Minum Kencing Unta Viral, Ketua MUI: Kalau Saya Sih Jijik

Video Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) menjadi viral di media sosial karena dalam video tersebut UBN meminum air kencing unta. Warganet pun ramai memperbincangkan hukum meminum air kencing tersebut hingga menjadi trending topik di Twitter belum lama ini.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama (MUI), KH Cholil Nafis, mengatakan ulama berbeda pendapat terkait hukum meminum air kencing unta. Namun, menurut dia, secara pribadi dirinya merasa jijik untuk meminum air kencing unta.

“Ya memang ada yang tak jijik dengan kencing unta. Kalau saya pribadi sih jijik,” ujarnya kepada Republika.co.id, Ahad (7/1).

KH Cholil menuturkan, jika dilihat dari persepektif kesehatan memang ada hadis nabi yang menceritakan bahwa ada sahabat nabi yang sakit pencernaan. Karena perubahan cuaca lalu mengobatinya dengan minum air kencing unta.

Namun, menurut Kiai Cholil, berdasarkan jumhur ulama khususnya mazhab Asy-Syafiiyah dan Al-Hanafiyah dijelaskan bahwa semua benda yang keluar dari tubuh hewan lewat kemaluan depan atau belakang hukumnya benda najis.

Ia mengatakan, air kencing dan kotoran hewan hukumnya najis didasarkam pada sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:

Nabi SAW meminta kepada Ibnu Mas’ud sebuah batu untuk istinja, namun diberikan dua batu dan sebuah lagi yang terbuat dari kotoran (tahi). Maka beliau mengambil kedua batu itu dan membuang tahi dan berkata,”Yang ini najis”. (HR. Bukhari).

Baju itu dicuci dari kotoran, kencing, muntah, darah, dan mani. (HR. Al-Baihaqi dan Ad-Daruquthny).

Sementara, ulama yang yang membolehkan meminum air kencing dan kotoran hewan berdasarkan pada pandangan Mazhab Al-Hanabilah atau Mazhab Hambali. Pendapat mazhab Hambali menyebutkan bahwa air kencing dan kotoran hewan yang halal dagingnya, atau halal air susunya, bukan termasuk benda najis.

KH Cholil mencontohkan seperti kotoran ayam, kotoran kambing, sapi, kerbau, rusa, kelinci, bebek, angsa dan semua hewan yang halal dagingnya. Berdasarkan mazhab Hambali, maka air kencing dan kotorannya tidak najis.

Sementara, umat Islam Indonesia sendiri yang sejak kecil sudah terbiasa dengan pandangan mazhab fiqih Asy-Syafiiyah, tetap saja memandang bahwa air kencing dan kotoran hewan seluruhnya adalah benda-benda najis.

Namun, bagi orang-orang yang terdidik dengan mazhab Hambali seperti di Saudi Arabia, air kencing dan kotoran unta, kambing, sapi dan sejenisnya, dianggap biasa-biasa saja.

Menurut KH Cholil, saat Rasulullah SAW membolehkan seorang sahabat yang meminum air kencing unta sebagai pengobatan, dalam pandangan mereka hal itu terjadi karena darurat saja. Namun, meminum air kencing unta sejatinya bukan hal yang lazim dilakukan setiap hari.

Seperti diketahui, persoalan fikih ini menjadi perbincangan hangat di Indonesia setelah Ustaz Bachtiar Nasir meminum air kencing unta dalam sebuah video yang diambil di Hudaibiyah Camel Farm, Makkah, Arab Saudi.

Video tersebut diunggah di akun instagram @bachtiarnasir pada Rabu (3/1) lalu. Dalam video tersebut Ustaz Bachtiar Nasir menyebutkan bahwa botol berisi air kencing unta itu mengandung obat. Sebelum meminumnya, Ustaz Bachtiar mencapurnya dengan air susu unta.

Ustaz Bachtiar mengatakan bahwa minuman tersebut berkhasiat untuk menyembuhkan kanker dan baik untuk pencernaan. “Rasanya agak-agak pahit-pahit sedikit,” kata Ustaz Bachtiar Nasir dalam video tersebut.

 

REPUBLIKA

Shalat Fajar, Qabliyah Subuh, Qiyamul Lail, dan Tahajud

Assalamualaikum wr wb

Ustaz, apa beda antara shalat Fajar dengan sunah Qabliyah Subuh? Dan, apa beda shalat Tahajud dengan shalat qiyamul lail? Karena ada yang mengatakan antara shalat itu berbeda. Mohon penjelasannya.

Warni Hs – Denpasar

 
Waalaikumussalam wr wb

Yang dimaksud shalat Fajar adalah shalat Subuh, tidak ada perbedaan di antara keduanya. Jadi, shalat Fajar dan shalat Subuh adalah dua nama untuk satu shalat fardhu yang waktunya dimulai dari terbitnya fajar hingga terbitnya matahari.

Jabir bin Samurah meriwayatkan sesungguhnya di antara kebiasaanNabi adalah duduk di tempat shalatnya setelah shalat Fajar (Subuh) sampai matahari agak meninggi. (Hadits Riwayat Muslim).

Dalam riwayat lain disebutkan, dari Abu Hurairah ra, ia berkata, “Ketika shalat Fajar (Subuh) pada hari Jumat, Nabi saw membaca Alif Lam Mim (surah as-Sajdah) dan Hal ata ‘ala al-insan hinum mina al-dahri (surah al-Insan). (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

Dalam kedua hadis tersebut, yang dimaksudkan dengan shalat Fajaradalah shalat Subuh. Dan, shalat Subuh mempunyai shalat sunah rawatib yang dilakukan sebelumnya, yaitu sebanyak dua rakaat dan shalat ini selalu dilakukan oleh Nabi saw.

Shalat sunah rawatib sebelum Subuh inilah yang disebut shalat sunah Fajar dan dinamakan juga shalat sunah Subuh atau sunah dua rakaat Fajar (rak’ataa al-fajr).

Dari Aisyah ra, ia berkata, “Nabi saw tidak melakukan satu pun shalat sunah secara berkesinambungan melebihi dua rakaat (shalat rawatib) Subuh.” (HR Bukhari dan Muslim).

Jadi, shalat sunah Fajar, shalat sunah Qabliyah Subuh, atau shalat sunah dua rakaat Fajar adalah nama untuk satu shalat sunah yang dilakukan sebelum shalat Subuh sebanyak dua rakaat.

Sedangkan, qiyamul lail adalah menggunakan waktu malam atau sebagiannya meskipun sebentar untuk shalat, membaca Alquranatau berzikir kepada Allah SWT, dan tidak disyaratkan untuk menggunakan seluruh waktu malam.

Dalam Ensiklopedi Fikih Kuwai disebutkan maksud dari qiyam adalah menyibukkan diri pada sebagian besar malam dengan ketaatan, tilawah Alquran, mendengar hadis, bertasbih atau bershalawat.

Jadi, qiyamul lail berlaku umum untuk shalat atau ibadah lainnya yang dilakukan pada malam hari, baik sebelum tidur atau setelah tidur, termasuk shalat Tahajud. Sedangkan, Tahajud adalah khusus untuk shalat malam.

Sebagian ulama mengatakan, Tahajud itu berlaku umum untuk seluruh shalat malam. Sedangkan menurut sebagian ulama lain,Tahajud adalah shalat malam yang dilakukan setelah tidur terlebih dahulu.

Dalam tafsirnya, Imam al-Qurthubi mengatakan, Tahajud adalah bangun setelah tidur (haajid), kemudian menjadi nama shalat karena seseorang bangun untuk mengerjakan shalat, maka Tahajud adalah mendirikan shalat usai tidur.

Hal yang sama dikatakan oleh al-Aswad, al-Qamah, danAbdurrahman bin al-Aswad.

Ustaz Bachtiar Nasir

 

 

sumber: Republika Online