Faedah Berharga dari Imam Nawawi tentang Tiga Amalan yang Tidak Terputus Pahalanya

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, dan doa anak yang saleh yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim, no. 1631)

Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim membawakan judul bab untuk hadits di atas “Pahala yang terus mengalir pada seseorang setelah ia wafat.”

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan hadits di atas bahwa para ulama berkata, makna hadits adalah amalan yang dilakukan oleh yang telah meninggal dunia terputus saat meninggal dunia. Pahala baru baginya juga terputus kecuali tiga hal ini karena ia jadi sebab amalan itu ada. Anak itu hasil usahanya. Ilmu yang ia ajarkan dan ia tulis merupakan usahanya pula. Begitu pula sedekah jariyah berupa wakaf juga dari dirinya.

Setelah itu Imam Nawawi rahimahullah membawakan faedah lainnya dari hadits di atas sebagai berikut:

  • Hadits ini jadi dalil akan keutamaan menikah untuk mendapatkan keturunan yang saleh. Dan sudah dijelaskan mengenai hukum menikah tergantung keadaan tiap orang, sebagaimana dijelaskan dalam kitab nikah.
  • Hadits ini juga jadi dalil disyariatkannya wakaf dan besarnya pahala wakaf.
  • Hadits ini juga jadi dalil keutamaan ilmu dan dorongan untuk terus memperbanyak ilmu, dan kita harus semangat mewariskannya dengan mengajarkan, menulis, dan menjelaskan. Ilmu juga hendaknya dipilih dari ilmu yang punya manfaat besar dan ilmu yang penuh manfaat lainnya.
  • Hadits ini juga jadi dalil bahwa doa itu bermanfaat untuk orang yang telah meninggal dunia. Begitu pula sedekah bermanfaat juga untuk yang telah meninggal dunia. Akan sampainya pahala pada mayat untuk dua amalan ini (doa dan sedekah) telah disepakati oleh para ulama. Begitu pula melunasi utang sebagaimana telah dijelaskan.
  • Sedangkan amalan haji jika dibadalkan untuk orang yang telah meninggal dunia dianggap sah sebagaimana pendapat Imam Syafii dan yang sependapat dengannya. Membadalkan haji sama dengan melunasi utang jika haji tersebut haji yang wajib. Jika haji tersebut sunnah, maka termasuk dalam masalah wasiat.
  • Sedangkan amalan puasa jika yang meninggal dunia dibayarkan puasanya oleh yang hidup, maka yang tepat wali si mayat boleh mempuasakan dirinya. Hal ini sudah diterangkan dalam kitab puasa.
  • Adapun membaca Alquran dan menjadikan pahalanya untuk orang yang telah meninggal dunia, begitu pula shalat dan ibadah semacam itu, maka menurut madzhab Syafii dan jumhur ulama, pahalanya tidak sampai pada orang yang telah meninggal dunia. Walaupun dalam masalah ini ada perbedaan pendapat di dalamnya.

Lihat penjelasan Imam Nawawi rahimahullah dalam Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 11:77.

Referensi:

Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj. Cetakan pertama, Tahun 1433 H. Al-Imam Muhyiddin Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar Ibnu Hazm.


Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/22901-faedah-berharga-dari-imam-nawawi-tentang-tiga-amalan-yang-tidak-terputus-pahalanya.html