Secara umum, biasanya kaum wanita lebih banyak atau unggul dalam berbicara dibandingkan laki-laki. Ia lebih banyak mengekspresikan hati, keinginan dan minatnya melalui lisan sehingga makin mengolah kata.
Taufik Al-Hakim berkata: “Belum pernah aku temukan dua perempuan yang sedang duduk dan keduanya tidak berbicara. Aku pernah menyaksikan sekelompok wanita sedang berkumpul, saya heran bagaimana mereka saling menghadirkan bahan pembicaraan? Kadang saya merasa paling cerewet diantara kaum laki-laki, namun ketika saya bandingkan dengan kaum wanita ternyata saya paling pendiam diantara mereka”. (Mut’atul Hadits, Abdullah Ad Dawud, hal 72).
Seorang istri shalihah hendaknya mampu menjaga lisannya dari perkataan jelek, mengadu domba, mencela, suka berkeluh kesah, bahkan terlontar ucapan yang mengkufuri nikmat Allah, dengan tidak bersyukur pada suaminya. Terkadang ia dengan ringan membuat topik pembicaraan yang mampu menyihir lawan bicara sehingga menarik dan asyik berbicara yang bisa menjerumuskan dalam membicarakan aib orang lain termasuk kekurangan suaminya sendiri tanpa ia sadari.
Berlebih-lebihan dalam berbicara tanpa kendali dan tujuan yang mulia akan hanya akan mendatangkan dosa dan murka Allah subhanahu wa ta’ala.
Berkata Imam Muslim rahimahullah: “Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُوْنَ، قالَهَا ثَلَاثًا
“Binasalah orang yang suka berlebih-lebihan/melampaui batas” beliau mengatakan tiga kali”(Syarh Shahih Muslim oleh An-Nawawi, 16/220).
Dan sabdanya: الْمُتَنَطِعُوْنَ (berlebih-lebihan), berkata An-Nawawi: “Yang dimaksud ialah orang yang berdalam-dalam, berlebih-lebihan, dan melampaui batas dalam perkataan dan perbuatan mereka” (Dikutip dari “Wahai Muslimah Dengarlah Nasehatku” [terjemah] karya Ummu Abdillah Al-Wadi’iyyah, hal 63).
Syariat memerintahkan seorang muslimah dan mukminah untuk mampu mengendalikan lidahnya, tidak mudah mengumbar kata-kata tanpa ada kebutuhan mendesak, seperti saling menasehati sesama, berdakwah, membicarakan perkara agama, bermusyawarah untuk urusan kebaikan dunia dan lain-lain yang bermanfaat.
Kaum muslimah hendaknya menyadari betapa lisan bak pisau bermata dua, di satu sisi bisa mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala namun di sisi lain mampu menjerumuskannya dalam neraka.
Jadikanlah dalam lisanmu untuk meraih apa-apa yang dicintai serta diridhai-Nya. Lisan yang senantiasa basah oleh dzikrullah dalam segala situasi dan suasana agar hidupmu berkah dan berpahala. Lisan yang membantumu untuk selalu mentauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla, dan senantiasa menumbuhkan ketaatan pada perintah-Nya.
Hadirkan selalu pembicaraan yang berfaidah yang mampu membuatmu dan orang lain tentram dan bahagia. Pembicaraan yang tidak mengundang petaka, bukan pembicaraan yang justru membuat hidupmu di dunia dan akhirat sengsara.
Sepantasnya seorang muslimah sejati memperbanyak do’a, rajin menuntut ilmu, dan bersahabat dengan orang-orang yang shalih-shalihah agar bisa membantunya untuk menjaga lisannya dari perkara dosa dan hal-hal yang dimurkai-Nya.
Referensi :
1. Wahai Muslimah Dengarlah Nasehatku (terjemah), Ummu Abdillah Al-Wadi’iyyah, Pustaka Sumayyah, Pekalongan,2006
2. One heart, Rumah tangga Satu Hati Satu Langkah, Zainal Abidin bin Syamsudi, Pustaka Imam Bonjol, Jakarta, 2014
Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa
Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/11923-tidak-berlebih-lebihan-dalam-berbicara.html