Baca pembahasan sebelumnya Wasiat Luqman (Bag.7) : Jangan Sombong !
QS. Luqman Ayat 19
Nasehat Luqman selanjutnya adalah pelajaran untuk senantiasa tawadhu’ dan tidak sombong, baik ketika berjalan maupun berbicara. Allah Ta’ala berfirman :
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“ Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan pelankanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Luqman : 19)
Berjalanlah dengan Tawadhu’
Allah Ta’ala berfirman :
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ
“ Dan sederhanalah kamu dalam berjalan ”
Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan maksudnya adalah bersikap pertengahan dalam segala hal, termasuk saat berjalan. Sikap pertengahan dalam berjalan adalah tidak terlampau cepat namun juga tidak lambat. Sikap pertengahan ini hendaknya diterapkan dalam segala hal. Oleh karena itu di antara doa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ucapkanlah adalah :
وَأَسْأَلُكَ الْقَصْدَ فِي الْغِنَى وَالْفَقْرِ
“ Aku minta kepada-Mu agar aku bisa melaksanakan sikap pertengahan (kesederhanaan) dalam keadaan kaya atau fakir. ” ( H.R Ahmad, shahih)
Makna (الْقَصْدَ) adalah sikap pertengahan dalam seluruh perkara. Allah Ta’ala juga berfirman :
وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَاماً
“ Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (Al Furqan : 67) (Tafsiir Al Qur’an Al Kariim Surat Luqman)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan maksudnya berjalanlah dengan sikap pertengahan. Jangan terlalu lambat seperti orang malas dan jangan pula terlalu cepat seperti orang yang tergesa-gesa. Namun bersikaplah adil dan pertengahan dalam berjalan, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.” (Tafsiir Al Qur’an Al ‘Adzim)
Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah menjelaskan ayat ini bahwa maksudnya berjalanlah dengan tawadhu’ dan sikap tenang. Jangan bersikap sombong dan takabbur serta jangan pula berjalan seperti orang yang malas. ” (Taisir Al Karimir Rahman)
Seorang mukmin hendaknya memiliki sifat tawadhu’, termasuk ketika berjalan. Sikap tawadhu’ akan menjadikan seorang mulia. Hal ini dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau :
وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
“ Dan tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah diri) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya” (HR. Muslim).
Baca Juga:
Adab Tatkala Berbicara
Luqman kemudian mengajarkan pada anaknya bagaimana adab ketika berbicara. Allah Ta’ala berfirman
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“ Dan rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa makna ayat ini adalah larangan melampaui batas dalam berbicara dan berbicara keras dalam hal yang tidak bermanfaat. Oleh karena itu disebutkan dalam ayat bahwa sejelek-jelek suara adalah suara keledai.
Imam Mujahid rahimahullah berkata, “Sejelek-jelek suara adalah suara keledai.” Barangsiapa yang berbicara dengan suara keras, maka ia mirip dengan keledai dalam hal mengeraskan suara. Suara yang seperti ini dibenci oleh Allah Ta’ala. Disebutkan adanya keserupaan menunjukkan akan keharaman bersuara keras dan tercelanya perbuatan semacam itu sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ ، الَّذِى يَعُودُ فِى هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَرْجِعُ فِى قَيْئِهِ
“Tidak ada bagi kami permisalan yang jelek. Orang yang menarik kembali pemberiannya adalah seperti anjing yang menjilat kembali muntahannya” (H.R Bukhari) (Tafsiir Al Qur’an Al ‘Adzim)
Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa merendahkan suara adalah bentuk beradab dalam berbicara kepada manusia dan adab ketika berbicara kepada Allah. Suara keledai adalah suara yang jelek dan menakutkan. Seandainya mengeraskan suara dianggap ada faidah dan manfaatnya, tentu tidak disebutkan secara khusus dengan suara keledai yang sudah diketahui hina dan pandirnya hewan tersebut.” (Taisiir Al Kariimi Ar Rahman ).
Faidah Ayat
- Manusia hendaknya berajalan dengan sikap yang pertengahahn. Tidak terlalu tergesa-gesa dan tidak terlalu lambat karena keduanya tercela. Namun tetap diperbolehkan dalam kondisi tertentu yang memang dibutuhkan untuk berjalan cepat.
- Tidak sepantasnya setiap insan berjalan cepat dan jangan pula berjalan lambat sehingga tidak mendapatkan yang diinginkan. Adapun bersegera berjalan untuk mendapatkan kebaikan maka Allah telah memerintahkannya asalkan tidak melampaui batas, seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ ، وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلاَ تُسْرِعُوا
“Jika kalian mendengar iqomah, maka segeralah berjalanlah menuju shalat. Hendaknya anda dalam kondisi tenang dan pelan. Jangan tergesa-gesa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Hendaknya setiap manusia merendahkan suaranya, karena Allah berfirman :
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ
“ Dan rendahkanlah suaramu.”
Namun dalam kondisi tertentu diperbolehkan meninggikan suara semisal ketika adzan, khutbah, dan kondisi lain yang meemang diperlukan.
- Meninggikan suara yang tidak pada tempatnya termasuk perbuatan haram, karena Allah berfirman :
إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“ Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Disebutkannya penyerupaan dalam ayat ini agar dihindari perbuatan yang semisal tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ليس لنا مثل السوء
“ Tidak ada bagi kami permisalan yang jelek “ (H.R Bukhari)
- Ayat di atas menunjukkan bahwa suara keledai adalah suara yang tercela
Penulis : Adika Mianoki
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55846-wasiat-luqman-bag-8-bersikap-tawadhu.html