Bila Ulama Tergelincir (Bagian-3, habis)

Godaan dunawi bisa menggelapkan mata hati seorang ulama dan berakibat fatal bagi integritas serta moralitasnya.

Tidaklah merusak agama kecuali para pemimpin, ulama, dan pendetanya. (Abdullah bin al-Mubarak, 181 H/797).

Tidak lama kemudian, tiba-tiba keledainya berhenti. Atas izin Sang Khaliq, binatang berkaki empat itu pun berbicara. “Celakalah kamu wahai Bal’am, hendak pergi ke mana kamu?’‘ tanya sang keledai.

Keledai itu bertanya lagi, ”Apakah kamu tidak melihat para malaikat di depanku yang memalingkan wajahnya? Apakah kamu hendak menemui Nabi? Dan, orang-orang mukmin untuk mendoakan dengan sesuatu yang buruk?

Akibat terbelenggu nafsu, Bal’am menghiraukan ucapan keledainya. Ia tetap berjalan menuju Puncak Husban, bahkan dengan cara menyakiti keledainya.

Sesampainya di Puncak Husban, ia berdoa seperti permintaan warga Kan’an agar Musa celaka. Tetapi, justru doa itu, atas seizin Allah, diubah hingga Bal’am malah mendoakan keburukan bagi Kan’an.

Mendengar hal itu, kaum Kan’an kaget. “Hai Bal’am, apa yang kamu lakukan? kamu telah mendoakan dengan sesuatu yang baik kepada mereka dan mendoakan sesuatu yang buruk untuk kami?” kata mereka.

Bal’am sadar doa itu keluar di luar kuasanya. Ia pun akhirnya membuat tipu daya dengan mengumpulkan segenap perempuan agar melakukan perzinahan massal.

Salah satu perempuan itu ialah Kasbi binti Suar, tetapi Nabi Musa AS terjaga dari perbuatan nista tersebut. Peristiwa itu pun terjadi dan mengakibatkan sanksi fisik ataupun nonfisik.

Sanksi fisik ialah penduduk Kan’an sempat terkena wabah kolera yang menewaskan tak kurang dari 70 ribu penduduk ketika itu. Dan, hukuman nonfisik, akibat kemujaraban doa Bal’am, Nabi Musa AS beserta pengikutnya tersesat di Lembah Tin (di sekitar Sinai, Mesir), selama 40 tahun.

Kejadian luar biasa ini pun sontak membuat Musa terheran-heran, apa gerangan penyebabnya. “Bersumber dari doa Bal’am,” jawab Allah kepada Musa.

Musa pun berdoa agar Allah berkenan mencabut keimanan dari hati Bal’am. Doanya dikabulkan, sang ulama yang zalim meninggal dalam kondisi kafir dan lidahnya menjulur seperti anjing.

 

Oleh: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA

Bila Ulama Tergelincir (Bagian-2)

Godaan dunawi bisa menggelapkan mata hati seorang ulama dan berakibat fatal bagi integritas serta moralitasnya.

Tidaklah merusak agama kecuali para pemimpin, ulama, dan pendetanya. (Abdullah bin al-Mubarak, 181 H/797).

Usai peristiwa pengenggelaman Firaun di laut, Nabi Musa AS beserta rombongan dari Bani Israel mengembara. Tibalah Musa bersama puluhan ribu pengikutnya di Kan’an, salah satu wilayah di Syam, kini Suriah.

Mendengar kabar itu, penguasa setempat merasa khawatir dan takut peristiwa kekalahan Firaun akan menimpa mereka juga. Informasi kedatangan Musa itu pun memunculkan keresahan yang luar biasa di tengah-tengah masyarakat.

Akhirnya, berdasarkan hasil musyawarah, pemerintah setempat memutuskan untuk meminta bantuan Bal’am agar mengalahkan Musa dengan doanya yang terkenal manjur.

“Engkau adalah orang yang doanya makbul maka doakanlah mereka dengan keburukan,” kata delegasi pemerintah kala menghadap Bal’am.

Semula, masih tersimpan moralitas dan keteguhan iman dalam hati Bal’am. Ia menolak permintaan itu. Bahkan, ia sempat marah dan tidak terima.

Sebab, Bal’am paham betul yang bersama Musa adalah Allah beserta malaikat-Nya dan orang-orang beriman. Bagaimana mungkin Bal’am mendoakan nasib buruk menimpa mereka.

Namun, penguasa tidak tinggal diam, mereka menggunakan segala cara untuk membujuk sang ulama. Termasuk, mempergunakan istri Bal’am untuk memuluskan permohonan aneh tersebut.

Sang raja memberikan materi melimpah kepada istri Bal’am. Bujuk rayu dan tipu daya diupayakan istrinya. Hingga suatu ketika, istrinya mogok untuk melayani kebutuhan sehari-hari Bal’am.

Ini membuatnya bertanya-tanya, apa di balik aksi tak biasa yang dilakukan istrinya tersebut. “Lakukanlah apa yang dipinta raja,” kata sang istri.

Di titik inilah, akhirnya hati Bal’am luluh. Gelimang harta dan rayuan istrinya membuat ia menggadaikan segalanya.

Dengan mengendarai keledai kesayangannya, ia berkendara menuju Gunung Husban, lokasi Musa dan rombongan menetap sementara.

 

Oleh: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA

Bila Ulama Tergelincir (Bagian-1)

Godaan dunawi bisa menggelapkan mata hati seorang ulama dan berakibat fatal bagi integritas serta moralitasnya.

Tidaklah merusak agama kecuali para pemimpin, ulama, dan pendetanya. (Abdullah bin al-Mubarak, 181 H/797).

Kisah berikut menggambarkan pentingnya keteladanan ulama bagi para umat. Sebab, seperti bait syair yang ditulis seorang tokoh salaf Abdullah bin al-Mubarak di atas, buah dari penyimpangan yang dilakukan oknum ulama sangat fatal, seperti yang terdapat dalam kisah Bal’am bin Ba’ura.

At-Thabari, dalam kitab tafsirnya mengemukakan, Bal’am merupakan ulama yang terkenal dengan ketakwaannya, ia juga dikenal sebagai ahli ibadah.

Tokoh yang hidup pada masa Nabi Musa itu disebut-sebut berasal dari Yaman. Bal’am memiliki garis keturunan Bani Israil.

Tidak hanya terkenal dengan kesalihannya, Bal’am mendapat anugerah luar biasa dari Sang Khalik. Ia mempunyai kemampuan penglihatan tanpa batas di dua alam sekaligus.

Ia mampu melihat semua ciptaan Allah SWT beserta isinya, termasuk menangkap pergerakan atau wujud dari jin dan malaikat. Kemampuannya itu pun disebut-sebut mampu menembus arsy, tempat Allah mengawasi makhluk-Nya.

Dan, satu lagi, doa Bal’am terkenal manjur dan makbul. Tiap doa yang dipanjatkan tak pernah tertolak. Ini lantaran karunia yang ia terima berupa nama Allah yang agung dan nama tersebut hanya sang ulama yang tahu.

Sayangnya, justru Bal’am tergoda dengan gemerlap duniawi dan akhirnya tergelincir ke lembah kekufuran. Deskripsi secara global cerita tentang Bal’am itu tertuang dalam surah 175-177:

Dan bacakanlah kepada mereka kisah dia yang Kami berikan ayat kami, tapi ia membuangnya. Sehingga, setan mengikutinya dan ia menjadi orang-orang yang sesat.

Dan jika Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)-nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).

Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka, ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.”

 

Oleh: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA