Akhir Tragis Orang-Orang Zalim yang Diabadikan Alquran

Setiap kezaliman pasti akan berakhir dengan kehancuran. Allah SWT berfirman:

وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ ۚ “Wala tahsabannallaha ghaafilan ‘an maa ya’maluzh zhalimuun (Janganlah sekali-kali engkau mengira bahwa Allah lalai terhadap apa yang diperbuat orang-orang zalim).” (QS Ibrahim 42). 

Silakan orang-orang zalim itu melakukan segala cara untuk membentengi kezalimannya, Allah pastikan itu akan musnah.

Sebab, semua kezaliman tidak hanya melanggar syariatullah, tetapi juga sunnatullah. Apa pun kekuatan itu, jika melanggar ketentuan-Nya pasti akan hancur. 

Masih kurang apa kekuatan firaun pada masa itu? Ternyata berakhir dengan cara yang sangat mengenaskan. Allah menenggelamkannya di Laut Merah. Kaum Aad dan Tsamud juga dihancurkan dengan hukuman yang pedih. 

Kaum Tsamud dihancurkan dengan thaagiah (suara yang sangat keras), sedangkan kaum Aad dihancurkan dengan badai angin yang sangat dingin dan kencang selama tujuh malam delapan hari 

فَأَمَّا ثَمُودُ فَأُهْلِكُوا بِالطَّاغِيَةِ وَأَمَّا عَادٌ فَأُهْلِكُوا بِرِيحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حُسُومًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيهَا صَرْعَىٰ كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍ فَهَلْ تَرَىٰ لَهُمْ مِنْ بَاقِيَةٍ

“Adapun kaum Tsamud, maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa. Adapun kaum  Aad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang.

Yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum ‘Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Maka kamu tidak melihat seorangpun yang tinggal di antara mereka. (QS Al Haqqah 5-8). Itu pelajaran supaya tidak ada lagi setelah itu orang-orang yang berbuat zalim. 

Dalam surat Al Fajr: 6-14, setelah menyebutkan kaum-kaum terdahulu yang diazab, Allah SWT menggambarkan urutan mengapa azab itu menimpa mereka. 

Pertama, karena melakukan penyimpangan thagha. Dari penyimpangan ini muncullah yang kedua, banyaknya kerusakan, seperti zina, korupsi, pembunuhan, dan sebagainya. Lalu terjadilah yang ketiga, yaitu turunnya azab Allah SWT: فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ “Fashabba alaihim rabbuka sautha azaab”. 

Di sini Allah SAW memastikan bahwa sekecil apa pun perbuatan zalim itu tetap dalam pantauan-Nya: 

إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ “Inna rabbaka labil mirshaad”. Artinya, orang-orang beriman yang berada dalam kebenaran optimislah selalu akan datangnya sebuah kemenangan, teruslah bersabar dalam ketaatan, lakukan ikhtiar semaksimal kemampuan. 

وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ  “Wal aaqibatu lilmuttaqiin” (kemenangan kelak pasti akan berpihak kepada siapa yang benar) (QS Al Araf 128). 

Ayat ini sejatinya bagian dari nasihat Nabi Musa kepada kaumnya agar tetap bersama Allah dan bersabar pada saat dikejar-kejar firaun dan setelah itu mereka menyaksikan langsung bagaimana Allah memenangkan mereka dan menenggelamkan firaun dengan sehina-hinanya. 

*Penggalan naskah hikmah karya Amir Faishol Fath, terbit di Harian Republika

KHAZANAH REPUBLIKA

Jangan Dzalim ke Orang Kecil

SERINGKALI kita merasa kuat dan hebat manakala kita bisa mengancam, membungkam dan menindas orang yang tak punya kuasa melawan kita. Kita merasa di atas angin dan memandang orang itu sebagai di bawah sandal kita. Baguskah tabiat seperti ini?

Teringatlah saya pada nasehat Imam Husain bin Ali kepada puteranya yang bernama Ali bin Al-Husain: “Anakku, berhati-hatilah engkau, jangan sampai engkau mendzalimi orang yang tak mampu melawanmu dan tak memiliki penolong melawanmu selain Allah SWT.”

Mereka yang tak punya siapa-siapa selain Allah selalu saja dipandang sebelah mata oleh banyak manusia. Tahukah Anda bahwa orang itulah sesungguhnya orang yang paling kuat dan hebat. Balasan atas kedzaliman kepadanya tak bisa diduga dan disangka karena bisa saja datang dari arah yang tak diduga dan diketahui. Orang seperti itu biasanya memiliki para pembantu dan penolong dari kerajaan langit yang kuasanya jauh lebih dahsyat dari pada semua kerajaan bumi.

Satu tetes air mata sedih orang kecil yang mengalir karena kedzaliman orang besar sungguh menjadi satu sebab yang mampu menghancurkan kebesaran orang besar itu. Kapan? Tunggu waktu saja, tidak mungkin tidak. Minta maaflah saat khilaf berbuat dzalim dan gantilah dengan kita berbuat baik kepada orang yang kita sempat berbuat dzalim kepadanya. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Janganlah Berbuat Zalim!

Islam adalah agama yang penuh keadilan dan jauh dari kezaliman. Oleh karena itu Islam juga memerintahkan untuk berbuat adil dan melarang berbuat zalim.

Makna Zalim

Secara bahasa, zalim atau azh zhulmu artinya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Disebutkan dalam Lisaanul Arab:

الظُّلْمُ: وَضْع الشيء في غير موضِعه

Azh zhulmu artinya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya”

Secara istilah, zalim artinya melakukan sesuatu yang keluar dari koridor kebenaran, baik karena kurang atau melebih batas. Al Asfahani mengatakan:

هو: (وضع الشيء في غير موضعه المختص به؛ إمَّا بنقصان أو بزيادة؛ وإما بعدول عن وقته أو مكانه) 

“Zalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada posisinya yang tepat baginya, baik karena kurang maupun karena adanya tambahan, baik karena tidak sesuai dari segi waktunya ataupun dari segi tempatnya” (Mufradat Allafzhil Qur’an Al Asfahani 537, dinukil dari Mausu’ah Akhlaq Durarus Saniyyah).

Zalim juga diartikan sebagai perbuatan menggunakan milik orang lain tanpa hak. Al Jurjani mengatakan:

هو عبارة عن التعدِّي عن الحق إلى الباطل وهو الجور. وقيل: هو التصرُّف في ملك الغير، ومجاوزة الحد) 

“Zalim artinya melewati koridor kebenaran hingga masuk pada kebatilan, dan ia adalah maksiat. Disebut oleh sebagian ahli bahasa bahwa zalim adalah menggunakan milik orang lain, dan melebihi batas” (At Ta’rifat, 186, dinukil dari Mausu’ah Akhlaq Durarus Saniyyah).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin memiliki penjelasan yang bagus dalam memaknai zalim. Beliau mengatakan:

واعلم أن الظلم هو النقص، قال الله تعالى (كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئاً) (الكهف: 33) ، يعني لم تنقص منه شيئاً، والنقص إما أن يكون بالتجرؤ على ما لا يجوز للإنسان، وإما بالتفريط فيما يجب عليه. وحينئذٍ يدور الظلم على هذين الأمرين، إما ترك واجب، وإما فعل محرم

“Ketahuilah bahwa zalim itu adalah an naqsh (bersikap kurang). Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): ‘Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu lam tazhlim (tidak kurang) buahnya sedikitpun‘. Maksudnya tidak kurang buahnya sedikit pun. Bersikap kurang itu bisa jadi berupa melakukan hal yang tidak diperbolehkan bagi seseorang, atau melalaikan apa yang diwajibkan baginya. Oleh karena itu zalim berporos pada dua hal ini, baik berupa meninggalkan kewajiban atau melakukan yang haram” (Syarah Riyadush Shalihin, 2/486).

Oleh karena itu, jika dikatakan “Amr menzalimi Zaid”, artinya Amr melakukan hal yang tidak diperbolehkan terhadap Zaid atau Amr meninggalkan apa yang wajib ia lakukan terhadap Zaid.

Lawan dari zalim atau azh zhulmu adalah adil atau al ‘adl. Maka adil artinya menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya dan berada dalam koridor kebenaran.

Larangan Berbuat Zalim 

Perbuatan zalim terlarang dalam Islam. Terdapat banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang mencela dan melarang perbuatan zalim. 

Allah Ta’ala berfirman:

أَلاَ لَعْنَةُ اللّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ

Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim” (QS. Hud: 18).

وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ 

Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras” (QS. Hud: 102).

نَقُولُ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّتِي كُنتُم بِهَا تُكَذِّبُونَ 

Dan Kami katakan kepada orang-orang yang zalim: “Rasakanlah olehmu azab neraka yang dahulunya kamu dustakan itu”” (QS. Saba: 40).

مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلا شَفِيعٍ يُطَاعُ 

Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya” (QS. Ghafir: 18).

إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ 

“Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan” (QS. Al An’am: 21).

Dan ayat-ayat yang semisal sangatlah banyak. Adapun dalil-dalil dari As Sunnah, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

قال الله تبارك وتعالى: يا عبادي، إني حرمت الظلم على نفسي، وجعلته بينكم محرمًا؛ فلا تظالموا

Allah Tabaaraka wa ta’ala berfirman: ‘wahai hambaku, sesungguhnya aku haramkan kezaliman atas Diriku, dan aku haramkan juga kezaliman bagi kalian, maka janganlah saling berbuat zalim’” (HR.  Muslim no. 2577).

Beliau juga bersabda: 

اتَّقوا الظُّلمَ . فإنَّ الظُّلمَ ظلماتٌ يومَ القيامةِ

“jauhilah kezaliman karena kezaliman adalah kegelapan di hari kiamat” (HR. Al Bukhari no. 2447, Muslim no. 2578).

Beliau juga bersabda:

المسلم أخو المسلم، لا يظلمه، ولا يسلمه

“Seorang Muslim itu adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh menelantarkannya” (HR. Muslim no. 2564).

Dan dalil-dalil yang mencela dan melarang perbuatan zalam datang dalam bentuk muthlaq, sehingga perbuatan zalim dalam bentuk apapun dan kepada siapa pun terlarang hukumnya. Bahkan kepada orang kafir dan kepada binatang sekalipun, tidak diperkenankan berbuat zalim. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لَوْ غُفِرَ لَكُمْ مَا تَأْتُونَ إِلَى الْبَهَائِمِ , لَغُفِرَ لَكُمْ كَثِيرًا

“Andaikan perbuatan yang kalian lakukan terhadap binatang itu diampuni, maka ketika itu diampuni banyak dosa” (HR. Ahmad 6/441, dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, 2/41-42).

Al Albani setelah menjelaskan derajat hadits ini beliau mengatakan, “maknanya larangan dan peringatan terhadap perbuatan zalim pada hewan. Jadi, andaikan si pemilik binatang yang tidak memiliki kasih sayang terhadap binatangnya itu dimaafkan, maka ketika itu sungguh telah diampuni dosa yang banyak” (Silsilah Ahadits Shahihah, 2/41-42).

Jelas sudah bahwa Allah dan Rasul-Nya melarang kezaliman dalam bentuk apapun. Dan wajib untuk berbuat adil dalam segala sesuatu, Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa” (QS. Al Maidah: 8).

Akibat Perbuatan Zalim

Perbuatan zalim menyebabkan pelakunya mendapat keburukan di dunia dan di akhirat. Diantaranya:

  1. Akan di-qishash pada hari kiamat

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya:

أتدرون ما المفلِسُ ؟ قالوا : المفلِسُ فينا من لا درهمَ له ولا متاعَ . فقال : إنَّ المفلسَ من أمَّتي ، يأتي يومَ القيامةِ بصلاةٍ وصيامٍ وزكاةٍ ، ويأتي قد شتم هذا ، وقذف هذا ، وأكل مالَ هذا ، وسفك دمَ هذا ، وضرب هذا . فيُعطَى هذا من حسناتِه وهذا من حسناتِه . فإن فَنِيَتْ حسناتُه ، قبل أن يقضيَ ما عليه ، أخذ من خطاياهم فطُرِحت عليه . ثمَّ طُرِح في النَّارِ

“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?”. Para shahabat pun menjawab, ”Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dirham maupun harta benda”. Nabi bersabda, ”Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan, sementara belum selesai pembalasan tindak kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa orang yang terzalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim no. 2581).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

“Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada hari kiamat) bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang dizhaliminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya”. (HR. Al-Bukhari no. 2449)

2. Mendapatkan laknat dari Allah

Allah Ta’ala berfirman:

يَوْمَ لا يَنفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ 

“(yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim permintaan maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk” (QS. Ghafir: 52).

Laknat dari Allah artinya dijauhkan dari rahmat Allah.

3. Mendapatkan kegelapan di hari kiamat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ القِيَامَةِ

“Kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat” (HR. Al Bukhari no. 2447, Muslim no. 2578).

4. Terancam oleh doa orang yang dizhalimi

Doa orang yang terzalimi dikabulkan oleh Allah, termasuk jika orang yang terzalimi mendoakan keburukan bagi yang menzaliminya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

“Dan berhati-hatilah terhadap doa orang yang terzalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah.” (HR. Bukhari no.1496, Muslim no.19).

5. Jauh dari hidayah Allah

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ 

Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (QS. Al Maidah: 51).

6. Dijauhkan dari Al Falah

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak akan mendapatkan al falah” (QS. Al An’am: 21).

Al falah artinya mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat

7. Kezaliman adalah sebab bencana dan petaka

Allah Ta’ala berfirman:

فَكَأَيِّن مِّن قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُّعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَّشِيدٍ

“Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi” (QS. Al Hajj: 45).

Jenis-Jenis Perbuatan Zalim

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “Zalim ada dua macam: pertama, kezaliman terkait dengan hak Allah ‘Azza wa Jalla, kedua, kezaliman terkait dengan hak hamba.

Kezaliman terhadap hak Allah

Kezaliman yang terbesar yang terkait dengan hak Allah adalah kesyirikan. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ditanya: ‘dosa apa yang paling besar?’, beliau menjawab:

أن تجعل لله نداً وهو خلقك

‘Engkau menjadikan sesuatu sebagai sekutu bagi Allah, padahal Allah yang menciptakanmu’ (HR. Bukhari no. 4477, Muslim no. 86).

lalu tingkatan setelahnya adalah kezaliman berupa dosa-dosa besar, kemudian setelahnya adalah dosa-dosa kecil. 

Kezaliman terhadap hak hamba

Adapun kezaliman yang terkait hak hamba, berporos pada tiga hal, yang dijelaskan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam khutbahnya ketika haji Wada’, beliau bersabda:

إن دماءكم وأموالكم وأعراضكم حرام عليكم، كحرمة يومكم هذا، في شهركم هذا، في بلدكم هذا

‘Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, kehormatan kalian, semuanya haram atas sesama kalian. Sebagaimana haramnya hari ini, bulan ini, di tanah kalian ini’ (HR. Bukhari no. 67, Muslim no. 1679).

Kezaliman terhadap jiwa

Kezaliman terhadap jiwa seseorang itulah yang dimaksud kezaliman dalam darah, yaitu seseorang berbuat melebihi batas kepada sesama Muslim dengan menumpahkan darahnya, melukainya, atau semisal itu. 

Kezaliman terhadap harta

Kezaliman terhadap harta yaitu seseorang berbuat melebihi batas terhadap sesama Muslim dalam masalah harta, baik berupa enggan mengeluarkan yang wajib ia keluarkan, atau dengan melakukan hal yang haram dalam masalah harta, atau berupa meninggalkan hal wajib ia lakukan, atau juga berupa melakukan sesuatu yang diharamkan terhadap harta orang lain. 

Kezaliman terhadap kehormatan

Adapun kezaliman terhadap kehormatan orang lain itu mencakup berbuat melebihi batas terhadap sesama Muslim dengan melakukan zina, atau liwath (sodomi), qodzaf, dan semisalnya. Semua jenis kezaliman ini haram hukumnya” (Syarah Riyadus Shalihin, 2/485).

Dan barangsiapa yang melakukan dua jenis kezaliman di atas, baik zalim terhadap hak Allah maupun zalim terhadap hak hamba, maka ia telah melakukan kezaliman kepada dirinya sendiri. Karena ia adalah makhluk yang dicipta untuk beribadah kepada-Nya, dengan menaati segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Maka dengan melanggar hal itu, ia tepat menempatkan dirinya pada tempat yang tidak sesuai dan inilah kezaliman. Oleh karena itu Allah Ta’ala menyebutkan hamba-Nya yang bermaksiat dengan “menzalimi dirinya sendiri”,

مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ

di antara hamba Kami ada yang menzalimi dirinya sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang berlomba berbuat kebaikan” (QS. Fathir: 32).

As Sa’di mengatakan: “ada yang menzalimi dirinya, yaitu dengan maksiat” (Taisir Karimirrahman).

Syirik Adalah Kezaliman Terbesar

Ketahuilah bahwa kezaliman terbesar itu bukanlah kezaliman dari penguasa, bukan kezaliman dari diktator yang keji, bukan kezaliman dari kaum kapitalis, namun kezaliman terbesar di dunia ini adalah mempersembahkan ibadah kepada selain Allah, atau perbuatan syirik. Kezaliman mana lagi yang lebih besar dari menyekutukan Rabb yang telah menciptakan kita, memberi segala nikmat dan keselamatan selama ini? Oleh karena itu ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ditanya: ‘dosa apa yang paling besar’, beliau menjawab:

أن تجعل لله نداً وهو خلقك

‘Engkau menjadikan sesuatu sebagai sekutu bagi Allah, padahal Allah yang menciptakanmu’

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya kesyirikan adalah kezaliman yang terbesar” (QS. Luqman: 13).

As Sa’di menjelaskan ayat ini, “alasan mengapa syirik adalah kezaliman tersbesar adalah, bahwasanya tidak ada yang lebih parah dan lebih buruk dari orang yang menyetarakan makhluk yang terbuat dari tanah dengan Sang Pemilik semua makhluk, menyetarakan makhluk yang tidak memiliki sesuatu apapun dengan Dzat yang memiliki semuanya,  menyetarakan makhluk yang serba kurang dan fakir dari segala sisinya dengan Rabb yang sempurna dan Maha Kaya dari segala sisinya, menyetarakan makhluk yang tidak bisa memberikan satu nikmat pun dengan Dzat yang memberikan semua nikmat dalam agamanya, dunianya dan akhiratnya. Padahal hati orang tersebut beserta raganya, adalah dari Allah. Dan tidaklah keburukan tercegah darinya, kecuali karena Allah. Maka adakah kezaliman yang lebih besar dari ini?” (Taisir Karimirrahman).

Maka saudaraku, jauhilah perbuatan syirik! jauhilah semua bentuk perbuatan zalim! Berlaku adil lah dalam segala sesuatu. Semoga Allah memberi taufiq. Wallahu waliyyu dzalika wal qaadiru ‘alaihi.

Akhukum fillah,

Penulis: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/53105-janganlah-berbuat-zalim.html

Dua Paket Kezaliman

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah berbuat kerusakan di bumi’, mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang melakukan perbaikan.’ Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak merasa.” (QS al Baqarah [2]:11-12).

Alquran menyebutkan, sejumlah kaum dan tokoh yang melakukan perbuatan destruktif atau kezaliman di muka bumi. Seperti, bangsa Yahudi, kaum Tsamud, Yakjuj dan Makjuj, Fir’aun, Qarun, dan sederetan nama dan kaum lainnya. Mereka diabadikan dalam Alquran sebagai pelaku atau agen kerusakan, al Mufsiduuna fil Ardh. Atau, dengan bahasa lain, az Zhalimun (orang-orang yang berbuat zalim).

Secara umum dan spesifik, Alquran juga menerangkan diversitas atau bentuk-bentuk kerusakan yang terjadi di atas bumi. Misalnya, merampas atau mencuri harta milik orang lain, baik pribadi maupun milik umum (QS Yusuf [12]: 73). Menghalang-halangi manusia menuju jalan yang diridhai Allah merupakan bentuk kerusakan di muka bumi (QS al-‘Araf [7]:86).

Menuruti hawa nafsu duniawi dengan gejalanya, seperti cinta dunia dan takut mati, budaya meterialistis, hedonis, tamak, dan seumpamanya (QS al-Mukminun [23]: 71). Termasuk jenis kerusakan yang dijelaskan dalam Alquran adalah sikap orang-orang Mukmin yang menjadikan orang-orang yang tidak seakidah sebagai pemimpin (QS al Anfal [8]:73).

Lebih-lebih apabila umat Islam menjadikan sekelompok orang sebagai teman setia atau kiblat politik, padahal selama ini mereka jelas-jelas memusuhi dan memerangi atas nama agama (QS. al-Mumtahanah [60]:8-9).

Demikian juga kepongahan dan kesewenang-wenangan dengan segala indikatornya, seperti  merancang konflik, penindasan, dan pembunuhan secara biadab adalah bentuk kerusakan yang sangat nyata (QS al-Qashash [28]:4).

Seorang pakar tafsir terkemuka pada era sahabat, Abdullah bin Mas’ud, ketika menafsirkan ayat yang dikemukakan pada pendahuluan di atas (QS al-Baqarah [2]:11-12)  mengatakan, yang dimaksud kerusakan di muka bumi dalam ayat ini adalah jalan kekufuran dan perbuatan maksiat.

Sehingga, logis apabila sejumlah ulama tafsir menarik sebuah kesimpulan, kekufuran dan maksiat kepada Allah merupakan sumber kerusakan. Maknanya, status kufur dan maksiat adalah akar kerusakan yang menimbulkan kerusakan-kerusakan yang lain di atas bumi.

Sebagaimana dikatakan salah seorang ahli tafsir, Imam Asy-Syaukani, bahwa perbuatan syirik (menyekutukan Allah) dan maksiat adalah sebab timbulnya berbagai kerusakan di alam semesta.

Kesimpulannya, Islam adalah agama yang menghendaki keselamatan dan kemakmuran di atas bumi. Apa pun bentuk kerusakan dan kemudharatan sebagaimana disebutkan di atas, semuanya bertolak belakang dengan prinsip dan syariat Islam. Orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan orang-orang yang senantiasa berbuat kerusakan merupakan satu paket kezaliman yang sejak dulu diperangi oleh para nabi dan rasul.

Adapun ancaman atau hukuman yang pantas bagi orang-orang yang melakukan paket kezaliman di atas, Alquran kembali menunjukkan salah satu dimensi kemukjizatannya kepada kita.

“Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar. Kecuali orang-orang yang bertaubat sebelum kamu menguasai mereka maka ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Penyayang.” (QS al-Maidah [5]:33-34). Wallahu al-musta’aan.

 

sumber: Republika Online