarah 45)

Yang berbuat riya ()

Selain meremehkan solat. Riya juga termasuk penyakit yang berat. Karena setiap manusia suka dan ingin disanjung orang. Hanya bagaimana kita harus pintar menata niat agar amal kita hanya ditujukan untuk Allah semata.

Orang yang riya termasuk dalam golongan orang yang mendustakan agama. Karena mereka tidak yakin dengan balasan Allah swt, hingga harus berharap dilihat oleh orang lain. Jika dia yakin, pasti ia akan beramal hanya untuk-Nya.

–“Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhan-nya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhan-nya.”(Al-Kahfi 110)

Riya termasuk dalam syirik yang tersembunyi. Ketika orang yang riya ini menghadap pada Allah di Hari Pembalasan, Allah akan berkata padanya “Hai fulan, mintalah pahalamu kepada mereka yang kau tujukan niatmu padanya.”

Karenanya, jangan heran jika banyak orang yang sudah memiliki amal kebaikan yang banyak, ternyata sampai di akhirat dengan tangan kosong. Semua itu karena amal mereka tidak ditujukan untuk Allah semata.

–“Dan Kami akan Perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan Jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.”(Al-Furqon 23)

Seorang datang kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, saya beramal untuk Allah tapi orang lain memuji saya, apakah itu riya?Rasul menjawab, “Pujian seorang itu tidak masalah selagi niatmu hanya untuk Allah. Ketika ada orang yang memujimu, itu adalah kabar baik yang didahulukan (sebelum mendapat ganjarannya)”

Beramal untuk orang lain sama saja dengan meremehkan Allah swt. Apakah Allah tidak bisa memberi yang kita harapkan hingga harus berharap pada makhluk-Nya?

Tanda-Tanda Riya

Ali bin Abi tholib pernah menjelaskan tentang tanda-tanda orang yang riya. Beliau berkata,”Orang yang Riya itu: Malas ketika sendirian; Rajin ketika banyak orang;Menambah amalnya ketika dipuji; Mengurangi amalnya ketika tidak ada yang memujinya.

Sebab Riya. Sebab-sebab orang yang riya itu bermacam-macam. Ada sebagian karena gila sanjungan, takut di kritik, tamak dan ingin menutupi keburukannya.

Dan enggan (memberikan) bantuan (). Sampailah kita pada ayat terakhir pada surat ini. Tipe pendusta agama yang terakhir adalah mereka yang enggan memberi bantuan walaupun berupa hal-hal yang remeh.

Al-Maun dalam bahasa arab bermakna sesuatu yang kecil dan remeh. Sesuatu yang tidak berharga yang bisa dipinjamkan kepada orang lain. Seperti air, garam, panci dan alat-alat remeh lainnya.

Rasulullah saw bersabda,” Siapa yang menahan Al-Maun (hal-hal yang remeh) ini dari tetangganya maka Allah akan menahan kebaikannya di Hari Kiamat. Dan Allah akan memasrahkannya pada dirinya sendiri. Dan betapa buruk keadaan orang itu”

Ketika Allah tidak mau lagi memperhatikan hamba-Nya, Dia akan memasrahkannya pada dirinya sendiri. Apa daya seorang hamba yang tidak lagi diperhatikan oleh Allah swt. Apa yang dapat dia lakukan sendiri tanpa bantuan Allah swt?

Rasulullah pun dalam tangisannya di kala sujud selalu berdoa, “Ya Allah, benahilah seluruh urusanku. Jangan kau pasrahkan aku pada diriku sendiri dan pada makhluk-Mu sekejap mata pun. ”

Untuk menutup kajian ini, ada poin penting yang harus kita perhatikan dalam Surat ini. Islam bukanlah agama yang memperhatikan kehidupan akhirat saja. Hubungan kepada sesama manusia pun sangat diperhatikan. Terbukti dengan orang-orang yang disebut pendusta agama. Siapa mereka?

Pertama Allah menyebutkan orang yang keras kepada anak yatim dan tidak saling menganjurkan untuk memberi orang miskin. Keduanya adalah urusan yang berhubungan dengan sesama manusia. Baru kemudian Allah menyebutkan tipe orang yang melalaikan solat dan Riya.

Di sini Allah mendahulukan hubungan antar manusia sebelum menyebutkan hubungan dengan alam akhirat. Jelas, hal ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga keharmonisan hubungan antar manusia dalam islam.

Semoga Allah swt menjauhkan kita dari sifat-sifat para pendusta agama ini. Dan semoga Rasulullah berkenan memberi syafaatnya setelah kita berusaha menjaga waktu solat.[ ]

Sumber Khazanahalquran

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2250459/tafsir-sederhana-surat-al-maun-2#sthash.jTqstjhR.dpuf

Tafsir Sederhana Surat Al-Maun (1)

Al-Maun, adalah salah satu surat pendek dalam Al-Quran. Pada ayat-ayatnya yang singkat, surat ini menyimpan berbagai masalah yang langsung menyentuh kehidupan sehari-hari.

Nama lain dari Surat ini adalah Surat Aroaita, sesuai dengan ayat pertama didalamnya. Surat ini hanya memiliki 7 ayat, namun pahala bagi pembacanya amatlah besar.Sebelum kita masuk dalam tafsir Surat ini, kita akan simak sabda Rasulullah saw tentang pahala bagi orang yang membacanya. Rasulullah saw bersabda,

“Siapa yang membaca surat ini, Allah mengampuni dosanya selagi dia masih menunaikan zakat.””Siapa yang membacanya setelah solat isya, maka Allah akan mengampuni dan menjaganya hingga solat subuh.”

Para Mufassirin sepakat bahwa Surat ini termasuk Surat Makkiyah, turun sebelum hijrahnya Rasul ke Madinah. Walau ada segelintir yang mengatakan bahwa Surat ini turun setalah hijrah ataupun turun bertahap di Mekah lalu di Madinah.

Asbabun Nuzul

Ada banyak versi yang menceritakan Sebab turunnya ayat ini.Salah satunya mengatakan bahwa Surat ini turun kepada Walid bin Mughiroh, seorang tokoh kafir Quraisy yang punya banyak harta tapi amat kikir. Dia juga punya kedudukan namun kejam dan keras kepada anak yatim.

Surat Al-Maun

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya, yang berbuat riya, dan enggan (memberikan) bantuan.”(Al-Maun 1-7)

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? (). Pada awal Surat ini, Allah memulainya dengan sebuah pertanyaan. Sebenarnya, bisa saja Allah langsung mengabarkan tentang orang-orang yang mendustakan agama, seperti “Ketahuilah orang-orang yang mendustakan agama”.

Tapi Allah tidak menggunakan cara itu, Allah memakai bentuk pertanyaan sebagai cara menggugah pendengar agar lebih siap menerima informasi. Tentu berbeda ketika kita mendengar,”Ada seorang yang berbuat keji” dengan “Tahukah engkau, ada orang yang berbuat keji”

Kata Ad-Din dalam ayat ini memiliki banyak arti. Ada yang memberi arti agama secara mutlak, yaitu orang-orang yang mendustakan agama islam itu sendiri. Walau dhohirnya terlihat muslim, tapi dia sedang mendustakan agamanya sendiri.

Ada pula yang mengartikannya sebagai Hari Pembalasan. Yaitu orang-orang yang mengingkari Hari Kiamat dan Hari Pembalasan. Walaupun mengingkari Kiamat sama dengan mengingkari agama. Karena Percaya pada Hari Akhir termasuk dalam Ushuluddin yang harus diyakini.

Dalam ayat lain, Allah juga menggunakan kata Ad-Din dengan makna Hari Pembalasan.

“Pemilik hari pembalasan.”(Al-Fatihah 4)

Dengan mengucapkan syahadat, seorang telah terhitung sebagai muslim dan harus dijaga kehormatannya. Tapi seluruh amalnya bisa menjadi tak bernilai saat ia mendustakan agamanya dengan mengingkari Hari Pembalasan.

Mengapa yakin terhadap Hari Pembalasan itu begitu penting?Karena keyakinan ini begitu berpengaruh dalam hidup manusia. Salah satu faktor yang membuat seorang bisa menjadi rajin beramal adalah karena yakin dengan balasan indah di akhirat. Dan dia juga menghindar dari maksiat agar tidak sengsara di hari itu.

Tapi seorang yang mengingkari Hari Kiamat akan berbeda. Dia bisa saja tak lagi peduli dengan perbuatan baik karena baginya akan sia-sia, dan akan terdorong untuk melakukan maksiat karena tidak akan ada pertanggung jawaban setelahnya.

Ketika bercerita tentang penghuni neraka, Allah berfirman,

Sesungguhnya dahulu mereka tidak pernah mengharapkan perhitungan.”(An-Naba 27)

Orang yang tidak percaya dengan hari kiamat akan lepas kontrol, karena keyakinan ini adalah faktor penting untuk menahan seorang dari perbuatan buruk.

“Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”(Shad 26)

Siapa saja mereka yang mendustakan agama?

Maka itulah orang yang menghardik anak yatim ()

Tipe pertama yang mendustakan agama adalah mereka yang suka menghardik dan berlaku keras kepada anak yatim. Disaat semestinya para orang tua siap menjadi ayah bagi mereka.

Teringat sejarah Sayidina Ali bin Abi tholib ketika memimpin di kota Kufah. Jika kita bertanya pada seluruh anak yatim disana tentang siapa ayah mereka. Seluruh yatim itu akan kompak menjawab, “ayah kami adalah Ali bin Abi tholib.” Maka jangan heran ketika beliau wafat, yang paling bersedih saat itu adalah anak-anak yatim yang harus kehilangan ayah untuk kedua kalinya.

Disaat tubuh berhias dengan pakaian Muslim, tidak menjamin seorang untuk tidak termasuk orang yang mendustakan agama jika ia masih berlaku kasar pada anak yatim.

Kata dzalika disini menunjukkan begitu jauhnya mereka dalam kebejatan.

Cara Al-Quran Memperlakukan Anak Yatim

Melihat betapa keji mereka memperlakukan anak yatim, kita akan melihat bagaimana cara Al-Quran memperlakukan mereka. Allah berfirman,

“Sekali-kali tidak! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim.”(Al-Fajr 17)

Al-Quran selalu membedakan perlakuan kepada orang miskin dan anak yatim. Kepada orang miskin, Al-Quran hanya menyuruh kita untuk memberinya makanan atau sesuatu yang mereka butuhkan. Tapi untuk anak yatim, tak cukup memberi makanan, pakaian dan kebutuhan mereka. Kita juga dituntut untuk memberi kasih sayang dan memuliakan mereka. Rasulullah saw bersabda,

“Siapa yang mengelus kepala anak yatim dengan penuh kasih sayang, Allah akan memberikan pahala kepadanya dengan bilangan rambut yang ada di kepala yatim tersebut.””Kelak, aku dan orang-orang yang mengayomi anak yatim berdampingan di Surga.”Sebaik-baik hidangan adalah hidangan yang menyertakan anak yatim di dalamnya.”

Islam sangat mengecam orang-orang yang keras kepada anak yatim. Terbukti dengan banyaknya ayat yang membicarakan tentang mereka. Allah berfirman,

“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai dia mencapai (usia) dewasa.”(Al-Anam 152)

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”(An-Nisa 10)

Apabila kita mengaku sebagi muslim tapi belum menyayangi dan memberikan hak anak yatim maka berhati-hatilah karena kita akan termasuk orang yang mendustakan agama Allah swt.

Apabila kita mengaku cinta kepada Nabi Muhammad saw, ingatlah bahwa beliau juga yatim disaat kelahirannya. Dan Rasul pun berulang kali berpesan untuk menyayangi anak yatim, bahkan Allah swt pernah berfirman kepada beliau,

Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.”(Ad-Dhuha 9)

Dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin ()

Tipe kedua yang termasuk mendustakan agama adalah mereka yang tidak saling menganjurkan untuk memberi makan orang miskin.

Mengentaskan kemiskinan bukan hanya tanggung jawab orang-orang kaya. Kita semua punya tanggung jawab kepada orang-orang miskin. Jika tidak mampu untuk membantu secara langsung, kita masih punya kewajiban untuk mendorong orang-orang kaya agar membantu yang miskin.

Tidak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak ikut serta membantu orang yang membutuhkan. Sungguh aneh manusia itu, disaat kaya begitu kikir dan enggan membantu. Disaat tak mampu juga tak mau saling menganjurkan untuk memberi orang-orang miskin.

Salah satu kelompok yang dicampakkan ke neraka adalah mereka yang tidak menganjurkan untuk membantu orang miskin. Allah berfirman,

— — — — — — —

“Di dalam surga, mereka saling menanyakan, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, “Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar?” Mereka menjawab, “Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat, dan kami (juga) tidak memberi makan orang miskin, bahkan kami biasa berbincang (untuk tujuan yang batil), bersama orang-orang yang membicarakannya, dan kami mendustakan hari pembalasan.”(Al-Muddatsir 40-46)

Saat Allah bermaksud untuk menyebutkan kalimat “memberi makan orang miskin”, harusnya menggunakan kalimat . Kata toamu miskin sebenarnya memiliki arti “makanan orang miskin”. Kenapa Allah memilih kalimat ini?

Disini Allah ingin menegaskan bahwa sebenarnya saat kita memberi makan orang miskin, kita tidak sedang “memberi” karena sebenarnya makanan itu adalah hak mereka. Kita hanya menyampaikan hak kepada yang berhak menerimanya.

“Dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu.”(Al-Maarij 24)

Ada sebagian orang yang merasa dimuliakan Allah saat memiliki banyak harta. Dan mereka merasa sedang dihinakan oleh Allah saat mengalami kesempitan dalam rezekinya. Bagaimana jawaban Allah terhadap orang seperti ini?

“Maka adapun manusia, apabila Tuhan Mengujinya lalu Memuliakannya dan Memberinya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhan-ku telah Memuliakanku.” Namun apabila Tuhan Mengujinya lalu Membatasi rezekinya, maka dia berkata, “Tuhan-ku telah Menghinaku.” Sekali-kali tidak! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim. dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin”(Al-Fajr 15-18)

Mulia menurut Al-Quran adalah di saat kita memuliakan anak yatim dan saling mengajak untuk memberi orang miskin. Sudahkah kita melakukan hal ini?

[bersambung]

sumber: Inilah.com