Virus Corona, Kami dan Undangan Kami

KAMI dalam judul ini barangkali tidak berisi saya sendiri dengan sedikit orang, melainkan juga banyak orang yang seringkali diundang untuk mengisi acara pengajian-pengajian. Ada beberapa panitia pengundang yang dengan kesadarannya menunda atau menggagalkan undangan yang sudah jauh hari ditentukan dan disepakati bersama.

Kami tidak mempermasalahkan karena memang kondisi seperti saat ini mengharuskan kita memilih pilihan yang teraman dan terbaik untuk semuanya. Tak benar isu yang mengatakan bahwa para muballigh sedih menderita gara-gara pembatalan atau penundaan undangan itu.

Ada juga beberapa panitia yang marah-marah kepada kami karena kami memilih untuk menunda acara. Ada yang beralasan bahwa semua sudah siap, konsumsi dan semua fasilitas sudah selesai ditata. Ada pula yang berkata halus namun menusuk: “Sebagai muballigh ternyata iman Anda masih tidak kuat-kuat juga. Masa Anda takut pada virus Corona. Anda rupanya tak yakin bahwa hidup mati itu tak ada hubungannya dengan virus Corona.” Hebat betul “iman” orang ini ya.

Saya menjawab pelan saja bahwa mungkin saja iman kami tidak seperti iman beliau-beliau itu. Saya bertanya ringan, salahkan saya kalau saya menjalankan perintah Allah QS An-Nisa’ ayat 71 untuk bersiap siaga alias menjaga diri penuh kewaspadaa?

Ayatnya begini: “Wahai orang-orang yang beriman! Bersiap siagalah kamu dan majulah (ke medan pertempuran) secara berkelompok atau majulah bersama-sama (serentak).” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 71).

Lalu saya tanyakan lagi, salahkah saya jika saya melaksanakan perintah Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 195 agar jangan melakukan sesuatu yang sekiranya menjadikan diri celaka? Ayatnya adalah ini: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”

Jawaban saya ini tak dijawabnya. Mungkin sedang mencari dalil tandingan. Kami paham bahwa secara batin kita harus memasrahkan semuanya kepada Allah dan meyakini bahwa semua berjalan di atas pengetahuan serta kehendak Allah. Namun secara dzahir, kita diperintah berusaha merespon segala sesuatu dengan respon terbaik menurut pertimbangan-pertimbangan kita.

Sementara ini, pengajian rutin kami dialihkan menjadi pengajian online. Mungkin, ini adalah salah satu cara Allah “mengislamkan” jaringan net kita yang selama ini lebih sering digunakan untuk hal-hal no agama. Salam maaf dan hormat, AIM, Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]

Oleh KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK