Apa itu Wakaf?

Apa yang terlintas dalam benakmu, ketika mendengar kata wakaf?

Istilah wakaf memang belum populer ditelinga masyarakat. Apalagi jika dikaitkan dengan literasi wakaf yang masih minim. Bagi sebagian masyarakat pun, wakaf pun diidentikkan sebagai ibadahnya orang kaya dan hanya bisa ditunaikan dalam jumlah yang besar. Sehingga membuat masyarakat menunda untuk menunaikan wakaf.

Agar lebih jelas, yuk kita bahas secara lebih dalam !

Pengertian

Wakaf (bahasa Arab: وقف‎, [ˈwɑqf]; plural bahasa Arab: أوقاف‎, awqāf; bahasa Turki: vakıf, bahasa Urdu: وقف) adalah perbuatan hukum wakif (pihak yang melakukan wakaf) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah.

Wakaf merupakan Sedekah Jariyah. Harta Wakaf tidak boleh berkurang nilainya, tidak boleh dijual dan tidak boleh diwariskan. Karena wakaf pada hakikatnya adalah menyerahkan kepemilikan harta manusia menjadi milik Allah atas nama ummat.

Dasar Hukum Wakaf

Berdasarkan Al-Qur’an & Sunnah

  • Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.
  • Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah; “Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya untuk melakukannya?
  • Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.
  • Hadist lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah; “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.”

Amalan yang di Gemari Para Sahabat Nabi

Peristiwa ini, kali pertama dikisahkan saat Nabi hijrah ke Madinah dan sebelum pindah ke rumah pamannya yang berasal dari Bani Najjar. Rasulullah membeli tanah dari anak yatim, yang kemudian mewakafkan tanah tersebut untuk pembangunan masjid, yang saat ini dikenal dengan nama masjid Nabawi.

Wakaf yang dilakukan Rasulullah ini, diikuti oleh para sahabat, hingga berlomba-lomba untuk menunaikanya. Allah pun berfirman dalam Surat Al-Imran ayat 92:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai”. Ayat inilah, yang membuat Abu Thalhah semangat untuk berwakaf, sekalipun harus mewakafkan kebun terbaik yang menjadi kesayangnya

Berkenaan dengan kisah tersebut, semakin banyak pula para sahabat yang bersedia dan merelakan harta miliknya untuk diwakafkan demi kemaslahan umat, seperti Abu Bakar yang mewakafkan sebidang tanahnya di makkah untuk anak keturunanya yang datang ke Makkah. Umar dengan kebunnya, Khaibar untuk disedekahkan. Kemudian Utsman bin Affan, membeli sumur yang dimiliki orang Yahudi, dari harta pribadinya.

Dengan beberapa kisah tersebut, menandakan bahwa wakaf telah ada dan diperkenalkan pada zaman Rasulullah. Bahkan, keutamaanya yang diperoleh dari berwakaf sudah terpaparkan secara jelas dalam Al-Qur’an. Sehingga, bagi Rasulullah dan sahabat menjadi ibadah yang tak ingin dilewatkan begitu saja

Wakaf, Pahala yang Mengalir Abadi

Berwakaf menjadi salah satu ibadah yang istimewa jika dilakukan, selain menunaikan zakat, sedekah dan infaq. Islam juga memberikan kesempatan untuk menjaga keberkahan dan kekekalan harta untuk mengapai kebaikan dan ridho-Nya melalui berwakaf.

Dengan berwakaf, kita tak perlu khawatir dapat menghabiskan harta yang kita miliki. Justru, kita akan memperoleh nilai manfaatnya yang tak hanya dapat dinikmati selama kita di dunia, namun bisa kita tuai hingga akhirat nanti. Meskipun pewakifnya telah tiada, bulir kebaikan dan manfaatnya akan terus mengalir

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah 261, yang berbunyi “perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir tumbuh seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang dikendaki, dan Allah Maha Kuasa (karuania-Nya) lagi Maha Mengetahui”

Jika ditelaah, manfaat berwakaf terus dapat dirasakan oleh orang banyak, bahkan lintas generasi. Karena wakaf bisa dimanfaat dalam jangka waktu yang panjang dan tidak terputus hingga generasi mendatang, tanpa harus merugikan generasi sebelumnya, sekalipun wakif sudah meninggal dunia

Bahagiakan Hidup, dengan Berwakaf

Dalam harta yang kita miliki saat ini, terdapat hak orang lain. Melalui gerakan wakaf inilah, harta yang kita miliki bisa dijadikan nilai kebermanfaatan bagi banyak orang.

Bukankah manusia yang paling beruntung adalah manusia yang memiliki banyak manfaatnya untuk orang lain?

Rasulullah pun bersabda, yang dijelaskan dalam riwayat HR Tharbani, “Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.”

Dalam hal ini, bukan mengesampingkan keutamaan dalam beritikaf, melainkan Allah menggambarkan bahwa ketika kita menebar kebahagiaan, membantu dalam kesulitan sangat besar manfaat yang bisa kita peroleh.

Wakaf Produktif

A. Kenapa Wakaf Produktif?

Wakaf masih dipandang sebagai sebuah ibadah yang identik dengan 3M (makam, masjid, madrasah). Kurangnya literasi masyarakat menyebabkan wakaf masih dipandang sebelah mata. Padahal, potensinya di Indonesia sangat besar dan bisa menjadi alat untuk pemerataan ekonomi.

Pandangan masyarakat terhadap wakaf pun cenderung menyalurkan wakaf melalui aset tidak bergerak (wakaf sosial). Padahal, wakaf produktif sangat memiliki peran bukan hanya kebermanfaatan pada masyarakat, melainkan juga mengembangkan surplus investasi wakaf.

Memasuki era revolusi industri 4.0, sudah semestinya wakaf produktif menjadi sebuah gerakan yang mampu membuat masyarakat lebih sadar terhadap pentingnya wakaf dalam percepatan pertumbuhan ekonomi.

Perlu kita akui, bahwa institusi yang dikenal sebagai pemain inti dalam sejarah dunia Islam adalah wakaf. Hal-hal dasar yang telah diberikan oleh wakaf adalah pendidikan, kesehatan, dan sandang pangan.

Namun banyak institusi yang bergerak di bidang ini tidak mengelolanya dengan baik dan tidak efektif. Maka dari itu, perlu ada perubahan yang dilakukan di dalam institusi yang bergerak di bidang ini, dengan tujuan menjadikan sebuah lembaga yang dibangun oleh orang-orang professional, dikelola dengan manajemen yang baik, dan digunakan untuk hal-hal yang produktif (Sadeq, 2002). Terutama bisnis yang mampu menciptakan peluang besar lapangan kerja bagi masyarakat sekitar dan mengurangi angka kemiskinan.

B. Bukti Nyata Wakaf Produktif 

Institusi yang sangat terkenal di dunia Islam yang telah menjalankan fungsi wakaf dengan baik adalah Universitas Al Azhar Kairo Mesir. Lembaga ini telah memberikan pelayanan pendidikan gratis kepada dunia Islam. Dari beberapa sejarah menyatakan bahwasanya Lembaga Al Azhar telah menyelamatkan ekonomi Mesir dan membantu pemerintah ketika mengalami permasalahan ekonomi.

Menurut Rashid (2002), wakaf juga memiliki sejarah dalam membangun peradaban Muslim. Sebagaimana pernah dinyatakan oleh Imam Syafii, wakaf mulai dikembangkan secara bertahap oleh para nabi-nabi terdahulu dan dilanjutkan oleh para sahabat rasul. Ternyata lembaga ini sudah muncul pada zaman sahabat di tahun ke 7 Hijriyah dan sampai saat ini mereka masih eksis dan bertahan lebih dari 1000 tahun lamanya (Rashid, 2002). Lembaga Al Azhar telah menghasilkan jutaan ulama di berbagai dunia yang telah membuat banyak perubahan di negara mereka berada.

Di Pakistan, pemerintah mengatur wakaf pada tahun 1959 untuk menghindari mismanagement dan moral hazard. Di Islamabad dikelola oleh departemen wakaf yang memiliki dua hal penting. Pertama, sayap masjid dan kedua sayap sakral. Hal ini berarti tanah-tanah wakaf tidak diperuntukkan untuk tujuan bisnis dan menghasilkan keuntungan. Maka dari itu, pengelolaan wakaf ini tergantung dana yang masuk ke lembaga dari para donaturnya. Sedangkan gaji orang-orang yang bekerja di sini diambil dari infaq para donatur. Begitu juga dana untuk perayaan festival, pelaksanaan kompetisi Al-Quran, memberikan makan anak-anak yang tidak mampu, dan termasuk biaya perawatan masjid serta tempat-tempat sakral lainnya (Sukmana et al, 2009).

Di Inggris (UK), Islamic Relief telah berhasil mengelola dana wakaf yang dikumpulkan melalui program wakaf tunai. Lembaga ini menggunakan cara dengan menjual saham wakaf yang sahamnya bernilai 890 setiap lembarnya. Pemegang saham memiliki hak yang tidak tertulis untuk menentukan ke mana dana ini akan disalurkan. Meskipun Islamic Relief sendiri menyukai dana yang dimasukkan dalam wakaf secara general, agar dana tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan.

C. Fakta di Indonesia

Di Indonesia, pada umumnya, konsep wakaf dibangun dengan paradigma bahwasanya wakaf dapat digunakan untuk masjid dan aktifitas ibadah lainnya. Namun pada kenyataannya tidak berdampak banyak terhadap kemajuan sosial dan ekonomi daerah tersebut. Dari data yang kita miliki, ada 330 hektar tanah wakaf yang ada di Indonesia, 68% diantaranya digunakan untuk pembangunan masjid, 9% untuk pendidikan, 8% untuk kuburan, dan 15% lainnya digunakan untuk hal yang lain (Wakafpro99, 2011).

Dari data ini, sangat disayangkan sekali kebanyakan tanah wakaf tidak digunakan untuk tujuan produktif, bahkan banyak sekali dari tanah ini yang masih menganggur tanpa jelas harus dipergunakan untuk apa. Perlu adanya sebuah lembaga yang mulai mempelopori konsep wakaf dengan tujuan pengembangan bisnis produktif, sebagaimana sebagian keuntungannya bisa digunakan untuk keperluan konsumtif masyarakat kurang mampu.

D. Solusi? Rubah Mindset

Dompet Dhuafa mencoba mengubah mindset masyarakat tentang wakaf dengan program “Wake Up Wakaf”. Dengan program ini Dompet Dhuafa mengedukasi masyarakat bahwa wakaf bisa dilakukan dengan nilai yang tidak besar, hanya dengan Rp 10.000 saja ketika satu juta orang di Indonesia memiliki komitmen berwakaf , maka 10 milliar akan diperoleh setiap bulannya.

Dompet Dhuafa memiliki portofolio baik dibidang wakaf produktif. Rumah Sakit, Kebun, Sekolah, Ruko, Kantor, Kampus dan masih banyak lagi. Produktif bukan hanya dari segi finansial, tapi juga value kebermanfaatannya yang tak pernah putus.

Hartamu, Tidak dibawa Mati

Pada akhirnya, pahamilah berapapun harta yang kita miliki selama di dunia hanyalah sementara. Harta bisa membuat kita bahagia. Namun, bukankah kebahagiaan itu menjadi semu, tak bermakna, ketika kita hanya genggam begitu saja, tanpa bermanfaat untuk kemaslatahan bersama untuk membantu sesama.

Hal ini pula ditegaskan dalam hadist riwayat Muslim: “Bukankah harta itu hanyalah tiga: yang ia makan dan akan sirna,  yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri yang sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu, akan sirna dan diberi pada orang-orang yang ia tinggalkan”

Memberikan makna pada harta yang kita miliki, agar dapat meraih kebahagiaan sementara, namun peroleh kebahagiaan kelak. Hanyalah Allah yang memberikan rahmah, taufik dan hidayahNya

Dalam hal ini, jika disimpulkan bahwa wakaf adalah harta yang kita berikan, untuk kemaslahatan umat, dalam jangka waktu yang panjang bahkan manfaatnya bisa kita tuai untuk bekal kehidupan di akhirat. Mari raih keutamaan berwakaf sekarang juga. Klik dibawah untuk luaskan manfaat hidupmu.

ZAKATorid

Zakat-Wakaf Menjanjikan

Zakat dan wakaf merupakan potensi yang menjanjikan untuk menumbuhkan sektor keuangan sosial Islam. Menurut Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, keuangan sosial Islam memungkinkan pemerintah untuk mencapai segmen masyarakat yang lebih luas.

Khususnya, masyarakat berpenghasilan rendah lantaran adanya keterbatasan menyediakan dana murah. “Untuk selanjutnya, hal ini menjadi tantangan nyata bagi kami untuk lebih merumuskan dan mendefinisikan konsep ekonomi Islam, agar mencapai kompatibilitas dan implementasinya di kedua konsep. Sehingga, ke depan, dapat diintegrasikan ke kebijakan ekonomi mainstream,” kata Agus Martowardojo pada perhelatan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (27/10).

Berdasarkan hasil penelitian Islamic Research and Training Institute of Islamic Development Bank (IRTI-IDB), pemanfaatan zakat dan wakaf dapat menjadi titik terang bagi perkembangan sektor itu secara global. Diperkirakan, potensi pengumpulan zakat di Asia Selatan dan negara-negara Asia Tenggara pada 2011, yakni sekitar 30 miliar dolar AS.

Di sisi lain, pemanfaatan wakaf lebih menantang karena tidak ada data di sebagian besar negara. Agus menambahkan, melihat besarnya potensi zakat dan wakaf. Sejak 2014, BI bersama IRTI-IDB dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) telah menyusun prinsip-prinsip utama pengaturan zakat atau zakat core principles.

Agar pengelolaan zakat dan wakaf bisa berjalan efektif, perlu dilakukan secara serius dalam konteks keuangan syariah. Zakat dan wakaf bersifat bebas riba, maysir, dan gharar sehingga lebih memiliki daya tahan terhadap krisis keuangan, dibandingkan keuangan konvensional.

Oleh karena itu, pengembangan pengelolaan zakat dan wakaf harus dilakukan bersamaan dengan pengembangan keuangan syariah. Bagian dari usaha tersebut adalah dengan melakukan berbagai penelitian dan kajian terkait keuangan syariah.

Deputi Gubernur BI Hendar mengatakan, upaya penguatan pembiayaan sosial melalui zakat dan wakaf belum banyak dilakukan. Hendar menjelaskan, berdasarkan data dari Baznas, potensi pembiayaan dari pemanfaatan zakat sangat besar, yakni mencapai Rp 200 triliun, akan tetapi realisasinya masih relatif kecil.

Sementara potensi wakaf, menurut Badan Wakaf Indonesia, tercatat diperkirakan Rp 120 triliun. “Oleh karena itu, apabila potensi tersebut bisa digali, dapat menjadi sumber pembiayaan ekonomi yang aman dan inklusif untuk mencapai stabilitas ekonomi,” kata Hendar.

Kemarin, Gubernur BI Agus Martowardojo dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution resmi membuka ISEF 2016. ISEF merupakan salah satu kegiatan ekonomi dan keuangan syariah, yang menyatukan pengembangan keuangan syariah dan kegiatan ekonomi di sektor riil.

Agus mengatakan, tantangan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah kesenjangan dan kemiskinan. Ekonomi syariah dapat menjadi jawaban karena menitikberatkan pada distribusi pendapatan di semua segmen masyarakat, selain juga optimalisasi produksi.

Ekonomi syariah diarahkan pada pencapaian pertumbuhan yang tinggi dan merata, berbasis sinergi elemen masyarakat. Dengan demikian, kesenjangan akan terkikis dan kemiskinan berkurang.

“Selain itu, ekonomi dan keuangan syariah juga dianggap lebih mampu bertahan terhadap goncangan krisis pada sistem keuangan,” ujar Agus.

Darmin mengatakan, pertumbuhan pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia cenderung lebih lambat, ketimbang pertumbuhan perbankan konvensional. Menurut dia, ada dua hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pangsa pasar industri keuangan syariah, yakni dengan melakukan identifikasi dan peningkatan sumber daya manusia.

“Kita bisa mengidentifikasi beberapa kegiatan yang berkembang cepat dan punya identitas syariah, misalnya saja fashion. Saya menyarankan bahwa dengan mengidentifikasi itu, kita bisa mengenali ke arah mana potensi perkembangannya,” ujar Darmin.      rep: Rizky Jaramaya, ed: Muhammad Iqbal
sumber: Republika ONline

Berkat Wakaf Saudagar Kaya, Jemaah Haji Aceh Dapat 1.200 Riyal

Berkat wakaf seorang saudagar Aceh, Habib Buja Al-Asyi, setiap jemaah haji yang berasal dari Aceh bisa mendapatkan uang tambahan untuk living cost sebesar 1.200 riyal Arab Saudi tahun ini. Atau senilai Rp 4.611.318 untuk kurs 1 riyal Arab Saudi. Uang itu dibagikan oleh Baitul Al-Asyi, lembaga pengelola wakaf Habib Buja Al-Asyi.

Pengelola wakaf, Abdul Latif Baltu menyerahkan uang wakaf tersebut kepada jemaah hajidari Embarkasi Banda Aceh di Kota Mekah, Arab Saudi pada Sabtu malam 20 September 2015. Disaksikan oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah.

Gubernur Zaini berharap, para jemaah tak silau dengan uang tersebut. “Manfaatkan uang itu sebaik-baiknya, setelah ini pikirkan hanya ibadah, jangan pikirkan uang ini untuk belanja,” ujar Zaini di Mekah, Minggu (20/9/2015).

Dia mengatakan, uang tersebut merupakan hasil pengelolaan dari wakaf Habib Buja Al-Asyi. Habib Buja mewakafkan tanahnya untuk dikelola oleh pemerintah Arab Saudi sekitar 100 tahun lalu.

Habib Buja ingin agar hasil pengelolaan wakaf tersebut bisa dimanfaatkan oleh warga Aceh yang berangkat ke Tanah Suci.

Maka wakaf itu pun digunakan untuk membangun penginapan di sekitar Masjidil Haram, Mekah, Arab Saudi. Namun karena masjid itu diperluas kini pengelola membangun hotel baru yang diperkirakan selesai pada 2017.

“Bila sudah selesai warga Aceh yang berhaji bisa menginap di sana. Karena bangunan itu belum jadi, ini kompensasinya,” ujar Gubernur Zaini menceritakan tentang pemberian uang 1.200 riyal Arab Saudi itu.

Sementara itu pengelola wakaf, Abdul Latif Baltu berharap jemaah haji Aceh bisa mendoakan Habib Buja Al-Asyi agar mendapat tempat di surga.

Salah satu penerima uang wakaf, Nilawati Muhammad Dali mengaku akan menggunakan uang itu untuk berkurban dan menyumbangkannya ke anak yatim. “Waktu di Tanah Air, kami sudah diinformasikan akan dapat hasil wakaf ini, tapi belum tahu jumlahnya,” kata Nila. (Ant/Ndy/Ans)

sumber: Liputan6

Inilah Awal Mula Sejarah Wakaf

Wakaf merupakan salah satu ibadah sunah yang dilakukan seorang Muslim untuk mendekatkan dirinya kepada Sang Khalik. Menurut John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, ide wakaf sama tuanya dengan usia manusia.

Para ahli hukum Islam, menurut Esposito,  menyebutkan bahwa wakaf yang pertama  adalah bangunan suci Ka’bah di Makkah – yang dalam surah Ali Imran [3] ayat 96 —  disebut sebagai rumah ibadah pertama yang dibangun oleh umat manusia.

Sejarah mencatat, wakaf keagamaan pertama terjadi pada masa Rasulullah SAW. Ketika hijrah bersama kaum Muhajirin ke Madinah, umat Islam membangun Masjid Quba. Inilah wakaf keagamaan pertama yang terjadi dalam sejarah peradaban Islam. Enam bulan setelah membangun Masjid Quba, di pusat kota Madinah juga dibangun Masjid Nabawi, yang juga dalam bentuk wakaf keagamaan.

Wakaf derma (filantropis) juga dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Seseorang bernama Mukhairiq mendermakan (mewakafkan) tujuh bidang kebun buah-buahan miliknya yang ada di Madinah, setelah dia meninggal, kepada Nabi SAW pada 626 M.

Nabi SAW mengambil alih kepemilikan tujuh bidang kebun tersebut dan menetapkannya sebagai wakaf derma untuk diambil manfaatnya bagi fakir miskin.  Praktik itu diikuti oleh para sahabat Nabi SAW dan Khalifah Umar bin Khattab.

Tak lama setelah Nabi SAW wafat, Khalifah Umar bin Khattab (635-645 M) memutuskan untuk membuat dokumen tertulis mengenai wakafnya di Khaibar, dia mengundang beberapa sahabat untuk menyaksikan penulisan dokumen tersebut. Wakaf itu kemudian dikenal sebagai wakaf keluarga.

Pada adab kedua Hijriah, umat Islam mulai mengenal wakaf tunai atau wakaf uang. Imam Az-Zuhri (wafat 124 H) merupakan salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al-hadits  yang memfatwakan bolehnya wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam.

Pada zaman kepemimpinan Salahudin Al-Ayyubi, di Mesir sudah berkembang wakaf uang. Hasilnya, digunakan untuk membiayai pembangunan negara serta membangun masjid, sekolah, rumah sakit,  serta tempat-tempat penginapan. Di era kejayaan Islam, wakaf menjadi salah satu pilar kekuatan ekonomi dinasti-dinasti Islam.  Bermodal pengelolaan harta wakaf yang profesional, dinasti-dinasti Islam mampu menyejahterakan rakyatnya.

Pada zaman keemasan Islam, wakaf tak hanya dikelola dan didistribusikan untuk orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan  dan membayar gaji para stafnya, mengaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa.

Rumah sakit pun dibangun di berbagai kota dengan dana wakaf. Semua biaya operasional rumah sakit ditanggung dari dana wakaf.  Gaji dokter, perawat, hingga obat-obatan ditanggung dana wakaf. Sehingga, rakyat miskin sekalipun bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang prima secara cuma-cuma.

 

 

Oleh Nidia Zuraya

sumber: Republika Online

TWI: Pemerintah Belum Serius Soal Wakaf

Pemerintah Indonesia dinilai belum sepenuhnya mendukung secara serius adanya wakaf produktif. Sebab, kondisi lembaga wakaf  saat ini sangat dipersulit menjalankan tugasnnya karena berhadapan dengan lembaga yang rentan dengan korupsi.

“Dalam mengurus surat dari RT, RW, Lurah, KUA dilakukan wakaf lalu balik nama ada biayannya, biayannya berbeda tergantung luas tanah yang diberikan wakif (pewakaf),”kata Parmuji Abbas GM Pengembangan Aset Wakaf Produktif Tabungan Wakaf Indonesia belum lama ini.

Parmuji mengatakan, jika  wakaf di Indonesia ingin maju dan berkembang di pemerintah harus mendukung 100 persen setiap langkah lembaga wakaf. Artinya, kata dia, lembaga wakaf dipermudah dan tidak dipersulit ketika mengurus sertifikat wakat tersebut.

“Terus terang saja, kita masih banyak wakaf tanah yang belum diselesaikan serifikat wakafnya itu karena kesulitan,”ujarnya.

Parmuji mencontohkan, TWI kesulitan ketika hendak menerima tanah wakaf yang diterima dari pihak swasta di Desa Kelapa Nunggal, Kabupaten Bogor yang memakan waktu hampir satu tahun. Ia menilai, terdapat unsur korupsi dalam proses penyelesaian sertifikat wakat tersebut.

“Ada permainan antara kepada desa dan KUA, kita diminta sejumlah uang dengan asumsi bahwa di desa tersebut ada kebijakan itu ada biayanya untuk mendapatkan surat keterangan tanah tidak seketa atau tanah wakaf, itu ada biayannya, mereka minta lima persen dari harga tanah, kemudian turun terus hingga satu persen dengan nominal Rp 147 Juta,”ungkapnya.

Melihat kodisi demikian, kata Parmuji, TWI berupaya melaporkan upaya-upaya korupsi tersebut ke KPK. Pihak KPK mengatakan kasus tersebut diluar penanganannya. Hal itu karena tidak merugikan negara dan tidak dilakukan oleh oknum ekselon I ke atas.

Tak sampai disitu, TWI pun melaporkan kasus-kasus tersebut ke Ombudsmen. TWI kecewa mendengar jawaban Ombudsmen bahwa pihaknya sudah memberi teguran tetapi masih banyak oknum yang tetap melakukan.

“Artinya, tidak ada tindakan serius dari pemerintah untuk memberantas hal seperti itu,”ungkapnya.

 

sumber: Republika Online

Isi Penjelasan Kemenag Soal Anggaran Wakaf

Direktur Pemberdayaan Wakaf Kementerian Agama, Hamka membantah jika anggaran yang diberikan kementerian agama berbeda di setiap lokasinya. Ia mengatakan setiap lokasi mendapatkan anggaran dua juta rupiah tanpa memandang lebar tanah dan provinsi. Kecuali provinsi papua dan papua barat sebesar 10 juta per lokasi.

“Dalam satu tahun anggaran yang dimiliki kementerian agama untuk melakukan sertifikasi tanah wakaf sebanyak lima miliar rupiah. Sehingga dalam satu tahun hanya bisa  mensertifikat 2.500 lokasi dengan anggaran satu lokasinya dua juta rupiah,” kata dia, Selasa (9/6).

Untuk tahun ini terdapat enam provinsi yang tidak memperoleh bantuan anggaran untuk sertifikasi tanah wakaf yakni Kalteng, sulawesi Tenggara, NTT, Maluku Utara, Bangka Belitung dan Papua barat. Ini dikarenakan pemberian dana tergantung permohonan dan pengajuan masing-masing kantor kementerian agama tingkat provinsi.

Provinsi yang tidak memperoleh bantuan artinya tidak mengajukan permohonan.  Untuk tahun ini, semua dana sudah disitribusikan ke setiap provinsi yang mengajukan.

 

sumber: Republika Online