Zina, Tak Ubahnya Seperti Binatang

SEBAGIAN manusia merasa berakal. Merasa berperadaban. Merasa lebih baik dari binatang. Namun perilakunya tak ubahnya seperti binatang.

Lihatlah ayam betina. Di mana bertemu pejantan dia dinaiki olehnya. Sebagian wanita hanya dengan kedipan mata. Atau rayuan gombal dia lupa harga dirinya.

Entah siapa yang salah, si laki atau si perempuan? Kalau binatang itu suatu kewajaran. Apakah sampai seburuk itu perilaku manusia?

Allah berfirman dalam Alquran surah Al-A’raaf ayat 179:

“Dan telah kami ciptakan sebagai penghuni neraka jahanam dari bangsa Jin dan manusia, mereka memiliki hati namun tidak berpikir dengannya, memiliki mata namun tidak melihat dengannya, memiliki telinga namun tidak mendengar dengannya, mereka ibarat binatang ternak, bahkan mereka lebih tersesat, mereka adalah orang-orang yang lalai”

Kalau tidak ingin seperti binatang, cobalah berpikir dengan hatimu, dengarkan dengan telingamu, pandanglah dengan matamu, Allah tidak menciptakanmu sia-sia, Belajarlah agamamu kalau masih ingin disebut insan.

Kemarin aku menghadiri sebuah Walimah pernikahan di tengah ibu kota Jakarta. Suatu Walimah yang penuh makna. Pasangan pengantinya belum pernah bersentuh tangan. Belum pernah di atas motor berboncengan. Belum pernah duduk berduaan.

Sentuhan mereka adalah sentuhan yang dibalut mawaddah dan Rahmah. Bersandingnya mereka karena perintah dan rida Pencipta. Pelukan mereka bernilai sedekah.

Sungguh indah dan penuh berkah. Semoga mereka berdua dan bersama keluarganya senantiasa dijaga Allah. Itulah pernikahan yang sebenarnya. Untukmu yang menikah dengan tuntunan syariah, aku ucapkan, “Barakallah hu lakuma wa baraka alikuma. Wa jamaah baina kuma fii khair.” [Ust. Dr. Syafiq Riza Basalamah]

 

INILAH MOZAIK

Sakralkah Pernikahan Padahal Telah Berzina?

AKHI, Ukhti. Aku ingin mengajakmu untuk merenung.

Apasih makna sebuah pernikahan? Bila sebelumnya engkau telah menyentuh pasanganmu. Engkau telah duduk bersanding dengannya. Engkau telah berpelukan erat dengannya. Engkau telah berjalan berduaan dengannya. Engkau telah bersembunyi di balik tabir menutup pintu dari pandangan manusia bersamanya.

Yang lebih parah lagi engkau sudah pernah tidur di atas kasur berduaan dengannya. Lalu apa artinya akad nikah? Apa gunanya resepsi? Apa gunanya saksi dan wali? Apa gunanya mengumumkan kepada khalayak ramai pernikahanmu?

Kalau semua orang telah mengetahui hubunganmu dengannya? Dan Sang Pencipta telah melihat kelakuanmu selama ini. Apa masih ada yang sakral dari pernikahan yang seperti ini?

Hanya sekedar untuk mendapatkan buku hijau, namun semuanya sudah dilakukan sebelum akad nikah. Jangan membohongi dirimu sendiri dengan berpura-pura menikah. Memulai lembaran baru sebagai pasutri.

Yang dahulunya haram menjadi halal. Yang dahulu dilarang menjadi sebuah anjuran. Padahal sebelum akad nikah kau sudah menghalalkan semuanya.

Islam adalah agama yang menghargai wanita. Menghormati dan menjaga putri Adam. Wanita di dalam Islam bukan barang dagangan yang bisa kau pegang-pegang sebelum kau menikahinya. Dia bukan pakaian yang bisa kau coba-coba untuk melihat keselarasannya. Dia bukan makanan yang bisa kau cicipi rasanya.

Namun dia adalah mutiara indah di dalam cangkang kerang. Yang hanya boleh disentuh, dipegang, dibuka dan dibawa oleh yang telah melakukan ijab qabul. Itulah keindahan pernikahan di dalam Islam. Kesakralan akad nikah.

Itulah guna seorang wali dan saksi. Bukan hanya sekedar mendatangkan penghulu dan bertanda tangan di buku. [Ust. Dr. Syafiq Riza Basalamah]

 

INILAH MOZAIK

Kisah Zina Adalah Hutang

Sebuah kisah nyata, dan ini dipublikasikan dalam koran-koran Arab. Aku tidak akan menyebutkan namanya. Yang menceritakan kisah ini adalah orang yang melakukannya sendiri. Dan dia meminta agar pihak koran tidak menyebutkan namanya. Dia hanya ingin agar orang-orang mengetahui kisahnya.

Dia mengisahkan, “Ketika sedang di kampus dengan teman-teman, dan punya banyak hubungan dengan gadis-gadis. Pada suatu waktu, aku bertemu seorang gadis dan melakukan hubungan terlarang dengannya. Dan aku tetap melakukannya hingga dia hamil karena berhubungan denganku. Ketika pihak keluarganya mengetahui hal ini, dan gadis tersebut menceritakan kepada kakaknya, dia menghajarku.

Setelah itu, aku berkata kepadanya, “Aku tidak mengenal adikmu. Carilah orang lain yang menghamilinya!”

Aku kemudian meninggalkannya, dan pergi.

Karena memang tidak memiliki bukti untuk membuktikan kesalahanku, mereka meninggalkanku.

Aku melupakan kejadian ini.

Tahun-tahun berlalu.

Pada suatu hari, aku pulang ke rumah dan menemukan ibuku pingsan di lantai. Aku mencoba untuk menyadarkannya. Setiap kali tersadar, ibu berteriak dan pingsan lagi.  Aku menyadarkannya untuk kedua kalinya, tapi lagi-lagi ia berteriak dan pingsan. Aku mencoba untuk menyadarkannya tiga kali sampai aku berkata, “Wahai ibu, apa yang terjadi?”

Ibu berteriak dan berkata, “Saudarimu!”

“Apa yang terjadi dengan saudariku?” tanyaku.

“Saudarimu dihamili tetangga.” Jawab ibu.

Aku pung langsung menemui tetanggaku, dan mulai menyerangnya sampai dia berkata kepadaku dengan kata-kata yang seolah seperti anak panah yang menghunjam hatiku.

Tahukah kalian apa yang ia katakan kepadaku?

Dia mengatakan, “Aku tidak mengenal adikmu. Coba tanyakan orang lain yang menghamilinya!”

Subhanallah!

Hal yang sama seperti yang kuucapkan kepada keluarga gadis di kampus bertahun-tahun yang lalu.

Balasan tergantung pada amal perbuatannya.

Demikianlah.

Apakah kisah ini selesai? Belum.

Aku mengalami depresi yang berat setelahnya. Kemudian setelah berlalu beberapa tahun, aku memutuskan untuk menikah. Setelah bertunangan dan akad nikah, kami siap untuk pesta pernikahan.

Pada pesta pernikahan, aku mendapatkan kejutan. Calon istriku mengatakan bahwa ia pernah melakukan perbuatan zina sebelumnya. Dia berkata kepadaku, “Tolong tutupi keburukanku, semoga Allah juga menutupi keburukanmu.”

Lalu aku berkata kepada diriku sendiri, “Sudah cukup ya Allah! Cukup! Cukup! Aku sudah menjalani cukup hukuman!”

Aku menghela nafas –mencoba menelan cobaan ini. Dan aku menghabiskan banyak waktu dengan istriku hingga dia melahirkan seorang bayi perempuan yang bagaikan rembulan. Kemudian ketika dia berusia 6 tahun, anakku datang dari luar dengan menangis.

Apa yang telah terjadi?

Penjaga rumah telah memperkosanya.

Tidak ada perubahan, atau kekuatan kecuali atas kehendak Allah, Yang Maha Tinggi lagi Maha Kuasa.

Allah berfirman, “Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu, dan Alalh sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Al-Anfal: 30).

Saudara-saudariku tercinta…,
Jangan katakan bahwa ini sering terjadi pada orang yang tidak taat. Jangan!

Gadis dari kampus yang berzina dengannya di awal cerita memiliki seorang saudara yang sedih ketika tahu saudarinya diziniai. Lalu Allah memberikannya hukuman kepada saudari si pemuda, ya! Dan dia akan mempunyai seorang suami, yang akan Allah ujia melalui istrinya.

Gadis itu juga mempunyai seorang ayah yang hatinya hancur karenanya, sehingga Allah mengujinya melalui putrinya!

Balasan tergantung dari amal perbuatannya. Jadi dia harus membawa hukuman atas perbuatannya.

Dan untuk orang-orang yang tidak bersalah dalam kisah ini, maka ini menjadi cobaan bagi mereka. Allah ingin mengangkat derajat mereka, dan menghapus dosa-dosa mereka karenanya.

Saudara-saudariku, Allah cemburu untuk para wanita –yang dinodai kehormatannya. Mahasuci Dia! Dan Dia akan membalaskan dendam untuk mereka.

Maka, berhati-hatilah! –Kisah ini selesai sampai di sini.

Ya Allah, alangkah beratnya balasan bagi pelaku zina.

Membaca kisah di atas, sungguh kita teringat dengan tangisan Imam Asy-Syafi’i tentang dosa zina.
Satu saat Asy Syafi’i ditanya mengapa hukum bagi pezina sedemikian beratnya?

Wajah Asy Syafi’i memerah, pipinya rona delima.

“Karena,” jawabnya dengan mata menyala, “Zina adalah dosa yang bala’ akibatnya mengenai semesta keluarganya, tetangganya, keturunannya hingga tikus di rumahnya dan semut di liangnya.”

Ia ditanya lagi: Dan mengapa tentang pelaksanaan hukuman itu? Allah berfirman, “Dan janganlah rasa ibamu pada mereka menghalangimu untuk menegakkan agama!”

Asy Syafi’i terdiam… Ia menunduk, Ia menangis.

Setelah sesak sesaat, ia berkata…, “Karena zina seringkali datang dari cinta dan cinta selalu membuat kita iba .. Dan syaitan datang untuk membuat kita lebih mengasihi manusia daripada mencintai-Nya.”

Ia ditanya lagi, “Dan mengapa, Allah berfirman pula, “Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” Bukankah untuk pembunuh, si murtad, pencuri Allah tak pernah mensyaratkan menjadikannya tontonan?

Janggut Asy-Syafi’i telah basah, bahunya terguncang-guncang.

“Agar menjadi pelajaran…”
Ia terisak…

“Agar menjadi pelajaran…”
Ia tersedu…

“Agar menjadi pelajaran…”
Ia terisak…

Lalu ia bangkit dari duduknya, matanya kembali menyala, “Karena ketahuilah oleh kalian.. sesungguhnya zina adalah hutang. Hutang, sungguh hutang… dan.. salah seorang dalam nasab pelakunya pasti harus membayarnya!”

Ya, hindarilah segala yang tidak pantas untuk dilakukan oleh seorang muslim. Zina adalah hutang, hutang, hutang. Jika engkau berhutang, maka ketahuilah bahwa tebusannya adalah anggota keluargamu. Barangsiapa berzina, maka akan ada yang dizinai, meskipun di dalam rumahnya. Camkanlah hal ini jika engkau termasuk orang yang berakal.

Semoga Kisah Zina adalah Hutang menjadikan kita lebih hati-hati dalam bertindak dan semoga diri dan keluarga kita terhindar dari perbuatan zina.

HASMI DEPOK

Nikahnya Orang Zina itu Haram Hingga Ia Bertobat

SEBAGAIMANA jawaban yang diberikan oleh Ustaz Farid Nu’man Hasan:

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: “Nikahnya orang zina itu haram hingga ia bertobat, baik dengan pasangan zinanya atau dengan orang lain.”

Inilah yang benar tanpa diragukan lagi. Demikianlah pendapat segolongan ulama salaf dan khalaf, di antara mereka yakni Ahmad bin hambal dan lainnya. Tetapi kebanyakan ulama salaf dan khalaf membolehkannya, yaitu pendapat Imam Yang tiga, hanya saja Imam Malik mensyaratkan rahimnya bersih (kosong/tidak hamil).

Abu Hanifah membolehkan akad sebelum istibra (bersih dari kehamilan) apabila ternyata dia hamil, tetapi jika dia hamil tidak boleh jimak (hubungan badan) dulu sampai dia melahirkan.

Asy Syafii membolehkan akad secara mutlak akad dan hubungan badan, karena air sperma zina itu tidak terhormat, dan hukumnya tidak bisa dihubungkan nasabnya, inilah alasan Imam Asy Syafii.

Abu Hanifah memberikan rincian antara hamil dan tidak hamil, karena wanita hamil apabila dicampuri, akan menyebabkan terhubungnya anak yang bukan anaknya, sama sekali berbeda dengan yang tidak hamil.”

Nikahnya Wanita Hamil Harus dirinci sebagai berikut:

1. Hamil karena suaminya sendiri, tetapi suaminya meninggal atau wafat, dia jadi janda. Bolehkah menikah dan dia masih hamil? Sepakat kaum muslimin seluruhnya, wanita hamil dan dia menjanda ditinggal mati suami atau cerai, hanya baru boleh nikah setelah masa iddahnya selesai, yaitu setelah kelahiran bayinya. Tidak boleh baginya nikah ketika masih hamil, karena iddahnya belum selesai.

2. Gadis Hamil karena berzina, bolehkah dia menikah? Jika yang menikahinya adalah laki-laki yang menghamilinya, maka menurut Imam Asy Syafii adalah boleh. Imam Abu Hanifah juga membolehkan tetapi tidak boleh menyetubuhinya sampai ia melahirkan. Imam Ahmad mengharamkannya. Begitu pula Imam Malik dan Imam Ibnu Tamiyah.

Sedangkan, jika yang menikahinya adalah laki-laki lain, maka menurut Imam Ibnu taimiyah juga tidak boleh kecuali ia bertobat, yang lain mengatakan boleh, selama ia bertobat plus Iddahnya selesai (yakni sampai melahirkan), inilah pendapat Imam Ahmad. Demikian. Wallahu Alam.

 

INILAH MOZAIK

Doa Agar Tak Terjerumus Zina

SEMUA mengetahui bahwa zina itu berbahaya dan termasuk dosa besar. Namun orang yang merasa aman pun dari zina sebenarnya bisa terjerumus dalam zina. Hanya dengan doa lalu pertolongan Allah yang datang, itulah yang dapat menyelamatkan kita dari zina. Ada satu doa yang berisi meminta perlindungan pada Allah dari anggota badan yang cenderung dengan anggota badan ini akan terjadi perzinaan atau perselingkuhan. Berikut haditsnya.

Syakal bin Humaid pernah mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam lantas ia meminta pada beliau untuk mengajarkannya bacaan taawudz yang biasa ia gunakan ketika meminta perlindungan pada Allah. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan doa dengan beliau memegang tanganku lalu beliau ajarkan, ucapkanlah, “Allahumma inni audzu bika min syarri samii, wa min syarri basharii, wa min syarri lisanii, wa min syarri qalbii, wa min syarri maniyyi”

(artinya: Ya Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari kejelakan pada pendengaranku, dari kejelakan pada penglihatanku, dari kejelekan pada lisanku, dari kejelekan pada hatiku, serta dari kejelakan pada mani atau kemaluanku). (HR. An-Nasai, no. 5446; Abu Daud, no. 1551; Tirmidzi, no. 3492. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Yang dimaksud dengan lafazh terakhir, berlindung pada kejelekan mani. Maksudnya berlindung pada kenakalan kemaluan. Demikian diutarakan dalam Syarh Al-Gharib. Yang disebutkan dalam doa di atas adalah dengan mani, yang maksudnya merujuk pada kenakalan kemaluan. Doa itu berarti meminta perlindungan pada Allah agar tidak terjerumus dalam zina atau terjerumus pula dalam perantara-perantara menuju zina seperti mulai dari memandang, menyentuh, mencium, berjalan, dan niatan untuk berzina dan semisal itu.

Dan perlu diketahui dari pendengaran, penglihatan, lisan, hati serta kemaluan itu sendiri adalah asal mulanya suatu kemaksiatan itu terjadi. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah untuk selamat dari berbagai dosa besar dan zina. [Muhammad Abduh Tuasikal]

 

INILAH MOZAIK

Masuk Surga Meski Ia Berzina dan Mencuri

DIRIWAYATKAN oleh Imam Al Bukhari dan Muslim dalam Shahih mereka berdua, dari Abu Dzar al- Ghifari radhiyallahu anhu ia berkata, “Ketika aku berjalan bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di jalan kota Madinah menuju Uhud beliau bersabda, “Wahai Abu Dzar!”

Labbaika, ya Rasulullah.” Jawabku. Nabi bersabda, “Aku tidak senang sekiranya aku memiliki emas sebesar gunung Uhud lalu setelah tiga hari masih tertinggal satu dinar padaku selain untuk membayar hutang. Aku pasti membagi-bagikannya kepada hamba-hamba Allah seperti ini.” Beliau membentangkan tangannya ke kanan dan ke kiri, kemudian ke belakang. Kemudian beliau berjalan dan bersabda, “Ingatlah, orang yang banyak harta itu yang paling sedikit pahalanya di akhirat, kecuali yang menyedekahkan hartanya ke kanan, ke kiri, ke muka, dan ke belakang. Tapi sedikit sekali orang berharta yang mau seperti ini.”

Kemudian beliau berpesan kepadaku, “Tetaplah di tempatmu, jangan pergi kemana-mana hingga aku kembali.” Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pergi di kegelapan malam hingga lenyap dari pandangan. Sepeninggal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam aku mendengar gemuruh dari arah beliau pergi. Aku khawatir jika ada bahaya yang menghadang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ingin rasanya aku menyusul beliau! Tapi aku ingat pesan beliau, “Tetaplah di tempatmu, jangan pergi kemana-mana!”

Akhirnya beliau kembali. Aku menceritakan tentang suara gemuruh yang kudengar dan kekhawatiranku terhadap keselamatan beliau. Aku menceritakan semuanya kepada beliau. Lalu beliau bersabda, “Itu adalah malaikat Jibril alaihissalam. Ia menyampaikan kepadaku, “Barang siapa di antara umatmu yang mati dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu sesuatupun, maka ia pasti akan masuk surga.”

Aku bertanya, “Meskipun ia berzina dan mencuri?”
“Meskipun ia berzina dan mencuri!” Jawab Beliau. (HR. Muttafaqun Alaih)

 

[Sumber: Majalah Al-Ibar, edisi III]

MOZAIK

Astagfirullah, Zina Mata Dosa Paling Besar

DOSA zina mata adalah dosa terbesar di antara dosa-dosa kecil. Barangsiapa tidak mampu mengendalikan matanya, maka dia tidak dapat menyelamatkan anggota tubuhnya.

Nabi ‘Isa As mengatakan, “Jagalah mata kalian karena ia menaburkan benih nafsu syahwat ke dalam hati kalian dan itu sudah cukup untuk menimbulkan bahaya.” Nabi Yahya As ditanya, “Apakah sumber zina?” jawabnya, “Pandangan mata dan berangan-angan.”

Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw bersabda, “Pandangan mata ibarat panah beracun yang keluar dari busur panah iblis. Allah Ta’ala menganugerahkan kepada seseorang yang meninggalkannya [zina mata] karena takut kepada Allah berupa iman yang memberikan kelezatan kepada hati.”

Beliau juga telah bersabda, “Tidak ada fitnah yang lebih besar bagi umatku setelah kematianku selain wanita.” Dalam hadis lainnya beliau bersabda, “Takutlah kalian pada fitnah dunia dan wanita. Fitnah pertama yang dialami oleh Bani Israil disebabkan oleh wanita.”

Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah kepada kaum laki-laki beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memerlihara kehormatannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka.” (Qs an_Nur [24]: 30).

Sabda Nabi Saw, “Setiap (anggota tubuh) Bani Adam mempunyai bahagian ada zina. Kedua matanya berzina dengan penglihatannya. Kedua tangannya berzina dengan rabaannya. Kedua kakinya berzina dengan berjalannya. Mulutnya berzina dengan ciumannya. Hatinya berzina dengan angan-angannya. Kemaluannya berzina dengan membenarkan [angan-angan] ke dalam perbuatan.”

Istri Rasulullah Ummu Salamah Ra berkata, “Ketika Ibn Ummi Maktum yang buta meminta izin bertemu dengan Rasulullah, aku dan Maimunah [istri beliau lainnya] ada di situ. Rasulullah Saw pun bersabda, “Tutuplah dengan hijab.” Kami bertanya, “Bukankah dia buta, tidak melihat kami ya Rasulullah?” Lalu kata beliau, “Memang dia tidak melihat kalian, tetapi kalian melihatnya.”

Ada sebagian orang menyangi anak belia yang belum berjenggot karena syahwatnya, sesuatu yang sebenarnya lebih berbahaya, dan karena itu, hukumnya haram. Seorang saleh berkata, “Di dalam umat ini akan ada tiga golongan manusia, yaitu orang yang suka berpegangan tangan dengan anak pria belia, orang yang suka memandang dengan syahwat, dan orang yang suka melakukan perbuatan yang tidak senonoh dengan anak priba belia. Maka ini semua adalah bahaya akibat pandangan dan penglihatan mata.” Semoga kita semua terhidar dari zina mata.

 

MOZAIK

 

Hukum Fiqih: Wanita Hamil Karena Zina, Bolehkah Dinikahi oleh Pria Lain?

Sahabat Ummi, pernahkah terpikirkan jika ada pihak lelaki yang menzinahi seorang perempuan, tapi kemudian tak mau bertanggung jawab atau tidak disetujui oleh pihak keluarganya, lalu untuk sekedar menutupi aib, orangtua sang perempuan menikahkan anaknya dengan lelaki lain yang justru bukan pelaku zina, apakah hal tersebut dibenarkan dalam Islam?

Ada beberapa pendapat mengenai hal ini:

Kesepakatan ulama, jika hal ini terjadi maka yang harus menikahi perempuan hamil adalah pria yang menghamilinya.

Dasarnya, saat Ibnu Abbas r.a. ditanya seorang pemuda yang berzina, kemudian bertobat dan ingin menikahi wanita dizinainya itu sebagai jalan terbaik menutup aib wanita tersebut, beliau menjawab: “Awalnya adalah zina dan diakhiri nikah. Yang haram (zina) tidak mengharamkan yang halal (pernikahan).

 

Pendapat  Abu Hanifah: wanita yang hamil karena berzina harus dikawini baik oleh pria yang berzina dengannya atau dengan pria lain, tapi tidak boleh digauli sampai melahirkan anak yang dikandungnya.

Pendapat lain disampaikan Imam Rabi’ah, as-Tsauri, al-Auza’ie dan Ishaq yang beraliran mazhab Imam Malik dan Imam Ahmad: wanita yang hamil karena berzina tidak boleh dinikahi sampai dia melahirkan.

Lalu, kedudukan anak itu dinisbahkan pada siapa? Bukannya mengapa, sahabat Ummi, kebanyakan orang awam kurang tahu mengenai hal ini. Asalkan anak sudah dinikahi orang yang menzinai-nya atau orang lain sebagai sarana tutupi aib, sudah cukup dan dianggap sebagai ayah yang sah bagi calon anaknya yang akan lahir. Untuk itu marilah kita cermati pendapat ulama;

Apabila anak yang dikandung lahir enam bulan dari tanggal terjadinya akad pernikahan, maka nasab anak itu diikutkan padanya. Tapi jika lahir kurang dari enam bulan, maka nasab tidak ikut padanya,  ini pendapat jumhur ulama atau sebagian besar ulama.

Bagaimanakah dengan menggauli wanita zina yang sudah menjadi istrinya? Apakah ini juga ada aturannya?

Pandangan Imam Syafi’i menggauli dalam kondisi hamilnya itu hukumya makruh. Dalam hal ini tiada kehormatan untuk zina yang mewajibkan iddah atas wanita yang zina. Oleh karena itu wanita hamil karena zina boleh dinikahi oleh pria yang berzina dengannya, ataupun pria lain.

Abu Hanifah menyatakan tidak boleh menyetubuhinya sampai ia melahirkan anak yang dikandungnya

Imam Rabi’ah, as-Tsauri, al-Auza’ie dan Ishaq yang beraliran mazhab Imam Malik dan Imam Ahmad, menyatakan  wanita zina ini wajib beriddah selama tiga kali haid atau tiga bulan atau sampai melahirkan anak jika ia hamil.

Namun, jika pezina wanita ini mempunyai suami, maka haram suami menyetubuhinya sampai selesai masa iddahnya.

Terlepas dari pendapat para ulama itu, memang seyogyanya para muslimah menjaga diri atas tubuhnya, perilakunya dan harga dirinya bak permata, jangan salah pergaulan, hingga menimbulkan dosa. Dan ternyata pahami pula, salah memahami fikih mengenai hal ini bisa menimbulkan dosa yang lain, meskipun pada akhirnya wanita hamil sebab zina itu sudah dinikahi.

Semoga sahabat Ummi terhindar dari masalah pelik seperti ini, Allahuma Aamin.

 

Foto ilustrasi: google

Referensi:

  1. Ahkam al-Marah al-Hamil, Yahya Abd  Rahman al-Khatib, hlm. 75
  2. Khalid al Husainan, Fikih Wanita, Darul Haq, Jakarta, tahun 2011
  3. Candra Nila Murti Dewojati, 202 Tanya Jawab Fikih Wanita, Al Maghfirah, 2013

 

Profil Penulis: 

Candra Nila Murti Dewojati, ibu rumahtangga dengan 3 orang anak ini menyukai dunia penulisan dalam 5 tahun terakhir ini. Sudah 10 buku Solo yang dihasilkan,  diantaranya “Masuk Surga Walau Belum Pernah Shalat, Panjangkan Umur dengan Silaturahmi, 202 tanya Jawab Fikih Wanita, Strategi jitu meraih Lailatul Qadar, Istri Bahagia, Ayat-ayat Tolak  Derita dan masih banyak lainnya  , sekitar 15 antologi juga telah ditulisnya bisa dijumpai dalam candranilamurti@gmail.com, atau Cahaya Istri Sholehah (CIS) di FB, sebuah Grup tertutup mengenai Fikih wanita yang digawanginya juga mengikuti komunitas Ummi Menulis.

 

sumber: Ummi ONline

Zina itu Utang, Anggota Keluarga Tebusannya

SALIM A Fillah menuliskan dalam karyanya.

Suatu saat Asy Syafii ditanya mengapa hukum bagi pezina sedemikian beratnya? Wajah Asy Syafii memerah, pipinya rona delima.

“Karena,” jawabnya dengan mata menyala, “Zina adalah dosa yang bala akibatnya mengenai semesta keluarganya, tetangganya, keturunannya hingga tikus di rumahnya dan semut di liangnya.”

Ia ditanya lagi: Dan mengapa tentang pelaksanaan hukuman itu? Allah berfirman, “Dan janganlah rasa ibamu pada mereka menghalangimu untuk menegakkan agama!”

Asy Syafii terdiam Ia menunduk, Ia menangis.

Setelah sesak sesaat, ia berkata, “Karena zina seringkali datang dari cinta dan cinta selalu membuat kita iba .. Dan syaitan datang untuk membuat kita lebih mengasihi manusia daripada mencintai-Nya.”

Ia ditanya lagi, “Dan mengapa, Allah berfirman pula, “Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” Bukankah untuk pembunuh, si murtad, pencuri Allah tak pernah mensyaratkan menjadikannya tontonan?

Janggut Asy-Syafii telah basah, bahunya terguncang-guncang.

“Agar menjadi pelajaran”

Ia terisak

“Agar menjadi pelajaran”

Ia tersedu

“Agar menjadi pelajaran”

Ia terisak

Lalu ia bangkit dari duduknya, matanya kembali menyala, “Karena ketahuilah oleh kalian.. sesungguhnya zina adalah hutang. Hutang, sungguh hutang dan.. salah seorang dalam nasab pelakunya pasti harus membayarnya!”

Ya, hindarilah segala yang tidak pantas untuk dilakukan oleh seorang muslim. Zina adalah utang, utang, utang. Jika engkau berhutang, maka ketahuilah bahwa tebusannya adalah anggota keluargamu.

Barangsiapa berzina, maka akan ada yang dizinai, meskipun di dalam rumahnya. Camkanlah hal ini jika engkau termasuk orang yang berakal. Semoga bermanfaat. []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2303518/zina-itu-utang-anggota-keluarga-tebusannya#sthash.1EzHnFq0.dpuf

Bagaimana Islam Mengatasi Penyakit AIDS

Oleh: Hafidz Abdurrahman

AIDS adalah penyakit yang timbul akibat penyimpangan prilaku seksual, ditandai dengan menurunnya imunitas tubuh penderitanya. Penyakit AIDS ini merupakan jenis penyakit berbahaya, mematikan, dan menular. Penularan penyakit ini bisa melalui berbagai cara. Bisa melalui oral, antara penderita dengan pasangannya yang sehat. Bisa melalui hubungan badan. Bisa melalui jarum suntik bekas yang pernah digunakan oleh penderita, kemudian digunakan oleh orang sehat. Karena itu, penyebaran penyakit ini mengalami peningkatan yang signifikan, bukan hanya menimpa orang dewasa, tetapi juga anak-anak, bahkan janin yang masih dalam kandungan.

Penyakit AIDS ini, diakui atau tidak, berawal dari prilaku seksual yang menyimpang, akibat berganti-ganti pasangan seks (heteroseksual). Dengan kata lain, penyakit ini muncul karena prilaku zina yang merajalela di tengah masyarakat. Ditambah tidak adanya punishment (sanksi) yang bisa menghentikan prilaku menyimpang ini, beserta dampak ikutannya.

Karena itu mengatasi masalah AIDS ini tidak bisa berdiri sendiri, tetapi terkait dengan akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya penyakit ini. Maka, menyelesaikan wabah AIDS ini tidak bisa hanya dengan mengatasi AIDS-nya saja, sementara sumber penyakitnya tidak ditutup.

Tindakan Preventif

Sumber penyakit AIDS ini jelas, yaitu gonta-ganti pasangan seks, atau perzinaan, dan seks bebas (free sex dan free love). Maka, pintu ini harus ditutup rapat-rapat. Karena itu, dengan tegas Islam mengharamkan perzinaan dan seks bebas. Allah SWT berfirman: “Janganlah kalian mendekati perzinaan, karena sesungguhnya perzinaan itu merupakan perbuatan yang keji, dan cara yang buruk (untuk memenuhi naluriseks).” (QS al-Isra’ [17]: 32)

Islam bukan hanya mengharamkan perzinaan, tetapi semua jalan menuju perzinahaan pun diharamkan.Islam, misalnya, mengharamkan pria dan wanita berkhalwat (menyendiri/berduaan). Sebagaimana sabda Nabi saw, “Hendaknya salah seorang di antara kalian tidak berdua-duaan dengan seorang wanita, tanpa disertai mahram, karena pihak yang ketiga adalah setan.” (HR Ahmad dan an-Nasa’i)

Tidak hanya berduaan, memandang lawan jenis dengan syahwat juga dilarang. Dengan tegas Nabi menyatakan, bahwa zina mata adalah melihat (HR Ahmad). Nabi juga melarang pandangan kedua (pandangan yang disertai dengan syahwat) (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan Abu Dawud). Bahkan, Nabi pernah memalingkan kepala Fadhal bin Abbas ketika memandangi wajah perempuan Khas’amiyah,seraya bersabda, “Pandangan yang bersumber dari syahwat itu merupakan busur panah setan.” Dalam riwayat lain Nabi menyatakan, “Dua mata berzina, ketika keduanya sama-sama melihat. Dua tangan berzina, ketika keduanya meraba..” (as-Sarakhshi, al-Mabsuth, X/145).

Islam juga mengharamkan pria dan wanita menampakkan auratnya. Dengan tegas Allah menyatakan,“Dan hendaknya para wanita itu tidak menampakkan perhiasannya, kecuali apa yang boleh nampak darinya (wajah dan kedua telapak tangan).” (QS an-Nur [24]: 31). Dengan tegas ayat ini mengharamkan wanitamenampakkan auratnya, yaitu seluruh badan, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Sedangkan bagi pria, Islam mengharamkan pria memperlihatkan pahanya, melihat paha orang hidup maupun mayit (HR ar- Razi, Tafsir ar-Razi, XXIII/371).

Islam juga mengharamkan wanita berpakaian tabarruj, yaitu berpakaian yang bisa memancing perhatian lawan jenis. Dengan tegas Allah menyatakan, “Hendaknya (perempuan) tidak berpakaian dengan tabarruj, sebagaimana cara perempuan jahiliyah bertabarruj.” (QS al-Ahzab [33]: 33). Seperti menampakkan lekuk tubuh, memakai parfum, atau make up yang menarik perhatian.

Tidak hanya itu, Islam juga memerintahkan baik pria maupun wanita, sama-sama untuk menundukkan pandangan kepada lawan jenis dan menjaga kemaluan mereka (QS an-Nur [24]: 30-31).

Ini dari aspek pelakunya. Dari aspek obyek seksualnya, Islam pun tegas melarang produksi, konsumsi dan distribusi barang dan jasa yang bisa merusak masyarakat, seperti pornografi dan pornoaksi. Karena semuanya ini bisa mengantarkan pada perbuatan zina. Sebagaimana kaidah ushul yang menyatakan,“Sarana yang bisa mengantarkan pada keharaman, maka hukumnya haram.”

Tindakan Kuratif

Jika seluruh hukum dan ketentuan di atas diterapkan, maka praktis pintu zina telah tertutup rapat. Dengan begitu, orang yang melakukan zina, bisa dianggap sebagai orang-orang yang benar-benar nekat. Maka terhadap orang-orang seperti ini, Islam memberlakukan tindakan tegas. Bagi yang telah menikah (muhshan), maka Islam memberlakukan sanksi rajam (dilempari batu) hingga mati. Ketika Maiz al-Aslami dan al-Ghamidiyyah melakukan zina, maka keduanya di-rajam oleh Nabi SAW hingga mati.

Bagi yang belum menikah (ghair muhshan), Islam memberlakukan sanksi jild (cambuk) hingga 100 kali. Dengan tegas Allah menyatakan, “Pezina perempuan dan laki-laki, cambuklah masing-masing di antara mereka dengan 100 kali cambukan.” (QS an-Nur [24]: 02)

Punishment bukan hanya diberikan kepada pelaku zina, dengan rajam bagi yang muhshan, atau dicambul 100 kali bagi ghair muhshan, tetapi semua bentuk pelanggaran yang bisa mengantarkan pada perbuatanzina. Dalam hal ini, Islam menetapkan sanksi dalam bentuk ta’zir, yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada hakim. Dengan cara seperti itu, maka seluruh pintu perzinaan benar-benar telah ditutup rapat-rapat oleh Islam.

Maslahat dari penerapan seluruh ketentuan dan hukum ini adalah terbebasnya masyarakat dari perilakuseks yang tidak sehat. Tidak hanya itu, prilaku seks yang menjadi sumber penyakit AIDS pun benar-benar telah ditutup rapat. Jika pelaku zina muhshan di-rajam sampai mati, maka salah satu sumber penyebaran penyakit AIDS ini pun dengan sendirinya bisa dihilangkan.

Lalu, bagaimana dengan mereka yang tertular penyakit AIDS, dan bukan pelaku zina? Seperti ibu rumah tangga yang tertular dari suaminya yang heteroseksual, atau anak-anak balita, dan orang lain yang tertular, misalnya, melalui jarum suntik, dan sebagainya?

Karena itu merupakan masalah kesehatan yang menjadi hak masyarakat, maka negara wajib menyediakan layanan kesehatan nomor satu bagi penderita penyakit ini. Mulai dari perawatan, obat-obatan hingga layanan pengobatan. Khilafah juga akan melakukan riset dengan serius untuk menemukan obat yang bisa menanggulangi virus HIV-AIDS ini.

Karena ini merupakan jenis virus yang berbahaya dan mematikan, maka para penderitanya bisa dikarantina. Ini didasarkan pada hadits Nabi, “Larilah kamu dari orang yang terkena lepra, sebagaimana kamu melarikan diri dari (kejaran) singa.” (HR Abdurrazaq, al-Mushannaf, X/405). Nabi memerintahkan kita lari dari penderita lepra, karena lepra merupakan penyakit menular.

Dari hadits ini bisa ditarik dua hukum: Pertama, perintah melarikan diri, yang berarti penderitanya harus dijauhkan dari orang sehat. Dalam konteks medis, tindakan ini bisa diwujudkan dalam bentuk karantina. Artinya, penderita lepra harus dikarantika. Kedua, lepra sebagai jenis penyakit menular, bukan lepra sebagai penyakit tertentu. Berarti, ini bisa dianalogikan kepada penyakit menular yang lain. Karena itu, berdasarkan hadits ini, penderita AIDS bisa disamakan dengan penderita lepra, karena sama-sama menderita penyakit menular. Tindakannya juga sama, yaitu sama-sama harus dikarantinakan.

Dalam karantina itu, mereka tidak hanya dirawat secara medis, tetapi juga non medis, khususnya dalam aspek psikologis. Penderita AIDS tentu akan mengalami tekanan psikologis yang luar biasa, selain beban penyakit yang dideritanya, juga pandangan masyarakat terhadapnya. Dalam hal ini, ditanamkan kepada mereka sikap ridha (menerima) kepada qadha’, sabar dan tawakal. Dengan terus-menerus meningkatkan keimanan dan ketakwaan mereka agar lebih terpacu melakukan amal untuk menyongsong kehidupan berikutnya yang lebih baik.

Dengan cara seperti itu, Islam telah berhasil mengatasi masalah AIDS ini hingga ke akar-akarnya. Semuanya itu tentu hanya bisa diwujudkan, jika ada Negara Khilafah yang bukan saja secara ekonomimampu menjamin seluruh biaya kesehatan rakyatnya, tetapi secara i’tiqadi juga mampu mengatasi akar masalah ini dengan pondasi akidah Islam yang luar biasa.[]

 

sumber: Hizbut Tahrir