Semua Masih Punya Harapan Hijrah

Subhanallah walhamdulillah, sungguh sebesar apapun dosa seseorang selama ia masih hidup, berarti masih ada harapan untuk baik. Dan sungguh tiada kesempatan terindah dalam sejarah hidup di dunia selain kesempatan taubat. Sebaliknya sealim kayak apapun seseorang,  selama ia masih hidup, bisa saja ia kemudian kufur nikmat.

Karena itulah Allah melarang diri kita merasa paling suci. “Jangan sekali kali kalian merasa paling suci, karena hanya Allah yang paling tahu siapa yg paling bertakwa.” (QS An-Najm: 32). Semua kita punya aib, hanya saja masih ditutupi Allah. Jadi,  jangan sinis, jangan pesimistis, apalagi memvonis, semua boleh hancur, semua sudah terjadi, tetapi semua masih punya harapan hijrah, yakni berpindah dari akhlak dan perikehidupan yang buruk kepada akhlak dan perikehidupan yang baik. Allahu akbar.

Ingat sahabatku! Sebesar apapun dosa seorang hamba, sungguh rahmat dan ampunan Allah lebih besar dari dosa hamba-Nya sebanyak apapun. Simaklah kalam Allah ini dengan  iman,  “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Az-Zumar: 53).

Berita gembira dari Rasulullah, “Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari barat niscaya Allah menerima taubatnya.” (HR Muslim). Betapa sayang dan  cintanya Allah kepada hamba-Nya yang bertaubat, alhamdulillah.

Allahumma ya Allah ampunilah seluruh dosa dosa kami, terimalah taubat kami, dan jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang istiqomah taat hingga Engkau mewafatkan kami. Aamiin.

Oleh Ustaz Muhammad Arifin Ilham

REPUBLIKA

 

 

—————————————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!

Zikir Itu Obat Hati

Subhanallah,  dosa itu membuat kamu gelisah, zikir itulah “dawaauhu”, obatnya.

Simaklah Kalam Allah ini dengan iman:  “Dan orang orang beriman itu tenteram hati mereka dengan berzikir, ketahuilah hanya dg berdzikir hati itu akan tenteram.” (QS Ar Ro’du 28).

“…Dan sebutlah (nama) Rabbmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.” (QS Ali Imran 41).

“Barang siapa yang tidak mau mengingat Aku,  dia akan mendapat kehidupan yang sulit dan di akhirat akan dikumpulkan sebagai orang buta.” (QS Thaha 124).

“Maka ingatlah kamu kepada-Ku supaya Aku ingat pula kepadamu dan syukurlah kamu kepada-Ku dan janganlah kamu menjadi orang yang kufur.” (QS Al baqarah 152).

Rasulullah bersabda, “Maukah kuberitahukan kepadamu suatu amalan yang paling baik dan paling suci di sisi Tuhanmu, dan paling menaikkan derajatmu, dan lebih baik bagimu daripada menginfakkan emas dan perak, serta lebih baik bagimu daripada berjuang melawan musuh, kamu membunuh musuh atau musuh membunuhmu?”, para sahabat menjawab, “ya”. Sabda beliau, “zikrullah” (HR Ahmad, Tarmidzi, Ibnu Majah).

Insya Allah Ahad,  besok  Ahad, 11 Muharam 1439H / 1 Oktober 2017, Majelis Az-Zikra akan kembali menggelar Tausiyah Zikir Akbar di Masjid Az-Zikra Sentul,  Bogor, Jawa Barat. Acara dimulai pukul  07.00.

Ba’da Zhuhur, tepatnya pukul 12.30, akan dilanjutkan dengan siaran langsung Damai Indonesiaku TVOne dengan tema, “Urgensi Nikah”. Acara tersebut akan menampilkan nara sumber Habib Jindan bin Novel, Ustaz Arifin Ilham dan Muhammad Alvin Faiz.

Allahumma ya Allah berkahi majlis zikir, persahabatan dan harakah da’wah kami. Aamiin

 

Oleh Ustaz Muhammad Arifin Ilham

REPUBLIKA

Imam Masjidil Haram Hadiri Subuh Berjamaah di Masjid Az-Zikra

Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis (11/5) dini hari  tadi  kedatangan tamu istimewa. Ia adalah Imam Masjidil Haram Syekh Adil Alkalbani. Ia didampingi Syekh Anas Almaiman dan Syekh Ali Jabeer.

“Alhamdulillah, Subuh berjamaah di Masjid Az-Zikra Kamis dini hari tadi  bersama dengan Imam Masjidil Haram Syekh Adil Alkalbani,” kata Pimpinan Majelis Az-Zikra Ustaz Muhammad Arifin Ilham kepada Republika.co.id, Kamis (11/5).

Arifin menambahkan, setidaknya ada 20 alasan mengapa hamba Allah yang beriman bersemangat untuk selalu melaksanakan shalat fardhu berjamaah di masjid, dimulai dengan shalat Subuh berjamaah. Pertama, imannya cintanya rindunya kepada Allah. Bukankah kekasih senang selalu berada di rumah kekasihnya. Allah pun menyebut masjid sebagai Rumah-Nya ( QS An-Nur: 36).

Kedua, shalat berjamaah di masjid bukan hanya ibadah ritual jamaah, akan  tetapi membentuk ikatan sosial, persaudaraan dan persatuan sesama Mukmin. Rasulullah bersabda, “Setiap makhluk punya markas, dan markas hamba Allah yang beriman adalah masjid.”

Ketiga, shalat berjamaah di masjid adalah bukti keimanan kepada  Allah. Allah menegaskan,  hanya hamba Allah yang benar imannya dan benar-benar beriman kepada Allah yang memakmurkan masjid-Nya. “Sesungguhnya hanya hamba Allah yang beriman kepada Allah dan hari akhirat sajalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah.”(QS At-Taubah: 18).

Keempat, orang yang shalat berjamaah di masjid lepas dari kemunafikan ibadah.  Rasulullah mengingatkan, keberatan orang munafik adalah berjamaah Isya dan Subuh di masjid. Sahabat Nabi pun berkata, “Kami tahu orang munafik karena mereka malas berjamaah Shubuh di masjid.”

Kelima, shalat berjamaah di masjid adalah kunci keberkahan. Masjid itu berkah.  “Baaroknaa haulahu” (QS Al Isra: 1). Jangankan hamba yang beriman yang datang ke masjid itu, siapa dan apapun yang terdekat dan terkait denganya, Allah berkahi, keluarganya, rezekinya, dan semua aktivitasnya.

Keenam, orang yang shalat Shubuh berjamaah di masjid meraih doa Rasulullah SAW, yang beliau ulang tiga kali, yakni, “Ya Allah berkahilah aktivitas umatku di waktu fajar.”

Ketujuh, orang yang shalat berjamaah di masjid disaksikan para malaikat. (QS Al Isra: 78).

Kedelapan, Rasulullah menjelaskan keutamaan dua rakaat sunnah Fajar lebih baik daripada dunia dengan segala isinya.  “Lantas bagaimana dengan shalat Fajar (Shubuh)  yang ditegakkan dengan  berjamaah di masjid, subhanallah,” tutur Arifin.

Kesembilan, Rasulullah mengkhabarkan gembira bahwa mereka yang Subuh gelap berjamaah di masjid “biliqooin hasanin” dijamin meninggal terindah saat wafatnya. “Husnul khatimah, subhanallah,” ujar Arifin.

Kesepuluh, orang yang rajin shalat berjamaah di masjid meraih sukses dunia akhirat. “Hayya ‘alal falaah” mari meraih sukses, demikian doa kumandang adzan,” kata Arifin.

Ke-11, orang yang pergi shalat berjamaahke  masjid, setiap langkahnya adalah derajat, rahmat dan ampunan dosa. Karena itu Rasulullah mengulang tiga kali, “Beruntung, beruntung, beruntung.” “Siapa mereka ya Rasulullah” tanya sahabat, “Mereka adalah yg rumahnya jauh dari mesjid tetapi tetap berjamaah di masjid.”

Ke-12, orang yang rajin shalat berjamaah di masjid, kuburannya terang-benderang.

Ke-13, orang yang rajin shalat berjamaah di masjid akan dibangkitkan dengan wajah bercahaya di akhirat nanti. Rasulullah bersabda, “Kabarkan berita gembira bagi Mukmin pejalan kaki Shubuh gelap kelak di akhirat dibangkitkan dengan muka bercahaya sempurna.”

Ke-14, orang yang gemar shalat berjamaah kelak akan melewati shirath (pada hari kiamat) seperti kilat menyambar (saking cepatnya).

Ke-15, di antara tujuh golongan yang dilindungi Allah di akhirat adalah “qolbuhu muallaqun bil masaajidi”, yakni mereka yang hatinya senang sekali berjamaah di masjid.

Ke-16, orang Yahudi paling takut akan kekuatan jamaah masjid.

Ke-17, Rasulullah dan para sahabat tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah di masjid kecuali sakit, safar, perang dan wafat.

Ke-18, sejarah mencatat ternyata infrastruktur keberkahan kota Madinah — politik, ekonomi, sosial, budaya bahkan militer — semuanya bermuara dari masjid.

Ke-19, shalat berjamaah di masjid merupakan tradisi orang-orang saleh.

Ke-20, saat qiyamat, Allah jadikan masjid sebagai kapal besar  yang  akan mencari para pemakmurnya. “Setelah mengetahui sekian banyak keutamaan berjamaah di masjid, pantaslah Rasulullah bersabda, ‘law habwah’,  merangkak pun hamba beriman tetap akan berjamaah di masjid,” pungkas Ustadz Arifin Ilham.

 

REPUBLIKA ONLINE

Menjemput Lailatul Qadar

Subhanallah, seorang mukmin yang sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya pasti sangat merindukan Lailatul Qadar. Karena malam itu teramat istimewa, malam dengan kadar lebih baik dari 1.000 bulan, atau 83 tahun 3 bulan, khoirun min alfi syahrin; malam turunnya para Malaikat dengan dipimpin langsung Malaikat Jibril atas izin-Nya,tanazzalul Malaaikatu warruuhu; malam penuh kedamaian hingga terbit fajar, salaamun hiya hatta mathla’il fajri.

Malam ini sungguh tidak ternafikan sebagai malam yang sangat terasa nikmat. Apalagi jika menikmatinya dengan beriktikaf di masjid. Tercecaplah puncak kedekatan diri dengan Allah, sehingga air mata pun tidak terbendung lagi. Surah Al-Qodar [97] turun karena menunjukkan keistimewaan malam yang terjadinya pada Asyrul Awaakhir, 10 akhir Ramadhan ini.

Adapun untuk mengenali malam indah ini, Rasul SAW bersabda, ”Malam Lailatul Qadar bersih, tidak sejuk, tidak panas, tidak berawan padanya, tidak hujan, tidak ada angin, tidak bersinar bintang dan daripada alamat siangnya terbit matahari dan tiada cahaya padanya (suram).” (HR Muslim).

Berikut ini kiat untuk menjemputnya. Pertama, benar-benar bersemangat untuk meraihnya diawali dengan meluruskan niat semata ingin ridha Allah SWT. ”Barang siapa melaksanakan ibadah pada malam Lailatul Qadar dengan didasari keimanan dan harapan untuk mendapatkan keridhaan Allah, maka dosa-dosanya yang lalu akan diampuni.” (HR Bukhari Muslim).

Kedua, bermujahadah dalam ibadah, Sungguh, Rasul tercinta pada 10 hari terakhir dari bulan Ramadhan, lebih bermujahadah melebihi kesungguhan beliau di waktu lainnya. (HR Muslim). Seperti berpuasa dengan tanpa maksiat, membaca Alquran dengan pemahaman dan penghayatan dan menunaikan shalat Tarawih tanpa putus dan dengan tumaninah.

Ketiga, melaksanakan kewajiban Syariat Allah, seperti zakat maal bagi hartawan, jika wanita taatlah dengan berjlibab. Keempat, beriktikaf di masjid. Abu Said menceritakan tentang iktikaf Rasulullah di masjid yang ketika itu berlantaikan tanah dan tergenang air. “Aku melihat pada kening Rasulullah ada bekas lumpur pada pagi hari Ramadhan.” (HR Muslim).

Kelima, dengan selalu terjaga dalam kekhusyukan ibadah, tidak banyak tidur dan ngobrol. Justru memburai air mata yang mengalir tak terbendung karena rindu perjumpaan dengan-Nya, takut murka-Nya dan karena merasa banyak dosa.

Keenam, berazam dan bersumpah untuk taubatan nashuha; tidak kembali maksiat dan tidak akan menzalimi dan menyakiti siapapun lagi. Ketujuh, wajib minta maaf kepada siapa pun termasuk kepada keluarga atau sahabat yang pernah ia sakiti. Karena jika tidak, akan menjadi hijab (penghalang) bagi doa dan ibadahnya.

Kedelapan, tiada waktu berlalu sia-sia kecuali banyak berzikir, istighfar, shalawat, wudhu terjaga dan kesenangan bersedekah. Kesembilan, berdoalah sungguh sungguh, yakin penuh harap.

Wahai Rasulullah,” tanya Aisyah, “Bagaimana menurutmu andai aku mendapatkan Lailatul Qadar? Doa apa saja yang harus aku baca?”Beliau bersabda, “Ucapkanlah, Ya Allah! Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Maha Mulia, dan Engkau menyukai ampunan. Maka ampunilah aku,” (HR Tirmidzi).

Allahu Akbar, akankah kita yang meraihnya? Kepastiannya hanya milik Allah. Tapi, teruslah meniti jalan ketaatan kepada-Nya. Karena boleh jadi kita adalah di antaranya. Jika setelah malam indah itu berlalu kita adalah yang semakin kuat akidahnya, semakin rajin dan menikmati ibadahnya, akhlak yang semakin mulia.

Dalam hal ihyaaus sunnah (menghidupkan amal sunnah) kita semakin bersemangat, kepada keluarga dan umat manusia selalu berkasih sayang, ketakwaan kita semakin tampak dan dirasakan oleh diri, keluarga dan sahabat kita, dan air mata kita mudah meleleh karenaliqoouhu, kerinduan berjumpa dengan-Nya. Jika ya, boleh jadi kita adalah yang telah berhasil meraihnya.

Allahumma ya Allah, ampunilah seluruh dosa kami dari mulai akil baligh hingga waktu Engkau wafatkan kami, terimalah amal ibadah kami, tobat kami, berkahi sisa-sisa umur kami dalam aktivitas Syariat dan Sunnah Nabi-Mu, berilah pada kami keistimewaan Lailatul Qodar, dan wafatkan kami semua husnul khootimah. Aamiin.

 

Oleh: Ustaz Muhammad Arifin Ilham

sumber: Republika Online

Tangan Berbagi

Tamu agung nan mulia itu sudah benar-benar mengunjungi kita, Ramadhan Kariim. Bulan yang secara literal betul-betul menjadi bulan pembeda dengan bulan lain. Bulan yang memiliki kekhasan tersendiri.

Beberapa pembeda Ramadhan dengan bulan lain itu di antaranya; bulan diturunkannya Alquran (QS. Al Baqarah [2]: 185), bulan yang di dalamnya ada Lailatul Qadar (Malam Kemuliaan) (QS Al Qadr [97] : 1-30, bulan yang digunakan untuk menjalankan salah satu Rukun Islam (Puasa) (QS Al Baqarah [2]: 183).

Ramadhan juga bulan yang jika mengerjakan perbuatan-perbuatan baik di dalamnya seperti puasa dan salat tarawih, akan menghapuskan dosa-dosa (kecil) yang telah lalu (HR Bukhari).

Selain itu, Ramadhan juga bulan yang dibuka pintu surga, dibuka pinta rahmat, ditutup pintu neraka, dan setan dibelenggu (HR Muslim), bulan yang amalan sunah akan diganjar pahala layaknya amalan Wajib (HR Muslim), bulan yang berlipat pahala menjadi 70 kali bagi amalan wajib (HR Muslim).

Di antara yang sangat khas dengan Ramadhan adalah semangat berbagi yang mencolok. Semangat menjadikan tangan berbagi. Dari berbagai generasi. Seperti dalam rekam sejarah seorang sahabat bernama Abdullah Ibnu Umar RA.

Beliau memiliki kebiasaan berbuka puasa bersama anak yatim dan orang miskin. Bahkan terkadang putra tercinta sahabat mulia, Umar bin Khatab RA ini tidak berbuka meski sudah Maghrib ketika keluarganya belum menghadirkan para fakir miskin di rumahnya.

Datuk dari Khalifah terkemuka Dinasti Umayyah, Umar bin Abdul Aziz ini termasuk pengusaha kaya, hartanya halal berlimpah, karena beliau seorang pedagang sukses yang amanah.

Beliau juga mendapat gaji dari Baitul Mal Negara. Namun saat Ramadhan, semua itu tidak beliau simpan sendiri, akan tetapi beliau bagikan kepada fakir miskin dan orang yang meminta-minta.

Ayub bin Wail Ar-Rasibi pernah menyaksikan kejadian menakjubkan tentang beliau. Suatu hari Ibnu Umar mendapat kiriman harta senilai 4.000 dirham (sekitar Rp 680 juta) dan satu baju yang ada bulunya. Keesokan harinya, Ayub bin Wail ini melihat Ibnu Umar di pasar membeli pakan kudanya dengan utang.

Ayub pun keheranan. Karena baru kemarin Ibnu Umar baru mendapat uang 4.000 dirham, tapi untuk membeli pakan kuda saja pakai utang. Karena penasaran, Ayub kemudian datang menemui keluarga Ibnu Umar, ingin tahu, apa gerangan yang terjadi.

Cerita keluarganya, “Uang itu belum sempat menginap semalam, namun sudah dibagikan semuanya kepada fakir miskin. Lalu beliau mengambil baju yang ada bulunya, beliau pakai keluar rumah, dan ketika pulang, baju itu sudah tidak ada. Ketika kami tanyakan, beliau sudah berikan baju itu kepada fakir miskin.”

Adakah sekarang di bulan mulia yang baru beberapa hari ini tergerak secara masif di antara kita menikmatinya dengan menjadikan tangan kita tangan berbagi, tangan Abdullah bin Umar. Insya Allah, semoga.

 

Oleh: Ustaz Muhammad Arifin Ilham

sumber: Republika Online

Cari Perbekalan Terbaik di Akhirat, Ini Caranya

Oleh: Ustaz Muhammad Arifin Ilham

 

Hidup di dunia ini sungguh sekejap saja. Sementara, kesempatan mengumpulkan bekal teramat sebentar. Kita akan hidup selama-lamanya, tidak akan ada akhir lagi, yaitu kelak nanti di akhirat. Dan, hamba Allah yang beriman pasti akan menyibukkan diri dengan amal ketaatan supaya di kehidupan nanti mendapatkan kebahagiaan yang sempurna.

Salah satu amal ketaatan seorang hamba itu adalah bersemangat dalam menghidupkan ihyaaus sunnah. Tiada waktu, hari, jam, menit, detik berlalu kecuali bernilai ibadah, amal saleh, manfaat, dan mencari perbekalan terbaik di akhirat. Karena itulah, ia hidupkan sunah harian Rasulullah SAW.

Gambaran indah amal yaumiyah (amal sunah harian Nabi SAW) adalah bermula ketika hendak tidur. Ia pasti akan tidur lebih awal karena kerinduannya bangun di tengah malam. Saat terjaga, ia bersegera membangunkan keluarga dan sahabatnya untuk menikmati indahnya shalat malam.

Pencinta amal yaumiyah Nabi SAW pasti tidak akan pernah beranjak dari Tahajud kecuali setelah membaca istighfar dengan bilangan yang banyak, dilanjutkan tadabur Alquran. Lalu, dengan hati gembira, ia melangkah dengan kaki diayun untuk berjamaah Subuh di masjid. Kemudian, ia biasakan tidak keluar dari masjid kecuali ikut kajian ilmu dan zikir hingga waktu shalat sunah Isyraq.

Dan, pagi pun menjelang. Ia tidak akan keluar rumah untuk ikhtiar yang halal kecuali diiringi doa, pamit kepada keluarga dengan ciuman, lambaian salam dan terjaga selalu wudhunya. Hatinya pun selalu terpaut zikir kepada Allah SWT.

Dalam beraktvitas selalu dengan belas kasih, rendah hati, murah senyum, ringan tangan, penebar salam dan salaman, bersih-wangi bersahaja dengan sesederhana mungkin penampilannya. Hal ini terbaca dari isyarat mata, tubuh, dan penampilannya yang tidak sombong. Bicaranya santun dan selalu berbaik sangka pada setiap takdir-Nya, jauh dari sifat dengki.

Tiba waktu Zhuhur atau Ashar, maka shalatnya pasti tepat waktu dan berjamaah. Ia tidak sungkan untuk memulai dan mendatangi serta menjulurkan tangan silaturahim. Diam-diam hatinya berdoa untuk keluarganya, negerinya, saudara-saudaranya yang tertindas, seperti di Palestina, Afghanistan, Irak, Suriah, Mesir, Yaman, Rohingya.

Bahkan, terhadap mereka yang berbeda keyakinan, doa pun dipanjatkannya agar Allah SWT memberi hidayah. Kepada siapa pun yang dijumpai, ia selalu ingatkan tentang dahsyatnya kehidupan akhirat tanpa merasa dirinya paling suci. Dan, puncaknya bermuhasabah diri, sama sekali tidak tertarik membahas, apalagi mencari aib saudaranya.

Inilah amal ringan, tapi padat penuh makna. Orang beriman akan menjadikan tiada waktu yang sia-sia. Fokus dalam ketaatan yang prima dengan menjaga amal yaumiyah. Semoga Allah SWT terus dan terus membimbing kita semangat beriman dan beramal saleh hingga wafat dalam keridhaan-Nya. Aamiin.

 

sumber: Republika Online

Rahasia di Balik Amarah

oleh Ustaz Muhammad Arifin Ilham

Suatu waktu Ibnu Umar radhiya Allahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah SAW, ”Apa yang bisa menjauhkan aku dari murka Allah ‘Azza wa Jalla?” Rasul langsung menjawab, ”Jangan marah!” Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang yang menahan marah padahal dia sanggup melampiaskannya, akan dipanggil Allah di hadapan semua makhluk dan disuruh memilih bidadari yang mana saja dia suka.

Lain waktu, Rasulullah SAW sampai mengulang tiga kali sabdanya, ketika salah seorang sahabat meminta nasihat kepada beliau. ”Jangan marah!” Bahkan, beliau menyampaikan kabar gembira bagi orang yang mampu menahan marah. ”Dan bagimu adalah surga!” Subhanallah, karena kita bisa menahan marah ternyata surga dengan semua kenikmatan di dalamnya adalah balasan kita.

Marah adalah nyala api dari neraka. Seseorang pada saat marah, mempunyai kaitan erat dengan penghuni mutlak kehidupan neraka, yaitu setan saat ia mengatakan, ”Saya lebih baik darinya (Adam–Red); Engkau ciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS Al-A’raf: 12). Tabiat tanah adalah diam dan tenang, sementara tabiat api adalah bergejolak, menyala, bergerak, dan berguncang.

Marah berarti mendidih dan bergolaknya darah hati yang terlampiaskan. Oleh sebab itu, bila sedang marah, api amarah menyala dan mendidihkan darah hatinya lalu menyebar ke seluruh tubuh. Bahkan, hingga naik ke bagian atas seperti naiknya air yang mendidih di dalam bejana. Karena itulah, wajah, mata, dan kulit yang sedang marah tampak memerah. Semua itu menunjukkan warna sesuatu yang ada di baliknya seperti gelas yang menunjukkan warna sesuatu yang ada di dalamnya.

Jika seseorang marah, tapi tidak bisa dilampiaskan, karena tidak ada kemampuan, misalnya, kepada atasan atau pimpinan, maka darah justru akan menarik diri dari bagian luar kulit ke dalam rongga hati. Sehingga, ia berubah menjadi kesedihan. Karenanya, biasanya warnanya pun menguning dan muka pun berubah murung.

Manusia bila ditilik dari sifat marah ada empat kelompok. Pertama , cepat marah, cepat sadar (ini merupakan sesuatu yang buruk).  Kedua , lambat marah, lambat sadar (ini kurang terpuji).  Ketiga , cepat marah, lambat sadar (adalah sifat yang terburuk). Dan terakhir, lambat marah, cepat sadar (inilah yang baik).

Orang yang lambat marah tapi segera sadar adalah sosok Mukmin yang terpuji. Karena ia berusaha mencerna dan mengelolanya dengan baik, sehingga di akhir kemarahannya yang singkat itu ada proses mengingatkan dan pelajaran. Marah karena sayang. Nah, kira-kira di mana posisi kita saat marah?  Wa Allahu a’lam.

sumber: Republika Online

Apa yang Perlu Ditingkatkan Setelah Ramadhan?

Oleh: Ustaz Muhammad Arifin Ilham

 

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Dan Ramadhan pun berlalu. Tidak ada perjumpaan terindah kecuali berjumpa dengan Ramadhan. Sekaligus tidak ada perpisahan yang mengharukan terselip kesedihan kecuali berpisah dengan Ramadhan.

Disebut perjumpaan terindah karena di bulan ini banyak di antara kaum Muslimin mendadak saleh dan berwajah taat. Ramadhan sebagai syahrut tarbiyah berhasil mendidik mereka menjadi pribadi elok, gampang beringsut untuk berbuat baik.

Dan disebut perpisahan yang mengharukan karena Ramadhan yang setahun sekali datangnya ini belum tentu kita adalah yang akan menemuinya lagi. Syawal sebagai bulan setelahnya, apakah bisa melesatkan minimal mengamankan dan melestarikan semua amal kebaikan Ramadhan yang indah itu.

Nah, kita bersedih karena khawatir diri kita tidak bisa meneruskannya apalagi meningkatkannya, sebagaimana yang diminta dengan kehadiran Syawal sebagai syahrut tarqiyah (bulan peningkatan).

Apa yang perlu kita tingkatkan? Pertanyaan ini menarik, sebab banyak kita tidak menyadari Ramadhan itu sebenarnya prosesi awal dari 11 bulan berikutnya. Bagaimana Allah menguji kita, apakah kebiasaan tilawah minimal sehari satu juz dapat bertahan. Bahkan seharusnya dilebihkan.

Perlunya melebihkan karena pahalanya tidak digandakan lagi sebagaimana di bulan Ramadhan sementara sebagai bekal untuk menghalau godaan maksiat dan berdosa sedikit. Bukankah setelah Ramadhan pintu maksiat dan dosa semakin terbuka, disebabkan setan telah terlepas dari belenggunya?

Untuk itulah kita perlu melebihkan bacaan tilawah Alquran. Ketika Ramadhan kita sibuk tadarus Alquran, tiada hari tanpa membaca firman Allah. Itu mengapa hati kita selalu tenang selama menjalani sakralitas ibadah shaum. Sebab, kalimat Alquran mengendap kuat di hati kita.

Berikutnya tentu tarqiyatul ‘ibadah, peningkatan ibadah khususnya amal sunah.  Kalau amal wajib sudah pasti, tidak boleh sedikit pun terpikir untuk meninggalkannya. Yang sunah harus menjadi kecintaan sebagaimana cintaya kita dengan Tarawih, shalat berjamaah selalu di masjid dan tepat waktu, sedekah atau berbagi takjil, iktikaf, dan lain sebagainya.

Dari kecintaan itu tumbuh semangat untuk menghidupkannya, di mana pun, kapan pun dan dalam kondisi bagaimana pun. Harusnya semua amal sunah itu kita teruskan dan tingkatkan.

Tarqiyatul akhlaq, peningkatan akhlak dan kepribadiaan adalah hal yang juga harus kita teruskan di bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya. Selama Ramadhan kita melatih lidah kita untuk berpuasa dari amarah, ucapan kotor, dusta, fitnah, gibah, sifat dengki, dan berkata kasar. Proses itu berujung terciptanya manusia saleh yang berakhlak mulia seperti yang dicontohan Rasulullah SAW.

Sebagai pihak yang kedatangan tamu Syawal harusnya kita meneruskan dan berikhtiar kuat untuk meningkatkan kualitas kepribadian itu, demi terbukanya tabir kebaikan yang Allah janjikan kepada siapa pun yang berakhlak mulia. Sebuah maqalah Arab menyebutkan, maa syarafal makhluq illa bihusnil khuluq, tidak ada kemuliaan seorang makhluk kecuali pada kemuliaan akhlak.

Walhasil, setelah Ramadhan benar-benar berlalu renungi firman-Nya dalam surah al-Insyirah [94], ayat 7, fa idza faraghta fanshab, jika engkau sudah selesai dengan satu urusan, kembalilah tegak (untuk meneruskan dan beramal lain). Dari tarbiyah kita menuju tarqiyah. Wallahu a’lam.

 

sumber: Republika Online