Perjuangan Theresa Corbin Memeluk Islam

Dia merasakan bagaimana orang-orang non-Islam berperilaku kasar terhadapnya.

Theresia Corbin, wanita berusia 24 tahun ini memeluk Islam pada November 2011 lalu. Tepatnya, dua bulan setelah peristiwa 9 November 2001 (911). Menurut dia, Islam adalah agama yang damai.

Meski banyak orang menilai Islam sebagai agama teror, radikal, dan berbagai stigma buruk lainnya, wanita paruh baya ini tetap menilai Islam sebagai agama yang menyejukkan dan menenangkan hati.

Sejak memeluk Islam, dia memutuskan untuk berjilbab. Meski banyak wanita terbiasa menunjukkan lekuk tubuh, Corbin memilih hal berbeda. Dia mengenakan jilbab dan menutup tubuhnya demi menjaga kehormatan dan menjalankan keyakinan.

Setelah peristiwa 9 November, banyak media yang memberitakan Muslim sebagai orang yang kasar dan tidak toleran. Ada peningkatan 1.700 persen kejahatan kebencian terhadap Muslim Amerika antara 2000 hingga 2001.

Corbin merasakan bagaimana orang- orang non-Islam berperilaku kasar, intoleran terhadapnya. Seorang pekerja pos pun pernah bertanya, apakah di dalam paket miliknya terdapat bom? Di lain waktu, seorang pria di dalam truk juga melemparkan telur ke arahnya. Dia bertanya- tanya, apakah ia menjadi sasaran karena pakaian Islamnya?

Menjadi Muslim setelah 911 merupakan tantangan. Ini adalah cobaan tersulit yang dialaminya. Wanita asal Baton Rouge, Lousiana, ini pada mulanya menganut Katolik, kemudian dia menjadi agnostik.Setelah itu, dia mempelajari Islam selama empat tahun. Dia meminta pendapat sejumlah orang dan juga membaca buku-buku tentang Islam.

Perjalanannya mengenal Islam dimulai ketika dia berusia 15 tahun. Dia memulai pencarian tentang Islam dengan mempertanyakan keyakinannya. Tetapi, jawaban yang diterimanya tak pernah memuaskan meski jawaban itu bersumber dari guru dan pendeta

Mengambil Risiko

Selama bertahun-tahun, Corbin mempertanyakan agama, manusia, dan alam semesta. “Setelah saya mempelajari kebenaran, retorika, sejarah dan dogma, saya menemukan satu hal aneh yang disebut dengan Islam,” jelas dia sebagaimana diberitakan cnn.com.

Baginya, Islam bukanlah budaya atau mewakili kawasan tertentu. Corbin menyadari bahwa Islam adalah agama dunia yang mengajarkan toleransi, keadilan, kehormatan, kesabaran, kesopanan, dan keseimbangan.

Senang rasanya menemukan Islam sebagai sumber keyakinan karena mengajarkan penganutnya untuk menghormati semua nabi. “Mereka mengajarkan umat manusia untuk menyembah Allah dan membimbing umatnya menuju kemuliaan hidup,” ungkap dia.

Corbin tertarik dengan Islam setelah mendengar hadis Nabi bahwa menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim, baik laki-laki atau perempuan. Dia juga terkejut karena ilmu sains ditemukan oleh ilmuwan Muslim al-Khawarizmi, al-Jabar, Ibnu Firnas yang mengembangkan mekanisme penerbangan dan al-Zahrawi yang merupakan bapak bedah modern.

Sejarah peradaban dan kejayaan Islam semakin meyakinkan dirinya bahwa Islam adalah agama yang mengarahkan penganutnya menuju kebenaran. Dasarnya bukan semata-mata dogma, melainkan juga akal yang merupakan sumber kecerdasan manusia.

Setelah peristiwa 9 November, Corbin berpikir untuk menunda memeluk Islam. Ada kekhawatiran karena masyarakat Barat ketika itu berpandangan sangat buruk tentang Islam. Risalah Ilahi itu selalu disematkan dengan berbagai stigma buruk hanya karena pelaku pengeboman gedung WTC yang disebut-sebut Muslim.

Peristiwa itu bagi dirinya menimbulkan trauma kengerian. Tapi, dia berusaha untuk tetap membela Muslim dan agama mereka. Karena ulah sekelompok orang, citra Islam dan Muslim menjadi buruk. Selama berjuang untuk membela Islam, dia berusaha untuk mengatasi rasa takutnya. Saat itu, juga dia semakin yakin untuk bergabung bersama Muslim dengan meyakini agama ini dan memeluknya.

Mulanya, keluarga belum menerima langkah besar yang dijalani Corbin. Tetapi, mereka tidak terkejut karena mengetahui wanita itu telah lama mempelajari risalah Muhammad SAW. Meski demikian, mereka khawatir akan keselamatan Corbin setelah memeluk Islam. Alhamdulillah, teman- temannya memberikan dukungan, menerima diri Corbin apa adanya. Bahkan, banyak dari mereka yang ingin tahu lebih banyak tentang Islam.

Berjilbab

Kini, Corbin mengenakan jilbab dan dia bangga telah menggunakannya. Jilbab bagi Corbin bukan untuk mengekangnya atau sebagai alat penindasan. Sebelum memeluk Islam, dia sering mendengar bahwa Muslimah di wilayah Timur Tengah mengenakan pakaian tertutup karena pak saan dan rasa memiliki suami mereka.

Namun, ketika dia bertanya dan mendapat jawaban yang sesungguhnya, Corbin justru mengetahui kebenarannya. Jawaban itu membuatnya kagum. Jilbab yang mereka kenakan adalah semata-mata karena Allah SWT. Fungsinya untuk diakui sebagai wanita yang harus dihormati dan tidak dilecehkan, sehingga dapat melindungi diri sendiri dari tatapan laki-laki.

Setiap Muslim diajarkan untuk berpakaian sederhana sebagai simbol bahwa tubuh wanita tidak dimaksudkan untuk konsumsi massa atau kritik. Corbin masih tetap ragu dengan penjelasan rekan Muslimahnya karena wanita di Islam dianggap kelas dua.

Tapi, lambat laun, dia memahami, kehidupan Barat selama ini memperlakukan wanita seperti properti, sedangkan Islam mengajarkan bahwa pria dan wanita setara di mata Tuhan.

Islam mengatur bahwa wajib hukumnya untuk menikahi wanita yang ingin hidup bersama. Bahkan, perempuan mendapatkan kesempatan untuk mewarisi properti, menjalankan bisnis, dan berpartisipasi dalam pemerintahan. Aturan ini telah berlaku untuk wanita sejak 1250 tahun lalu, jauh sebelum Barat mengangkat isu feminisme.

Menikah

Setelah memeluk Islam, Corbin mencoba mengenal pria yang kelak men jadi pendamping hidupnya. Baginya ini adalah cara yang santun, karena pasangan pria- wanita tak terjebak dalam perzinaan.

Sebagai Muslim baru, dia menemukan cara yang terbaik untuk mencari cinta dan teman hidup selamanya.Dia memutuskan memiliki hubungan yang serius dengan bertaaruf. Dia mulai mencari dan mengikuti wawancara, bertanya tentang pasangan hidup dan keluarganya.

“Saya memutuskan ingin menikah dengan mualaf lainnya, seseorang yang telah berada dekat dengannya dan ingin pergi ke mana saya ingin pergi. Terima kasih kepada orang tua, teman-teman, saya menemukan suami saya sekarang, orang yang masuk Islam di Mobile Alabama, dua jam dari rumah saya di New Orleans. Hingga 12 tahun kemudian, kita hidup bahagia,” jelas dia.

Tidak setiap Muslim menemukan pasangan dengan cara ini. Tetapi, dia bersyukur, ternyata bisa menuju mahligai pernikahan tanpa harus berpacaran. Sejak menjadi Muslim, dia tidak pernah harus melepaskan kepribadian, identitas, atau budaya Amerika.

Pada Agustus 2012, Corbin pindah ke New Orleans. Dia merasa aman untuk sementara waktu. Namun, sekarang, dengan liputan berita terus menerus dari kelompok yang tidak Islami yang dikenal sebagai ISIS, dia kembali mengalami perlakuan diskriminatif.

“Ini membuat saya marah karena ada beberapa yang menyebut diri mereka Muslim dan menyalahgunakan Islam demi keuntungan politik. Ini membebani saya karena mengetahui bahwa jutaan warga hanya melihat gambar-gambar yang tidak jelas dan menganggap itu sebagai cerminan Islam,” jelas dia.

Banyak orang membenci hanya karena Islam yang dianutnya. Sepanjang perjalanan mengenal Islam, dia semakin mengetahui bahwa umat Islam datang dalam berbagai bentuk, ukuran, sikap, etnis, budaya, dan kebangsaan. “Yang utama, saya memiliki keyakinan bahwa rekan-rekan Amerika saya dapat mengatasi ketakutan dan kebencian,” ujar dia.

REPUBLIKA