Tiga Warisan Kegemilangan Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai yang berdiri pada abad ke-13 M di Lhoksumawe, Aceh Utara, telah berhasil membangun peradaban gilang di bumi nusantara, tepatnya di tanah berjuluk “Serambi Makkah” itu.

Menurut Marco Polo, raja pertama Kerajaan Samudera Pasai adalah Marah Silu atau Sultan Malik al-Saleh (1285-1297).  Dalam catatan petualang Muslim Ibnu Batutah pada masa pemerintahan Sultan Malik al-Saleh, Samudera Pasai telah mempunyai hubungan diplomatik dengan Cina. Hal itu diberitakan dalam sejarah Dinasti Yuan dan Cina.

Kerajaan ini memiliki letak geografis yang strategis. Berbatasan dengan Selat Malaka dan berada pada jalur perdagangan internasional melalui Samudra Hindia antara Jazirah Arab, India, dan Cina. Berikut ini sejumlah peninggalan Kerajaan Samudera Pasai yang masih diakses sampai sekarang.

Mata Uang Emas

Dalam Ying Yai Sheng Lan karya Ma Huan, sang juru tulis dan penerjemah Laksamana Muslim Cheng Ho, disebutkan mata uang Samudera Pasai adalah dinar emas dengan kadar 70 persen dan mata uang keueh dari timah (1 dinar = 1.600 keueh). Pasai telah mencetak dinar pertamanya pada masa Sultan Muhammad (1297-1326) dengan satuan emas yang sepadan dengan 40 grains atau 2,6 gram.

Dirham ini tetap berlaku sampai bala tentara Nippon mendarat di Seulilmeum, Aceh Besar pada 1942. Sampai hari ini pun, di Sumatra Barat masih dijumpai pemakaian satuan mas (1 mas = 2,5 gram) sebagai unit jual beli, terutama untuk tanah.

 

Batu Nisan Malik as-Saleh

Batu Nisan Sultan Malikus Saleh terletak di Kompleks Makam Sultan Malikus Saleh, Desa Beuringin, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Batu nisan lain yang juga terdapat di dalam kompleks ini adalah batu nisan Sultan Malikus Zahir, putra dan penerusnya. Batu nisan Sultan Malikus Saleh memperlihatkan peralihan dari pengaruh arsitektur Buddhis ke pengaruh arsitektur Islam.

Dari ornamen Nisan Malikus Saleh terlihat bahwa batu nisan tersebut berasal dari Gujarat (India). Hal ini berarti Kerajaan Samudera Pasai bersifat terbuka dalam menerima budaya lain, yaitu dengan memadukan budaya Islam dengan budaya India.

 

Hikayat Raja Pasai

Hikayat Raja Pasai merupakan karya sastra sejarah. Hikayat ini merupakan satu-satunya peninggalan sejarah zaman kerajaan Pasai. Dalam naskah diceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi antara 1250-1350 M. Zaman ini adalah masa pemerintahan Raja Meurah Siloo yang kemudian masuk agama Islam dan mengganti namanya dengan Mâlik al-Shâlih.

Menurut perkiraan Dr Russel Jones, hikayat ini ditulis pada abad ke-14. Hikayat ini mencakup masa dari berdirinya Kesultanan Samudera Pasai sampai penaklukannya oleh Kerajaan Majapahit. Hikayat Raja Pasai merupakan salah satu sumber tentang cerita masuknya Islam ke Sumatra.

 

 

sumber: Republika Online