Tanda Kelima: Jika Berjanji, Tidak Dipenuhi

ALLAH Taala telah memerintahkan supaya menepati janji, sebagaimana yang difirmankan Allah Taala,

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).” (QS. An Nahl: 91).

Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma, dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,

“Bagi setiap pengkhianat memliki bendera pada hari Kiamat kelak. Lalu dikatakan kepadanya: “Inilah pengkhianat si Fulan” (HR. Bukhari no. 3187 dan Muslim no. 1735)

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324826/tanda-kelima-jika-berjanji-tidak-dipenuhi#sthash.XUUkvYWL.dpuf

Tanda Keempat: Jika Berselisih, Dia Akan Zalim

YANG dimaksud dengan al-fujuur di sini adalah keluar dari kebenaran secara sengaja, sehingga dia menjadikan yang benar menjadi keliru dan yang keliru menjadi benar. Ini yang membawanya kepada dusta.

Dalam hadis disebutkan,

“Sesungguhnya orang yang paling dibenci oleh Allah adalah penantang yang paling keras.” (HR. Bukhari no. 2457 dan Muslim no. 2668)

Jika seseorang mempunyai kemampuan bersilat lidah pada saat berdebat -baik perselisihan itu berkenaan dengan masalah agama atau masalah dunia- untuk mempertahankan kebatilan, dia menyuarakan kepada orang-orang bahwa kebatilan itu sebagai suatu yang benar, serta menyamarkan yang benar dan menampilkannya sebagai suatu kebatilan, seperti itu merupakan keharaman yang paling buruk serta kemunafikan yang paling busuk.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya di antara penjelasan (al-bayan) itu adalah sihir (yang membawa daya tarik).” (HR. Bukhari no. 5767)

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324825/tanda-keempat-jika-berselisih-dia-akan-zalim#sthash.U8L2KYOf.dpuf

Tanda Ketiga: Jika Diberi Amanat, Khianat

ALLAH Taala berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kalian mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepada kalian, sedang kalian mengetahui.” (QS. Al Anfal: 27).

Jika seseorang dipercaya untuk memegang suatu amanah, maka dia wajib untuk menjaga amanah tersebut sebaik mungkin, sebagaimana firman Allah Taala,

“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisaa: 58).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

“Tunaikanlah amanat pada orang yang memberikan amanat padamu dan janganlah mengkhianati orang yang mengkhianatimu.” (HR. Abu Daud no. 3535, Tirmidzi no. 1264 dann Ahmad 3: 414. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif. Hadits ini sahih menurut Syaikh Al Albani lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah no. 423).

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324824/tanda-ketiga-jika-diberi-amanat-khianat#sthash.0G20aKCd.dpuf

Tanda Kedua: Jika Berjanji, Tidak Menepati

IBNU Rajab menyebutkan bahwa mengingkari janji itu ada dua macam:

a. Berjanji dan sejak awal sudah berniat untuk tidak menepatinya. Ini merupakan pengingkaran janji yang paling jahat.

b. Berjanji, pada awalnya berniat untuk menepati janji tersebut, lalu di tengah jalan berbalik, lalu mengingkarinya tanpa adanya alasan yang benar.

Adapun jika dia berniat untuk memenuhi janji tersebut, tetapi karena alasan tertentu atau ada hal lainnya yang dapat dibenarkan, maka dia tidak termasuk dalam sifat tercela ini.

Ada perkataan dari Ali, namun dalam sanad perkataan ini ada perawi yang majhul,

“Janji adalah utang. Celakalah orang yang berjanji namun tidak menepati.” (Jamiul Ulum wal Hikam, 2: 483)

Contoh sederhananya, kalau janji pada anak kecil (seorang bocah) tetap harus ditepati. Az Zuhri mengatakan dari Abu Hurairah, ia berkata,

“Siapa yang mengatakan pada seorang bocah: “Mari sini, ini kurma untukmu”. Kemudian ia tidak memberinya, maka ia telah berdusta.” Namun riwayat ini, sanadnya terputus karena Az Zuhriy tidak mendengar dari Abu Hurairah. (Jamiul Ulum wal Hikam, 2: 485)

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324822/tanda-kedua-jika-berjanji-tidak-menepati#sthash.nmR1jlee.dpuf

Tanda Pertama: Jika Berbicara, Dusta

DI antara hadis yang menunjukkan dicelanya perbuatan dusta adalah hadis Abdullah bin Masud. Ibnu Masud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.

Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2607)

Asalnya berbohong itu terlarang dikecualikan dalam tiga hal. Ketika itu berbohong jadi rukhsoh atau keringanan karena ada maslahat yang besar. Ada hadis yang menyebutkan hal ini,

Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Muaythin, ia di antara para wanita yang berhijrah pertama kali yang telah membaiat Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ia mengabarkan bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak disebut pembohong jika bertujuan untuk mendamaikan di antara pihak yang berselisih di mana ia berkata yang baik atau mengatakan yang baik (demi mendamaikan pihak yang berselisih, -pen).”

Ibnu Syihab berkata, “Aku tidaklah mendengar sesuatu yang diberi keringanan untuk berdusta di dalamnya kecuali pada tiga perkara, “Peperangan, mendamaikan yang berselisih, dan perkataan suami pada istri atau istri pada suami (dengan tujuan untuk membawa kebaikan rumah tangga).” (HR. Bukhari no. 2692 dan Muslim no. 2605, lafazh Muslim).

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324820/tanda-pertama-jika-berbicara-dusta#sthash.LTuSByJK.dpuf

Tanda Munafik: Beda Lahiriah dan Batin

ITULAH tanda munafik, beda antara yang lahir dan batin. Oleh karenanya sebagian ulama salaf mengatakan,

“Khusyunya orang munafik, jasad terlihat khusyu. Namun hati tak ada kekhusyuan.” (Jamiul Ulum wal Hikam, 2: 490)

Umar pernah berkhutbah di atas mimbar, lantas ia mengatakan,

“Yang aku khawatirkan pada kalian adalah orang berilmu yang munafik. Para sahabat lantas bertanya: “Bagaimana bisa ada orang berilmu yang munafik?” Umar menjawab, “Ia berkata perkataan hikmah, namun sayangnya ia melakukan kemungkaran.” (Idem)

Hudzaifah ditanya mengenai apa itu munafik, ia menjawab, “Ia menyifati diri beriman namun tak ada amalan.” (Idem)

Dari sini, para ulama menyebutkan bahwa pria yang mengaku muslim namun tidak pernah terlihat salat berjemaah di masjid, dinyatakan sebagai munafik. Ibnu Masud radhiyallahu anhu berkata,

“Aku telah melihat bahwa orang yang meninggalkan salat jemaah hanyalah orang munafik, di mana ia adalah munafik tulen. Karena bahayanya meninggalkan salat jemaah sedemikian adanya, ada seseorang sampai didatangkan dengan berpegangan pada dua orang sampai ia bisa masuk dalam shaf.” (HR. Muslim no. 654).

Bahkan tetangga masjid yang tak pernah terlihat di masjid, juga disebut munafik. Ibrahim An Nakhai rahimahullah mengatakan,

“Cukup disebut seseorang memiliki tanda munafik jika ia adalah tetangga masjid namun tak pernah terlihat di masjid” (Fathul Bari karya Ibnu Rajab 5: 458 dan Maalimus Sunan 1: 160. Lihat Minhatul Allam, 3: 365).

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2324827/tanda-munafik-beda-lahiriah-dan-batin#sthash.YLVhEWhJ.dpuf