Inilah Doanya agar Kita Terlepas dari Utang dan Rasa Bingung

Dalam kehidupan sehari-hari, ada kalanya kita terpaksa harus berutang karena terdesak oleh suatu kebutuhan. Namun, tidak semua orang dapat dengan mudah untuk melunasi utangnya, karena keuangan yang sedang sulit. Sementara itu, kita tahu, utang adalah beban yang harus dibayar, karena jika tidak diselesaikan di dunia, urusan utang akan berlanjut di akhirat. 

Oleh karena itu, berbagai macam cara, tentunya harus dilakukan agar kita bisa segera bisa melunasi utang, termasuk ikhtiar dan doa. Dilansir dari NU Online dalam artikel  Doa dari Rasulullah agar Terlepas dari Bingung dan Utang, Rasulullah saw selalu berlindung kepada Allah agar terlepas dari jeratan utang.  Sebagaimana yang diriwayatkan al-Humaidi dalam Musnad-nya, nomor hadis 246.

Salah satun doa yang pernah diajarkan Rasulullah saw kepada seorang sahabat Anshar, sebagaimana yang diriwayatkan Abu Dawud, nomor hadis 1555, sebagai berikut.  

Disebutkan oleh Abu Sa‘id al-Khudri, pada suatu hari, Rasulullah saw masuk ke masjid. Ternyata di sana sudah ada seorang laki-laki Anshar yang bernama Abu Umamah. Beliau kemudian menyapanya: Hai Abu Umamah, ada apa aku melihatmu duduk di masjid di luar waktu shalat?

Abu Umamah menjawab : Kebingungan dan utang-utangku yang membuatku (begini), ya Rasul. 

Rasulullah kembali bertanya: Maukah kamu jika aku ajarkan suatu bacaan yang jika kamu membacanya, Allah akan menghapuskan kebingunganmu dan memberi kemampuan melunasi utang?

Umamah menjawab : Tentu, ya Rasul.

Nabi pun menyatakan: Jika memasuki waktu pagi dan sore hari, maka bacalah:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ، وَقَهْرِ الرِّجَالِ 

Allâhumma innî a‘ûdzu bika minal hammi wal hazan. Wa a‘ûdzu bika minal ‘ajzi wal kasal. Wa a‘ûdzu bika minal jubni wal bukhl. Wa a‘ûdzu bika min ghalabatid daini wa qahrir rijâl

Artinya: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kebingungan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari ketakutan dan kekikiran, aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan tekanan orang-orang. 

Abu Umamah lalu menuturkan : Setelah aku mengamalkan doa itu, Allah benar-benar menghilangkan kebingunganku dan memberi kemampuan melunasi utang.

Demikian doa yang diajarkan Rasulullah saw agar kita terlepas dari lilitan utang yang sering kali diikuti dengan rasa gelisah, cemas, ketakutan, kesedihan, kelemahan, dan lainnya. Semoga Allah SWT mengabulkan doa dan melepaskan kita dari kesulitan. Aamiin.

NU LAMPUNG

Anda Punya Hutang? Tenang, Allah Akan Menolong!

ORANG yang mempunyai banyak hutang kemudian bertekad untuk melunasinya, sungguh Allah sangat melihat usahanya dan InsyaAllah akan menolongnya. Beda halnya dengan orang yang justru menghindar dan lari dari hutang-hutangnya.

Ibnu Majah dalam sunannya membawakan dalam Bab “Siapa saja yang memiliki utang dan dia berniat melunasinya.” Lalu beliau membawakan hadits dari Ummul Mukminin Maimunah.

Dulu Maimunah ingin berutang. Lalu di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Sebagian kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kekasihku shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika seorang muslim memiliki utang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi utang tersebut, maka Allah akan memudahkan baginya untuk melunasi utang tersebut di dunia.” (HR. Ibnu Majah, no. 2408; An-Nasa’i, no. 4690. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Juga terdapat hadits dari ‘Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berutang (yang ingin melunasi utangnya) sampai dia melunasi utang tersebut selama utang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah, no. 2409. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Dalam riwayat lainnya disebutkan pula hadits dari Maimunah, ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Siapa yang mengambil utangan, lantas ia bertekad untuk melunasinya, maka Allah akan menolongnya.” (HR. An-Nasa’i, no. 4691. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Siapa yang mengambil harta orang lain (di antaranya berutang, pen.) lantas ia bertekad untuk mengembalikannya, maka Allah akan menolongnya (untuk melunasi utang tersebut, pen.). Siapa yang meminjam harta orang lain (di antaranya berutang, pen.) lantas ia bertekad untuk tidak mengembalikannya, maka Allah akan menghancurkan dirinya (hidupnya akan sulit, pen.).” (HR. Bukhari, no. 2387. Lihat pengertian hadits ini dalam Minhah Al-‘Allam, 6: 257-258)

ISLAMPOS

Kisah Ahli Shalawat Terlilit Hutang

Dahulu ada seseorang yang memiliki hutang sangat banyak, yaitu sebesar 500 dinar. Orang ini berhutang kepada orang banyak. Ketika datang waktunya, datanglah semua orang untuk menagih, dia kebingungan karena tidak memiliki uang sepeserpun.

Akhirnya dia pergi kepada salah seorang saudagar yang kaya dan ia meminjam uang kepadanya sebesar 500 dinar. Sebelum diberikan ditanya terlebih dahulu oleh saudagar : “kapan mau kau kembalikan uang ini ?”. Dia berkata : “insya Allah di tanggal sekian saya kembalikan”

Uang itu pun akhirnya segera ia ambil dan ia bayarkan hutangnya tersebut satu per satu. Selesai ia bayarkan tidak tersisa uangnya lagi sepeser pun, karena tidak ada sisa modal lagi untuk ia putarkan supaya bisa terbayar hutangnya yang 500 dinar tadi. Karena memang dia pinjam sesuai kadar hutangnya tadi.

Sampai ketika datang waktu jatuh tempo si saudagar pun datang ke rumahnya  untuk menagih : “mana uang 500 dinar yang kau pinjam ? Kau janji hari ini akan melunasinya. Ia menjawab “Demi Allah sepeser pun saya tidak punya, saya belum mendapatkan apa-apa untuk saya bayarkan kepada dirimu. ”

Saudagar pun tidak mau tahu “sekarang sudah jatuh temponya maka bayar hutangmu sesuai ucapanmu”. Lalu ia menjawab: “Demi Allah sepeser pun saya tidak punya .” Si saudagar berkata : “Kalau begitu ayo pergi ke hakim karena tidak benar perbuatanmu ini.”

Di depan hakim saudagar menceritakan perkaranya. Hakim bertanya : “kenapa tidak kau bayar hutangmu? Bukankah engkau berjanji hari ini engkau akan melunasinya? ” Ia menjawab :  iya benar saya berjanji, akan tetapi saya tidak memiliki uang, saya bukan pengkhianat, bukan orang yang mau berdusta, saya memang tidak punya uang, tapi saya mengaku kalau saya punya hutang dan hari ini saya tidak punya uang untuk saya bayarkan.”

Hakim berkata : “kalau begitu kau telah melanggar, melanggar janjimu dan kau harus di hukum, kau harus di penjara. ” Ia pun menerima hukuman itu tapi meminta : “tolong berikan saya waktu 1 hari, saya ingin kembali ke rumah saya untuk izin kepada istri dan juga anak-anak saya, besok saya akan kembali ke sini lagi dan masukkan saya ke dalam penjara”

Hakim meragukan keterangannya : “Siapa yang akan menjamin dirimu kalau engkau akan kembali kesini? “

“Kalaupun saya niat lari dari kemarin-kemarin pun saya sudah niat lari saya tidak akan datang kesini, percayalah saya akan kembali di esok hari, “kata orang yang berhutang tadi”.

Hakim masih ragu dan bertanya: “jaminannya apa? ” Ia menjawab: “jaminannya adalah Rasulullah SAW. ”. Sang hakim pun bingung dengan maksudnya.

Dia berkata : wahai hakim kalau saya besok tidak menepati janji saya, saya bersedia ditolak dan dikeluarkan sebagai umat Nabi besar Muhammad SAW”.

Sumpah itu jelas tidak main-main, Sang Hakim pun mengizinkannya. Orang ini kembali ke rumahnya dan menceritakan semuanya kepada istri dan anak-anaknya. Ia meminta izin kepada istrinya bahwa besok ia akan dipenjara karena tidak bisa bayar hutang.

Sang istri bertanya :“kalau kau dipenjara, lalu apa yang bisa membuatmu keluar sekarang ini? ” Suaminya menjawab: “karena saya mendapat jaminan. ” Istrinya kembali bertanya:“ dari siapa?”  suaminya menjawab :“dari Rasulullah SAW, bahwa jikalau saya tidak menepati janji saya maka saya rela dikeluarkan bahkan tidak lagi dianggap menjadi umat Nabi Muhammad SAW”

Maka istrinya berkata: “Selagi engkau ini mendapat jaminan dari Rasulullah SAW atau kau menjaminkan Rasulullah SAW, ayo kita perbanyak shalawat, semoga Nabi besar Muhammad SAW benar-benar menjamin dirimu, karena shalawat itu manfaatnya besar, shalawat ini berkahnya luar biasa.”

Mereka pun memperbanyak shalawat sampai akhirnya pun mereka tertidur. Si suami yang punya hutang tadi ketika tidur ia bermimpi berjumpa dengan Rasulullah SAW. Dalam mimpinya Rasulullah mengatakan : “kau jangan takut, jangan gelisah, besok pagi kau pergi ke gubernur di tempatmu itu dan kau bilang sama gubernur tadi bahwa Rasulullah SAW mengucapkan salam kepadamu dan sampaikan kepada si gubernur kalau setiap hari kau shalawat kepada Rasulullah SAW sebanyak 1000 kali dan itu shalawatnya sampai kepadaku dan sampaikan kepada si gubernur bahwa tadi malam ketika ia membaca shalawat apakah sudah sampai 1000 kali apa belum, karena ada salah dalam menghitung sehingga ia pun gelisah maka sampaikan kepada gubernur tadi bahwasannya shalawatnya ini sudah 1000 dan diterima oleh baginda Nabi besar Muhammad SAW”

Keesokan harinya, ia pergi ke hakim, namun sebelum ia menemui hakim ia datang terlebih dahulu untuk menemui gubernur tadi.

“Wahai gubernur, wahai wali, Rasulullah SAW menitipkan salam kepadamu”, katanya. Kagetlah si gubernur itu. Ia menceritakan sesuai mimpinya bahwa Rasulullah SAW mengabarkan telah sampainya shalawat kepada Rasulullah sejumlah 1000 kali dan ketika si gubernur gelisah perihal ia bingung dalam jumlah menghitung shalawat nya udah sampai 1000 atau belum maka Rasulullah mengatakan bahwa itu sudah tepat berjumlah 1000 dan bahwasannya engkau telah istiqomah bersholawat kepadaku berjumlah 1000 kali setiap harinya , dan engkau di minta untuk membantu saya melunasi hutang-hutang saya.

Saking gembiranya dapat salam dari Rasulullah dan kabar shalawatnya selama ini telah sampai kepada Rasulullah SAW, gubernur tadi pun langsung bertanya :“Berapa jumlah hutang-hutang mu? ”

Ia pun menjawab: “500 dinar wahai gubernur”. Diambillah 500 dinar dari baitul mal setelah itu diambilkan lagi 2500 dinar dari uang pribadinya. “engkau datang membawa kabar gembira kepadaku” kata gubernur. Ia pulang dari rumah gubernur tadi membawa 3000 dinar.

Lalu ia datang kepada hakim, dan berkata hakim : “alhamdulillah, berkat dirimu tadi malam saya mimpi bertemu Rasulullah, dan Rasulullah mengatakan: “kalau engkau membantu orang yang memiliki hutang dan melunasi hutangnya tersebut maka aku akan membantumu kelak di hari kiamat.”

Kemudian diambilkan uang 500 dinar untuk diberikan kepada orang tersebut. Keluar dari rumah sang hakim, orang tersebut pun membawa 3500 dinar .

Akhirnya dia pergi ke rumah saudagar yang dia hutangi untuk membayar hutangnya tersebut. Ternyata saudagar tadi sudah menunggu kedatangannya di depan rumahnya. Ketika bertemu langsunglah orang ini dipeluk, dicium sambil menangis dan mengucapkan berkat dirimu aku semalam mimpi bertemu Rasulullah SAW.

Kata Rasulullah SAW :“kalau kau bebaskan hutangnya si fulan, kelak engkau akan aku bantu dan akan aku berikan syafa’atku di hari kiamat.”  Dan ini ada hadiah untukmu 500 dinar.

Berangkat dari rumah orang ini masih memiliki hutang 500 dinar berkat mimpi berjumpa dengan Rasulullah SAW hutangnya terlunaskan dan dapat tambahan 4000 dinar berkat shalawat yang dibaca kepada Rasulullah SAW.

Dapat di simpulkan membaca shalawat bukan hanya mendapakan berkah dan syafa’at di akhirat, namun ketika kita sedang menghadapi situasi sulit di dunia pun jika kita senantiasa memperbanyak membaca shalawat, semuanya akan mudah teratasi akibat berkah shalawat kepada Nabi besar Muhammad SAW.

ISLAM KAFFAH

Utang Bisa Menjadi Pemutus Silaturahmi dan Pertemanan

Para ulama telah menjelaskan begitu banyak bahaya kebiasaan berutang tanpa ada keperluan darurat. Utang juga bisa menjadi pemutus silaturahmi dan pertemanan. Di mana orang yang berutang berusaha menghindari atau bahkan memutus kontak dengan orang yang memberi pinjaman utang. Hal ini bisa jadi karena yang berutang memang tidak ada niat baik ingin melunasi atau memang sedang tidak mampu melunasi karena uzur, tetapi tidak enak hati apabila bertemu dengan orang yang memberikan pinjaman utang.

Perhatikan kisah berikut,

ولما مرض قيس بن سعد بن عبادة استبطأ إخوانه في العيادة، فسأل عنهم فقيل له: إنهم يستحيون مما لك عليهم من الدين. فقال: أخزى الله مالا يمنع عني الإخوان من الزيارة، ثم أمر مناديا ينادي من كان لقيس عنده مال، فهو منه في حل. فكسرت عتبة بابه بالعشي لكثرة العواد.

Tatkala Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah sakit, para saudara dan sahabat menunda menjenguknya. Lalu, ia bertanya tentang mereka. Maka, dijawab, ‘Mereka merasa malu karena punya utang kepada engkau.’ Ia pun berkata, ‘Semoga Allah menghinakan harta yang telah mencegah kawan-kawan menjengukku.’ Kemudian ia perintahkan agar diumumkan bahwa barangsiapa yang punya utang kepada Qais, telah diputihkan (dianggap lunas). Setelah itu, ambang pintu rumah Qais patah karena begitu banyaknya orang yang menjenguknya.” (Hakaya Al-Ajwad, hal. 51)

Demikianlah utang bisa menjadi pemutus persaudaraan dan pertemanan, bahkan bisa jadi menyebabkan permusuhan dan perkelahian antar saudara kandung sendiri yang notabene satu darah dan satu nasab. Oleh karena itu, syariat memotivasi agar yang berutang segera melunasi utang jika mampu dan tidak menunda-nunda bahkan memprioritaskan sebagai prioritas utama.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﻣَﻄْﻞُ ﺍﻟْﻐَﻨِﻰِّ ﻇُﻠْﻢٌ ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃُﺗْﺒِﻊَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻠِﻰٍّ ﻓَﻠْﻴَﺘْﺒَﻊْ ‏

Penundaan (pembayaran utang dari) seorang yang kaya adalah sebuah kezaliman. Maka, jika salah seorang dari kalian (utangnya) dialihkan kepada seorang yang kaya, maka ikutilah.” (HR. Bukhari)

Demikian juga yang memberikan pinjaman utang dimotivasi agar memberikan kelonggaran dalam menagih utang. Apabila yang berutang sedang tidak mampu dan ada uzur, hendaknya memaklumi dan memberikan tambahan waktu.

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ

Jika orang yang berutang kesulitan, maka berilah kelonggaran hingga ia dimudahkan.” (QS. Al Baqarah: 280)

Demikian juga Nabi shallallahu ’alaihi  wasallam memberikan motivasi agar memudahkan orang yang berutang, baik dalam utangnya, menagihnya, dan lain-lain. Beliau shallallahu ’alaihi  wasallam bersabda,

من يسَّرَ على معسرٍ يسَّرَ اللَّهُ عليهِ في الدُّنيا والآخرةِ

Barangsiapa memudahkan kesulitan orang lain, maka Allah akan mudahkan ia di hari Kiamat.” (HR. Muslim no. 2699)

Bahkan, syariat memotivasi sampai tahap memutihkan utang (dianggap lunas), sebagaimana penjelasan Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Ustaimin,

ومن فوائد الآية: فضيلة الإبراء من الدَّين وأنه صدقة؛ لقوله تعالى: {وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ}

Di antara faedah ayat adalah keutamaan memutihkan hutang dan hal tersebut dianggap sedekah, sebagaimana firman Allah, ‘Engkau bersedekah lebih baik baikmu‘.” (Tafsir Al-Qur’an, 5: 310)

Perbuatan Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah ini dalam rangka menjaga silaturahmi yang diperintahkan. Allah Ta’ala berfirman,

وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

“Bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa’: 1)

Demikian juga perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam satu konteks hadis agar menjaga silaturahmi dan bersedekah sebagaimana pembahasan dalam tulisan ini. Beliau shallallahu ’alaihi  wasallam bersabda,

يَأْمُرُنَا بِالصَّلاَةِ وَالصَّدَقَةِ وَالْعَفَافِ وَالصِّلَةِ

“Muhammad memerintahkan kami salat, sedakah, menjaga kehormatan, dan silaturahmi.” (HR. Bukhari)

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat.

***

Penulis: Raehanul Bahraen

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77437-hutang-bisa-jadi-memutus-silaturahmi-dan-pertemanan.html

Ketika Dituduh Memiliki Hutang, Haruskah Membayar?

Pada  zaman sekarang ini, seringkali kita melihat seseorang menuduh orang lain memiliki utang padanya, tapi si tertuduh mengingkarinya. Dalam keadaan demikian, bagaimanakah syariat menyelesaikan sengketa antara dua orang tersebut? Ketika dituduh memiliki hutang, haruskah untuk membayarnya? Untuk menjawabnya mari simak ulasan berikut ini!

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa, tidak semua pengakuan dan klaim boleh diterima. Karena andai semua tuduhan manusia itu diterima, maka akan ada banyak orang yang mengklaim untuk menguasai harta orang lain. Sebagaimana dalam sabda nabi Muhammad SAW berikut,

لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْواهُم ، لادَّعى رِجالٌ أموالَ قَومٍ ودِماءهُم ولكن البَيِّنَةُ على المُدَّعي واليَمينُ على مَنْ أَنْكر  

Artinya : “Andai semua tuduhan manusia itu diterima, maka akan ada banyak orang yang mengklaim untuk menguasai harta orang lain, atau menuntut darah orang lain. Namun, mendatangkan bukti itu tanggung jawab orang yang mengklaim dan sumpah untuk mengingkari menjadi hak yang diklaim. (HR Baihaqi).

Berdasarkan hadis diatas Imam Nawawi memberikan penafsiran bahwa tuduhan seseorang tidak dapat diterima begitu saja, melainkan harus berdasarkan sebuah bukti yang menguatkan tuduhan tersebut. Hal ini sebagaimana dalam keterangan beliau dalam kitab Syarh Shahih Muslim li An-Nawawi, juz 4, halalaman 3 berikut,

  وهذا الحديث قاعدة كبيرة من قواعد أحكام الشرع ففيه أنه لا يقبل قول الإنسان فيما يدعيه بمجرد دعواه بل يحتاج إلى بينة أو تصديق المدعى عليه فإن طلب يمين المدعى عليه فله ذلك   

Artinya : “Hadits ini merupakan kaidah pokok dari beberapa kaidah hukum syara’. Dalam hadits ini dijelaskan bahwa tuduhan seseorang tidak dapat diterima begitu saja, tapi membutuhkan bukti (atas tuduhannya) atau pembenaran dari orang yang dituduh. Jika orang yang menuduh menuntut sumpah pada orang yang didakwa, maka lakukanlah sumpah itu,”

Syarh al-Muhadzab, juz 3, halalaman 411;

وإن ادعى على رجل دينا في ذمته فأنكره ولم تكن بينة فالقول قوله مع يمينه 

Artinya : “Jika seseorang mendakwa orang lain memiliki tanggungan (utang) padanya, namun orang tersebut mengingkarinya, dan ia tidak memiliki bukti, maka ucapan yang dibenarkan adalah ucapan orang yang didakwa beserta sumpahnya.”

Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui bahwa klaim dapat diterima apabila disertai dengan adanya bukti. Sehingga apabila seseorang menuduh orang lain memiliki tanggungan utang padanya, namun orang tersebut mengingkarinya, dan pihak penuduh tidak memiliki bukti, maka ucapan yang dibenarkan adalah ucapan orang yang dituduh, dan dia tidak dikenai kewajiban untuk membayar utang.

Demikian penjelasan ketika dituduh memiliki hutang, haruskah membayar? Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Maraknya Fenomena Pinjol, Ditzawa Dorong LAZ Bantu Korban

Orang yang mempunyai utang atau ghorimin berhak menerima bantuan zakat

Maraknya fenomena masyarakat yang terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal dengan bunga yang sangat tinggi turut menjadi sorotan dari Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama. Kasubdit Edukasi, Inovasi, dan Kerja Sama Zakat Wakaf Wida Sukmawati mengajak pengurus Lembaga Amil Zakat (LAZ) untuk turun tangan dalam membantu masyarakat yang terjerat utang pinjol.

“Karena sesungguhnya orang yang mempunyai utang (ghorimin) merupakan salah satu golongan (asnaf) yang berhak untuk menerima bantuan dari zakat,” terang Wida, Rabu (26/1/2022).

Namun dalam memberikan bantuan kepada korban, LAZ harus melakukan verifikasi terlebih dahulu terkait alasan korban sehingga dapat terjerat utang pinjol tersebut. “Jika memang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, bisa dibantu. Namun jika hanya untuk kegiatan konsumtif, ya tidak termasuk dalam golongan gharimin tadi,” terang Wida.

Oleh sebab itu, Wida mengajak umat Islam agar menyalurkan zakatnya melalui sejumlah Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang telah terjamin kredibilitasnya agar penyalurannya lebih merata kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat. “Dengan menyalurkan melalui BAZNAS dan LAZ yang sudah kredibel, maka zakat tersebut menjadi lebih terjamin, baik dalam penghimpunan maupun pendistribusian,” jelasnya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Memberikan Pinjaman dan Menunda Tempo Pembayaran

Memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan pahalanya lebih besar.

Dalam kehidupan bermasyarakat, kita mungkin sering bertemu orang yang butuh pertolongan. Salah satunya adalah pertolongan dalam bentuk pinjaman uang. Pinjaman uang itu untuk berbagai keperluan, seperti biaya sekolah anak, berobat ke rumah sakit, membayar suatu kewajiban yang sudah jatuh tempo, biaya istri melahirkan, bahkan untuk membeli makanan untuk anak istri.

Apalagi di negeri kita masih terdapat puluhan juta orang miskin. Lebih-lebih lagi di masa pandemi yang sudah berlangsung hampir dua tahun ini, makin banyak orang miskin. Banyak pegawai yang terpaksa dirumahkan (terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK). Orang makin susah mencari pekerjaan. Banyak orang yang semula punya usaha, namun kemudian bisnisnya bangkrut. 

Di tengah situasi dan kondisi seperti ini, umat Islam sangat dianjurkan saling membantu, antara lain memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan. Rasulullah mengemukakan, bahwa memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan termasuk sedekah yang besar sekali pahalanya. “Tidak ada seorang Muslim pun yang memberikan pinjaman kepadda orang Muslim (lainnya) satu kali kecuali baginya (pahala) seperti (pahala) yang memberi sedekah dua kali.” (HR Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Baihaqi)

Dalam haditsnya yang lain, Rasulullah SAW bersabda, “Baranngsiapa yang memberikan kemudahan atas kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat.” (HR Ibnu Hibban)

Begitu besar pahala memberikan pinjaman kepada yang membutuhkan, sampai-sampai Rasulullah menegaskan dalam salah satu haditsnya, “Barangsiapa yang memberikan pinjaman susu, uang ataupun memberi petunjuk jalan (kepada orang lain), maka baginya (pahala) seperti (pahala) memerdekakan budak.” (HR Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban)

Bahkan, kata Rasulullah, memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan itu pahalanya lebih besar daripada sedekah. “Pada malam ketika saya diisrakan, saya melihat sebuah tulisan di pintu surga: ‘Sedekah diliptagandakan menjadi 10 kali lipat, sedang pemberian utang dilipatgandakan menjadi 18 kali lipat’. Lalu saya bertanya, ‘Wahai Jibril, apa yang menyebabkan pemberian utang lebih baik dari sedekah?’ Jibril menjawab, ‘Karena orang yang meminta (memerlukan sedekah) kadang memiliki (sesuatu yang diberikan kepadanya), namun orang yang memberi pinjaman, pada dasarnya memberikan sesuatu karena memang benar-benar dibutuhkan.” (HR Ibnu Majah)

Seringkali terjadi, orang yang diberi pinjaman ternyata tidak dapat membayar utangnya pada waktunya, dengan berbagai alasan yang dibenarkan secara syar’i. Artinya, ia benar-benar belum mendapatkan uang untuk membayar utangnya, misalnya karena ternyata usaha bisnisnya bangkrut, janji orang lain untuk melakukan pembayaran kepadanya ternyata meleset, tertipu orang, keluarganya sakit parah, ada anggota keluarganya yang meninggal dan lain-lain. Pendek kata, ia belum dapat membayar utangnya saat ini karena ia betul-betul belum mendapatkan dana tersebut. Jadi, bukan karena ia sengaja mengulur-ulur waktu untuk melunasi utangnya.

Terhadap orang seperti ini (yang terpaksa menunda tempo pembayaran utang, karena alasan yang dibenarkan secara syar’i), Allah dan Rasul-Nya mengajarkan umatnya untuk memberikan penundaan tempo pembayaran kepada orang tersebut. “Dan jka (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 280)

Kata Rasulullah, sesunggguhnya perbuatan tersebut (memberikan penundaan tempo pembayaran utang) termasuk sedekah yang sangat besar pahalanya, dan Allah akan memudahkan segala urusannya. Tidak hanya urusan di dunia, tapi juga di akhirat.

“Barangsiapa yang menunda tempo pembayaran utang kepada orang yang mengalami kesulitan, ataupun membebaskan utangnya, maka Allah akan menaunginya pada hari kiamat nanti di bawah naungan singgasana-Nya (yaitu) pada hari (di mana) tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.” (HR Tirmidzi)

“Barangsiapa yang menunda tempo pembayaran utang kepada orang yang mengalami kesulitan, atau membebaskan utangnya, maka Allah akan menjaganya dari panasnya api neraka jahanam.” (HR Ahmad)

Bahkan, kata Nabi, orang yang memberikan penundaan tempo pembayaran utang kepada orang yang kesulitan, maka pencatatan dosanya ditunda sampa ia bertobat. “Barangsiapa yang menunda tempo pembayaran utang kepada orang yang mengalami kesulitan sampai pada saat orang itu mengalami kemudahan, maka Allah akan menunda (pencatatan) dosanya hingga ia bertobat.” (HR Ibnu Abi Dunya dan Thabrani)

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika …

Oleh: Irwan Kelana

KHAZANAH REPUBLIKA

Nasihat Ali kepada Orang yang Punya Banyak Utang

Ada sebuah tentang permohonan doa kepada Allah SWT agar segala urusan dunia dimudahkan. Kisah ini terjadi saat Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah.

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Wa’il, seorang pria mendatangi Ali bin Abi Thalib dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, aku tidak bisa membayar hutangku. Tolong bantu aku.”

Kemudian Ali bin Thalib berkata, “Apakah kamu mau aku ajarkan tentang sesuatu yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW, yang jika kamu membacanya maka Allah SWT akan membuat hutangmu lunas meski sebesar gunung?” Si pria mengiyakannya.

Lalu Ali bin Abi Thalib menyampaikan sebuah doa, sebagaimana berikut ini:

اَللّهُمَّ اكْفِنِىْ بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَاَغْنِنِيْ بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

‘Allahummakfinii bihalaalika ‘an haroomika wa aghninii bi fadhlika ‘amman siwaaka’

Artinya: “Ya Allah, cukupkanlah aku dengan apa yang Engkau halalkan dari apa yang Engkau karuniakan. Dan dengan karunia-Mu, jadikanlah aku tidak membutuhkan kecuali kepada Engkau.” (HR Tirmidzi dan terdapat dalam Musnad Ahmad bin Hanbal)

Nabi Muhammad SAW melarang umatnya berputus-asa dari rahmat Allah SWT dan tidak boleh menyerah serta harus meyakini bahwa semua yang terjadi itu baik. Selain itu, seorang Muslim juga harus yakin bahwa qadha dan qadar itu ada di tangan Allah SWT.

KHAZANAH REPUBLIKA

Bersedekah Tapi Masih Punya Utang, Bolehkah?

Utang adalah tanggungan yang wajib dipenuhi. Kewajibannya bahkan mengikat sampai mati. Ketika seseorang punya tanggungan utang, maka hanya ada dua kemungkinan yang bisa menggugurkan tanggungan tersebut: 1) hutangnya sudah terlunasi, atau 2) dibebaskan/direlakan oleh orang yang punya hak (ibrā`)

Bagi banyak orang, memiliki tanggungan utang adalah hal biasa, karena orang tidak selalu memiliki apa yang dia butuhkan. Dalam keadaan yang sama, kadang ia ingin berbagi dan bersedekah kepada sesama, padahal ia punya tanggungan utang yang harus dibayarkan pada orang lain.

Bagaimanakah hukum bersedekah bagi orang yang punya utang, mengingat status hukum membayar utang adalah wajib sedang bersedekah hanyalah sunah? Syaikh Bafadhal al-Hadhrami dalam kitab al-Muqaddimah al-Hadhramiyah mengatakan,

ولا يحل التصدق بما يحتاج إليه لنفقته أو نفقة من عليه نفقته في يومه وليلته أو لدين لا يرجو له وفاء

“Tidak halal bersedekah menggunakan harta yang dibutuhkan, untuk sehari semalam, guna menafkahi dirinya dan orang-orang yang wajib dinafkahinya. Atau, dibutuhkan guna membayar utang yang tidak ada harapan bisa dilunasi lain waktu.”

Artinya, bersedekah memang sunah namun jika kita dalam kondisi masih membutuhkan harta tersebut sebagai bagian dari kebutuhan pokok (misal membayar utang), maka bersedekah yang sunah tadi hukumnya menjadi haram. Ibn Hajar al-Haitami dalam al-Minhaj al-Qawim menambahkan soal haramnya menunda membayar utang,

لأن أداءه واجب لحق الآدمي فلا يجوز تفويته أو تأخيره بسبب التطوع بالصدقة، ومحله إن لم يغلب على ظنه وفاؤه من جهة أخرى ظاهرة

“Karena, membayar hutang adalah wajib, sehingga tidak boleh digagalkan atau ditunda karena berbuat sunah dengan bersedekah. Hukumnya demikian ini apabila ia tidak memiliki dugaan kuat dapat membayar hutangnya dari harta lain.”

Dan dalam Tuhfatu al-Muhtaj, al-Haitami berkata,

إن وجب أداؤه فورا لطلب صاحبه له، أو لعصيانه بسببه مع عدم علم رضا صاحبه بالتأخير حرمت الصدقة قبل وفائه مطلقا.

“Apabila hutangnya wajib segera dibayarkan—karena pemilik hak sudah menagih atau karena tanggungan hutangnya disebabkan maksiat (karena gasab, dsb)—serta tidak diketahui apakah pemilik hak rela akan penundaan tersebut, maka secara mutlak haram bersedekah sebelum melunasi hutangnya.”

Dari tiga referensi di atas ada beberapa poin yang dapat kita simpulkan:

  1. Tidak boleh bersedekah menggunakan harta yang diperlukan untuk kebutuhan sendiri dan keluarga di hari tersebut.
  2. Tidak boleh bersedekah menggunakan harta yang diperlukan untuk melunasi tanggungan hutang, kecuali ada dugaan kuat bisa melunasinya dengan harta lain.
  3. Hutang yang wajib segera dilunasi (karena jatuh tempo dan sudah ditagih atau karena tanggungan hutangnya disebabkan maksiat [karena gasab, dsb.]) tidak boleh ditunda (dengan cara apapun, termasuk bersedekah), kecuali jika diketahui bahwa pemilik hak akan merelakan penundaan tersebut. Wallahu A’lam. 

BINCANG SYARIAH

Jangan Pernah Abai Bayar Utang Anda, Ini Alasannya

Islam memberikan adab agar umat Islam taat bayar utang

Ajaran Islam memperbolehkan seorang Muslim berutang kepada orang lain. Akan tetapi proses utang harus sesuai syariat Islam dan tidak boleh ada riba di dalamnya. Orang yang berutang pun harus bertanggungjawab dan menepati janji yang disepakati untuk mengembalikan utangnya.  

Tidak boleh seorang Muslim melarikan diri dengan maksud tidak membayar utangnya. Perbuatan demikian sama artinya orang yang berutang telah memakan harta orang lain secara batil. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad ﷺ:  

قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  مَنْ أَخَذَأَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُ اِتْلَا فَهَاأَتْلَفَهُ اللَّهُ  

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa mengambil harta orang dengan tujuan ingin merusak (tidak mau membayar), niscaya Allah akan merusaknya.” (HR Bukhari).  Hal ini diperkuat dengan firman Allah SWT dalam Alquran: 

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِ‌يقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ 

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS Al Baqarah ayat 188). 

Dari sinilah ditegaskan pula, mengapa Islam menganjurkan umat Muslim untuk menghindari utang. Beberapa hadits memberikan isyarat kepada setiap Muslim supaya sebisa mungkin menghindari utang, sampai betul-betul butuh. 

Ustadz Muhammad Abdul Wahab Lc menjelaskan, sejumlah hadits Rasulullah SAW yang menegaskan hal itu. 

Salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan Aisyah RA. Dalam hadits riwayat Bukhari Muslim ini, Rasulullah SAW berdoa dalam sholat:  

عن عائشة رضي الله عنها أن رسول الله ﷺ كان يدعو في الصلاة ويقول:  اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ‏‏.‏ فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ مِنَ الْمَغْرَمِ فَقَالَ: إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ، وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ 

“Ya Allah aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan terlilit hutang”. Lalu ada seseorang yang bertanya, “Mengapa banyak meminta perlindungan dari utang, wahai Rasulullah?” 

Kemudian, Rasul menjawab, “Sesungguhnya seseorang apabila memiliki utang ketika dia berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering menyelisihinya”. 

“Lebih dari itu, bahkan Rasulullah pernah menolak ketika diminta untuk menyalatkan salah seorang sahabat yang meninggal dunia namun masih memiliki utang yang belum terlunasi,” terang Ustadz Abdul Wahab dilansir dari Rumah Fiqih Indonesia, Selasa (2/11).   

KHAZANAH REPUBLIKA