Tradisi Para Nabi, Menenangkan dan Menyenangkan

INGATKAH akan apa yang dikatakan Nabi Yusuf kepada saudaranya yang sedang sedih berduka? Beliau berkata “jangan berduka cita.” Ingatkah akan apa yang disampaikan oleh Nabi Syu’aib kepada Nabi Musa yang sedang ketakutan karena dikejar-kejar orang yang memusuhinya? Beliau menyampaikan “janganlah takut.” Ingatkah akan apa yang didawuhkan Nabi Muhammad kepada Abu Bakar yang sedang bersedih saat di dalam gua Tsur? Beliau bersabda “jangan bersedih.”

Memasukkan rasa tenang dan bahagia ke dalam hati orang lain merupakan tradisi para nabi. Lalu bagaimanakah dengan perlakuan kita kepada orang lain? Apakah membuat mereka tenang atau justru membuat mereka merasa semakin gelisah?

Memberikan pengharapan bahagia, memotivasi orang lain untuk tetap sabar dan tabah menjalani hidup serta membimbingnya menuju pintu bahagia adalah “legacy” atau warisan mulia orang-orang mulia yang putih bersih hatinya. Sekarang tanyakan kepada diri kita apakah kita mau berada dalam satu rentetan gerbong dengan gerbong orang mulia ataukah tidak?

Jangan runtuhkan kepercayaan diri seseorang, jangan robohkan optimisme mereka, jangan bakar harapan mereka dan jangan musnahkan impian mereka. Mereka layak berbahagia sebagaimana kita berbahagia. Saling berpegang tanganlah untuk bahagia bersama.

Saat melihat saudara dan sahabat kita gelisah bersedih dan bergalau hati, ucapkan “Bismillaah, tenang.” Semua punya akhir, semoga akhirnya adalah akhir bahagia.

 

INILAH MOZAIK