Apakah Doa Bisa Mengubah Takdir?

Dar al-Ifta Mesir, menjelaskan soal apakah doa bisa mengubah takdir. Anggota Fatwa Dar al-Ifta Mesir, Syekh Mahmud Syalabi menjelaskan takdir itu ada dua jenis.

Pertama ialah takdir yang pasti terjadi. Kedua adalah takdir yang bisa ditangguhkan dan bisa dihindari dengan doa. Karena itu, jika seseorang berdoa atau bersedekah, Allah SWT dapat menghindarkannya sebagai tanggapan atas permohonan hamba tersebut. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada yang akan menolak qodho kecuali doa.”

Lantas, apakah dapat dikatakan bahwa doa itu bisa mengubah takdir? Mantan mufti Mesir yang saat ini menjadi anggota Majelis Ulama Senior di Al-Azhar Mesir, Syekh Ali Jum’ah menjelaskan, pada prinsipnya doa itu tidak mengubah pengetahuan Allah.

Namun, doa bisa mengubah isi catatan Lauhul Mahfudz atau kitab al-Mastur yang dilihat para malaikat. Syekh Jum’ah mengatakan, ada takdir yang tak terelakkan atau takdir yang pasti. Takdir itu ada dalam pengetahuan Allah SWT, dan pengetahuan-Nya tidak akan tertinggal.

Jadi, Allah SWT mengetahui ketika ada permohonan atau doa. Dan Allah SWT juga tahu bahwa ada peristiwa yang terjadi, yang mungkin bertentangan dengan apa yang tercatat dalam Lauhul Mahfudz.

“Tapi (peristiwa) itu tidak bisa bertentangan dengan pengetahuan Allah SWT yang ada dalam diri-Nya sendiri. Tidak pula diketahui oleh seorang nabi yang diutus atau malaikat yang dekat dengan Allah kecuali dengan izin-Nya,” terangnya.

Syekh Jum’ah kemudian mengumpamakan, misalnya, di Lauhul Mahfudz tertulis bahwa seorang Muslim bernama Budi akan gagal dalam ujian. Lalu si Budi berdoa, “Ya Allah, berikan aku keberhasilan.” Lalu Allah membantunya dan Budi pun berhasil, yang artinya bertentangan dengan Lauhul Mahfudz yang diketahui para malaikat.

“Mengapa itu bisa terjadi? Karena doa mampu mengubah apa yang tercatat dalam Lauhul Mahfudz. Dan Allah SWT mengetahui bahwa orang tersebut akan berdoa, dan mengetahui bahwa apa yang tercatat dalam Lauhul Mahfudz itu akan berubah, serta juga mengetahui bahwa orang itu akan berhasil dalam ujian,” tutur Syekh Jum’ah.

IHRAM

Apakah Doa Bisa Mengubah Takdir?

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah

Pertanyaan:

Ada yang mengatakan bahwa sesungguhnya doa dan takdir bisa saling mengubah. Doa bisa menolak sebagian takdir atau bencana, sebagaimana berbuat baik kepada orang tua akan memberkahi (menambah kebaikan) umur seorang hamba. Kami memohon penjelasan bagaimana kaidah dalam masalah ini?

Jawaban:

Terdapat dalam hadis Tsauban radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda,

إن العبد ليحرم الرزق بالذنب يصيبه، وإن القضاء لا يرده إلا الدعاء، وإن الدعاء مع القضاء يعتلجان إلى يوم القيامة، وإن البر يزيد في العمر

“Sesungguhnya seorang hamba terhalangi dari rizkinya karena dosa yang dilakukannya. Sesungguhnya takdir itu tidaklah berubah kecuali dengan doa. Sesungguhnya doa dan takdir saling berusaha untuk mendahului, hingga hari kiamat. Dan sesungguhnya perbuatan baik (kepada orang tua) itu memperpanjang umur.” (HR. Ahmad no. 22438, Ibnu Majah no. 22438, dihasankan oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij Al-Musnad)

Maka, perbuatan berdoa itu adalah bagian dari takdir, dan takdir itu pasti terjadi. Atas kehendak Allah-lah terjadi dan tercegahnya segala sesuatu. Dia juga yang menakdirkan dan mencegah segala sesuatu baik dengan sebab doa, sedekah, atau amal salih. Dan Dia menjadikan perkara-perkara ini sebagai sebab-sebab dari semua itu (rizki, panjang umur, dll), yang tidak lepas dari ketetapan-Nya.

Suatu takdir bisa saja diperbaiki dengan takdir lain. Takdir dan doa saling mendahului satu sama lain. Contohnya, ketika Anda menggembala kambing atau unta, terkadang Engkau mendapati mereka di ladang yang sangat baik. Ini terjadi karena takdir Allah. Terkadang Engkau mendapati mereka berada di ladang yang cukup baik dan terkadang Engkau dapati mereka di ladang yang buruk dan tandus. Ini juga karena takdir Allah. Bahkan terkadang yang buruk adalah perlakuanmu kepada mereka. Namun yang menjadi kewajiban bagimu adalah berusaha memastikan bahwa hewan ternak tersebut dalam keadaan baik serta menjauhkannya dari keburukan. Namun, semua ini terjadi atas takdir Allah.

Hal tersebut serupa dengan apa yang dikatakan ‘Umar radiyallahu ‘anhu kepada orang-orang terkait turunnya tha’un (wabah menular) di Syam yang merupakan wilayah kaum Muslimin. ‘Umar memerintahkan agar manusia masuk ke rumahnya masing-masing dan melarang orang-orang masuk ke Syam (karena sedang terjadi tha’un). Sebagian orang berkata, “Bukankah ini bentuk lari dari takdir Allah?” ‘Umar radiyallahu ‘anhu pun berkata,

نفر من قدر الله إلى قدر الله

“Kita lari dari takdir Allah menuju takdir Allah (yang lain).”

Maksudnya, kita tetap di Syam adalah atas takdir Allah dan kita kembali (ke tempat asal) juga atas takdir Allah. Semuanya adalah takdir Allah. Maka, kita (hakikatnya) berlari dari takdir Allah yang satu, menuju takdir Allah yang lain.

Sebagaimana Engkau berlari dari keburukan dengan bertaubat kepada Allah ‘azza wa jalla. Engkau berlari dari penyakit dengan melakukan pengobatan menggunakan jarum, biji-bijian, atau obat yang lainnya, semuanya adalah bentuk lari dari takdir Allah yang satu, menuju takdir Allah yang lain. Kemudian ‘Umar membuat permisalan kepada manusia, dia berkata,

أرأيتم لو كان إنسان عنده إبل أو غنم فأراعها في روضة مخصبة أليس بقدر الله؟ وهو بهذا مشكور- فإن راعها أو ذهب بها إلى أرض مجدبة مقحطة أو أرض خالية من الماء والعشب لكان مسيئا -وهو بقدر الله

“Tidakkah kalian melihat ketika seseorang menggembala unta atau kambing ke sebuah ladang yang subur, bukankah itu terjadi atas takdir Allah? Dan hal ini wajib untuk disyukuri. Jika dia menggembala atau membawanya ke ladang yang tandus dan gersang, atau ladang yang tidak tersedia air dan rerumputan, maka hal ini akan merugikannya. Dan ini juga terjadi atas takdir Allah.”

Kesimpulan, sesungguhnya ketika manusia mengikuti sesuatu yang benar, itu adalah takdir Allah. Dan ketika dia mengikuti sesuatu yang salah, itu juga merupakan takdir Allah. Seluruhnya terjadi karena takdir Allah. Kita berlari dari takdir Allah yang satu, menuju takdir Allah yang lain. Kalaupun manusia bermaksiat, maka maksiatnya terjadi dan dia tidak bisa berdalil untuk lepas dari hukuman yang telah Allah syariatkan. Hal itu (maksiat dan hukuman) juga merupakan takdir Allah. Maka, tegaknya hukuman adalah karena takdir Allah. Maksiat apa pun yang terjadi juga merupakan takdir Allah. Seseorang memperoleh yang halal adalah takdir, memperoleh yang haram adalah takdir. Akan tetapi, dia diperintahkan untuk memperoleh yang halal dan dilarang untuk memperoleh yang haram, dan semuanya terjadi karena takdir Allah.

Tidak mungkin seseorang keluar dari takdir Allah. Akan tetapi, dia diperintahkan untuk berusaha memperbaikinya. Dia diperintahkan untuk melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Allah menjadikan baginya (manusia) akal pikiran, Allah ciptakan baginya kemampuan memilih untuk membedakan antara yang satu dan yang lainnya. Oleh karena itu, manusia hendaknya menyalahkan dirinya jika dia tunduk kepada keburukan dan kemaksiatan, seperti mabuk-mabukan, zina, dan selainnya.

Hendaknya, dia (manusia) bersyukur ketika dia condong untuk berbuat taat, berpegang teguh pada ketaatan, istiqamah dalam ketaatan, karena dia memiliki akal, kehendak, kemampuan memilih, serta kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk, yang bermanfaat dan yang mudharat, yang benar dan yang salah. Demikianlah syariat dan takdir Allah subhanahu wa ta’ala. Allah jalla wa‘ala tetapkan takdir bagi hamba-Nya dan memberi akal kepada para hamba-Nya yang dapat mereka gunakan untuk membedakan yang benar dengan yang salah, membedakan petunjuk dan bimbingan Allah dengan kesesatan, dan membedakan petunjuk Allah dengan selainnya.

Sumber: Mauqi’ Ibn Baz, https://bit.ly/2IH2S4U

Penerjemah: Rafi Pohan

Artikel: Muslim.or.id

Menghadapi Takdir dengan Takdir

Pertanyaan:

Bagaimana sikap seorang muslim dalam menerima takdir Allah terhadap wabah Corona sekarang ini?

Jawaban:

Terjadinya wabah Covid-19 telah ditakdirkan Allah Ta’ala, jauh sebelum adanya alam semesta. Itulah keyakinan yang musti dimiliki setiap muslim. Sebagai konsekuensi kepercayaannya terhadap rukun iman keenam.

Tentu di balik seluruh takdir Allah pasti ada hikmah kebaikannya. Sebab Allah adalah al-Hakim. Yang Maha Bijaksana. Insya Allah di lain kesempatan, penulis akan berupaya mengulas sebagian hikmah tersebut.

Jadi, kita wajib meyakini bahwa wabah Covid-19 adalah takdir Allah. Namun keyakinan tersebut tidak lantas membuat kita pasrah dan duduk berpangku tangan. Tidak ngapa-ngapain.

Justru sikap yang benar adalah kita harus berupaya menghadapi takdir ini dengan takdir Allah yang lainnya. Yaitu doa! Ya, kita harus berdoa. Yang menakdirkan hamba untuk berdoa, adalah Allah. Sehingga ketika terjadi musibah, lantas kita berdoa, sejatinya kita sedang menghadapi takdir dengan takdir.

Dahsyatnya Kekuatan Doa

Esok ada beberapa kemungkinan kelanjutan wabah ini. Bisa jadi akan semakin parah. Na’udzu billah min dzalik. 

Atau bisa jadi akan segera berakhir. Dan inilah yang kita harapkan. 

Dari dua kemungkinan itu, hanya Allah yang tahu, mana yang bakal terjadi.

Pun demikian, kita tetap harus berupaya untuk berdoa meminta keselamatan.

Apakah doa efektif? Tentu! Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَرُدُّ القَضَاءَ إِلاَّ الدُّعَاءُ

“Tidak ada hal yang bisa menolak takdir, kecuali doa”. (HR. Tirmidzi dan beliau menyatakan hadits ini hasan gharib)

Doa sangat efektif untuk mencegah sesuatu yang belum terjadi. Maupun untuk menangani sesuatu yang telah terjadi.

Doa bisa menghindarkan seseorang dari terpapar virus Covid-19. Juga bisa menyembuhkan orang yang telah positif mengidap penyakit tersebut.

Bukankah virus super kecil itu adalah makhluk ciptaan Allah? Yang tentu berada di bawah kendali-Nya. Apapun yang dikehendaki-Nya pasti terjadi. Begitu pula sebaliknya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan,

الدُّعَاءَ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ، فَعَلَيْكُمْ بِالدُّعَاءِ عِبَادَ اللَّهِ.

“Doa itu bermanfaat untuk menangani sesuatu yang sudah terjadi maupun yang belum terjadi. Wahai para hamba Allah, berdoalah!”. (HR. Ahmad. Isnad hadits ini dinilai sahih oleh al-Hakim)

Berdoa Yuk!

Ikuti arahan para ahli untuk melakukan hal-hal yang bersifat upaya preventif. Rajin cuci tangan menggunakan sabun. Berusaha banyak tinggal di rumah. Mengenakan masker saat harus keluar rumah. Melakukan social distancing. Serta tips-tips lainnya.

Namun ingat, upaya lahiriah saja tidak cukup! Sebab virus itu tidak terlihat mata telanjang. Bisa menembus batas-batas yang tidak kita prediksikan.

Maka solusi jitunya adalah iringi upaya lahiriah dengan menggencarkan doa. Bukankah di redaksi dzikir pagi-petang banyak doa permohonan keselamatan? Nunggu apa lagi? Ayo rutinkan!

Pesantren Tunas Ilmu, Kedungwuluh, Purbalingga, Selasa, 29 Rajab 1441 / 24 Maret 2020

Ustadz Abdullah Zaen, Lc., M.A.

KONSULTASI SYARIAH

Mau Menyalahkan Takdir?

SALAH satu kaidah kehidupan yang perlu kita ketahui dan yakini agar tak larut dalam kesedihan panjang adalah bahwa “tidak ada takdir yang keliru.” Apa yang kita harapkan terjadi pada kita dan ternyata tak terwujud nyata terjadi pada kita tidaklah bermakna bahwa takdir yang salah tempat, salah orang, salah waktu dan salah sasaran. Ia bermakna bahwa memang hal itu bukan takdir kita. Bukankah memang tak setiap keinginan harus menjadi kenyataan?

Apa yang memang menjadi takdir kita pasti akan tiba pada kita betapapun menurut nalar kita sesuatu itu tidak mungkin menjadi takdir kita. Pertanyaannya kemudian adalah “siapakah yang paling menentukan sesuatu itu menjadi takdir kita? Kitakah? Atau kekuatan luar biasa yang ada di luar kemampuan kita? Pagi segenap pembelajar makna hidup yang sering mencari tahu hakikat kaidah kehidupan pasti memiliki jawaban yang sama: “Ada Tuhan yang Mahakuasa yang mengatur dan menentukan semuanya.”

Orang yang tak percaya Tuhan akan menghabiskan waktu menyalahkan orang lain, menyalahkan apapun yang memungkinkan dirinya memiliki alasan kuat menolak kenyataan. Cara menghibur diri semacam ini biasanya mengantarkan pelakunya gagal untuk bahagia dan move on demi masa depan yang lebih cerah. Inilah pesan rahasia yang terkandung dalam kalimat “innaa liLLAAH wa innaa ilayhi raaji’uun” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepadaNya).

Pesan dan semangat kalimat “innaa liLLAAH wa innaa ilayhi raaji’uun” inilah sesungguhnya cara paling tepat untuk menghibur diri dari kegagalan diri meraih takdir yang diharapkan. Mari kita tanamkan kesadaran dalam diri kita bahwa kita adalah hamba. Bisanya kita adalah berupaya, berharap dan berdoa. Selanjutnya adalah kehendak dan kuasa Allah yang menentukan segalanya. Kehendak, pengaturan dan kuasaNya adalah yang terbaik karena Dia adalah Dzat Yang Mahabaik, Mahabijak, Mahaindah dan segenap sifat sempurna lainnya. Hapuslah air matamu dan mulailah tersenyum. Bismillaah, bahagia. Salam, AIM. [*]

Oleh KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Mengenal Takdir Tuhan?

Jadi, kenalilah takdir Allah dan kenalilah hukum alam.

“Sesungguhnya, Kami telah menciptakan segala sesuatu dengan takdir (yang telah Kami tetapkan kepadanya di Lauhil Mahfudz.” (QS al-Qamar:49). Takdir adalah keniscayaan dan kehidupan yang tidak terlepas darinya. Jika seseorang memahami takdir dengan benar, niscaya ia memahami kehidupan tetapi jika keliru memahaminya, niscaya ia tak mampu memahami kehidupan.

Apakah kepintaran dan kebodohan, kebahagiaan dan kesengsaraan, masuk surga dan neraka adalah ketentuan Allah semata? Ternyata, takdir terbagi menjadi dua, ada takdir yang memaksa dan ada takdir yang bijaksana.

Pertama, ada takdir yang memaksa. Takdir yang memaksa adalah ketentuan Allah yang diterima tanpa ada sangkut paut dengan usaha seorang hamba. Ketika dilahirkan, bisakah Anda memilih untuk menjadi seorang laki-laki atau memilih menjadi seorang perempuan?

Yah, jawabannya tidak bisa. Demikian adalah contoh takdir yang memaksa. Takdir tersebut tidak bisa diganggu siapa pun, hanya Allah yang maha tahu atas ketetapannya. Kedua, ada takdir yang bijaksana. Takdir ini merupakan ketetapan Allah kepada seluruh hamba-Nya agar mereka dapat memilih dan berusaha.

Jika kepintaran dan kebodohan adalah ketetapan Allah yang memaksa, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang mau belajar. Karena mereka tahu, meskipun mereka belajar, kalau Allah menakdirkan bodoh, ya pasti bodoh.

Lalu, di mana letak takdir Allah? Jika ingin pintar maka belajarlah dan jika ingin bodoh maka bermalas-malasanlah, itulah ketetapan Allah dan pilihlah sesuai keinginanmu. Begitupun dengan masalah masuk surga dan neraka. Ini masalah pilihan, jika beriman dan beramal saleh, pastilah surga bagiannya.

Maka, sesungguhnya Allah tidak pernah zalim kepada makhluknya, justru makhluklah yang menzalimi diri sendiri.Takdir Allah bisa disebut dengan sunatullah. Sunatullah (hukum Allah) sering disebut dengan hukum alam.

Orang kafir (ateis) meyakini, hukum alam ini berdiri sendiri, tidak ada seorang pun yang mengatur hukum alam ini. Namun, Islam memahami bahwa hukum alam tidak berdiri sendiri. Artinya, hukum alam beroperasi sesuai aturan yang telah ditetapkan Allah.

Contoh, hukum alam menyatakan, api itu panas dan memang itu faktanya. Namun, apakah hukum alam ini bisa berubah? Islam menjawab ‘bisa’. Ketika nabi Ibrahim AS dimasukkan ke dalam api yang sangat panas, apakah nabi Ibrahim merasakan panas? Allah memerintahkan api tersebut supaya terasa dingin dan aman. Inilah bukti, Allah yang menghukumi alam. Jadi, kenalilah takdir Allah dan kenalilah hukum alam. Wallahu a’lam bisshawab.

Oleh: Muhammad Nasrulloh

KHAZANAH REPUBLIKA

Rahasia di Balik Takdir: Kisah Tuan yang Terselamatkan Hewan

Manusia terkadang tak mampu membaca hikmah di balik takdir.

Hidup itu faktanya memang dinamis, selalu terjadi dua yang saling bertukar: kebahagiaan dan kedukaan. Kebahagiaan yang datang, tak terkira senangnya hidup kita, dan bagi orang beriman akan semakin bersyukur kepada Allah.

Kedukaan yang menghampiri, kesedihan yang akan timbul, dan bagi orang beriman akan ditambah dengan sabar yang luar biasa.

Diriwayatkan, dahulu ada seorang laki-laki yang tinggal di pedusunan Arab. Orang ini memiliki seekor ayam, keledai, dan anjing yang sangat membantu dan berguna dalam hidupnya. 

Ayam jantan membangunkannya untuk shalat Shubuh, keledai membantunya mengangkat barang-barang bawaan, dan anjing menjaganya dari gangguan orang-orang jahat.

Pada suatu hari, datanglah serigala memangsa ayam jantannya. Orang ini sangat sedih dengan kematian ayam kesayangannya itu. Namun, karena taat pada Allah, ia berkata, Semoga kejadian ini menjadi kebaikan.  

Beberapa hari kemudian, serigala itu datang lagi dan memangsa keledainya. Ia pun bersedih hati karena tidak ada lagi binatang yang akan membantunya membawa barang- barang. Namun, ia berkata, Semoga kejadian ini juga menjadi kebaikan.  

Beberapa hari kemudian, anjing kesayangannya pun mati juga sehingga membuat ia semakin bersedih hati. Namun, ia tetap saja mengatakan dengan dengan penuh kesabaran, Semoga kejadian ini juga menjadi kebaikan.

Setelah kejadian yang membuat sedih hati itu berlalu beberapa waktu, ketika ia bangun pada suatu pagi, ia kaget karena melihat orang- orang di sekelilingnya telah ditawan. Yang tersisa hanyalah ia dan keluarganya. Ternyata mereka ditawan karena memiliki binatang- binatang peliharaan yang selalu menimbulkan keributan.  

Sementara itu, ia dan keluarganya selamat karena ayam, keledai, dan anjing yang sebelumnya jadi miliknya telah tiada dimangsa serigala. Kematian binatang-binatang tersebut telah menjadi suatu kebaikan baginya sesuai dengan yang telah ditakdirkan Allah.

Rencana Allah itu memang indah, bukan? Namun, kita terkadang suka terlalu cepat menyimpulkan kepahitan hidup yang datang dengan sering menggerutu dan mengatakan, Allah itu tidak adil kepada saya. Padahal, di balik semua kepahitan ada hikmah luar biasa.

Sesungguhnya, ukuran dan kualitas iman seseorang di muka bumi, satu di antaranya bisa dibuktikan dengan seberapa sabar menerima irama takdir Allah. Jika lulus dengan ujian kesabaran tersebut, tentu balasan Allah jauh lebih baik dan memuliakan siapa pun yang menerimanya dengan senang hati.

Seni hidup di dunia, sejatinya mampu bersabar dengan putaran takdir Allah. Syukur kala kebahagiaan datang, syukur kala kepahitan menghampiri, adalah dua senjata orang beriman agar setiap langkah hidup menjadi ibadah, tidak dihadapi dengan menggerutu.

Terlebih lagi, menghindari perasaan buruk sangka kepada setiap ketentuan Allah. Tetaplah kita di jalan Allah meskipun kesulitan hidup datang. Ingat, rencana Allah itu sebaik dan sesempurna-sempurna rencana.

Sejatinya, kita ingat bahwa segala sesuatu yang menimpa kita datangnya dari-Nya. Tidak mungkin Allah memberi takdir yang menyengsarakan karena kita yakin kasih-Nya lebih besar daripada murka-Nya. Mari nikmati rahasia Allah sebagai wujud nyata bahwa kita orang-orang beriman atas segala takdir-Nya.

Oleh Feri Anugrah   

KHAZANAH REPUBLIKA


Doa Mengubah Takdir Baik dan Buruk

DOA memang bisa mengubah takdir. Tapi semuanya tetap berujung pada ketentuan Allah. Beriman pada takdir selalu dengan kedua perspektif manusia yaitu takdir baik dan buruk. Padahal bagi Allah semua berujung kebaikan. Baik dan buruk itu perspektif manusia saja.

Manusia yang beriman seharusnya tak menyerah untuk melakukan perubahan ke arah kebaikan dan di saat yang sama ia berdoa. Berdoa adalah usaha agar keinginan kita diselaraskan dengan keinginan Allah Sang Penentu. Kalau pun tidak atau belum, doa adalah kekuatan untuk mengubah perspektif negatif kita.

Keberpihakan Allah kepada hamba-Nya dalam penentuan takdir bermaksud ketika keinginan kita dikabulkan Allah.

Manusia bisa berada pada empat kondisi, di antaranya:
– yang ia inginkan terjadi = sama dengan keinginan Allah Ta’ala
– yang ia tidak ia inginkan tidak terjadi
– yang ia inginkan tidak terjadi
– yang tidak ia inginkan terjadi

Sebagai orang beriman kita harus menyiapkan diri menerima keempat kondisi di atas. Doa adalah salah satu sarana menyiapkan diri menerima takdir Allah apapun keputusannya.

Wallahu a’lam. [Ustaz DR. Syaiful Bahri]

 

INILAH MOZAIK

 

 

Tujuh Ujian Hidup Manusia

DALAM menghadapi kehidupan di dunia ini, manusia selalu berhadapan dengan dua keadaan silih berganti. Suatu saat merasakan suka, saat lain merasakan duka.

Pada saat bahagia, terkadang manusia menjadi lupa. Sebaliknya, saat duka mendera, seringkali manusia berkeluh -kesah.

Bagi hamba Allah Swt yang beriman, hidup adalah ujian. Selama hidup, selama itulah kita diuji Allah Swt. “Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun.” (QS Al-Mulk [67]: 2).

Minimal ada tujuh ujian hidup yang wajib kita ketahui. Insya Allah, Allah Swt luruskan dari ujian-ujian-Nya, sehingga meraih gelar shobirin dan mujahidin. “Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu, dan akan Kami uji perihal kamu.” (QS Muhammad [47]: 31).

Pertama, ujian berupa perintah Allah, seperti Nabi Ibrahim diperintahkan Allah Swt menyembelih putra tercintanya bernama Ismail.

Kedua, ujian larangan Allah Swt, seperti larangan berzina, korupsi, membunuh, merampok, mencuri, sogok-menyogok, dan segala kemaksiatan serta kezaliman.

Ketiga, ujian berupa musibah. “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.” (QS Al-Baqarah [2]: 155).

Keempat, ujian nikmat, sebagaimana Allah Swt jelaskan dalam surat Al-Kahfi ayat 7. “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami uji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya.”

Kelima, ujian dari orang zalim buat kita, baik kafirun (orang yang tidak beragama Islam), musyrikun (menyekutukan Allah Swt), munafiqun, jahilun (bodoh), fasiqun (menentang syariat Allah), maupu hasidun (dengki, iri hati).

Keenam, ujian keluarga, suami, istri, dan anak. Keluarga yang kita cintai bisa menjadi musuh kita karena kedurhakaanya kepada Allah Swt.

Ketujuh, ujian lingkungan, tetangga, pergaulan, tempat dan suasana kerja, termasuk sistem pemerintahan/negara.

Subhanallah, Allah Swt amat sayang kepada kita. Allah Swt tunjukkan cara menjawab ujian itu semua. “Dan minta pertolonganlah kamu dengan kesabaran dan dengan shalat, dan sesungguhnya shalat sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusuk tunduk jiwanya.” (QS Al-Baqarah [2]: 48). Semoga kita dijadikan Allah Swt, hamba-Nya yang lulus dari ujian. Aamiin.

 

[KH Muhammad Arifin Ilham]

Tak Ada Takdir Allah yang Sia-sia Tanpa Hikmah

UNTUK saudariku yang hari ini diuji Allah kehilangan rizki sangat banyak yang dikumpulkan dan disimpan demi kebahagian diri dan orang tua, saya nasehatkan untuk tetap bersabar dan ridla atas ketentuan Allah dengan cara tetap berbaik sangka atas semua ketetapan Allah. Tak pernah ada takdir Allah yang sia-sia tanpa hikmah dan rahasia indah.

Semalam saya mendapatkan pelajaran dari pengalaman saudara saya, Bapak Muchlis Hasyim, bahwa hidup ini perlu dijalani apa adanya. Menurut beliau, selalu saja ada waktu kita mendapatkan nikmat sebagaimana ada waktunya pula waktunya kita mendapatkan musibah. Kalimat ini sudah biasa kita dengar, namun terasa berbeda ketika diucapkan oleh mereka yang sabar menjalani berbagai musibah.

Salah satu yang harus kita yakini adalah bahwa sebagaimana Allah berkuasa memberikan kejutan berupa musibah, Allah juga berkuasa memberikan kejutan berupa nikmat. Nalar dan imajinasi kita tak cukup mampu menduga secara tepat apa yang akan terjadi. Karena itulah maka kita diperintahkan untuk memasrahkan urusan hidup kita kepadaNya dengan cara meningkatkan pengabdian kita kepadaNya.

Allah yang mampu menghidupkan yang mati dan mematikan yang hidup pasti sangat berkuasa membahagiakan hati kita yang sedih, menyelesaikan permasalahan kita yang tak kunjung usai dan membuat kita tersenyum setelah kita menangis.

Jangan pernah putus asa. Seribu satu cerita bahagia sangat mungkin untuk menjadi akhir dari satu cerita yang bermula dengan kesedihan.

 

 

Sumber: Inilah.com