Toleransi dalam Al-Qur’an (Bag 1)

Islam datang sebagai agama penyempurna. Islam hadir sebagai agama yang memberikan solusi bagi semua permasalahan. Rasulullah saw pun telah menyampaikan seluruh Risalah dari Allah swt. Risalah yang begitu lengkap dengan aturan, perintah dan larangan. Bahkan, dalam urusan-urusan kecil dan sepele sekalipun. Kini muncul pertanyaan, mengapa Islam harus datang dengan segudang aturan? Apa yang menyebabkan aturan-aturan itu begitu detail diberikan untuk manusia?

Sebenarnya, Islam mengatur hidup manusia bahkan dalam urusan terkecil pun karena dunia ini penuh dengan perbedaan. Jika semua yang ada itu sama, mungkin tidak dibutuhkan aturan yang begitu banyak dan mendetail.
Islam memberikan aturan bagaimana bersikap kepada sesama muslim, bagaimana bersikap kepada orang selain islam, bagaimana berhubungan dengan selain manusia. Semua itu diatur karena mereka berbeda.

Perbedaan yang ada di dunia ini bisa dibagi menjadi dua bagian. Yang pertamaadalah perbedaan yang alami dan ciptaan. Dalam hal ini ia tak bisa memilih. Seperti tak bisa memilih bentuk wajah dan tubuh. Ia juga tak bisa memilih dari suku mana dia terlahir. Bahkan saudara satu ibu pun bisa berbeda-beda dalam bentuk, sifat dan kepribadiannya. Semua itu ciptaan tanpa ada pilihan

Perbedaan yang kedua adalah perbedaan karena pilihan. Saya berbeda dengan anda karena pilihan ideologi saya. Dia berbeda karena pilihan agamanya. Dan banyak lagi pilihan-pilihan hidup yang membuat orang saling berbeda. Intinya, perbedaan adalah hal yang lumrah dan lazim.

Lalu, sebenarnya apa tujuan Allah meciptakan dunia yang serba berbeda? Bukankah Allah mampu menjadikan semuanya sama? Bukankah Dia mampu membuat semua orang tunduk dan beriman?

Allah menjawab pertanyaan ini dalam Firman-Nya:

وَلَوْ شَاء اللّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَـكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُم فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ -٤٨-

“Kalau Allah Menghendaki, niscaya kamu Dijadikan- Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak Menguji kamu terhadap karunia yang telah Diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.”
(Al-Ma’idah 48)

Dunia adalah tempat ujian. Semua sisi kehidupan ini adalah ujian. Ada yang diuji dengan kekayaannya, ada yang diuji dengan jabatannya, ada pula yang diuji dengan wajah tampannya. Dan salah satu ujian bagi manusia adalah harus hidup dalam perbedaan. Memang bukan hal mudah untuk bisa menerima perbedaan di sekitar kita. Namun itulah ujian dari Allah untuk meningkatkan kualitas diri setiap manusia. Dalam ayat itu, Allah swt sama sekali tidak membahas perbedaan yang ada, namun pada akhir ayat itu Allah memfokuskan agar manusia berlomba dalam kebaikan. Tak usah sibuk dengan perbedaan yang dipilih orang, berlombalah untuk menjadi lebih baik dihadapan-Nya.

Sekarang apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi perbedaan ini?

Bukankah akhir-akhir ini sering kita dengar kelompok yang memaksakan keyakinannya pada orang lain. Kelompok yang intoleran yang mengharuskan semua orang sama dengannya. Mereka bahkan sampai membunuh mereka yang memilih pilihan yang berbeda. Mereka mengatasnamakan islam, namun apakah Islam mengajarkan pemaksaan dalam menghadapi perbedaan?

Mari kita lihat bersama bagaimana Al-Qur’an membimbing kita untuk menyikapi perbedaan.

Salah satu tujuan Allah menciptakan perbedaan adalah untuk saling mengenal. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ -١٣-

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah Menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami Jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”
(Al-Hujurat 13)

Allah ciptakan mereka berbangsa dan bersuku yang berbeda adalah untuk saling mengenal kelebihan masing-masing. Untuk saling belajar dan saling menghormati. Saling belajar dan hidup berdampingan.  Tapi nyatanya, kini suku-suku dan bangsa-bangsa tidaklah saling menghargai satu sama lain. Mereka saling berbangga diri dan meremahkan selain sukunya. Mereka menganggap selain rasnya adalah orang rendahan bahkan layak untuk dibunuh. Padahal dengan tegas Allah mengakhiri ayat itu bahwa yang paling mulia diantara kalian bukanlah bergantung dari suku atau bangsanya. Yang paling mulia diantara kalian adalah yang paling bertakwa.
Mengenal bukanlah saling mengejek. Mengenal bukanlah saling merendahkan. Perkenalan menurut al-Qur’an adalah dengan saling memuji dan menghormati. Di Surat yang sama Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْراً مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاء مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْراً مِّنْهُنَّ -١١-

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok).”
(Al-Hujurat 11)

Jelas, bagi mereka yang hobi mengolok-olok dengan membawa bendera islam, mereka sama sekali tidak mengamalkan ajaran Al-Qur’an. Sebenarnya Allah sangat mampu untuk membuat semua menjadi sama. Namun sekali lagi Allah tidak melakukan itu karena untuk menguji manusia. Dia sangat mampu untuk membuat semua orang tunduk dan beriman. Tapi Allah tidak menginginkan itu, karena keyakinan dan perbuatan yang dipaksakan tidak akan bernilai.

Allah swt mengulang beberapa kali kalimat “Jika Allah berkehendak maka kalian akan dijadikan umat yang satu”. Allah mengulangnya berkali-kali seakan agar kita tergugah. Kalau Allah saja tidak mau melakukan pemaksaan atas keyakinan manusia, lalu siapa kita yang memaksa orang lain untuk sama dengan keyakinan kita? Apakah sudah mulai ada gejala untuk mengungguli tuhan?

Allah swt memberi kebebasan kepada manusia untuk memilih jalannya masing-masing. Dia mengabarkan tentang surga yang dapat diperoleh dengan kerelaan-Nya. Dia juga menceritakan tentang pedihnya neraka karena murka-Nya. Jalan menuju surga telah dijelaskan dengan sejelas-jelasnya. Kini pilihan ditangan manusia. Surga dan neraka, pahala dan dosa tak akan berarti jika manusia melakukan sesuatu karena dipaksa. Semua akan bernilai jika mereka memilih jalannya sendiri.  Allah berfirman:

وَقُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ فَمَن شَاء فَلْيُؤْمِن وَمَن شَاء فَلْيَكْفُرْ -٢٩-

Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhan-mu; barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.”
(Al-Kahfi 29)

Kita semua mengetahui bahwa agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam. Dengan tegas Allah menyebutkan dalam Al-Qur’an:

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ -٨٥-

“Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima”
(Ali Imran 85)

Namun lihatlah, walaupun demikian Allah tetap tidak memaksa hambanya untuk memilih Islam.

لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ -٢٥٦-

“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama”
(Al-Baqarah 256)

Jika Tuhan saja tidak memaksa, apakah mereka akan mengungguli Tuhan dengan memaksakan agama kepada orang lain?
Allah swt juga tidak pernah memberi mandat kepada siapapun untuk memaksa seseorang masuk ke dalam agama islam. Bahkan kepada orang yang paling dicintai-Nya, Rasulullah saw. Dalam Firman-Nya, Allah tidak memberi mandat kepada Rasulullah untuk memaksa seseorang masuk Islam.

وَلَوْ شَاء رَبُّكَ لآمَنَ مَن فِي الأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعاً أَفَأَنتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُواْ مُؤْمِنِينَ -٩٩-

“Dan jika Tuhan-mu Menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman?” (Yunus 99)

Apakah ada yang mampu memaksa seseorang untuk mencintai sesuatu? Cinta adalah urusan hati yang tidak bisa dipaksakan. Begitupula agama dan syareat, tidak semudah itu memaksakan hati seseorang untuk menerima Islam. Para Nabi saja tidak diberi mandat untuk memaksa seseorang mengikutinya, lalu siapa kita yang berani memaksa seseorang harus sama dengan kita?

Tugas Rasulullah saw adalah sebagai penyampai wahyu. Pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Rasul telah menyampaikan semua yang harus disampaikan kepada manusia tanpa boleh memaksa. Allah berfirman:

فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنتَ مُذَكِّرٌ -٢١- لَّسْتَ عَلَيْهِم بِمُصَيْطِرٍ -٢٢-

“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka”
(Al-Ghasiyah 21-22)

مَّا عَلَى الرَّسُولِ إِلاَّ الْبَلاَغُ -٩٩-

“Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan”
(Al-Ma’idah 99)

نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَقُولُونَ وَمَا أَنتَ عَلَيْهِم بِجَبَّارٍ -٤٥-

“Kami lebih Mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan engkau (Muhammad) bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka.”
(Qaf 45)

Sekarang, masih adakah alasan untuk memaksa atas nama Islam?

 

KHASANAH ALQURAN

 

 

————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!

Share Aplikasi Andoid ini ke Sahabat dan keluarga Anda lainnya
agar mereka juga mendapatkan manfaat!