Waspadai Bahaya Ujub

Subhanallah. Sungguh hanya Allah yang Mahasuci. Selain-Nya, pasti berbintik noda, kotor, hitam, pekat, dan legam. Terjerumus pada dosa bahkan terjerembap pada jejaring maksiat halus, seperti merasa dirinya paling saleh, paling dermawan, paling benar jihadnya, paling taat, dan paling bersih.

Tiada godaan terhebat dari seorang yang sukses rezekinya, jabatannya, popularitasnya, ilmunya, dan keturunannya kecuali bangga dan kagum pada dirinya sendiri. Merasa paling hebat, paling pintar, paling benar, paling suci. Dan sungguh, inilah penyakit hati orang sukses termasuk tentu “si penulis” ini. Begini-begitu kan kesannya saja. Padahal aib dan kekurangan seabrek-abrek. Untungnya saja, aib kita semua masih ditutupi Allah. Kalau dibuka, pasti sangat malu dan hina.

“Jangan kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang terlalu membanggakan diri.” (QS al-Qashash:76).  “Maka jangan kamu mengatakan dirimu suci. Dialah (Allah) paling mengetahui orang yang bertakwa.” (QS an-Najm:32). Rasulullah mengingatkan dengan mengulang sampai tiga kali, “Takutlah kalian pada al-Uzba”, yaitu bangga dan kagum pada diri sendiri.

Ketika Rasulullah SAW mengingatkan dengan sabdanya tersebut, di hadapan beliau adalah para sahabat yang mulia. Mereka saleh-saleh dan para penghapal Alquran. Karena itu, dosa ujub boleh jadi jebakan dan jerat halus, tapi mematikan bagi para pelakunya, yang kebanyakan dari kalangan orang-orang hebat. Dosa ujub ini lebih halus dari langkah semut.

Bisa jadi kesannya tawadhu, tetapi di hati ingin dipuji. Sangat marah jika dihina ternyata karena berharap dipuji. Inilah Dho’ful aqli wal-iimaani, tanda lemahnya akal dan iman. Padahal jelas sangat rugi, sudah capek-capek beramal, tapi hancur karena ujub.

Karena itu sahabatku, seringlah duduk di majelis ilmu dan zikir. Saat  menengadah dan menatap wajah guru, rontoklah kebanggaan diri. Duduklah bersama fakir miskin, yatim piatu, orang-orang susah, ziarahilah kuburan, perkuat puasa sunah, tadaburkan Alquran, perhebat istighfar, dan selalu harus sempatkan diri secara khusus muhasabah diri selesai shalat malam, “Siapa aku, dari mana, di mana, dan mau ke mana akhirnya aku?”

Sungguh tidak pantas bangga diri kecuali hanya Allah yang Mahasuci dan Terpuji. “Tiga hal yang membinasakan; kekikiran yang  diperturutkan, hawa nafsu yang diumbar, dan kekaguman seseorang pada dirinya sendiri.” (HR Thabrani).

Sifat ujub membawa akibat buruk dan menjerat kepada kehancuran, baik bagi pelakunya maupun bagi amal perbuatannya. Di antara dampak dari sifat ujub tersebut adalah membatalkan pahala. Seseorang yang merasa ujub dengan amal kebajikannya, pahalanya akan gugur dan amalannya menguap karena Allah tidak akan menerima amalan kebajikan sedikit pun, kecuali dengan ikhlas karena-Nya.

Allahumma ya Allah, jadikanlah kami hamba-Mu yang Kau ridhai, minal mukhlishiin. Berilah kami rezeki teragung, yaitu sifat ikhlas dan bersihkan hati kami dari riya, sum’ah, ujub, dan semua penyakit hati. Aamiin.

 

Oleh: Muhammad Arifin Ilham

sumber: Republika ONline