Hukum Tasyakuran Makan-Makan Sepulang Haji

TERDAPAT beberapa dalil yang menunjukkan bahwa para sahabat menyambut kedatangan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dari safar atau ketika masuk ke sebuah kota. Diantaranya,

Hadis dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, beliau menceritakan, “Ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam datang di Mekah, anak-anak kecil bani Abdul Muthalib menyambut kedatangan beliau. Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menggendong salah satu dari mereka dan yang lain mengikuti dari belakang.” (HR. Bukhari 1798)

Dalam shahihnya, Imam Bukhari membuat judul bab, “Bab, menyambut kedatangan jamaah haji yang baru pulang.” Kemudian Bukhari menyebutkan hadis di atas.

Abdullah bin Jafar mengatakan, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam apabila pulang dari safar, kami menyambutnya. Beliau menghampiriku, Hasan, dan Husain, lalu beliau menggendong salah satu diantara kami di depan, dan yang lain mengikuti di belakang beliau, hingga kami masuk kota Madinah.” (HR. Muslim 6422).

Acara makan-makan dalam rangka penyambutan orang yang baru pulang haji disebut an-Naqiah. Ini tidak hanya berlaku untuk hji saja, namun semua kegiatan safar. Sebagian ulama mengajurkan untuk mengadakan acara makan-makan, dalam rangka tasyakuran pulangnya seorang musafir.

An-Nawawi mengatakan, “Diadakan untuk mengadakan naqiah, yaitu hidangan makanan yang digelar sepulang safar. Baik yang menyediakan makanan itu orang yang baru pulang safar atau disediakan orang lain diantara yang menjadi dalil hal ini adalah hadis Jabir Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ketika tiba dari Madinah sepulang safar, beliau menyembelih onta atau sapi.” (HR. Bukhari). (al-Majmu, 4/400)

Fatwa Imam Ibnu Utsaimin

Pertanyaan: Ada tradisi yang terebar di beberapa kampung, mereka mengadakan makan-makan sepulang haji dari Mekah. Itu diadakan setiap tahun. Mereka sebut salamah hujjaj selametan haji. Bisa dagingnya diambilkan dari daging qurban yang tersimpan, bisa juga menyembelih hewan baru.

Jawaban Syaikh Ibnu Utsaimin: Semacam ini tidak masalah. Boleh menyambut jamaah haji ketika mereka datang, karena ini menjadi pesta penyambutan mereka, dan memotivasi lainnya untuk berhaji mungkin ini hanya ada di kampung. Kalau di kota, semacam ini sudah tidak ada. Saya melihat banyak orang yang pulang haji, dan tidak ada acara makan-makan. Beda dengan di kampung, semacam ini masih ada. Dan tidak masalah. Penduduk kampung biasanya lebih dermawan, dan mereka tidak ingin bersikap pelit dengan orang lain. (Liqaat Bab al-Maftuh, volume 154, no 12).

Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

INILAH MOZAIK