Tiga Ayat Toleransi Beragama dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya

Islam merupakan agama yang dibangun di atas rahmat dan kasih sayang serta toleransi. Dalam banyak hal, termasuk di dalamnya ialah perihal toleransi antar keyakinan tiap umat beragama, merupakan salah satu bentuk “sikap” Islam terhadap pemeluk agama lain. Nah berikut ada tiga ayat toleransi beragama dalam Al-Qur’an dan tafsirnya.

Hal tersebut tercermin oleh banyaknya ayat-ayat al-Qur’an yang mengarahkan bagaimana Allah menuntun Nabi Muhammad Saw (yang juga termasuk umatnya tentunya) untuk bersikap toleran terhadap pemeluk agama lain.

Ayat Toleransi Beragama dalam Al-Qur’an

Ada banyak ayat al-Qur’an yang dapat menjadi tendensi atas toleransi keberagaman tersebut di antaranya, berikut penulis hadirkan beserta tafsirnya.

PertamaQ. S. Yunus: ayat 40, ketika Allah memberikan penjelasan kepada Nabi Muhammad Saw bahwa tidak semua umat manusia yang ia ajak akan beriman dan mengikutinya. Hal tersebut sudah menjadi ketentuan yang digariskan oleh Allah dan tidak bisa diganggu gugat. Agama dan keyakinan tidak bisa dipaksakan kepada setiap manusia.

وَمِنْهُمْ مَّنْ يُّؤْمِنُ بِهٖ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّا يُؤْمِنُ بِهٖۗ وَرَبُّكَ اَعْلَمُ بِالْمُفْسِدِيْنَࣖ

Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya (Al-Qur’an), dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Syekh Muhammad Ali al-Shabuni dalam kitabnya “Safwat at-Tafasir Juz I” hal 585 dalam menafsiri ayat tersebut memberikan penjelasan demikian:

“Di antara mereka orang-orang yang engkau diutus kepada mereka wahai Muhammad, ada yang beriman dengan al-Qur’an ini dan mengikutimu serta mengambil kemanfaatan terhadap yang engkau bawa.

Di antara mereka (juga) ada yang tidak mengimaninya, mereka mati dengan membawa keyakinan mereka dan juga akan dibangkitkan. Sedang Allah mengetahui terhadap mereka yang berbuat kerusakan (Allah mengetahui mereka yang berhak mendapatkan hidayah sehingga Allah memberi mereka hidayah dan Allah mengetahui (pula) mereka yang berhak mendapatkan dhalal sehingga Allah memberikan dhalal kepada mereka)”,

Ayat tersebut selain memberikan penjelasan mengenai “ketentuan Allah” terhadap keberagaman keyakinan agama manusia juga tak lain merupakan “tasliyah”, penghibur bagi Nabi, serta “tanbih” atau pengingat bahwa tugas Nabi Saw hanyalah mengajak umat manusia. Sedang memberi hidayah ialah bagian Allah Swt.

Oleh karenanya, pada ayat setelahnya Allah memerintahkan kepada Nabi untuk melepas diri terhadap amal perbuatan mereka, karena Nabi Saw sendiri telah melaksanakan tugasnya sebagai pembawa risalah.

Kedua, Q.S. Yunus: ayat 99, ketika Allah menjelaskan kepada Nabi Muhammad Saw bahwa jika Ia menghendaki, Ia akan membuat seluruh umat manusia yang ada di muka bumi beriman. Hal tersebut mudah saja bagi Allah.

وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَاٰمَنَ مَنْ فِى الْاَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيْعًاۗ اَفَاَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتّٰى يَكُوْنُوْا مُؤْمِنِيْنَ

Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman?

Ayat tersebut secara tidak langsung menjelaskan kepada kita akan pentingnya bersikap “toleran” terhadap umat agama lain. Semuanya telah digariskan oleh Allah, tidak boleh ada paksaan dalam beragama.

Hal tersebut sebagaimana sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Muhammad Ali Al-Shabuni dalam menafsiri ayat tersebut yang kira-kira sebagai berikut:

“Jika Allah menghendaki maka seluruh umat manusia bisa saja beriman, akan tetapi Allah tidak menghendaki hal tersebut karena hikmah yang terkandung di dalamnya. Allah menginginkan keimanan secara sukarela dari hambanya, bukan keimanan yang timbul dari paksaan.

Apakah engkau wahai Muhammad akan memaksa mereka untuk beriman dan masuk ke dalam agamamu?”

Ketiga, Q.S. Hud: ayat 118, dalam ayat ini Allah juga menjelaskan kepada Nabi Saw bahwa keberagaman agama umat manusia merupakan ketetapan yang digariskan.

وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلَا يَزَالُوْنَ مُخْتَلِفِيْنَۙ

Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat)”.

Dalam menafsiri ayat tersebut, syekh Muhammad Ali al-Shabuni dalam kitabnya “Safwat at-Tafasir Juz II” hal 37 menjelaskan dengan “gamblang” bagaimana Allah memberi ketetapan keberagaman keyakinan kepada umat manusia. Ia menjelaskan sebagai berikut:

“Jika Allah mengendaki, Ia dapat menjadikan seluruh umat manusia beriman dan beragama Islam, akan tetapi Allah tidak melakukannya karena hikmah.

Mereka (umat manusia) akan terus beragam dalam agama yang berbeda-beda, keyakinan yang berbeda-beda: antara Yahudi, Nasrani, Majusi. Kecuali mereka (umat manusia) yang Allah dengan anugerah-Nya beri hidayah..”

Dari ketiga ayat tersebut, dapat dipaham bahwa hidayah adalah hak prerogratif Allah sebagai Tuhan sekalian alam, bukan hak manusia untuk ikut campur di dalamnya. Apalagi memaksa umat agama lain untuk masuk ke dalam Islam.

Dan dari pemahaman tersebut pula seharusnya umat Islam sadar bahwa jika memang keberagaman sudah digariskan, maka seyognyanya bagi umat Islam untuk bersikap toleran terhadap keyakinan agama lain.

Demikian, di antara ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan terkait toleransi beragama dan keyakinan. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH