Tetap Salat Meski Memakai Kateter

SALAT selamanya akan menjadi kewajiban manusia selama di jasadnya masih ada ruh dan akal. Hanya saja, syariat memberikan keringanan, dimana manusia boleh melaksanakan shalat sesuai kemampuannya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

“Kerjakanlah shalat dengan berdiri, jika tidak mampu maka dengan duduk, dan jika tidak mampu juga maka dengan berbaring.” (HR. Bukhari).

Bagaimana jika menggunakan kateter? Jika penggunaan alat ini termasuk kondisi terpaksa, di mana kateter harus tetap terpasang dan tidak bisa dilepas waktu shalat, atau jika sering dilepas akan membahayakan orang yang sakit, maka tidak masalah shalat dalam keadaan kateter tetap terpasang. Sebagaimana firman Allah: “Bertaqwalah kalian kepada Allah semampu kalian.” (QS. At-Taghabun: 16).

Allah juga berfirman: “Allah tidak membebani satu jiwa kecuali sesuai kemampuannya.” (QS. Al-Baqarah: 286).

Akan tetapi jika memungkinkan untuk dilepas, meskipun diupayakan hanya dua kali sehari, maka dia bisa atur agar kateter dilepas ketika mendekati waktu asar dan waktu isya. Ketika kateter dilepas mendekati waktu asar, kemudian dia bisa shalat dzuhur di akhir waktu, disambung dengan shalat asar setelah masuk waktunya. Atau dilepas ketika mendekati isya, kemudian si sakit bisa shalat maghrib, disambung dengan shalat isya setelah masuk waktu.

Setelah membahas bolehnya jamak karena sakit, Ibnu Qudamah mengatakan: “Demikian pula dibolehkan bagi wanita mustahadhah, atau orang yang punya penyakit beser dan yang sejenis dengannya untuk melakukan jamak, berdasarkan hadis yang kami bawakan.”

Hadis yang dibawakan Ibnu Qudamah adalah hadis dari Hamnah binti Jahsy radhiyallahu anha, beliau pernah bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang hukum shalat dan puasa, sementara dia terus keluar darah. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Jika kamu sanggup, lakukan hal berikut: akhirkan shalat dzuhur dan segerakan shalat asar di awal waktu. Kamu mandi kemudian shalat dzuhur dan asar dijamak. Kemudian kamu akhirkan shalat maghrib dan segerakan shalat isya di awal waktu, kemudian kamu jamak dua shalat itudst.” (HR. Turmudzi dan yang lainya)

Kesimpulannya, kaum muslimin boleh shalat sesuai dengan keadaan yang dia mampu, namun jangan sampai dia meninggalkan cara shalat yang lebih sempurna padahal masih mampu diusahakan. Seperti orang yang masih bisa duduk, maka dia tidak boleh shalat sambil berbaring. Atau orang yang masih bisa wudhu, namun memilih untuk melakukan tayamum.

Allahu alam. [Disadur dari Fatawa Syabakah Islamiyah, di bawah bimbingan Dr. Abdullah al-Faqih, no. 72615]

INILAH MOZAIK