Setetes Air Mata di Jalan Allah

DALAM aroma keinsafan, apa pun air mata yang menetes di jalan Tuhan ini terasa melegakan hati kita. Air mata apa pun di jalan Tuhan begitu berarti. Lantaran Tuhan menjadi sumber mata air kehidupan kita. Setetes tetapi bermakna. Setetes tetapi melepaskan dahaga.

Setetes tetapi membangkitkan jiwa. Membangunkan mereka yang tertidur makin tak terasa. Mendorong gairah mereka yang sedang gontai keletihan di jalan Tuhan. Bisa menghibur mereka yang sedang dirundung duka. Atau mengingatkan saat-saat seseorang mulai lengah dari tugasnya. Bahkan, bisa menjadi tempat rehat orang-orang yang sehat. Obat bagi yang sakit.

Tafsir jalan lain menuju kesuksesan dunia, berdampak akhirat yang sesungguhnya. “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran: 139).

Sebijak mata air keinsafan, luka itu tetap ada, meski kesalahan harus bisa diambil hikmahnya. Bukan saja untuk pelakunya, bahkan untuk kita semuanya. Bahwa kesalahan-kesalahan kecil itu tidak selalu kecil. Kesalahan kecil bisa mengakibatkan kesalahan yang lebih besar. Bersamaan dengan kesalahan itu, persoalannya bisa menjadi besar pula. Maka, kesalahan kecil pun harus segera dibetulkan.

Jangan menangisi kesalahan. Menangislah lantaran kita terlambat mengambil sikap dalam menghadapi kesalahan. Bertobat dan segera menuju ampunan itulah jalan terbaik meraih kemuliaan. [Ustaz Umar Hidayat M. Ag.]

INILAH MOZAIK

50 Tahun Berbuat Dosa Bertobat dengan Satu Kalimat

TENTU kita masih ingat kepada Imam Jafar As-Shodiq, guru dari Imam Mazhab Maliki dan Hanafi. Beliau memiliki putra yang bernama Musa Al-Kadzim.

Di zaman putranya, hiduplah seorang sufi bernama Bisyr Al-hafi. Disebut Al-hafi karena ia tidak pernah menggunakan sandal setelah ia bertobat. Awalnya, Bisyr adalah seorang saudagar kaya yang hidupnya dipenuhi dengan maksiat dan pelanggaran terhadap perintah Allah swt. Setiap malam rumahnya tak pernah sepi dari musik, pesta dan minuman keras.

Hingga suatu malam, Musa Al-Kadzim putra dari Imam Jafar melewati rumah Bisyr. Dendangan musik begitu keras hingga terdengar keluar. Tiba-tiba ada seorang budak wanita yang membuka pintu dan hendak membuang sampah.

Al-Kadzim pun bertanya kepada budak itu, “Hai wanita, apakah pemilik rumah ini orang merdeka atau budak?” “Tentu, orang merdeka!” jawab budak wanita itu.

“Iya benar, andai dia seorang budak pasti ia takut kepada Tuannya.” jawab Al-Kadzim. Lalu ia pun melanjutkan perjalanannya.

Setelah budak itu kembali ke rumah, sang majikan bertanya, “Kenapa lama sekali kau di luar? Apa yang terjadi?”

Budak itu pun menceritakan lelaki yang lewat di depan rumahnya. Mendengar kata-kata terakhir dari lelaki itu, Bisyr spontan berteriak dan lari mengejarnya. Ia tahu pasti yang berkata demikian adalah Musa Al-Kadzim.

Ia pun tunduk menangis di hadapan Al-Kadzim, ia berkata “50 tahun aku berbuat dosa dan aku tak merasa bahwa aku adalah seorang hamba yang memiliki Majikan. Dan nanti Tuanku akan menanyakan tentang apa yang kuperbuat dalam hidupku.”

Saat itu pula ia bertobat di hadapan Musa Al-Kadzim dan menjadi seorang sufi yang taat beribadah. Dan mulai saat itu juga ia tidak pernah menggunakan sandal demi mengenang waktu tobatnya.

Lihatlah, satu kalimat dapat mengubah hidup seseorang. Sadarlah bahwa kita adalah seorang hamba yang akan bertemu Tuannya kelak, untuk mempertanyakan segala sesuatu yang kita lakukan dalam hidup ini. [Min Syawahidil Muballighin]

INILAH MOZAIK

Bertobat Nasuha

Tobat nasuha titik balik perbaikan hamba.

Di kalangan para sufi, nama Ibrahim bin Adham tidaklah asing. Pemilik nama lengkap Ibrahim bin Adham bin Manshur al ‘Ijli ini dikenal dengan kedalaman intuisi dan ilmu hikmah yang ia miliki. Kelebihan ini menempatkannya sebagai sosok yang disegani dan karismatik.

Lahir dan tumbuh dari keluarga bangsawan tak membuat sosok kelahiran Balkh ini dibutakan oleh harta. Justru, gemerlap dunia membuat hatinya kian dekat dengan Allah SWT. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan dunia dan berolah spiritual, lalu berbagi hikmah kepada sesama.

Sebuah kisah menarik dinukilkan oleh Ibnu Qudamah al-Maqdisi dalam at-Tawwabin. Kisah tersebut menceritakan pertemuan tokoh yang lahir pada 100 H/718 M tersebut dengan seorang pendosa yang bernama Jahdar bin Rabiah. Seperti biasanya, Ibrahim bin Adham kerap didatangi oleh beragam orang dengan berbagai latar belakang.

Dan ketika itu, Jahdar dalam kondisi keterpurukan spiritual Jahdar pun memutuskan meminta petuah bijak kepada tokoh yang juga akrab disapa dengan panggilan Abu Ishaq al-Balkhi itu. Jahdar pun berkisah ihwal kondisinya. Ia berujar ingin berhenti dari segala maksiat yang ia lakukan selama ini. “Tolong berikan aku cara yang ampuh untuk menghentikannya,” pintanya kepada Abu Ishaq.

Tak langsung mengiyakan, Ibrahim merenung sejenak. Ia meminta petunjuk Allah. Ia pun lantas mengabulkan permohonan Jahdar. Akan tetapi, solusi-solusi yang akan ia berikan penuh syarat, Jahdar tidak boleh menolak. Jahdar pun akhirnya menerima dengan senang hati. “Apa saja syarat-syarat itu?” katanya.

Abu Ishaq mulai memaparkan, syarat yang pertama ialah jika hendak bermaksiat, janganlah sesekali memakan rezeki-Nya. Bagi Jahdar, syarat ini mustahil. Bagaimana mungkin bisa terpenuhi, sementara segala sesuatu yang berada di bumi ini adalah anugerah-Nya.” Lalu, aku makan dari mana?” kilah Jahdar.

“Tentu saja,” kata Ibrahim. “Jika tetap berbuat maksiat, pantaskah seseorang memakan rezeki-Nya?” Jahdar pun menyerah. “Syarat itu sangat masuk akal dan mengena di hatinya.” “Baiklah, apa syarat berikutnya?” katanya.

Ibrahim mengungkapkan syarat yang kedua, yaitu jika bermaksiat maka jangan tinggal di bumi Allah. Syarat kedua ini membuat Jahdar terperangah. “Apa? Syarat ini lebih hebat lagi. Lalu, aku harus tinggal di mana? Bukankah bumi dengan segala isinya ini milik Allah?”

“Jika demikian,” kata Ibrahim, “pikirkan matang-matang. Apakah pantas memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, sementara pada saat yang sama berani bermaksiat?” Untuk kali kedua, Jahdar menyerah dan membenarkan Abu Ishaq. “Lalu apa syarat ketiga?” ujarnya.

“Syarat yang ketiga,” ungkap Ibrahim, “jika masih saja bermaksiat dan ingin  memakan rezeki  dan tinggal di bumi-Nya, carilah tempat tersembunyi yang tak tampak dari pengawasan-Nya.” “Wahai Abu Ishaq, nasihat macam apakah semua ini? Mana mungkin Allah tidak melihat kita?” ketus Jahdar terkesima.

“Tepat,” ujar Ibrahim. “Jika yakin Allah selalu mengawasi dan tetap saja memakan rezeki dan tinggal di bumi-Nya, tentu tidaklah pantas bermaksiat kepada-Nya. Pantaskah Anda melakukan semua itu?” tanya Ibrahim kepada Jahdar. Tak elak, syarat-syarat itu membuat Jahdar terpaku, terdiam seribu bahasa, dan menjadi pukulan telak baginya. Ia pun meminta syarat berikutnya.

Ibrahim bertutur, “Jika malaikat kematian menjemputmu, mintalah kepadanya untuk menangguhkan sampai Anda berbuat dan beramal saleh.” Jahdar semakin tak berkutik. Ia termenung. Jawaban-jawaban tokoh yang wafat pada 782 M/165 H itu semakin logis dan rasional. “Mustahil semua itu aku lakukan,” seloroh Jahdar sembari meminta syarat terakhir.

Ibrahim menjawab, “Bila Malaikat Zabaniyah hendak menggiringmu ke neraka pada hari kiamat, janganlah kau bersedia ikut dengannya dan menjauhlah!” Secara spontan, air mata Jahdar terurai. Ia menyesal dan memohon agar tidak mencukupkan nasihatnya itu. Ia pun berjanji tidak akan bermaksiat lagi mulai detik itu hingga seterusnya. “Sejak saat ini, aku bertobat nasuha kepada Allah,” tuturnya.

KHAZANAH

Bertobat Dahulu, Meminta Kemudian

Semoga Allah mengampuni kita serta mengabulkan semua keinginan kita.

Pernah suatu ketika seorang laki-laki dengan wajah bersedih datang menemui ulama besar yang bernama al-Hasan al-Bashri untuk mengadukan permasalahannya. Al-Hasan al-Bashri pun memberikan nasihatnya, Mohon ampunlah (istighfar) kepada Allah!

Di lain kesempatan, banyak orang datang mengadukan berbagai keluhan kepada ulama saleh ini. Ada yang mengadukan masalah kemiskinan yang dialaminya, kematian anak nya, hasil panen kebunnya yang sedikit, dan masalah-masalah yang lainnya. Apa kata al-Hasan al-Bashri? Beliau menyarankan kepada mereka untuk memperbanyak istighfar.

Melihat saran dan jawaban dari al-Hasan al-Bashri yang ha nya itu-itu saja, padahal permasalahannya berbeda, beberapa orang berkata kepada beliau, Banyak orang datang kepadamu mengeluh ini dan itu, tapi mengapa engkau malah menyuruh mereka semua untuk membaca istighfar?

Al-Hasan al-Bashri pun membacakan sebuah ayat kepada mereka, Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, karena sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, membanyakkan harta dan anak-anakmu, serta mengadakan untukmu kebun-kebun dan sungai-sungai. (QS Nuh [71]: 10-12).

Sungguh, Allah begitu adil kepada kita sebagai hamba- Nya. Dia memberikan kunci untuk berbagai permohonan dan kebaikan-kebaikan dengan satu syarat saja, yaitu me mohon ampun terlebih dahulu, menyucikan diri agar bersih. Jika proses membersihkan diri sudah selesai, mintalah kepada Allah dengan penuh kesungguhan hati, maka Allah akan mengabulkannya.

Sungguh, Allah akan meninggalkan kita dan mengabaikan permohonan yang kita panjatkan, jika di dalam diri masih tersimpan noda hitam akibat dosa yang belum dibersihkan. Allah menyediakan berbagai pintu tobat yang terbuka setiap saat.

Untuk itu, maka Rasulullah mengajarkan kita doa dan istighfar yang paling utama, yaitu Sayyid al-Istighfar, yang artinya: Wahai Allah Tuhanku! Tidak ada tuhan selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu.

Sungguh, aku berada dalam perjanjan dengan-Mu, sesuai dengan kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan-keburukan perbuatanku. Aku mengaku banyaknya nikmat yang Engkau anugerahkan kepadaku.

Aku mengakui dosa-dosaku. Maka ampunilah dosa-dosaku, karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosaku itu kecuali Engkau. (HR al-Bukhari, Ahmad, dan lainnya) Sesungguhnya, Allah Maha Bijaksana lagi Pengampun! Semoga Allah mengampuni kita serta mengabulkan semua keinginan dan doa-doa yang kita panjatkan. Aamin.

 

Oleh: Feri Anugrah

KHAZANAH REPUBLIKA

Kisah Taubat Pembunuh 100 Jiwa (2-Habis)

Rasulullah SAW menceritakan kisah seorang pembunuh yang telah menewaskan 100 orang.

Atas saran orang alim itu, sang pembunuh segera hijrah dari negeri asalnya. Pria yang telah menewaskan seratus nyawa itu ingin memulai babak baru kehidupan, di negeri tujuan yang berisi banyak orang salih.

Kisahnya diceritakan dalam hadits Nabi Muhammad SAW, sebagaimana riwayat Imam Muslim. Rasulullah SAW menuturkan, “Dia (sang pembunuh 100 jiwa) pun berangkat. Saat tiba di persimpangan jalan, ajal datang menjemputnya. Lalu (datanglah) Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab; (keduanya) memperebutkannya.

Malaikat Rahmat berkata, ‘Dia datang dalam keadaan bertaubat dan menghadapkan hatinya kepada Allah.’ Sementara, Malaikat Azab berkata, ‘Dia belum melakukan satu kebaikan pun.’

Akhirnya, turun sesosok malaikat yang berwujud manusia. Kemudian, keduanya (Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab) sepakat untuk menjadikannya penengah. Dia berkata, ‘Ukurlah jarak di antara tanah (tempat kematian sang pembunuh). Lalu perhatikan, ke arah mana dia lebih dekat. Maka berarti dia termasuk penghuni tempat itu.’

Masing-masing pun mengukurnya. Ternyata, pria tersebut lebih dekat ke arah (negeri) yang hendak dia tuju. Maka Malaikat Rahmat kemudian menemani jiwanya.”

Menurut Umar Sulaiman al-Asyqar dalam bukunya, Shahihul Qashash an-Nabawy, kisah tersebut membuka pintu harapan bagi siapapun orang beriman yang hendak meraih ampunan Allah SWT.

Ingat kembali surah az-Zumar ayat ke-53. Artinya, “Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.‘”

Allah melarang kita untuk berputus asa dan meyakinkan kita betapa ampunan-Nya amat luas. Lihatlah, pria yang telah membunuh seratus nyawa. Atas izin Allah SWT, langkah kakinya digerakkan dalam hijrah menuju kehidupan yang lebih islami. Walaupun dia sudah meninggal sebelum mencapai negeri tujuan, ternyata taubatnya sudah diterima Allah SWT.

Demikian pula. Menurut Syekh Umar Sulaiman, dari kisah ini dapatlah dipetik suatu hikmah. Betapa rahib yang menjadi korban ke-100 merupakan orang yang pandai beribadah, tetapi belum tentu berilmu. Kata-katanya yang menghakimi–bahwa taubat sang pembunuh tidak mungkin diterima–terbukti keliru.

Rahib tersebut kurang bijak bila dibandingkan dengan ulama yang menasihati sang pembunuh agar hijrah dari negeri asalnya. Ulama tersebut menilai, siapapun hamba Allah berkesempatan mendapatkan naungan dan ampunan-Nya. Dengan begitu, terbukalah jalan menuju pintu taubat; tertutuplah celah kembali kepada kemaksiatan.

Kisah Taubat Pembunuh 100 Jiwa (1)

Rasulullah SAW menceritakan kisah seorang pembunuh yang telah menewaskan 100 orang.

Pepatah mengatakan, “Banyak jalan menuju Roma.” Maknanya, banyak cara untuk meraih suatu tujuan. Hal itu juga berlaku dalam persoalan taubat nasuha.

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits yang cukup panjang. Isinya menceritakan kisah seorang pembunuh berdarah dingin. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Di antara (umat) sebelum kalian, terdapat seorang laki-laki yang telah membunuh 99 orang.”

Suatu ketika, terbersit di hati pria tersebut akan azab Sang Pencipta. Dia berpikir, alangkah baiknya bila dia memohon ampunan-Nya sebelum ajal tiba. Namun, apakah taubat orang yang telah membunuh puluhan nyawa tak bersalah akan diterima?

Pertanyaan itu sungguh-sungguh membebaninya. “Dia kemudian menanyakan kepada orang-orang tentang siapa (di antara mereka) yang paling berilmu. Kemudian, dia diarahkan kepada seorang rahib. Dia pun mendatangi (rumah) rahib itu, untuk kemudian bertanya kepadanya. Dia telah membunuh 99 orang, apakah masih terbuka (pintu) taubat baginya?

Rahib itu pun menjawab, ‘Tidak ada.” Seketika, pria itu membunuh rahib tersebut, sehingga genap jumlah korbannya seratus orang,” sabda Nabi SAW.

Kisahnya tidak berhenti sampai di situ. Sang pembunuh lantas menemui tokoh lain. Kali ini, dia diterima seorang alim ulama. Setelah menceritakan keadaannya, dia pun bertanya, apakah masih tersedia taubat baginya?

“Orang alim itu menjawab, ‘Ya. Siapa pula yang menghalang-halangi untuk bertaubat!? Pergilah dari kota ini dan (bergegaslah menuju) kota itu. Karena di sana ada kaum yang taat beribadah kepada Allah. Beribadahlah bersama mereka, jangan kembali ke negerimu. Sebab, negerimu itu telah menjadi negeri yang buruk,” Nabi SAW melanjutkan sabdanya.

Sumber : Islam Digest Republika

Keberuntungan Orang Bertobat

APA saja yang didapatkan oleh orang bertobat? Pastinya, tobat adalah permohonan ampun dari Allah swt. Jika tobat dilakukan dengan sungguh-sungguh pasti Allah akan mengampuni semua dosanya.

Namun ternyata, seorang yang bertobat tidak hanya mendapat ampunan saja. Ada bonus-bonus lain yang telah disiapkan oleh Allah bagi hamba-Nya yang mau kembali.

Apa saja bonus-bonus itu?

a. Menjadi kekasih Allah. Tidak hanya mendapat ampunan, seorang yang bertobat akan naik level menjadi kekasih Allah swt. Allah mencintai orang yang bertobat seakan mereka tak pernah melakukan keburukan apapun. Sungguh Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

“Sungguh, Allah Mencintai orang yang tobat dan Mencintai orang yang menyucikan diri.” (QS.Al-Baqarah:222)

b. Mendapat doa dari para malaikat.

(Malaikat-malaikat) yang memikul Arasy dan (malaikat) yang berada di sekelilingnya bertasbih dengan memuji Tuhan-nya dan mereka beriman kepada-Nya serta memohonkan ampunan untuk orang-orang yang beriman (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu meliputi segala sesuatu, 1. Maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan (agama)-Mu

2. Dan peliharalah mereka dari azab neraka 3. Ya Tuhan kami, masukkanlah mereka ke dalam surga Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka, dan orang yang saleh di antara nenek moyang mereka, istri-istri, dan keturunan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana,

4. Dan peliharalah mereka dari (bencana) kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau Pelihara dari (bencana) kejahatan pada hari itu, maka sungguh, Engkau telah Menganugerahkan rahmat kepadanya dan demikian itulah kemenangan yang agung.”

c. Tidak hanya diampuni, bahkan bilangan dosanya diubah menjadi bilangan pahala. Setelah mendapat bonus menjadi kekasih Allah kemudian didoakan selalu oleh para malaikat, kini sampailah kita kepada puncak Rahmat dan Belas Kasih Allah swt.

Bayangkan saja, seorang yang selama ini melanggar perintah-Nya dengan dosa-dosa mendapatkan kesempatan untuk merubah bilangan dosanya menjadi pundi-pundi pahala dengan bertaubat.

“Kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka Diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS.Al-Furqon:70)

Ya, hanya dengan bertaubat dan ada kemauan untuk merubah diri akan menjadikan dosa-dosa itu berubah menjadi pahala. Tapi ingat, taubat yang dimaksud bukan hanya berucap Istighfar lalu selesai. Taubat yang dimaksud adalah Taubatan Nasuha dengan segala syaratnya.

Dan syarat-syarat tobat akan kami sampaikan pada artikel selanjutnya.

“Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” (QS.An-Nur:31)

Kita sungguh beruntung memiliki Tuhan yang Penuh Kasih Sayang kepada hambaNya, dengan rahmat yang begitu besar ini, masih adakah alasan untuk tidak kembali kepadaNya? [khazanahalquran]

 

INILAH MOZAIK

Salat Tobat Setiap Hari atau Sesekali Saja?

TOBAT dalam bahasa Arab bermakna arruju yaitu kembali. Maksudnya kembali dari dosa-dosa. Dan secara istilah di dalam kitab Kifayah At-Thalib Ar-Rabbani dan juga kitab Lisanul Arab, taubah itu didefinisikan sebagai kembali dari berbagai perbuatan yang tercela kepada perbuatan yang terpuji secara syariah.

Adapun salat tobat adalah salat yang disyariatkan untuk dikerjakan oleh seorang hamba dalam rangka bertaubat kepada Allah Ta’ala dan kembali dari dosa-dosa dan maksiat. Dan salat tobat tidak disyariatkan kecuali seseorang sedang bertobat kepada Allah Ta’ala. Salat tobat adalah salat yang oleh jumhur ulama dikatakan sebagai salat yang masyru dan telah ditetapkan pensyariatannya lewat nash-nash syariah.

Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahuanhu berkata,”Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah ada seorang hamba yang melakukan perbuatan dosa, kemudian dia berwudu dengan baik, mendirikan salat dua rakaat, lalu minta ampun kepada Allah, kecuali pastilah Allah Ta’ala ampuni.” Kemudian beliau membaca ayat berikut: Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (HR. Abu Daud)

Dalil masyru’iyah dari salat Taubah ini juga terdapat dalam hadis yang lain:

Dari Abi Ad-Darda radhiyallahuanhu berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang berwudu dan membaguskan wudunya itu, kemudian berdiri dan melakukan salat dua rakaat atau empat rakaat (perawi hadis ini agak ragu), membaguskan zikir dan khusyunya, kemudian meminta ampun kepada Allah azza wa jalla, pastilah Allah ampuni.” (HR. Ahmad)

Seluruh ulama sepakat bahwa bertobat itu hukumnya wajib. Sebab tobat itu akan menghapus semua dosa yang pernah dilakukan. Namun hukum salat tobat berbeda dari hukum tobat itu sendiri. Umumnya para ulama tidak mewajibkan salat tobat. Mereka hanya mengatakan hukumnya sunah, sebagai pelengkap dari tobat yang dilakukan.

Selain itu salat tobat juga tidak disyariatkan kecuali seseorang sedang dalam proses bertobat. Artinya, salat tobat hanya dilakukan sesekali, tidak dilakukan tiap hari sebagaimana umumnya salat-salat sunah rawatib.

Kalau pun tiap hari kita berzikir dan dalam zikir itu kita melafazkan ucapan tobat dan sejenisnya, namun yang dimaksud tentu bukan tobat yang besar. Sehingga tidak disyariatkan untuk salat tobat untuk sesuatu yang sifatnya rutin.

 

INILAH MOZAIK

Jangan Berhenti Perbaiki Diri

SAUDARAKU, tidak selamanya hal yang terjadi sesuai keinginan kita. Padahal, bisa jadi kepala terbentur itu adalah hal terbaik daripada dielus-elus orang. Anehnya, kita hanya siap jika yang terjadi adalah hal-hal yang menyenangkan. Giliran tidak menyenangkan, kita cenderung menghindar.

Beberapa prinsip yang bisa dijadikan acuan agar bisa menerima semua ketentuan Allah,di antaranya:pertama, berani melihat kekurangan diri. Tanyakan pada diri apakah saya orangnya pemarah, kikir, pembenci? Jika iya segera perbaiki. Jangan malu-malu.

Kedua, manfaatkan orang terdekat yang berani mengatakan kekurangan langsung kepada kita. Istri, suami, anak-anak adalah orang-orangterdekat. Mereka jauh lebih tahu tentang diri dibandingkan oranglain. Orang lain bisa saja menilai bapak itu saleh, padahal tidak menurut penilaian istrinya.

Ketiga, kunjungi orang-orang yang lebih adil dalam menilai pribadi. Seperti kita pergi ke dokter. Dokter tidak bangga dengan penyakit yang kita derita,tapi ada keinginan mengobati kita. Pun datang ke ulama. Tidak serta merta mereka menertawakan kita,tapi membantu mendeteksi kekurangan kita.

Keempat. Manfaatkan dengan baik orang-orang yang tidak menyukai kita. Jangan takut kepada orang yang terus gigih mencari kejelekan kita. Simak baik-baik. Jika benar adanya,segera perbaiki diri. Cukuplah orang mengkritik kita. Ada punkita, sibuk memperbaiki diri. Mungkin hari ini kita sesuai dengan yang dihinakan, bisa jadi suatu saat orang pun melihat siapa yang menghina dan siapa yang dihina. Maka sebaik-baik atas penghinaan, kritikan jawabannya adalah memperbaiki diri.

Kelima, tafakuri kejadian di sekitar kita. Apapun yang terjadi adalah ilmu, masukandari Allah. Kalau ada orang yang akhlaknya kurang baik, pertanyaan pertama adalah saya mirip dia atau tidak. Kalau ada orang yang bicaranya jelek, saya mirip dia atau tidak. Kalau ada yang pelit,tanyakan hal serupa.Apapun yang jelek,kita harus tanya pada diri.Jangan-jangan, kitabisa jadi lebih jelek. Maka dari itu, kitabelajar sebagai bahan pembanding.

Jadisaudaraku, andaikan kita mendapatkan kekurangan, seperti saat kita dicemooh, itu lebih baik daripada dipuji-puji padahal banyak kekurangan. Salah satu kecintaan Allah adalah menunjukan kekurangan diri untuk diperbaiki. Marilah kita belajar mengurangi kerinduan untuk dipuji orang, ketakutan dihina orang. Mulai minimalisir mengharapkan sesuatu dari mahluk. Senanglah dipuji Allah, PemilikAlam Semesta ini. Wallahu alam bishshawab.[*]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2355632/jangan-berhenti-perbaiki-diri#sthash.rBM0ol9Y.dpuf

 

 

TIPS: Jangan lupa, carilah artikel mengenai Taubat dan Istigfar lainnya melalui kolom Pencarian ( masukkan keyword: taubat,tobat, atau istigfar)

Jangan Pernah Berhenti Tobat

NABI Muhammad Saw saja meminta ampunan Allah Swt hingga seratus kali sehari. Maka, marilah bertobat terus-menerus, dengan kesungguhan hati.

Saudaraku, sesungguhnya kita adalah makhluk lemah yang tiada pernah luput dari kesalahan. Setiap hari dosa-dosa kita lakukan. Baik dosa besar maupun dosa kecil. Namun, bukan besar-kecilnya dosa yang perlu kita waspadai. Yang penting kita waspadai adalah jikalau kita sampai meremehkan dosa.

Mari kita periksa hati kita, kita nilai diri kita sendiri dengan sejujur-jujurnya. Hari ini sudah berapa kali kita berburuk sangka kepada orang lain. Sudah berapa kali kita membicarakan keburukan orang lain. Sudah berapa kali kita mencibir dan memandang rendah orang lain. Atau, coba kita periksa juga diri kita hari ini, sudah berapa kali kita merasa bangga dan hebat karena perbuatan kita (ujub). Sudah berapa kali kita berbicara dengan tujuan didengar dan dipandang tinggi oleh orang lain (sumah). Sudah berapa kali hati kita meremehkan nasehat karena kesombongan kita.

Seandainya saja setiap perbuatan dosa kita mengeluarkan bau busuk, tentu saja tak akan ada orang yang sudi duduk di dekat kita. Anak kita tak akan mau berada di pangkuan kita. Pasangan kita tak akan mau berada di dekat kita. Akan tetapi, Allah Swt Yang Maha Pemurah masih menutupi semua dosa-dosa kita itu. Sehingga kita masih dihormati orang lain. Padahal mereka menghormati kita bukan karena kebaikan kita, tapi karena mereka tidak mengetahui keburukan-keburukan kita.

Betapa banyak kesalahan dan dosa yang kita lakukan. Hati kita yang awalnya putih bersih, kini sudah berlumur noda hitam legam karena bekas dari dosa-dosa yang kita lakukan. Oleh karenanya sahabatku, tiada pernah ada alasan bagi kita untuk menunda-nunda taubat. Tiada pernah ada alasan bagi kita untuk lalai memohon ampun kepada Allah Swt. Kita ini hanyalah manusia biasa. Bayangkan sosok mulia nana gung, kekasih Allah, Nabi Muhammad Saw. Beliau yang sudah dijamin oleh Allah untuk bersih dari dosa-dosa(mashum)saja masih memohon ampunan Allah Swt setiap hari hingga seratus kali. Maka, kita seharusnya kita serius untuk bertobat terus-menerus.

Rasulullah Saw. bersabda,”Tidakkah aku berada di pagi hari (antara terbit fajar hingga terbit matahari) kecuali aku beristighfar kepada Allah sebanyak seratus kali.”(HR. An Nasai). Dosa-dosa yang kita lakukan akan meninggalkan noda hitam pada hati kita. Sehingga hati kita tidak mampu menangkap sinyal-sinyal kebenaran, tidak peka pada panggilan-panggilan kebaikan. Lalu, kita pun semakin tersesat di jalan yang gelap gulita. Apa yang akan terjadi jika kita berjalan namun mata tak mampu memandang jalan yang akan kita lintasi? Kemungkinan besar kita akan celaka.

Begitulah hati apabila penuh noda. Seperti mobil yangwipernya rusak, ketika kita mengendarainya dan di luar sedang hujan deras, kemudian kita tak mampu melihat jalan di depan kita, maka tentu kita akan gelisah. Karena kita takut celaka. Apakah kita gelisah karena tidak ada jalan? Tentu bukan! Jalan itu ada, namun kita gelisah karena tidak bisa melihat jalan. Sesungguhnya inilah yang terjadi ketika kita diliputi kegelisahan, kecemasan, ketidakbahagiaan. Itu adalah ciri bahwa hati kita kotor. Maka, marilah kita perbanyak taubat agar Allah Swt mengampuni dosa kita, sehingga tenanglah hati kita.

Karena sesungguhnya Allah Swt sangat suka kepada hamba-Nya yang gemar bertobat. Allah Swt berfirman,”…Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”(QS. Al Baqarah [2] : 222).

Jika Allah Swt sudah menyukai hamba-Nya, maka niscaya Allah akan memberikan petunjuk kepadanya sehingga selamat dalam kehidupan. Seorang ibu yang memandikan anaknya tiada lain bertujuan agar tubuh anaknya itu bersih dari berbagai kotoran. Semakin anak itu pasrah dan nurut kepada ibunya, maka semakin cepat tubuhnya bersih.

Demikian pula kita ketika bertobat kepada Allah Swt. Tak perlu macam-macam atas perintah dan larangan Allah. Nurut saja. Diperintah bertobat maka bertobat saja dengan kesungguhan hati. Sesungguhnya perintah dan larangan Allah tiada lain adalah bertujuan untuk kebaikan dan keselamatan kita.

Saudaraku, mari kita bertaubat secara serius, setiap hari, setiap saat, terus-menerus. Basahkan lisan dan hati kita dengan berdzikir dan beristighfar. Semoga Allah Swt. mengampuni setiap dosa-dosa kita. Aamiin yaa Allah yaa Mujibassaa-iliin. [*]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2379608/jangan-pernah-berhenti-tobat#sthash.OAh3hIa5.dpuf