Zikir Saat Bangun Tidur Sesuai Hadits

SIBUK akibat berbagai aktivitas, manusia pasti membutuhkan istritahat. Ada masanya ia akan merasakan kelelahan. Sehinga, istirahatlah yang diperlukan. Oleh sebab itu, Allah SWT menjadikan malam sebagai waktu bagi kita untuk tidur. Sebagai Muslim, kita sudah dibekali oleh Rasulullah zikir saat bangun tidur.

Selain itu, di waktu lain pun kita juga bisa tidur. Siang hari misalnya. Sebab, boleh jadi pada saat itu pun kita merasa kelelahan. Hanya saja, pada waktu pagi dan sore hari, Allah melarang kita untuk tidur.

BACA JUGA: Zikir setelah Shalat, Pakai Jari-jemari atau Biji Tasbih?

Tak akan mungkin pula, kita hanya tertidur saja bukan? Ya, ada saatnya kita pun akan terbangun kembali dari tidur dan melakukan aktivitas seperti biasa.

Nah, dalam Islam ketika terbangun dari tidur, juga ada amalan khusus yang bisa kita lakukan untuk lebih mendekatkan diri pada Allah SWT. Apakah itu?

Salah satu amalan yang bisa kita lakukan setelah bangun dari tidur ialah zikir. Dengan berzikir, maka kita akan selalu ingat pada Allah SWT.

Dengan begitu, kedekatan kita dengan Allah pun akan terjalin dengan baik. Lalu, apakah ada dzikir khusus ketika bangun dari tidur?

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidur, hendaknya dia mengucapkan, “Alhamdulillah radda ‘alayya ruuhi wa ‘aa faanii fii jasadi wa adzdzana lii bidzikrihi (Segala puji bagi Allah yang telah mengembalikan nyawaku pada diriku dan memberikan kesehatan pada tubuhku dan memperkenankan aku untuk berdzikir kepada-Nya),” (HR. Hakim).

Itulah zikir yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW kepada kita ketika terbangun dari tidur. Kita bisa meniru perbuatan baik itu dalam rangka pendekatan diri pada Allah SWT.

Semakin kita mengingat Allah, semakin dekat pula Allah pada kita. Dengan begitu, segala permasalahan kehidupan, tidak akan terasa berat bagi diri kita. Wallahu ‘alam. []

Referensi: Ruqyah Jin, Sihir dan Terapinya/Karya: Syaikh Wahid Abdussalam Bali/Penerbit: Ummul Qura

ISLAMPOS

Ini Amalan Zikir Abu Dzar di Waktu Pagi dan Sore

Dalam Islam, kita sangat dianjurkan untuk memperbanyak dzikir dan doa di waktu pagi dan sore. Berikut ini adalah doa dan amalan zikir Abu Dzar di waktu pagi dan sore. Amalan ini bisa dibaca kaum muslim selepas subuh, dan setelah shalat ashar. 

Tak bisa dipungkiri, dalam kitab-kitab hadis sudah banyak disebutkan riwayat-riwayat mengenai bacaan dzikir dan doa yang dianjurkan untuk dibaca di waktu pagi dan sore, baik yang bersumber dari Rasulullah Saw maupun yang bersumber dari para sahabat.

Di antaranya adalah amalan dan zikir bersumber dari sahabat Abu Dzar. Amalan dzikir beliau di waktu pagi dan sore, sebagaimana riwayat yang disebutkan oleh Ali bin Abdul Malik Al-Muttaqi Al-Hindi, adalah sebagai berikut;


سُبْحَانَ اللهِ وَاْلحَمْدُ للهِ وَلَا اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ اِلاَّ باللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيْماَناً داَئِماً، وَأَسْأَلُكَ قَلْباً خاَشِعاً، وَأَسْأَلُكَ عِلْماً ناَفِعاً، وَأَسْأَلُكَ يَقِيْناً صاَدِقاً، وَأَسْأَلُكَ دِيْناً قَيِّماً، وَأَسْأَلُكَ الْعاَفِيَةَ مِنْ كُلِّ بَلِيَّةِ، وَأَسْأَلُكَ تَماَمَ الْعاَفِيَةِ، وَأَسْأَلُكَ دَواَمَ الْعاَفِيَةِ، وَأَسْأَلُكَ الشُّكْرَ عَلَى الْعاَفِيَةِ ، وَأَسْأَلُكَ الْغِنَى عَلَى النَّاسِ

Subhaanallaahi walhamdu lillaahi walaa ilaaha illallaahu wallaahu akbar walaa hawla walaa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘azhiim. Allohumma innii as-aluka iimaanan daa-iman. Wa as-aluka qolban khoosyi’an.

Wa as-aluka ‘ilman naafi’an. Wa as-aluka yaqiinan shoodiqon. Wa as-aluka diinan qoyyman. Wa as-aluka ‘aafiyata min kulli baliyyah. Wa as-aluka tamaamal ‘aafiyah. Wa as-aluka dawamal ‘aafiyah. Wa as-alukasy syukro ‘alal ‘aafiyah. Wa as-alukal ghinaa ‘aninnaas.

Maha Suci Allah. Segala puji bagi Allah. Tiada Tuhan selain Allah. Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Ya Allah, sungguh hamba mohon iman yang kekal pada-Mu. Dan hamba mohon hati yang khusuk pada-Mu. Dan hamba mohon ilmu yang bermanfaat pada-Mu.

Dan hamba mohon keyakinan yang benar pada-Mu. Dan hamba mohon agama yang lurus pada-Mu. Dan hamba mohon afiat (selamat) dari segala bahaya pada-Mu. Dan hamba mohon sempurnanya afiat (selamat) pada-Mu.

Dan hamba mohon kekalnya afiat (selamat). Dan hamba mohon bisa mensyukuri atas afiat (keselamatan). Dan hamba mohon kekayaan sehingga tidak butuh pada manusia. 

Demikian amalan zikir Abu Dzar di waktu pagi dan sore. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Membaca Dzikir ini Setara dengan Menanam Pohon di Surga

Membaca Dzikir ini Setara dengan Menanam Pohon di SurgaSHAREIBADAH

Membaca Dzikir ini Setara dengan Menanam Pohon di Surga

Fera Rahmatun Nazilah13 Januari 2020  4538

Membaca Dzikir ini Setara dengan Menanam Pohon di Surga

Setiap manusia tentu saja mendambakan surga dan pertemuan dengan Rabb nya di akhirat kelak. Di antara berbagai ibadah, ada amalan kecil yang bisa mengantarkan pelaksananya menuju surga, salah satunya adalah dzikir.

Rasulullah SAW pernah menyebutkan dzikir yang apabila diucapkan seorang muslim, maka akan ditanamkan untuknya satu pohon di surga dari setiap bacaannya. Dzikir ini sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW kepada Abu Hurairah.

Suatu ketika Abu Hurairah sedang menanam tanaman. Tiba-tiba Rasulullah SAW lewat di hadapannya. Beliau pun bertanya “Wahai Abu Hurairah, pohon apa yang sedang kamu tanam?” “Tanaman milikku” jawab Abu Hurairah.

Melihat antusias Abu Hurairah menanam pohon, Rasulullah SAW kembali bertanya “Maukah kamu kutunjukkan tanaman yang lebih baik dari milikmu ini?”

“Tentu saja mau ya Rasulullah,” jawab Abu Hurairah bersemangat. Terbayang di fikirannya tanaman-tanaman yang lebih baik dari miliknya.

Rasulullah SAW kemudian bersabda “Ucapkanlah Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaaha illallah wallahu akbar, maka akan ditanamkan satu pohon untukmu di surga dari setiap bacaannya.”

(Disarikan dari hadis riwayat Ibnu Majah)

Wallahu a’lam bisshawab

ISLAMIco

Hukum Pejamkan Mata Saat Salat dan Zikir

APA hukum memejamkan kedua mata dalam salat saat membaca Alquran dan ketika doa supaya bisa lebih khusyuk?

Alhamdulillah wash shalatu was salamu ala rasulillah wa ala alihi wa shahbih, amma badu,

Terkadang seseorang lupa bahwa di antara prinsip dalam beragama Islam adalah sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,

“Tidaklah tertinggal sesuatu pun yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka melainkan telah dijelaskan semuanya kepada kalian” (HR. At-Thabrani, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah). [1]

Dan di sisi yang lain, terkadang seseorang ketika beribadah juga lupa bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda,

“Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam” (HR. Muslim dalam sahihnya dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma). [2]

Akibatnya, terkadang ia berani berkreasi sendiri dalam melakukan tata cara ibadah tertentu, tanpa ia sadari.

Pernahkah hal ini anda lakukan?

Terkadang tanpa terasa, setelah menunaikan salat, seseorang melanjutkan berzikir dengan memejamkan mata, ia lakukan itu tanpa kesengajaan. Demikian pula, sebagian manusia ada yang berdoa sambil memejamkan matanya, dengan tujuan agar bisa berdoa dengan khusyuk. Apakah kedua perkara itu dibenarkan?

Berikut Fatwa-Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafizhahullah (no. 223681) menjelaskan hal itu.

Bolehkah memejamkan kedua mata saat doa dan zikir?

Jawab: Alhamdulillah, tidak dikenal di dalam sunah bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam dahulu memejamkan kedua matanya dalam bentuk ibadah apapun juga, baik itu salat, baca Alquran, zikir, doa, khutbah, atau selain itu. Telah berlalu jawaban atas pertanyaan no. 22174 yang menjelaskan bahwa memejamkan kedua mata dalam salat itu hukumnya makruh kecuali jika ada keperluan, yaitu adanya perkara yang menyibukkan seseorang dalam salatnya, berupa ukiran, hiasan, ornamen, gambar, lewatnya wanita, atau semisal itu.

Namun jika tidak ada keperluan, tidaklah disayariatkan seseorang memejamkan kedua mata.
(hukum memejamkan kedua mata saat berdoa dan berzikir-pent)
(Berdasarkan dalil di atas) maka jika didapatkan sebab yang diperlukan untuk memejamkan kedua mata (saat berdoa dan berzikir), maka boleh (memejamkan mata), seperti ketika didapatkan sesuatu yang menyibukkan orang yang berdoa atau berzikir.

Adapun jika tidak didapatkan sebab yang diperlukan, maka meneladani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam -tanpa diragukan lagi-adalah lebih utama (afdal).

Terkadang sebagian manusia memejamkan kedua matanya dengan alasan supaya khusyuk. Ini adalah perkara yang tidak disyariatkan dan ulama telah mengingkarinya.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, “Apa hukum memejamkan kedua mata di dalam salat saat membaca Alquran dan ketika doa Qunut supaya bisa khusyu dalam salat?” Beliau menjawab, “Ulama telah menyebutkan bahwa hukum memejamkan kedua mata di dalam salat adalah makruh, kecuali jika ada sebab semisal di hadapan seseorang yang sedang salat ada sesuatu yang menyibukkannya atau cahaya yang terang, sangat menyilaukan kedua matanya dalam keadaan itu boleh ia memejamkan kedua matanya untuk menghindari bahaya tersebut. Adapun sangkaan sebagian manusia bahwa jika memejamkan kedua matanya bisa lebih khusyuk baginya di dalam salatnya, saya khawatir ini termasuk tipu daya setan untuk menjerumuskannya dalam perkara yang makruh, sedangkan ia tidak merasa. Dan apabila ia membiasakan dirinya baru bisa khusyuk jika memejamkan kedua matanya, maka inilah biang keladi yang menjadikan dirinya merasa lebih khusyuk jika memejamkan kedua mata dibandingkan jika membuka kedua matanya” (Majmu Fatawa wa Rasail Al-Utsaimin 13/299).

Namun terkadang, tanpa disengaja, seseorang memejamkan mata begitu saja saat berdoa dan berzikir, maka hal ini tidaklah mengapa. Wallahu Taala Alam

[Ust. Said Abu Ukasyah/Muslim.Or.Id]

INILAH MOZAIK

Buang Keluh-kesah, Perbanyak Zikir

SAUDARAKU, deraskanlah zikir menyebut nama Allah dalam lisan dan perbuatan kita, bahkan sejak hati kita. Orang yang sering berzikir adalah orang yang akan sering diingat pula oleh Allah SWT. Sebagaimana dalam firman-Nya, “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. al-Baqarah [2]: 152)

Betapa indah jika Allah senantiasa hadir dalam hati kita, kapan dan di mana pun kita berada. Saat dipuji, maka Allah ada di hati kita sehingga kita segera membungkus pujian itu dan mempersembahkannya hanya kepada-Nya. Saat dicaci, maka Allah pun ada di hati kita, sehingga kita segera bermuhasabah diri sembari meyakini tiada satu pun kejadian kecuali atas kekuasaan Allah SWT.

Membiasakan hati untuk selalu berzikir mengingat Allah akan membuat hidup kita senantiasa terbimbing oleh-Nya. Hati yang berzikir kepada Allah akan menjadi pendorong bagi kita untuk senantiasa bersyukur dan beribadah kepada-Nya. Hanya melakukan apa saja yang Allah ridai.

Mengapa seseorang banyak sekali berkeluh kesah? Karena ia punya banyak kesempatan untuk melakukannya. Sedangkan jika ia menggunakan kesempatan yang luang itu untuk lebih banyak berzikir, maka dengan sendirinya kesempatan untuk berkeluh kesah akan berkurang, dan semakin berkurang hingga tidak ada sama sekali. Banyak zikir itu selain menjauhkan kita dari perbuatan yang sia-sia, juga mendatangkan pahala dan ketenangan dalam hati kita. Ketenangan yang menjadi sumber kekuatan untuk kita memperbaiki diri.

Allah memang gaib, kita tidak bisa melihatnya. Tetapi, jika seseorang memiliki iman yang kuat, walaupun Allah tidak tampak pada pandangan matanya, namun ia yakin selalu ada dalam pengawasan-Nya. Ia meyakini itu seolah ia sedang melihat Allah secara langsung. Rasulullah saw menerangkan hal ini sebagai konsep ihsan.

Ketika malaikat Jibril bertanya kepada Rasulullah mengenai ihsan, maka beliau bersabda, “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)

Semakin kuat iman seseorang, maka semakin mudah ia untuk selalu ingat kepada Allah SWT. Sebaliknya, semakin lemah imannya, maka akan semakin jauh dia dari mengingat Allah. Kita perlu mengukur kadar keimanan kita. Mengukurnya bukan dengan pengakuan lisan, tapi dengan kejujuran hati.

Ada orang yang ingat kepada Allah hanya ketika ditanya saja. Jika tidak ditanya, maka dia lupa. Semakin seseorang ingat terus kepada Allah, dalam setiap keadaan, maka itu tanda iman yang bagus. Semakin imannya bagus, yakin kepada Allah, maka dunia ini baginya semakin tidak menarik. Mengapa? Karena yang menarik baginya hanyalah Allah. Semakin imannya bagus, maka semakin tidak tertarik ia untuk bergantung kepada makhluk. Mengapa? Karena satu-satunya tempat bergantung baginya hanyalah Allah.

Semakin kuat iman seseorang, maka dunia dan segala perhiasannya ini baginya tak berarti lagi. Karena ia akan fokus pada tanggung jawab menjalani hidup dengan sebaik mungkin. Ia ingat bahwa setiap yang ia miliki, sedikit atau banyak, adalah amanah dan akan diperhitungkan di hadapan Allah di yaumil hisab.

Ia tidak akan mengeluhkan ataupun membangga-banggakan diri atau apa yang ia miliki, karena yang terbayang olehnya adalah pertanggungjawaban atas amanah itu. Ia tidak akan mengeluhkan atau membangga-banggakan harta kekayaan, karena yang terbayang olehnya adalah hisabnya. Setiap satu sen yang ia gunakan akan dipertanggungjawabkan. Masya Allah.

Maka dari itu saudaraku, penting bagi kita mengupayakan agar iman ini selalu meningkat. Iman kita memang akan naik turun, namun penting bagi kita berikhtiar agar setelah turun, selalu naik lagi lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Kuncinya adalah dengan zikrullah, mengingat Allah di setiap waktu kita. Selalu menghadirkan Allah di dalam perasaan, pikiran, lisan, dan tindakan kita.

Karena Allah SWT berfirman, “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. ar-Radu [13]: 28). [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

Zikir Sebagai Penerang Qalbu

BERZIKIR mempunyai adab-adab tertentu, baik sebagai pengantar, sesudah, atau ketika pelaksanaannya. Ada adab yang bersifat lahiriah dan ada pula yang bersifat batiniah.

Adab pengantar

Sebelum melaksanakan zikir, sebaiknya terlebih dulu bertobat, membersihkan jiwa dengan riyadhoh (olah) rohani, melembutkan sirr (batin) dengan menjauhkan dan dengan kaitan hati dengan makhluk, memutuskan segala penghalang, memahami ilmu-ilmu agama, dan mempelajari syarat rukun dalam fardlu ‘ain, mempertegas tujuan-tujuuan luhur sebagai spirit tahapan utamanya, yang bersifat syar’i. Ia juga harus memilih zikir yang sesuai dengan kondisi batinnya.

Setelah itu, barulah ia berzikir dengan tekun dan terus menerus.

Di antara adab yang perlu diperhatikan yaitu hendaknya ia memakai pakaian yang halal, suci, dan wangi. Kesucian batin bisa terwujud dengan memakan makanan yang halal. Zikir walau pun bisa melenyapkan bagian-bagian yang berasal dari makanan haram, tetapi manakala batinnya sudah kosong dari yang haram atau syubhat, maka zikir tersebut akan lebih mencerahkan qalbu.

Namun, jika dalam batinnya masih terdapat sesuatu yang haram, ia terlebih dahulu akan dicuci dan dibersihkan oleh zikir. Pada kondisi tersebut, fungsi zikir sebagai penerang qalbu menjadi sifatnya lebih lemah. Ibarat air yang dipergunakan untuk mencuci sesuatu yang terkena najis, najisnya akan hilang. Tetapi, pada saat yang sama ia tak bisa membuat benda yang terkena najis tadi menjadi lebih bersih.

Oleh karena itu, sebaiknya ia dicuci ulang sehingga ketika benda yang dicuci itu telah bersih dari najis, ia akan bertambah cemerlang dan bersinar ketimbang saat dicuci pertama kali. Demikian puia saat zikir turun ke dalam qalbu. Kaiau qalbu tersebut gelap, zikir akan membuatnya terang. Tetapi, kalau qalbu tersebut sudah terang, zikir akan membuatnya jauh lebih terang.

Adab penyerta

Ketika zikir dilaksanakan hendaknya disertai niat ikhlas. Majelis tempat zikirnya diberi aroma wewangian untuk para malaikat dan jin. Ketika duduk hendaknya bersila menghadap kibiat, bila berzikir sendirian. Tetapi, kalau bersama-sama, hendaknya ia berzikir dalam lingkungan majelis. Selanjutnya telapak tangannya diletakkan di atas paha dan matanya dipejamkan seraya terus menghadap ke depan.

Sebagian ulama berpandangan, jika ia berada di bawah bimbingan seorang syekh (Mursyid), ia membayangkan sang syekh sedang berada di hadapannya. Sebab, ia adalah pendamping dan pembimbing dalam meniti jalan rohani. Selain itu, hendaknya qalbu dan zikirnya itu dikaitkan dengan orientasi sang syekh disertai keyakinan bahwa semua itu bersambung dan bersumber dari Nabi saw. Sebab, syekhnya itu merupakan wakil Nabi saw.

(Namun sejumlah ulama Thariqah Sufi melarang membayangkan wajah syeikh, karena apa pun seorang syeikh atau Mursyid kategorinya tetap makhluk. Di dalam Alquran disebutkan, “Kemana pun engkau menghadap, maka disanalah Wajah Allah.” Bukan wajah makhluk. Dikawatirkan pula, jika di akhir hayat seseorang, yang tercetak dalam bayangannya adalah wajah makhluk, para ulama Sufi mempertanyakan, apakah ia secara hakiki husnul khotimah atau su’ul khotimah? Pent.)

Ketika membaca La Ilaaha Illalloh dengan penuh kekuatan disertai pengagungan. Ia naikkan kalimat tersebut dari atas pusar perut. Ialu, dengan membaca Laa Ilaaha hendaknya ia berniat melenyapkan segaia sesuatu seiain Allah swt, dari qalbu. Dan ketika membaca Illalloh, hendaknya ia menghujamkan ke arah jantung, agar Illalloh tertanam dalam qalbu, kemudian mengalirkan ke seluruh tubuh serta menghadirkan zikir dalam qalbunya setiap saat.

Menurut sebagian Ulama mengatakan, “Pengulangan zikir tidak benar, kecuali dengan refleksi makna, selain makna yang pertama.”

Dan tingkatan zikir yang minimal adalah setiap kali seseorang membaca Laa Ilaaha Illalloh, qalbunya harus bersih dari segala sesuatu selain Allah swt. Jika masih ada, ia harus segera melenyapkannya. Jika ketika berzikir qalbunya masih menoleh pada sesuatu selain Allah swt, berarti ia telah menempatkan berhala bagi dirinya.

Allah swt, berfirman, “Tahukah kamu orang yang mempertuhankan hawa nafsunya.” (Q.S. al-Furqan: 43) `Janganiah kamu membuat Tuhan selain Allah .” (Q.S. al-Isra’: 22). “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai Bani Adam agar kamu tidak menyembah setan.” (Q.S. Yasin : 60).

Dalam hadis, Rasul saw juga bersabda, “Sungguh rugi hamba dinar dan sungguh rugi hamba dirham.” Dinar dan dirham tidak disembah dengan cara rukuk dan sujud kepadanya, tetapi dengan adanya perhatian qalbu kepada keduanya.

La Ilaaha Illalloh, tidak benar diucapkan kecuali dengan penafian segala hal selain Allah dari diri dan qalbunya. Manakala dalam dirinya masih ada gambaran inderawi, walau seribu kali diucapkan, maka maknanya tidak membekas di qalbu.

Namun, bila qalbu tersebut telah kosong dari hal-hal seiain Allah swt, meskipun hanya membaca kata Allah, satu kali saja, ia akan menemukan kelezatan yang tak bisa diungkapkan.

Syeikh Abdurrahman al-Qana’y mengatakan, ” Suatu kali aku mengucapkan La Ilaaha Illalloh , dan tak pernah kembali lagi padaku.”

Di kalangan Bani Israel ada seorang budak hitam yang setiap kali ia membaca La Ilaaha Illalloh, tubuhnya dari kepala hingga kaki-berubah warna putih. Demikianlah, ketika seorang hamba mewujudkan kalimat La Ilaaha Illalloh, sebagai kondisi qalbunya, lisan tak bisa mengaksentuasikan.

Meskipun La Ilaaha Illalloh adalah segala muara oreintasi, ia adalah kunci pembuka hakikat qalbu, seiain akan mengangkat derajat para salik ke alam rahasia.

Ada yang memilih untuk membaca dzikir di atas dengan cara disambung sehingga seolah-olah menjadi satu kata tanpa tersusupi oleh sesuatu dari luar ataupun lintasan pikiran dengan maksud agar setan tak sempat masuk. Cara membaca dzikir seperti ini dipilih dengan melihat kondisi salik yang masih lemah dalam mendaki jaian spiritual akibat belum terbiasa. Seiain terutama karena ia masih tergolong pemula. Menurut para uiama, ini adaiah cara tercepat untuk membuka qalbu dan mendekatkan diri pada Allah swt,.

Menurut sebagian ulama, memanjangkan bacaan La Ilaaha Illalloh lebih baik dan lebih disukai. Karena, pada saat dipanjangkan, dalam benaknya muncul semua yang kontra Allah, kemudian, semua itu ditiadakan seraya diikuti dengan membaca Illalloh. Dengan demikian, cara ini lebih dekat kepada sikap ikhlas sebab ia tidak mengokohkian sifat Ilahiyah, yaitu walaupun dinafikan dengan Laa Ilaaha secara nyata, sesungguhnya ia telah menetapkan dengan “Illa” keadaannya, namun “Illa” itu sendiri merupakan cahaya yang ditanamkan dalam qalbu yang kemudian mencerahkannya.

Sebagian lagi berpendapat sebaliknya. Menurut mereka, tidak membaca panjang lebih utama. Sebab, bisa jadi kematian datang di saat sedang membaca la ilaha (tidak ada tuhan), sebelum sampai pada kata Illalloh, (kecuali Allah swt,).

Sementara menurut yang iain, biia kalimat tersebut dibaca dengan tujuan untuk berpindah dari wiiayah kekufuran menuju iman, maka tidak membaca panjang lebih utama agar ia lebih cepat berpindah kepada iman. Namun, kalau ia berada dalam kondisi iman, membaca secara panjang lebih utama .

Adab berikut

Manakala sang salik terdiam dengan upaya menghadirkan qalbunya, karena bersinggungan dengan anugerah ruhani dibalik dzikir berupa kondisi ghaybah (kesirnaan diri) paska dzikir, yang juga disebut dengan “kelelapan”, maka jika Allah swt, mengirim angin untuk menebar rahmat-Nya berupa hujan, Allah swt, juga mengirim angin dzikir untuk menebar rahmat-Nya yang mulia berupa sesuatu yang bisa menyuburkan qalbu dalam sesaat saja. Padahal, itu tak bisa dicapai meskipun lewat perjuangan rohani dan riyadhoh tiga puluh tahun lamanya. Adab-adab ini harus dimiliki oleh seorang pezikir yang dalam kondisi sadar dan bisa memilih.

Sedangkan bagi pezikir yang kehilangan pilihan karena tidak sadar bersamaan dengan masuknya limpahan zikir dan rahasia ke dalam dirinya, lisannya bisa jadi mengucapkan kata Allah, Allah, Allah atau Huw, Huw, Huw, Huw, atau La, La, La, atau Aa..Aa..Aa.. atau Ah, Ah, Ah, atau suara yang berbunyi. Adabnya adalah pasrah total pada anugerah Ilahi yang membuatnya tenang dan diam.

Semua adab di atas diperlukan oleh mereka yang akan melakukan zikir lisan. Adapun zikir qalbu tidak membutuhkan adab-adab tersebut. []

Zikir di Tengah Kesibukan dan Hiruk-pikuk Pasar

SESEORANG di mana pun ia tinggal, termasuk di tengah-tengah pasar harus bisa sambil tetap sibuk dengan Allah. Alkisah, seorang pedagang besar hidup di Baghdad. Namanya Sarri As-Saqathi.

Layaknya seorang pedagang, ia pun menghabiskan sebagian besar hidupnya di pasar. Setiap hari ia pergi ke beberapa toko miliknya. Dengan ditemani ratusan karyawannya, ia pun ikut berjibaku mengontrol toko. Setiap pagi, ia membuka toko. Saking banyaknya toko yang ia miliki, ia pun harus bergilir dari satu toko ke toko lainnya.

Suatu hari, seperti biasa, ia akan menutup tirai pintu tokonya, lalu mendirikan salat bersama para karyawannya.

Ketika itu, datanglah seorang lelaki dari Gunung Lokam yang berniat untuk menemuinya. Sambil menyingkap tirai pintu toko Sarri, lelaki itu menyapanya dengan suara lantang, “Salam, saya datang untuk mengunjungimu.”

Mendengar suara itu, sebagian orang dalam toko, termasuk Sarri pun menengok ke sumber suara. Para karyawan terlihat tidak suka melihat orang tak dikenal tiba-tiba datang, dan membuka tirai langsungdimana perbuatan itu telah mengganggu waktu salat mereka yang sebentar lagi hendak didirikan.

“Dia tinggal di pegunungan,” komentar Sarri memaklumi seraya mendamaikan ketidaksukaan para karyawan.

Setelah dipersilakan masuk, Sarri pun mengajaknya untuk ikut salat berjemaah bersama. Usai salat, tamu itu kemudian mengutarakan maksud kedatangannya, “Kami datang dari jauh khusus untuk menemui Tuan. Di daerah kami sedang kehabisan almond. Dan, kami dengar, Tuan memiliki banyak almond,” tutur lelaki tersebut. “Sebagai sesama pedagang, kami ingin membeli almond Tuan. Tentu saja Tuan bisa menjualnya lebih mahal, karena kami pun nanti akan menjualnya lebih mahal,” lanjutnya membujuk.

“Bawalah almond ini dengan harga enam puluh dinar,” jawab Sarri singkat. “Almond sebanyak ini setidaknya Tuan jual seharga ratusan dinar. Apalagi ini lagi paceklik, Tuan bisa untung besar, hanya karena almond ini,” tutur sang tamu.

“Ini sudah menjadi aturanku. Aku tidak akan mengambil untung lebih dari 5%,” jawab Sarri. “Masing-masing dari kita mendapat tiga dinar. Aku tidak akan melanggar aturanku sendiri.”

“Mengapa Tuan tidak memanfaatkan kesempatan ini? Bukankah tidak ada yang tahu, selain kita berdua?” bujuknya kemudian.

“Benar, Tuan. Semua orang tidak melihat kita, tapi bagaimana dengan Allah? Segala usaha kita tidak berarti apa-apa tanpa rida-Nya,” jawab Sarri.

“Seseorang, di mana pun ia tinggal, termasuk di tengah-tengah pasar seperti kami harus bisa sambil tetap sibuk dengan Allah, hingga tak sesaat pun luput dari perhatian-Nya,”

“Bukankah itu hakikat zikir, Tuan?” lanjut Sarri disertai pertanyaan retoris.

Mendengar keterangan ahli sufi itu, sang tamu pun merasa malu. Ia mengangguk setuju.
——

Fariduddin Aththar berkisah tentang Abul Hasan Sarri ibnu al Mughallis as Saqathi. Ia merupakan seorang sufi murid dari Makruf al Karkhi. Namanya terkenal di seantero Baghdad sebagai salah seorang pedagang sukses yang tetap menanamkan nilai-nilai Ilahiah. Ia mencari nafkah dengan berdagang, namun ia tidak lupa pula untuk melantunkan dzikir, lewat tindakannya.

Alhasil, selain dikenal sebagai orang yang piawai berwirausaha, ia dikenal pula sebagai orang yang suka berderma dan membantu orang-orang yang membutuhkan uluran tangannya.

Sarri wafat pada 253 H/867 M di usianya yang ke- 98.[islamindonesia]

Zikir Cara Mudah & Mujarab Komunikasi dengan Allah

ZIKIR merupakan amalan utama dalam Islam. Zikir ialah cara paling mudah dan mujarab untuk menjalin komunikasi dengan Allah Taala.

Zikir adalah ekspresi cinta seorang hamba kepada Rabb yang telah menciptakan, mengurus, dan mencukupi semua kebutuhannya. Dari Abu Darda, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Imam Ibnu Majah, Imam al-Hakim, dan Imam at-Tirmidzi dengan derajat Shahih,

“Tidakkah kalian ingin kuberitahu tentang sebaik-baik amalan yang paling suci di sisi Tuhan kalian, paling tinggi menyertai derajat kalian, lebih baik dari menafkahkan emas dan perak, juga lebih baik dari musuh yang membunuh (di antara kalian), lalu kalian membunuhnya? “Para sahabat menjawab, “Tentu saja, ya Rasulullah.”

Kata Nabi, “Berzikirlah kepada Allah Taala.”

Di antara kalimat-kalimat zikir itu, ada satu kalimat yang disebutkan sebagai kalimat paling disukai Allah Taala. Lebih istimewanya lagi, kalimat tersebut dipilih oleh-Nya untuk malaikat-malaikat-Nya.

Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Abu Dzar al-Ghifari yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam at-Tirmidzi, Imam Ahmad bin Hanbal dengan derajat Hasan shahih.

Qultu: Ya Rasulullah, ayyu al-kalaami ahabbu ilaa Allahi Taala? Qaala: Maa ashthafa Allahu Taala li malaaikatihi: Subhana Rabbii wa bihamdihi. “Wahai Rasulullah,” tanya Abu Dzar, “bacaan apakah yang paling disukai Allah Taala?” Rasulullah bersabda, “(Ialah) bacaan yang dipilihkan oleh Allah Taala untuk para malaikat, yaitu bacaan Subhana Rabbi wa bihamdihi (Mahasuci Tuhanku dan segala puji bagi-Nya).”

Semoga Allah Taala memberikan kekuatan kepada kita untuk senantiasa membasahi lidah dengan zikir, pikiran yang senantiasa menadabburi ciptaan-ciptaan-Nya, dan hati yang khusyuk beribadah kepada-Nya, serta fisik yang senantiasa beramal dalam menaati-Nya. Amin ya Robalalamin.

 

INILAH MOZAIK

Zikir Kenyangkan Jiwa, Membersihkan Sifat Tercela

“MAUKAH aku tunjukkan kepadamu sebaik-baik amal dan yang paling mulia di sisi Tuhanmu serta yang paling dapat meninggikan derajatmu? Berzikir kepada Allah.”

Secara harfiah, zikir berarti mengingat dengan menyebut dan memuji nama Allah, dan merupakan ibadah yang paling mudah dilakukan. Sebab, tak seberat berpuasa atau bertahajud di sepertiga malam. Cukup hanya mengingat, mengucapkan pujian penghambaan dan pengagungan kepada Allah swt dengan bacaan tasbih, tahmid, istighfar, selawat, dan pujian yang disyariatkan.

Zikir mengenyangkan jiwa, menenangkan rasa, melembutkan hati, membersihkan sifat-sifat tercela, membesarkan rasa cinta kepada Allah swt serta menjadikan hidup di dunia dan akhirat lebih bernilai dan bermakna.

Dengan berzikir akan hilang ketulian pendengaran, kebisuan lisan, dan tersingkapnya kegelapan pandangan. Allah menghiasai lisan orang-orang yang berzikir sebagaimana Ia menghiasi pandangan orang yang melihat dengan cahaya.

Dengan demikian lisan orang yang selalu berzikir bagaikan bola mata yang buta, pendengaran yang tuli, dan tangan yang terputus. Zikir merupakan pintu Allah yang sangat agung, terbuka lebar bagi setiap hamba selama mereka tidak menutupnya dengan kelalaian.

Rasulullah saw telah banyak memberikan kita sebagai umatnya motivasi agar senang berzikir, suka memuji, menyucikan, dan mengagungkan Allah. Terbiasa berzikir akan membuat jiwa menjadi tenang karena ampunan dan pertolongan Allah selalu mengiringi.

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS.Ar-Rad : 28)

Menurut Imam Nawawi, berzikir adalah suatu amalan yang disyariatkan dan sangat dituntut di dalam Islam. Ia dapat dilakukan dengan hati atau lidah (lisan). Akan lebih afdal jika dengan kedua-duanya sekaligus. [Chairunnisa Dhiee]

Sumber: Buku “200 Amalan Saleh Berpahala Dahsyat”

INILAHMOZAIK

Berzikir Meninggikan Derajat di Sisi Allah

“MAUKAH aku tunjukkan kepadamu sebaik-baik amal dan yang paling mulia di sisi Tuhanmu serta yang paling dapat meninggikan derajatmu? Berzikir kepada Allah.”

Secara harfiah, zikir berarti mengingat dengan menyebut dan memuji nama Allah, dan merupakan ibadah yang paling mudah dilakukan. Sebab, tak seberat berpuasa atau bertahajud di sepertiga malam. Cukup hanya mengingat, mengucapkan pujian penghambaan dan pengagungan kepada Allah swt dengan bacaan tasbih, tahmid, istighfar, selawat, dan pujian yang disyariatkan.

Zikir mengenyangkan jiwa, menenangkan rasa, melembutkan hati, membersihkan sifat-sifat tercela, membesarkan rasa cinta kepada Allah swt serta menjadikan hidup di dunia dan akhirat lebih bernilai dan bermakna.

Dengan berzikir akan hilang ketulian pendengaran, kebisuan lisan, dan tersingkapnya kegelapan pandangan. Allah menghiasai lisan orang-orang yang berzikir sebagaimana Ia menghiasi pandangan orang yang melihat dengan cahaya.

Dengan demikian lisan orang yang lalau berzikir bagaikan boa mata yang buta, pendengaran yang tuli, dan tangan yang terputus. Zikir merupakan pintu Allah yang sangat agung, terbuka lebar bagi setiap hamba selama mereka tidak menutupnya dengan kelalaian.

Rasulullah saw telah banyak memberikan kita sebagai umatnya motivasi agar senang berzikir, suka memuji, menyucikan, dan mengagungkan Allah. Terbiasa berzikir akan membuat jiwa menjadi tenang karena ampunan dan pertolongan Allah selalu mengiringi.

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS.Ar-Rad : 28)

Menurut Imam Nawawi, bersikir adalah suatu amalan yang disyariatkan dan sangat dituntut di dalam Islam. Ia dapat dilakukan dengan hati atau lidah (lisan). Akan lebih afdal jika dengan kedua-duanya sekaligus. [Chairunnisa Dhiee]

Sumber: Buku “200 Amalan Saleh Berpahala Dahsyat”

 

INILAH MOZAIK