Tawakal Bukan Pasrah

“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”.

Datangnya musibah yang menimpa tanah air silih berganti, mulai dari tsunami, gempa, busung lapar, flu burung dan kesulitan hidup karena naiknya harga BBM, benar-benar menguji keimanan seorang muslim. Apakah mampu untuk tetap tegar menghadapi kesulitan hidup. Ataukah justru sebaliknya, pesimis dan apatis sehingga menempuh cara-cara yang salah untuk mengais rizki dengan dalih kepepet. Kalaupun tidak, minimal terus digelayuti emosi, rasa gamang, cemas dan bahkan putus asa.

Pembaca budiman yang dirahmati allah, tentu saja tidak, karena dalam menghadapi masalah tersebut, bahkan semua problema kehidupan manusia, islam telah memberikan solusinya dengan sempurna. Sebagai petunjuk bagi manusia dalam mengarungi kehidupannya di dunia dan akhirat. Baik keluasan maupun kesempitan hakekatnya adalah sama merupakan ujian hidup yang harus dihadapi dengan baik.

Coba renungkan sabda panutan kita, rasulullah saw di bawah ini.
“Sangat menakjubkan perkara orang mukmin itu. Semua perkaranya adalah baik. Hal ini tidak didapati kecuali pada orang mukmin. Yaitu jika menerima nikmat dia bersyukur maka ini baik baginya dan jika tertimpa musibah bersabar dan ini juga baik baginya.” (HR. Muslim).

Kewajiban lain seorang mukmin ketika menghadapi kesulitan hidup adalah tawakal kepada allah. Banyak ayat-ayat al quran dan hadis-hadis rasulullah saw yang mengisyaratkan wajibnya bertawakal kepada allah. Dengan tawakal inilah seorang mukmin akan mampu menghadapi berbagai kesulitan dengan optimisme tinggi dan akan mendapatkan kemudahan dari allah yang maha pemurah.

Tawakal adalah amalan hati atau amalan yang dilakukan hati, bukan amalan lisan atau aktivitas anggota badan. Dan hakekat tawakal itu sendiri adalah hati benar-benar bergantung kepada allah azza wa jalla guna memperoleh maslahat dan menolak mafsadat dari urusan-urusan dunia dan akhirat. (Jami’ul Ulum Wal Hikam hal. 567).

Sebagian orang menyangka, bahwa tawakal identik dengan pasrah secara total. Padahal ini anggapan yang keliru, karena tawakal itu menuntut rasa optimis dan aktif. Dalam sebuah ayat allah berfirman: “Dan barang siapa yang bertawakal kepada allah niscaya allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS Thalaq : 3).
Dalam ayat ini allah menjamin akan memberi kecukupan kepada orang-orang yang bertawakal, termasuk urusan rizki. Apakah artinya orang tersebut tidak berupaya dan tidak kerja keras lantas tiba-tiba memperoleh rizki dari langit ? tentu tidak demikian. Orang yang ingin terpenuhi kebutuhannya harus bekerja, sama halnya dengan orang ingin punya anak harus menikah dan mengumpuli istrinya. Tidak mungkin allah memberi rizki kepada seseorang tanpa upaya sedikitpun.

Hadis berikut lebih memperjelas, rasulullah saw bersabda : “Andaikan kalian tawakal kepada allah dengan sebenarnya niscaya allah akan memberi rizki kepada kalian seperti memberi rizki kepada burung. Mereka pergi pagi dengan perut kosong dan pulang sore dengan perut kenyang.”(HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Tawakal burung adalah dengan pergi mencari makanan, maka allah jamin dengan memberikan makanan kepada mereka. Burung-burung itu tidak tidur dan nongkrong saja disarang sambil menunggu makanan datang, tetapi mereka pergi jauh mencari makanan untuk dirinya dan anak-anaknya. Begitu pula seharusnya manusia. Apalagi kita diberi kelebihan yang banyak dibanding seekor burung.

Tawakal itu bukan berarti tidak berusaha dan menggantungkan kepada makhluk. Hal itu justru dapat dikatakan berlawanan dengan makna tawakal yang sebenarnya. Seorang ulama besar Imam ahmad bin hanbal pernah ditanya tentang seseorang yang hanya duduk di rumah atau di mesjid seraya berkata, ‘aku tidak akan berusaha sedikitpun sampai datang rizki kepadaku.’ Jawabnya, ‘orang tersebut jahil, sebab nabi bersabda, ‘sesungguhnya allah menjadikan rizkiku di bawah naungan pedangku’ dan sabdanya, ‘andaikan kalian tawakal dengan sebenarnya niscaya allah akan memberi rizki kepada kalian seperti telah memberi rizki kepada burung. Nabi menyebutkan, kawanan burung tersebut pergi pagi-pagi untuk mencari rizki. Dan para sahabat berdagang dan memelihara pohon-pohon kurma mereka. Maka contohlah mereka. (Fathul Bari 7/107)

Pembaca budiman yang dirahmati allah, jika engkau tawakal kepada allah dengan benar, engkau harus melaksanakan sebab (berusaha) yang disyariatkan allah bagimu. Yaitu mencari rizki secara halal, bisa dengan tani, berdagang, menjadi pekerja pada pekerjaan apa saja yang dapat mendatangkan rizki dengan bergantung kepada allah niscaya allah akan memudahkan rizki bagimu.
Nabi adalah orang yang paling tawakal kepada allah. Namun demikian beliau melakukan usaha. Beliau ketika bepergian membawa perbekalan, ketika perang uhud memakai dua baju besi dan ketika hijrah ke madinah menyewa penunjuk jalan. Beliau tidak mengatakan, “aku akan hijrah dan aku tawakal kepada allah”. Beliau juga berlindung dari panas dan dingin. Hal ini tidak mengurangi tawakalnya. Justru menunjukkan, bahwa beliau betul-betul tawakal kepada allah. Dan itulah tawakal yang sebenarnya.

Mudah-mudahan dengan tawakal kita kepada allah yang sebenar-benarnya kita semua selamat dalam menghadapi berbagai problema dan kesulitan hidup sebagaimana mestinya, tidak tergelincir ke jurang kenistaan. Optimis dalam menghadapi kesulitan hidup dan percaya diri dalam menatap masa depan, adalah salah satu kunci kesuksesan dalam menjalani hidup ini. Wallahu a’lam bish shawab.

 

Oleh : Ahmad Wandi Al Mas’udy

sumber: Daarut Tauhid

 

Silakan simak artikel mengenal Tawakal lainnya, klik di sini!