Umat Islam saleh, warga Inggris baik

Sejak peristiwa 7 Juli 2005, pemerintah Inggris mulai berusaha menanamkan nilai-nilai kewarganegaraan Inggris kepada para pelajar Muslim Inggris, tanpa menanggalkan iman mereka.

Kepentingannya adalah agar warga Muslim Inggris tidak terlibat dalam paham-paham radikal yang membuat empat pemuda Muslim Inggris melakukan pengeboman di negara mereka sendiri.

Di kota Bradford, Inggris Utara, seorang pemuda keturunan Pakistan lulusan Universitas Oxford bernama Sajid Hussain menyusun kurikulum kewarganegaraan Inggris untuk sekolah umum dan madrasah.

Bradford merupakan salah satu kota tujuan para pendatang Muslim yang datang dari Pakistan pada 1950-an dan 1960-an.

Pemerintah Inggris mendatangkan mereka untuk bekerja di pabrik-pabrik tekstil.

Sekitar 16% populasi Bradford yang berjumlah sekitar 500.000 jiwa adalah warga Muslim, yang sebagian besar berasal dari Pakistan.

Karena populasi warga Muslim lebih muda dari warga Inggris pada umumnya, persentase siswa Muslim di Bradford lebih besar lagi, yaitu 30% lebih.

Silabus ini menekankan perlunya partisipasi dalam kehidupan masyarakat, untuk bekerja sebagai relawan, ikut dalam proses politik, dalam pemilihan umum.

Sajid Hussain

Sejak tutupnya industri tekstil di Bradford, perekonomian kota ini merosot . Entah ada kaitan langsung atau tidak, tahun 2001 kota ini dilanda kerusuhan yang bersifat SARA.

Kerusuhan yang lebih kecil juga pernah terjadi tahun 1995. Jauh sebelumnya, ketika buku Ayat-Ayat Setan karya Salman Rushdie diterbitkan pada tahun 1989, Bradford menjadi pusat pembakaran buku itu.

Silabus Kewarganegaraan

Sajid Hussain adalah bekas guru sekolah menengah yang sekarang menjadi konsultan pendidikan.

Dia mencetuskan ide untuk menyusun kurikulum kewarganegaraan praktis.

Sajid kemudian mendirikan sebuah yayasan bernama Nasiha atau nasehat, di rumah orang tuanya di Bradford. Salah satu materi dalam modul pelajarannya adalah tentang budi pekerti.

Sajid selalu mendasarkan pelajarannya dengan ayat-ayat Al Qur’an karena gaya penyampaian semacam ini disukai oleh para imam dan guru madrasah.

Lewat silabus kewarganegaraan praktis ini, Sajid ingin mencapai tujuan yang lebih besar. Agar anak-anak keturunan Pakistan ini lebih terlibat dalam kehidupan masyarakat Inggris secara keseluruhan.

“Silabus ini menekankan perlunya partisipasi dalam kehidupan masyarakat, untuk bekerja sebagai relawan, ikut dalam proses politik, dalam pemilihan umum.”

“Kami juga memberi pesan kepada anak-anak muda Muslim agar mereka lebih bersahabat dengan anggota masyarakat dari komunitas lain dan agama lain,” kata Sajid Hussain.

Kemudian dia menambahnya dengan teknik-teknik pengajaran modern yang seringkali tidak dikuasai para guru madrasah.

Kewarganegaraan merupakan agenda ummat Islam. Kalau pemerintah mendorong hal ini, kami dukung.

Dr Musharraf

Sekarang silabus ini sudah dipakai oleh 400 sekolah umum dan madrasah di Inggris Utara.

Perasaan Kebangsaan

Tidak semua kalangan Islam sreg dengan gagasan pemerintah Inggris ini. Ada yang merasa bahwa golongan Islam diperlakukan beda dan harus diajar soal kewarganegaraan akibat ulah segelintir orang.

Akan tetapi Dr Musharraf Hussain -seorang imam sekaligus kepala sekolah Islam di kota Nottingham- berpendapat pendidikan kewarganegaraan merupakan agenda penting bagi kaum Muslim Inggris.

“Kewarganegaraan menyangkut hak dan kewajiban kita. Kita harus mengajar anak-anak kita tentang hak mereka sebagai warga negara Inggris. Sekolah saya sudah 10 tahun mengajarkan kewarganegaraan.”

“Kewarganegaraan merupakan agenda ummat Islam. Kalau pemerintah mendorong hal ini, kami dukung,” kata Dr Musharraf, yang juga menjadi ketua UK-Indonesia Islamic Advisory Group untuk Inggris.

Lepas dari keinginan pemerintah Inggris untuk memperkuat perasaan kebangsaan, peneliti dari Pusat Studi Islam Universitas Oxford, Dr Tahir Abbas, yakin bahwa penguatan etos pendidikan di kalangan Muslim keturunan Pakistan, merupakan solusi jangka panjang untuk menyamakan status ekonomi ekonomi mereka.

“Masalah pendidikan harus beres, karena pendidikan merupakan tiket menuju pekerjaan dan masa depan yang lebih baik.”

“Di Inggris Utara dan sebagian wilayah Inggris Tengah ada masalah besar karena banyak anak-anak keturunan Pakistan yang tidak lulus sekolah menengah. Ini bisa membuat mereka tertinggal seumur hidup,” kata Tahir Abbas.

Prestasi pendidikan anak-anak keturunan Pakistan di Inggris memang lebih rendah dari komunitas yang lain.

 

sumber: BBC