Pentingnya Sholat dalam Wasiat Luqman kepada Putranya

Dari sekian banyak wasiat Luqman kepada putranya, salah satunya beliau selalu mewasiatkan tentang masalah Sholat. Karena Sholat adalah hubungan terpenting antara seorang hamba dengan Tuhannya.

Karena Sholat itu menerangi hati, membersihkan jiwa dan melunturkan dosa-dosa. Sholat juga memancarkan cahaya Iman dari dalam diri manusia dan mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar.

Allah Swt Berfirman :

يَٰبُنَيَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَٱنۡهَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ

“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” (QS.Luqman:17)

Dan dalam wasiat lainnya, Luqman berpesan kepada putranya :

(1). “Wahai anakku, jika datang waktu Sholat jangan pernah engkau menundanya untuk suatu hal apapun. Laksanakan segera dan setelah itu tugasmu telah selesai, karena Sholat adalah hutang.”

(2). “Wahai anakku, jagalah sholatmu yang telah di wajibkan untukmu! Karena Sholat bagaikan kapal di tengah lautan. Apabila kapal itu selamat maka selamat lah semua yang di dalamnya. Dan apabila kapal itu hancur maka hancurlah semua yang di dalamnya.”

Begitulah Allah Swt membimbing kekasih-Nya Nabi Muhammad Saw dalam firman-Nya :

وَأۡمُرۡ أَهۡلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصۡطَبِرۡ عَلَيۡهَاۖ لَا نَسۡـَٔلُكَ رِزۡقٗاۖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكَۗ وَٱلۡعَٰقِبَةُ لِلتَّقۡوَىٰ

“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS.Tha-Ha:132)

Dan Allah Swt Berfirman tentang Nabi Ismail as :

وَٱذۡكُرۡ فِي ٱلۡكِتَٰبِ إِسۡمَٰعِيلَۚ إِنَّهُۥ كَانَ صَادِقَ ٱلۡوَعۡدِ وَكَانَ رَسُولٗا نَّبِيّٗا – وَكَانَ يَأۡمُرُ أَهۡلَهُۥ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱلزَّكَوٰةِ وَكَانَ عِندَ رَبِّهِۦ مَرۡضِيّٗا

“Dan ceritakanlah (Muhammad), kisah Ismail di dalam Kitab (Al-Qur’an). Dia benar-benar seorang yang benar janjinya, seorang rasul dan nabi. Dan dia menyuruh keluarganya untuk (melaksanakan) shalat dan (menunaikan) zakat, dan dia seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (QS.Maryam:54)

Pendidikan dalam keluarga bukan hanya kita memberi makan, tempat dan pakaian yang layak untuk anak kita. Walaupun semua itu sangat penting, namun yang paling utama adalah kita mendidik anak kita untuk beribadah dan menyembah Allah Swt. Dan ibadah terpenting dari semua ibadah adalah Sholat.

Al-Qur’an mengabadikan perkataan Nabi Isa as dalam Firman-Nya :

وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيۡنَ مَا كُنتُ وَأَوۡصَٰنِي بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱلزَّكَوٰةِ مَا دُمۡتُ حَيّٗا

“Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.” (QS.Maryam:31)

Lalu sudahkah kita memperhatikan Sholat dan menghormati waktunya?

Jawabannya ada pada hati kita masing-masing!

Semoga Bermanfaat….

KHAZANAH ALQURAN

Wasiat Luqman (Bag.8) : Bersikap Tawadhu’

Baca pembahasan sebelumnya Wasiat Luqman (Bag.7) : Jangan Sombong !

QS. Luqman Ayat 19

Nasehat Luqman selanjutnya adalah pelajaran untuk senantiasa tawadhu’ dan tidak sombong, baik ketika berjalan maupun berbicara. Allah Ta’ala berfirman :

وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ

“ Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan pelankanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Luqman : 19)

Berjalanlah dengan Tawadhu’

Allah Ta’ala berfirman :

وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ

“ Dan sederhanalah kamu dalam berjalan ”

Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan maksudnya adalah bersikap pertengahan dalam segala hal, termasuk saat berjalan. Sikap pertengahan dalam berjalan adalah tidak terlampau cepat namun juga tidak lambat. Sikap pertengahan ini hendaknya diterapkan dalam segala hal. Oleh karena itu di antara doa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ucapkanlah adalah :

وَأَسْأَلُكَ الْقَصْدَ فِي الْغِنَى وَالْفَقْرِ

“ Aku minta kepada-Mu agar aku bisa melaksanakan sikap pertengahan (kesederhanaan) dalam keadaan kaya atau fakir. ” ( H.R Ahmad, shahih)

Makna (الْقَصْدَ) adalah sikap pertengahan dalam seluruh perkara. Allah Ta’ala juga berfirman : 

وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَاماً

“ Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (Al Furqan : 67) (Tafsiir Al Qur’an Al Kariim Surat Luqman)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan maksudnya berjalanlah dengan sikap pertengahan. Jangan terlalu lambat seperti orang malas dan jangan pula terlalu cepat seperti orang yang tergesa-gesa. Namun bersikaplah adil dan pertengahan dalam berjalan, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.” (Tafsiir Al Qur’an Al ‘Adzim)

Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah menjelaskan ayat ini bahwa maksudnya berjalanlah dengan tawadhu’ dan sikap tenang. Jangan bersikap sombong dan takabbur serta jangan pula berjalan seperti orang yang malas. ” (Taisir Al Karimir Rahman)

Seorang mukmin hendaknya memiliki sifat tawadhu’, termasuk ketika berjalan. Sikap tawadhu’ akan menjadikan seorang mulia. Hal ini dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau :

وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

“ Dan tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah diri) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya” (HR. Muslim). 

Baca Juga:

Adab Tatkala Berbicara

Luqman kemudian mengajarkan pada anaknya bagaimana adab ketika berbicara. Allah Ta’ala berfirman 

وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ

“ Dan rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa makna ayat ini adalah larangan melampaui batas dalam berbicara dan berbicara keras dalam hal yang tidak bermanfaat. Oleh karena itu disebutkan dalam ayat bahwa sejelek-jelek suara adalah suara keledai. 

Imam Mujahid rahimahullah berkata, “Sejelek-jelek suara adalah suara keledai.” Barangsiapa yang berbicara dengan suara keras, maka ia mirip dengan keledai dalam hal mengeraskan suara. Suara yang seperti ini dibenci oleh Allah Ta’ala. Disebutkan adanya keserupaan menunjukkan akan keharaman bersuara keras dan tercelanya perbuatan semacam itu sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ ، الَّذِى يَعُودُ فِى هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَرْجِعُ فِى قَيْئِهِ

Tidak ada bagi kami permisalan yang jelek. Orang yang menarik kembali pemberiannya adalah seperti anjing yang menjilat kembali muntahannya” (H.R Bukhari) (Tafsiir Al Qur’an Al ‘Adzim)

Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa merendahkan suara adalah bentuk beradab dalam berbicara kepada manusia dan adab ketika berbicara kepada Allah. Suara keledai adalah suara yang jelek dan menakutkan. Seandainya mengeraskan suara dianggap ada faidah dan manfaatnya, tentu tidak disebutkan secara khusus dengan suara keledai yang sudah diketahui hina dan pandirnya hewan tersebut.” (Taisiir Al Kariimi Ar Rahman ).

Faidah Ayat

  • Manusia hendaknya berajalan dengan sikap yang pertengahahn. Tidak terlalu tergesa-gesa dan tidak terlalu lambat karena keduanya tercela. Namun tetap diperbolehkan dalam kondisi tertentu yang memang dibutuhkan untuk berjalan cepat. 
  • Tidak sepantasnya setiap insan berjalan cepat dan jangan pula berjalan lambat sehingga tidak mendapatkan yang diinginkan. Adapun bersegera berjalan untuk mendapatkan kebaikan maka Allah telah memerintahkannya asalkan tidak melampaui batas, seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : 

إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ ، وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلاَ تُسْرِعُوا 

Jika kalian mendengar iqomah, maka segeralah berjalanlah menuju shalat. Hendaknya anda dalam kondisi tenang dan pelan. Jangan tergesa-gesa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Hendaknya setiap manusia merendahkan suaranya, karena Allah berfirman : 

وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ

“ Dan rendahkanlah suaramu.”

Namun dalam kondisi tertentu diperbolehkan meninggikan suara semisal ketika adzan, khutbah, dan kondisi lain yang meemang diperlukan. 

  • Meninggikan suara yang tidak pada tempatnya termasuk perbuatan haram, karena Allah berfirman :

إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ

“ Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

Disebutkannya penyerupaan dalam ayat ini agar dihindari perbuatan yang semisal tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ليس لنا مثل السوء

“ Tidak ada bagi kami permisalan yang jelek “ (H.R Bukhari)

  • Ayat di atas menunjukkan bahwa suara keledai adalah suara yang tercela

Penulis : Adika Mianoki

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55846-wasiat-luqman-bag-8-bersikap-tawadhu.html

Wasiat Luqman (Bag.7) : Jangan Sombong!

Baca pembahasan sebelumnya  Wasiat Luqman (Bag. 6) : Tiga Nasihat Penting

QS. Luqman Ayat 18

Pelajaran sealnjutnya dalam kisah Luqman yang Allah abadikan dalam Al Qur’an adalah mengenai bagaimana berinteraksi kepada sesama manusia, yaitu jangan bersikap sombong. Allah Ta’ala brrfirman :

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“ Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.“ (Luqman : 18)

Hakikat Kesombongan 

Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hakikat kesombongan dalam sabdanya : 

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“ Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim)

Imam An Nawawi rahimahullah berkata, “Hadist ini berisi larangan dari sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka, serta menolak kebenaran” (Syarh Shahih Muslim, Imam Nawawi)

Kesombongan ada dua macam, yaitu sombong terhadap al haq dan sombong terhadap makhluk. Hal ini diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadist di atas dalam sabda beliau, “sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain”. Menolak kebenaran adalah dengan menolak dan berpaling darinya serta tidak mau menerimanya. Sedangkan meremehkan manusia yakni merendahkan dan meremehkan orang lain, memandang orang lain tidak ada apa-apanya dan melihat dirinya lebih dibandingkan orang lain. (Syarh Riyadus Shaalihin, Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin)

Memalingkan Muka Termasuk Kesombongan 

Termasuk bentuk kesombongan adalah memalingkan muka di hadapan manusia. Allah Ta’ala berfirman :

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“ Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong).”

Maksud dari ayat ini adalah larangan memalingkan wajah dengan menoleh ke kanan atau ke kiri ketika melewati atau berbicara dengan orang lain karena ada rasa meremehkan dan merendahkan orang tersebut. Ini termasuk bentuk kesombongan yang terlarang. 

Yang benar tatkala berbicara dengan orang lain maka arahkanlah wajah kepada lawan bicara. Sebagaimana hal ini diterangkan dalam hadits berikut :

ولو أن تلقى أخاك ووجهك إليه مُنْبَسِط، وإياك وإسبال الإزار فإنها من المِخيلَة، والمخيلة لا يحبها الله

“ Jika engkau bertemu saudaramu, berwajahlah ceria di hadapannya. Waspadalah dengan menjulurkan celana di bawah mata kaki karena perbuatan tersebut termasuk kesombongan. Segala bentuk kesombongan tidak dicintai oleh Allah. ” (HR. Ahmad, shahih)

Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa maksudnya janganlah memalingkan wajah atau bermuka cemberut ketika berbicara dengan orang lain karena merasa sombong dan angkuh.

Tidak termasuk larangan dalam ayat ini apabila seseorang berpaling dari hadapan manusia karena menghindari dari melihat perkara yang terlarang, semisal jika bertemu dengan wanita yang bukan mahram. 

Larangan Berjalan dengan Sombong 

Dalam lanjutan ayat Allah Ta’ala berfirman :

وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا

dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.” 

Maksud ayat ini adalah janganlah bersikap sombong dan angkuh. Janganlah melakukan hal tersebut karena perbuatan tersebut dibenci oleh Allah. Oleh karenanya dalam lanjutan ayat Allah Ta’ala berfirman :

إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“ Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud jangan bersikap sombong yaitu begitu berbangga dengan nikmat dan akhirnya lupa pada pemberi nikmat. Dan jangan pula merasa ujub terhadap diri sendiri.

Faidah Ayat 

  1. Terdapat celaan terhadap dua hal yang merupakan kesombongan : berpaling dari manusia karena sombong dan berjalan di muka bumi dengan angkuh. 
  2. Hendaknya ketika seseorang berbicara dengan orang lain maka melihat dan menghadap ke wajah lawan bicaranya. 
  3. Dalam ayat di atas terdapat penetapan bahwa Allah mencintai hamba-Nya, Allah berfirman :

إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“ Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Adanya peniadaaan kecintaan Allah terhadap orang yang sombong menunjukkan adanya penetapan cinta Allah kepada orang yang tidak sombong. 

  1. Larangan dari bersikap sombong dan membanggakan diri baik dengan perbuatan maupun dengan perkataan. Kata (مُخْتَالٍ) artinya sombong dengan perbuatan. Sedangkan  (فَخُورٍ) artinya sombong dengan perkataan. 

Semoga kita bisa mengambil faidah dari ayat di atas dan kita berharap agar selalu terhindar dari berbagai macam bentuk kesombongan dalam diri kita.

Baca Juga:

Penulis : Adika Mianoki

Referensi :

  1. Tafsiir Al Qur’an Al ‘Adzim Surat Luqman karya Imam Ibnu Katsir rahimaullah  
  2. Taisiir Al Kariimi Ar Rahman Surat Luqman karya Sayaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah
  3. . Tafsiir Al Qur’an Al Kariim Surat Luqman, Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah
  4. . At Tashiil li Ta’wiil at Tanziil Surat Luqman karya Syaikh Musthofa al ‘Adawiy hafidzahullah

Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik disini. Jazakallahu khaira

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55541-wasiat-luqman-bag-7-jangan-sombong.html

Wasiat Luqman (Bag. 6) : Tiga Nasihat Penting

Baca pembahasan sebelumnya Wasiat Luqman (Bag.5) : Setiap Amal Ada Balasannya di Akhirat

QS. Luqman Ayat 17

Dalam ayat ini Allah Ta’ala menyebutkan tiga nasihat penting yang disampaikan oleh Luqman kepada anaknya  :

يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“ Hai anakku,  dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).“ (Luqman : 17)

Tiga nasihat penting dalam ayat ini yaitu tentang mendirikan shalat, amar ma’ruf nahi mungkar, dan bersabar terhadap ujian yang menimpa seorang hamba.

Nasihat 1: Mendirikan Shalat 

Perintah pertama dalam ayat ini adalah mendirikan shalat :

(أَقِمِ الصَّلَاةَ)

Dirikanlah  shalat!”. 

Maksudnya adalah seorang hamba harus mengerjakan ibadah shalat dengan benar-benar memperhatikan secara sempurna berbagai rukun, syarat, wajib, dan hal-hal penyempurna shalat. Hal ini mencakup baik dalam melaksanakan shalat wajib maupun shalat sunnah.  

Shalat merupakan tiang agama dan memiliki kedudukan yang agung dalam Islam. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، وَ إِقَامِ الصَّلَاةِ ، وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَ حَجِّ الْبَيْتِ ، وَ صَوْمِ رَمَضَانَ

“ Islam dibangun di atas lima: persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, naik haji, dan puasa Ramadhan.” (HR Bukhari Muslim)

Shalat adalah amal yang akan dihisab pertama kali di akhirat sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ

” Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya.” (HR Tirmidzi, hasan)

Shalat adalah amal penghapus dosa-dosa :

 الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ ، يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا 

“ Shalat lima waktu, dengannya Allah akan menghapuskan dosa-dosa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Shalat adalah Syariat Para Nabi Terdahulu

Shalat juga merupakan syariat para nabi dan rasul dari dahulu, di antaranya :

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam berdoa kepada Allah :

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء

“ Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku  “ (Ibrahim : 40)

Allah juga memerintahkan kepada Musa ‘alaihis salam :

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

“ Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. “ (Thaha:14)

Nabi ‘Isa ‘alaihis salam berkata :

وَجَعَلَنِي مُبَارَكاً أَيْنَ مَا كُنتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيّاً

“ dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. “ (Maryam :31)

Keutamaan shalat tidak terhitung jumlahnya. Terdapat pula banyak ayat dan hadits yang memerintahkannya. Wasiat tentang shalat sangatlah banyak dan beragam. Begitu pula berbagai ancaman bagi yang meninggalkannya. Oleh karena itu penting bagi orangtua untuk memperhatikan anaknya tentang masalah shalat ini, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Luqman dan Allah abadikan dalam Al Qur’an agar bisa diambil pelajaran bagi umat manusia.

Nasihat 2: Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Perintah kedua dalam ayat ini adalah :

(وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ )

“ dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar ”

Yang dimaksud perkara ma’ruf adalah segala sesuatu yang diperintahkan oleh syariat, baik itu berkaitan hak Allah ataupun hak hamba. Sedangkan yang dimaksud perkara yang mungkar adalah segala sesuatu yang diingkari dan dilarang oleh syariat baik yang berkaitan dengan hak Allah maupun hak hamba.

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah tidak lain adalah untuk amar ma’ruf nahi mungkar. Rasul diutus untuk memerintahkan tauhid dan melarang dari syirik. Tidak diragukan lagi bahwa perkara ma’ruf yang paling agung adalah tauhid, dan kemungkaran yang paling jelek adalah kesyirikan kepada Allah. 

Allah Ta’ala berfirman : 

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” “ ( An Nahl : 36)

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku“ (Al Anbiya’:25)

Nasihat 3: Bersabar

Perintah selanjutnya adalah : 

(وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ) 

dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.”

Penyebutan perintah sabar setelah perintah amar ma’ruf nahi mungkar sangatlah tepat dan sesuai, karena umumnya orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar mendapatkan bahaya atau hal-hal yang tidak disukai. Boleh jadi mendapat celaan, ancaman, kekerasan fisik, dan perkara lain yang tidak disukai. Oleh karena itu diperlukan kesabaran dalam menghadapinya. 

Yang semisal dengan makna ayat ini adalah firman Allah dalam surat Al ‘Ashr : 

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“ Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” ( Al ‘Ashr: 1-3).

Menasehati untuk melaksanakan kebenaran seringkali diiringi dengan berbagai ujian dan cobaan sehingga perlu adanya nasehat tentang kesabaran dalam menghadapainya. 

Tiga nasihat di atas adalah tiga nasihat yang sangat penting. Oleh karena itu di akhir ayat Allah menekankan hal ini dengan menyebutkan :

إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“ Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).“

Semoga kita dimudahkan untuk bisa mengambil pelajaran dari nasehat Luqman dalam ayat di atas dan kemudian mengamalkannya. Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhmmad.

Penulis : Adika Mianoki

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/54945-wasiat-luqman-bag-6-tiga-nasihat-penting.html

Wasiat Luqman (Bag. 4) : Tidak Boleh Taat Orang Tua Dalam Perkara Maksiat

Baca pembahasan sebelumnya Wasiat Luqman (Bag. 3) : Birrul Walidain

Ketaatan pada Orang Tua Tidak Mutlak

Pembahasan ayat sebelumnya menjelaskan tentang wajibnya berbakti kepada orang tua dan berbuat baik kepada mereka. Namun ketaatan kepada mereka tidak secara mutlak dalam seluruh perkara. Selama itu dalam ketaatan pada Allah atau masih dalam kebaikan, maka perintah mereka harus ditaati. Adapun jika mereka memerintahkan untuk berbuat syirik, maksiat dan bid’ah, maka tidak ada ketaatan kepada keduanya. 

Allah Ta’ala berfirman :

وَإِن جَاهَدَاكَ عَلى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفاً وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“ Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mentaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.“ (Luqman : 15)

Jika Orangtua Menyuruh Berbuat Syirik 

Apabila orang tua menyuruh untuk berbuat syrik, maka Allah melarang untuk mentaatinya. Allah berfirman : 

وَإِن جَاهَدَاكَ عَلى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا

“ Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mentaati keduanya !“

Dalam firman Allah (فَلَا تُطِعْهُمَا) “janganlah kamu mentaati keduanya” terdapat dua faedah :

  1. . Tidak boleh mantaati kedaunya dalam melakukan perbuatan syirik karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam perbuatan maksiat kepada Allah Al Khaliq. Hak  Allah lebih wajib ditunaikan daripada hak kedua orang tua. 
  2. . Allah menggunakan ungkapan (فَلَا تُطِعْهُمَا) “jangan mentaati keduanya” dan tidak menggunakan ungkapan (فاعصهما) selisihlah keduanya” karena ungkapan yang pertama lebih lembut dan mudah diterima jiwa. Begitu pula tidak digunakan ungkapan (لا تبرهما) “janganlah berbuat baik kepada keduanya” atau (لا تقم بحقهما) “janganlah tunaikan hak keduanya” karena berbuat baik dan menunaikan hak keduanya adalah kewajiban meskipun mereka menyuruh untuk berbuat syirik. 

Jika kedua orang tua masih punya hak meskipun memerintahkan kesyirikan, maka bagaimana lagi jika mereka memerintahkan yang selain syirik ? Hal ini menunjukkan bahwa menunaikan hak kedua orangtua merupakan perkara yang agung dan bukanlah perkara yang remeh dalam Islam.  

Bagaimanapun keadaan orang tua, kita diwajibkan oleh Allah untuk berbakti kepada mereka, selama bukan merupakan perkara maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika orang tua memerintahkan kita untuk bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajiban untuk mentaati perintah mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ

“ Tidak ada ketaatan dalam perkara maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang ma’ruf” (HR dan Muslim)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

إِنَّهُ لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ

Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq.” (HR. Ahmad, shahih)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan dalam tafsirnya bahwasanya jangan disangka mentaati keduanya dalam perbuatan syirik adalah termasuk bentuk ihsan (berbuat baik) kepada keduanya. Hak Allah tentu lebih diutamakan dan didahulukan daripada hak siapapun. Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat pada Al Khaliq (Sang Pencipta). Allah Ta’ala tidaklah mengatakan, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka (فعقهماdurhakailah keduanya . Namun Allah Ta’ala katakan (فَلَا تُطِعْهُمَا)  “janganlah mentaati keduanya”, yaitu dalam berbuat syirik. Adapun dalam berbuat baik pada orang tua maka tetap harus dilakukan. ” (Taisir Al Karimir Rahman)

Tetap Berbuat Baik Meskipun Orangtua Musyrik

Andaikan orang tua musyrik, seeorang anak tetap diwajibkan berbuat baik kepadanya. Dalam lanjutan ayat Allah berfirman : 

وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفاً 

“ …  dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik“ (Luqman : 15)

Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan dalam tafsirnya, “ Adapun dalam berbuat baik pada orang tua maka tetap harus dilakukan, oleh karena itu selanjutnya Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “pergaulilah keduanya di dunia dengan baik”. Adapun mengikuti mereka dalam kekufuran dan maksiat maka tidak diperbolehkan.“ (Taisir Al Karimir Rahman).

Adapun bentuk berbuat baik kepada orang tua yang kafir di antaranya adalah dengan membantu memberikan harta jika mereka fakir dan miskin, berkata-kata lemah lembut kepada keduanya, mendakwahi mereka, serta mendoakan mereka agar mendapatkan hidayah Islam. 

Mengikuti Jalan Orang yang Taat

Selanjtnya Allah perintahkan :

وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“ .. dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.“ (Luqman : 15)

Maksudnya adalah kita diperintahkan agar mengikuti orang-orang mukmin yang kembali bertaubat kepada Allah. Bertaubat dari perbuatan syirik menuju tauhid, dari maksiat menuju taat, dan dari perbuatan fasik menuju istiqomah dan taqwa. 

Faidah Ayat

Di antara faidah surat Luqman ayat 15 adalah :

  1. . Haramnya mentaati kedua orang tua apabila mereka memerintahkan untuk berbuat syirik. Termasuk dalam hal ini tidak boleh mantaati berbagai kemaksiatan lain yang mereka perintahkan.
  2. . Perbuatan kefasikan dan kekufuran yang dilakukan kedua orang tua tidaklah menggugurkan hak keduanya untuk mendapatkan kebaikan. Allah memerintahkan tetap berbuat baik kepada keduanaya meskipun mereka berdua kafir dan memerintahkan untuk berbuat kekafiran. 
  3. . Wajibnya mengikuti jalannya orang-orang beriman. Allah berfirman :

وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ 

“ .. dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku“

Dalam ayat lain Allah berfirman :

وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءتْ مَصِيراً

“ Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. “ (An Nisa’:115) 

  1. . Seluruh makhluk, baik orang mukmin maupun kafir semuanya akan kembali kepada Allah, karena Allah berfirman :

 ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“ kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.“

  1. . Luasnya pengilmuan Allah Ta’ala terhadap segala sesuatu. Hal ini ditunjukkan dalam potongan ayat : 

 فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“ kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Ini menunjukkan bahwa Allah memiliki kesempurnaan sifat ilmu sehingga bisa mengetahui segala sesuatu yang diperbuat oleh seluruh hamba-Nya di dunia. Dalam ayat ini sekaligus terdapat peringatan agar menjauhi amalan kejelekan sehingga tidak terjerumus ke dalamnya, karena setiap amal kebaikan dan kejelekan akan mendapatkan balasannya.

Penulis : Adika Mianoki

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/54448-wasiat-luqman-bag-4-tidak-boleh-taat-orang-tua-dalam-perkara-maksiat.html

Wasiat Luqman (Bag. 3) : Birrul Walidain

Baca pembahasan sebelumnya Wasiat Luqman (Bag. 2) : Laa Tusyrik Billah!

Alquran Surat Luqman:14

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“ Dan Kami perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang tuamu, hanya kepada-Ku kalian akan kembali.” (Luqman : 14)

Perintah Birrul Walidain dan Betapa Agung Kedudukannya dalam Islam

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Allah memerintahkan untuk berbakti kepada keduanya setelah menjelaskan tentang larangan berbuat kesyirikan. Ini menunjukkan berbuat baik kepada kedua orang tua memiliki kedudukan yang sangat agung dalam Islam.

Berulang kali dalam banyak ayat Allah menyebutkan kewajiban untuk menunaikan hak kedua orang tua setelah memerintahkan untuk menunaikan hak Allah, yaitu hanya beribadah kepada Allah dan menjauhi segala bentuk kesyirikan. Ini menunjukkan bahwa hak kedua orang ua adalah hak yang terbesar setelah hak Allah dan rasul-Nya.  Allah Ta’ala berfirman dalam beberapa ayat-Nya : 

وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً

“ Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua. “ (An Nisaa’:36)

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً

“ Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.“ (Al Isra’: 23)

قُلْ تَعَالَوْاْ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً

“ Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang tua. ” (Al An’am 151)

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لاَ تَعْبُدُونَ إِلاَّ اللّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً

“ Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada kedua orang tua.“ (Al Baqarah : 83). ( At Tashiil li Ta’wiil at Tanziil Tafsir Surat Luqman )

Bakti kepada Ibu Lebih Utama

Dalam ayat ini disebutkan bagaimana kesusahan seorang ibu ketika mengandung anaknya :

حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ 

“ Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya selama dua tahun “

Dari Mu’awiyah bin Haidah Al Qusyairi radhiallahu’ahu, beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

يا رسولَ اللهِ ! مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ : قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أباك ، ثُمَّ الأَقْرَبَ فَالأَقْرَبَ

“ Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu orang yang lebih dekat setelahnya dan setelahnya” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, hasan).

Apakah yang dimaksud firman Allah  (وَهْناً عَلَى وَهْنٍ ) ?

Imam Mujahid menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah kesulitan ketika mengandung anak. Imaam Qatadah menjelaskan maksudnya adalah ibu mengandung dengan penuh usaha yang berat. ‘Atha’ al Kharasani menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah ibu mengandung dalam keadaan kondisi lemah yang terus semakin bertambah lemah. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Adziim)

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelasakan bahwa hak ibu lebih wajib ditunaikan daripada hak bapak. Allah Ta’ala menyebutkan apa yang dialami ibu berupa berat dan kesulitan saat hamil mengisyaratkan bahwasanya hak ibu lebih besar. Kesulitan yang dialami ibu tidaklah dialami oleh bapak, hanya ibu yang mengalami kesulitan dan rasa berat tersebut. Memang benar bahwa bapak juga mengalami kesulitan yang lain seperti misalnya ketika menceri nafkah atau kesulitan yang lain. Akan tetapi penderitaan fisik bagi seorang ibu ketika hamil tidak seperti yang dialami oleh bapak. Oleh karena itu ibu memiliki hak yang lebih besar untuk ditunaikan daripada bapak. (Tafsir Surat Luqman, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah)

Bersyukur Kepada Keduanya Setelah Bersyukur Kepada Allah

Jika kita telah mengetahui bagaiamana beratnya kedua orang tua mengasuh dan mendidik kita sejak kecil, maka menjadi kewajiban kita untuk berterima kasih dan berbakti kepada keduanya. Allah Ta’ala berfirman :

أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“ Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku kalian akan kembali.” (Luqman : 14)

Dalam ayat lain Allah Ta’ala juga berfirman :

وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Dan ucapkanlah: “Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (Al Isra’: 24).

Yang dimaksud bersyukur kepada Allah adalah dengan dengan mewujudkan peribadatan hanya kepada-Nya, menunaikan hak-hak Allah, serta tidak menggunakan nikmat yang Allah berikan untuk berbuat maksiat. Adapun bersyukur kepada kedua orang tua yaitu berbuat baik kepada keduanya dengan berkata yang lemah lembut, melakukan perbuatan yang baik, bersikap tawadhu’, menghormati dan memuliakan mereka, membantu kebutuhan mereka, serta meninggalkan berbagai perkataan maupun perbuatan yang menyakiti mereka”. (Taisiir Al Karimir Rahman Tafsir Surat Luqman).

Dalam ayat ini didahulukan penyebutan syukur kepada Allah daripada kepada kedua orang tua. Meskipun hak orang tua sangat besar, namun hak Allah tetap harus didahulukan daripada hak-hak yang lainnya. 

Faidah-Faidah Ayat 

1. Ayat ini menunjukkan perhatian dari Allah kepada para hamba dalam berinteraksi dengan kedua orang tua. Oleh karena itu Allah mewasiatkan para hamba untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya.

2. Allah lebih kasih sayang kepada para orang tua daripada anak kepada kedua orang tuanya, karena Allah lah yang memerintahkan anak untuk berbakti kepada kedua orang tuanya tersebut. 

 3. Penjelasan tentang agungnya kedudukan berbakti kepada kedua orang tua karena Allah menjadikannya sebagai wasiat untuk para hamba, yaitu sesuatu perjanjian yang sangat ditekankan yang hendaknya ditunaikan.. 

4. Hak ibu lebih wajib ditunaikan daripada hak bapak.

5. Hendaknya para ibu bersabar ketika mengalami berbagai kesusahan dan rasa berat yang dirasakan selama hamil, karena demikianlah hal yang dialami wanita ketika hamil, sebagaimana Allah berfirman : 

حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ

“ Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, ” (Luqman : 14)

6. Ayat ini menunujukkan bahwa waktu minimal kehamilan normal adalah enam bulan. Hal ini berdasarkan ayat :

وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ 

“ dan menyapihnya dalam dua tahun “

Sementara dalam ayat lain Allah berfriman :

وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً

“ Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan “ (Al Ahqaf : 15).

Total seluruh masa hamil dan menyusui adalah 30 bulan, sedangkan masa menyusui selama 24 bulan, sehingga minimal masa kehamilan seorang wanita normal adalah 6 bulan. 

7. Wajib bersyukur kepada kedua orang tua sebagaimana wajibnya bersyukur kepada Allah. Akan tetapi syukur kepada Allah lebih didahulukan daripada kepada kedua orang tua. ( Lihat Tafsir Surat Luqman, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah) 

Semoga kita dimudahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua kita. Kita berharap mudah-mudahan Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosa kita dan dosa kedua orang tua kita.

Penulis : Adika Mianoki

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/54118-wasiat-luqman-bag-3-birrul-walidain.html

Wasiat Luqman (Bag. 2) : Laa Tusyrik Billah!

Baca pembahasan sebelumnya Wasiat Luqman (Bag.1) : Bersyukurlah kepada Allah

Wasiat Pertama Luqman pada Anaknya

Wasiat pertama Luqman kepada anaknya adalah tentang larangan berbuat syirik. Allah Ta’ala berfirman :

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“ Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu berbuat syirik dengan mempersekutukan Allah. Sesungguhnya perbuatan syirik adalah benar-benar kezaliman yang besar. ” (Luqman : 13)

Laa Tusyrik Billah ! : Larangan Berbuat Syirik dalam Bentuk Apapun

Makna firman Allah :

لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ 

“ Janganlah kamu berbuat syirik dengan mempersekutukan Allah “ 

Maksudnya adalah janganlah menjadikan sesuatu selain Allah sebagai sekutu dalam beribadah, dalam penciptaan dan takdir, serta dalam masalah nama dan sifat Allah. 

Seperti yang kita ketahui bahwasanya tauhid dibagi menjadi tiga, yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah, dan tauhid asma’ wa shifat. Maka kesyirikan pun mencakup syirik dalam tiga tauhid di atas. Barangsiapa meyakini ada pencipta selain Allah maka dia telah melakukan kesyirikan dalam rububiyyah. Barangsiapa meyakini bahwa ada yang berhak untuk disembah selain Allah maka dia telah syirik dalam uluhiyyah. Dan barangsiapa yang menyelisihi dan menolak nama dan sifat Allah maka dia telah syirik dalam asma’ wa shifat. Larangan berbuat syirik mencakup larangan berbuat syirik dalam tiga bantuk tauhid ini.

Mengapa Syirik Disebut Kezaliman yang Besar ?

Diriwayatkan dari sahabat ‘Abdulah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ketika turun ayat :

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ

“ Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman ” ( Al An’am: 82). Para sahabat mearasa berat dan khawatir dengan turunnya ayat ini. Mereka berkata, “ Siapakah di antara kami yang tidak menzalimi dirinya sendiri ?” Maka Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Itu bukanlah kezaliman seperti yang kalian sangkakan. Ini adalah kezaliman sebagaimana yang telah diwasiatkan Luqman kepada anaknya :

يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Hai anakku, janganlah kamu berbuat syirik dengan mempersekutukan Allah. Sesungguhnya perbuatan syirik adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Luqman : 13) (HR. Bukhari dan Muslim)

Kezaliman berarti mengurangi hak kepada yang seharusnya mendapatkannya. Seseorang yang berbuat syirik berarti telah mengurangi hak Allah Ta’ala. Tidak ada kezaliman yang lebih besar daripada perbuatan syirik, karena kezaliman syirik lebih besar dari segala macam kezaliman yang lainnya. 

Allah yang menciptakan dirimu, menjadikanmu dari ketiadaaan. Dialah yang telah memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk kehidupanamu. Dialah yang menyediakan berbagai hal yang bermanfaat untukmu. Dialah Allah yang telah mengadakan, menyediakan, dan mempersiapkan itu semua untukmu. Jika demikian, maka tidak ada seorangpun yang lebih besar haknya bagimu dibandingkan hak Allah. 

Jika engkau mengurangi hak-Nya, maka itu meruapakan kezaliman yang paling besar. Barangsiapa yang paling banyak perbuatan baiknya kepadamu, maka melakukan perbuatan jelek kepadanya adalah perbuatan yang paling jelek dibandingkan perbuatan jelek kepada yang lainnya. Karena sesungguhnya Allah lah Zat yang telah banyak berjasa dengan berbuat baik kepadamu, memberimu segala sesuatu, dan juga mendidikmu. Jika dirimu berbuat kejelekan kepada-Nya maka itu lebih besar dosanya daripada seandainya engkau berbuat kejelekan kepada yang tidak berjasa kepadamu.

Hak Allah yang terbesar yang harus kita tunaikan adalah mentauhidkan-Nya dan tidak sedikitpun berbuat syirik kepada-Nya. Maka barangsiapa yang tidak menunaikan hak ini maka dia telah melakukan perbuatan kezaliman yang paling besar. Maka benarlah ketika Allah berfirman : 

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“ Sesungguhnya perbuatan syirik adalah benar-benar kezaliman yang besar. ” ( Luqman : 13)

Besarnya Bahaya Syirik

Di antara bahaya dan kejelekan perbuatan syirik adalah : 

  1. . Syirik adalah kezaliman yang paling besar sebagaimana penjelasan di atas.
  2. . Syirik adalah dosa yang tidak akan diampuni, jika seseorang mati dengan membawa dosa syirik. Allah Ta’ala berfirman :

إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ

“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.“ (An Nisaa’ : 48)

3. Syirik merupakan kedustaan dan dosa kepada Allah

 وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْماً عَظِيماً

“ Barangsiapa yang berbuat syirik dengan mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. “  (An Nisaa’ : 48)

4. Syirik merupakan kesesaatan yang sangat jauh

وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيداً

“ Barangsiapa yang berbuat syirik dengan mempersekutukan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (An Nisaa’:116)

5. Syirik menghapus amal dan menghilangkan pahala kebaikan. 

وَلَوْ أَشْرَكُواْ لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ

“ Seandainya mereka berbuat syirik dengan mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. “ (Al An’am : 88)

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“ Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu berbuat syirik dengan mempersekutukan Allah, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. “ (Az Zumar : 65)

7. Syirik merupakan dosa besar yang paling besar.

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 

أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ -ثَلَاثًا- قُلْنَا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: اَلْإِشْرَاكُ بِاللهِ

” Maukah aku beritahukan kepadamu dosa besar yang paling besar?” –Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya tiga kali–. Kami (para Shahabat) menjawab, “Tentu, wahai Rasûlullâh.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berbuat syirik dengan menyekutukan Allâh … “ (H.R Bukhari dan Muslim)

8. Syirik menyebabkan pelakunya haram masuk surga.

مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

“ Sesungguhnya orang yang berbuat syirik dengan mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. “ (Al Maidah :72)

Faidah-Faidah Ayat

  1. . Bersikap lembut kepada orang yang diajak bicara agar nasihatnya bisa diterima. Luqman memanggil kepada anaknya ( يَا بُنَيَّ ) (Wahai anakku) yang merupakan panggilan lembut dan kasih sayang seorang bapak kepada anakknya.   
  2. . Sangat pentingnya nasihat ini, karena berasal dari seroang bapak yang amat menyayangi anaknya. Ini menunjukkan nasihat dan wasiat yang disampaikan merupakan perkara yang sangat penting.
  3. . Haramnya perbautan syirik, karena Allah telah melarang  (لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ )
  4. . Wajibnya untuk bertauhid, karena larangan dari berbuat syirik menuntut seseorang untuk mentauhidkan Allah.
  5. . Syirik merupakan kezaliman yang paling besar, karena Allah berfirman

 (إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ)

  1. . Hendaknya ketika menjelaskan suatu hukum berikut disertai dengan alasannya, sebagaimana Allah menjelaskan larangan syirik disertai penyebutan alasannya yaitu karena syirik merupakan perbuatan kezaliman.
  2. . Mengajak kepada tauhid dan memperingatkan dari syirik merupakan perkara yang merupakan poros dan pondasi dalam dakwah, karena Luqman memulai nasihat kepada anaknya dengan nasihat pertama berupa larangan dari berbuat syirik sebelum menyampaikan nasihat yang lainnya.
  3. . Arahan dan anjuran bagi para bapak untuk senantiasa menasihati anak-anaknya dengan kebaikan.

Semoga Allah senantiasa memberikan taufik kepada kita di atas jalan tauhid dan menjauhkan diri kita dari berbagai bentuk perbuatan syirik.

Penulis : Adika Mianoki

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/53861-wasiat-luqman-bag-2-laa-tusyrik-billah.html

Wasiat Luqman (1) : Bersyukurlah kepada Allah

Pada artikel sebelumnya kita telah membahas Siapakah Luqman yang Allah Abadikan Namanya dalam Al Qur’an?

Perintah untuk Bersyukur

Kisah Luqman dalam Al Qur’an diawali dengan penyebutan anugerah hikmah kepadanya dan perintah untuk bersyukur kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman : 

وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

“ Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, dan Kami perintahkan kepadanya, “Bersyukurlah kepada Allah”. Dan barangsiapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. ” (Luqman : 12)

Dalam ayat ini Allah memerintahkan Luqman untuk bersyukur kepada-Nya atas hikmah yang telah dianugerahkan kepada dirinya. Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di rahimahullah menjelasakan bahwa dalam ayat ini Allah memerintahkan Luqman untuk bersyukur kepada Allah atas apa yang telah Allah berikan kepada-Nya agar Allah senantiasa memberkahinya dan terus menambah nikmat dan keutamaan kepada dirinya. Allah juga menceritakan bahwa syukurnya orang yang bersyukur pasti manfaatnya akan kembali kepada dirinya sendiri. Dan sebaliknya barangsiapa yang kufur dan enggan bersyukur kepada Allah maka kerugian dan kesengsaraan juga akan kembali kepada dirinya sendiri. (Lihat Tafsir As Sa’di)

Perintah Allah kepada Luqman dalam ayat ini menjadi pelajaran dan wasiat bagi kita semua, hendaknya kita sebagai hamba harus senantiasa bersyukur kepada Allah.

Makna dan Hakikat Syukur

Dalam firman Allah ( اشْكُرْ لِلَّهِ) (beryukurlah kepada Allah) terdapat huruf lam yang menunjukkan kekhususan dan keistimewaan. Artinya syukur secara mutlak hanyalah boleh ditujukan kepada Allah saja dan tidak boleh ditujukan kepada selain Allah.Oleh karena itu seorang hamba wajib dalam hatinya hanya bersyukur kepada Allah.  

Syukur maknanya adalah merealisasikan ketaatan kepada Allah yang telah memberi nikmat dengan cara meyakininya dalam hati, memuji dengan lisan, dan melakukaan taat dengan anggota badan. Maka yang terkait dengan syukur meliputi lisan, hati, dan juga seluruh anggota badan. 

Ada perbedaan antara syukur dan pujian. Seseorang bersyukur disebabkan karena adanya nikmat dari Allah. Adapaun pujian (الحمد) penyebabnya adalah adanya kesempurnaan dari yang dipuji dan adanya pemberian darinya. Sehingga seorang hamba memuji Allah disebabkan karena dua alasan, yaitu kesempurnaan Allah dan juga memuji-Nya karena nikmat yang Allah berikan kepada hamba tersebut. Namun memuji hanya terbatas dilakukan oleh lisan saja. Adapun bersyukur maka meliputi syukur dengan hati, lisan, dan anggota badan.

Baca Juga: Sujud Syukur Setiap Selesai Shalat

Faidah Bersyukur 

Allah Ta’ala menjelasakan : 

 وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ 

Dan barangsiapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri. “

Apa maksud ayat ini ? Para ulama tafsir menjelasakan bahwa pahala syukur akan kembali kepada orang yang bersyukur. Maka ini merupakan manfaat yang akan kembali kepada dirinya. Bukanlah maksudnya syukur akan kembali kepada Allah dan memberikan manfaat untuk Allah, karena hakikatnya Allah tidak mendapat manfaat dari ketaatan hamba-Nya dan tidak pula mendapat mudharat dari kemaksiatan hamba-Nya. Oleh karena itu faidah dan manfaat dari besyukur kembalinya kepada orang yang telah bersyukur tersebut.

Dalil-dail lain yang menyebutkan tentang hal ini di antaranya :

مَنْ عَمِلَ صَالِحاً فَلِنَفْسِهِ

“ Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri “ (Fushilat : 46)

وَمَنْ عَمِلَ صَالِحاً فَلِأَنفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ

“ Dan barangsiapa yang beramal shalih maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan) “ (Ar Ruum : 44)

Dalam sebuah hadits qudsi, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا

“ Seandainya orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, seluruh manusia dan jin, mereka semua bertakwa seperti orang yang paling bertakwa di antara kalian, maka niscaya tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. “ (H.R Muslim) (Lihat at Tashiil li Ta’wwil at Tanziil Tafsir Surat Luqman karya Syaikh Musthofa al ‘Adawy )

Tidak Bersyukur Berarti Kufur

Lawan dari syukur adalah kufur. Allah berfirman :

وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

“ Dan barangsiapa yang tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. ” (Luqman : 12)

Perlu diingat, bahwa perbuatan orang-orang yang kufur terhadap nikmat Allah sama sekali tidak akan memberi mudahrat bagi Allah dan sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan Allah karena Dia adalah Al Ghaniy (Zat Yang Maha Kaya dan Tidak Membutuhkan Selainnya) . Demikian pula perbuatan orang-orang yang kufur tidak akan mengurangi hikmah dan keadilan Allah, karena Dia adalah Al Hamiid (Zat Yang Maha Terpuji)

Maka adanya orang yang bersyukur terhadap nikmat Allah dan ada pula orang-orang yang berbuat kufur terhadap nikmat tersebut terdapat hikmah di dalamnya. Hikmahnya adalah untuk membedakan keutaaman syukur dan bahayanya perbuatan kufur. Jika tidak ada bedanya, maka kondisi manusia akan sama sehingga niscaya tidak bisa terbedakan perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. 

Faidah Ayat

Surat Luqman ayat ke-12 ini mengandung beberapa faidah :

  1. . Penjelasan adanya anugerah hikmah yang Allah berikan kepada Luqman.
  2. . Hikmah terkadang Allah berikan kepada hamba-Nya yang bukan Nabi, karena menurut jumhur ulama Luqman bukanlah termasuk Nabi.
  3. . Wajibnya bersyukur kepada Allah, karen Allah memerintahkan ( اشْكُرْ لِلَّهِ ) ( bersyukurlah kepada Allah )
  4. . Syukur kepada Allah termasuk bagian dari hikmah, karena hikmah maknanya adalah sesuai dengan kebenaran dan menempatkan sesuatu sesuai dengan semestinya. Tidak diragukan lagi bahwa orang yang bersyukur berarti dia telah merealisasikan hal tersebut.
  5. . Balasan syukur kembalinya kepada hamba yang telah bersyukur tersebut. 
  6. . Orang yang mendapat anugerah hikmah maka hendaknya lebih bersyukur kepada Allah dibanding dengan yang tidak mendapatkannya. 
  7. . Allah tidak mendapat manfaat sedikitpun dari ketaatan orang yang berbuat taat, bahkan ketaatan tersebut manfaatnya akan kembali kepada hamba itu sendiri. 
  8. . Perbuatan kufur tidak sedikitpun memberikan mudharat bagi Allah.
  9. . Penentapan adanya dua nama bagi Allah yaitu Al Ghaniy (Zat Yang Maha Kaya dan Tidak Membutuhkan Selainnya) dan Al Hamiid (Zat Yang Maha Terpuji) serta kandungan sifat yang ada dalam dua nama tersbut.
  10. . Allah disifat dengan dua sifat sekaligus yaitu ghinaa (tidak membutuhkan yang lain) dan al hamd (yang terpuji).  Tidak setiap yang ghaniy itu terpuji dan tidak setiap yang terpuji itu ghaniy. Adapun Allah memiliki kedua sifat tersebut sekaligus yang menunjukkan kesempurnaan sifat-sifat Nya. 

Demikian pembahasan surat Luqman ayat ke-12. Semoga Allah menjadikan kita termsuk hamba-hamba-Nya yang senantiasa bersyukur atas setiap nikmat yang kita dapatkan. 

Penulis : Adika Mianoki

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/53718-wasiat-luqman-1-bersyukurlah-kepada-allah.html