Ya Allah, Aku Tidak Kuasa Menjalani Ramadhan tanpa Pertolongan-Mu (Bag. 2)

Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.

Resep apakah untuk bisa mendapatkan pertolongan Allah dalam menjalankan ibadah pada bulan Ramadan? (lanjutan)

Prinsip kedua: menghayati nama Allah Al-Qoyyuum dan sifat-Nya Al-Qoyyuumiyyah

Al-Qoyyuum adalah salah satu nama Allah yang husna (terindah). Ibnul Qoyyim Rahimahullah menjelaskan kesimpulan makna Al-Qoyyuum yang mengandung dua makna pokok, yaitu:

1) Yang Maha mandiri, sehingga tidak membutuhkan kepada sesuatu apapun dan tidak butuh kepada selain-Nya. Hal ini berarti nama Allah Al-Qayyuum mengandung sifat kaya yang sempurna. Allah tidak membutuhkan seluruh makhluk-Nya.

Allah Ta’ala tidak membutuhkan kita dalam mengurus seluruh makhluk-Nya. Allah Ta’ala tidak membutuhkan ketaatan dan ibadah kita. Ketaatan kita tidak bermanfaat bagi Allah Ta’ala dan kemaksiatan hamba juga tidak membahayakan bagi Allah Ta’ala sedikit pun.

2) Yang Maha mengurus segala sesuatu, sehingga semuanya membutuhkan kepada-Nya. Tidak ada satu pun di antara makhluk-Nya dapat bertahan di muka bumi kecuali diurus dan dipelihara oleh-Nya. Tiada satupun hamba-Nya dapat taat kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, dan menghindari larangan-Nya kecuali dengan pertolongan Allah Ta’ala.

Hal ini menunjukkan kemahakuasaan Allah Ta’ala. Nama Allah Al-Qayyuum juga mengandung sifat kuasa yang sempurna. Dengan demikian, Al-Qoyyuum bermakna yang Maha mandiri lagi Maha mengurus segala sesuatu.

Al-Qoyyuum termasuk Al-Asma’ul Husna. Sedangkan Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk berdoa kepada Allah dengan Asma’ul Husna. Allah Ta’ala berfirman,

وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَا

“Dan hanya milik Allah-lah Al-Asma’ul Husna (nama-nama yang terindah), maka berdoalah kepada-Nya dengan Al-Asma’ul Husna tersebut” (QS. Al-A’raf: 180).

Selain berdoa dengan menyebut nama Allah Ta’ala yang sesuai dengan isi doa, kita juga harus beribadah dengan melaksanakan tuntutan ibadah yang terkandung dalam nama Al-Qoyyuum. Setiap nama dan sifat Allah Ta’ala mengandung tuntutan ibadah kepada Allah Ta’ala semata.

Oleh karena itu, Ibnul Qoyyim Rahimahullah menyatakan,

وأكمل الناس عبودية المتعبد بجميع الأسماء والصفات التي يطلع عليها البشر

“Manusia yang paling sempurna ibadahnya adalah orang yang beribadah dengan melaksanakan tuntutan peribadahan dari seluruh nama dan sifat Allah yang diketahui oleh manusia.”

Tuntutan peribadatan apa yang terkandung dalam nama Al-Qoyyuum?

Tuntutannya adalah seorang hamba meyakini kemahamandirian-Nya, kemahakayaan-Nya, kemahakuasaan-Nya, dan kemahapengurusan-Nya terhadap segala sesuatu. Dengan demikian, hal tersebut melahirkan sikap selalu membutuhkan-Nya dan berusaha meraih segala kebaikan dengan maksimal disertai menyandarkan hatinya kepada Allah semata. Selain itu, selalu berusaha memohon pertolongan kepada-Nya semata dan tidak bergantung kepada dirinya sendiri. Tidak pula bergantung kepada seluruh makhluk. Buah dari hal tersebut adalah ia tidak merasa besar di sisi Allah, memandang dirinya tidak memiliki kekuatan sama sekali kecuali dengan pertolongan Allah, dan tidak membangga-banggakan dirinya sendiri.

Prinsip ketiga: Islam itu agama mudah, tapi ketaatan itu berat jika bukan karena Allah yang memudahkan

Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّا سَنُلْقِيْ عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيْلًا

“Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu” (QS. Al-Muzzammil: 5).

Ulama tabi’in, Al-Hasan Al-Bashri dan Qotadah Rahimahumallah menyatakan bahwa maksud ayat ini adalah Al-Qur’an itu berat pengamalannya. Sebagaimana ditafsirkan oleh ulama tafsir Muqotil dan Qotadah Rahimahumallah dalam ucapan yang lain bahwa kewajiban, perintah, dan larangan, serta batasan syariat yang ada dalam Al-Qur’an itu berat pengamalannya.

Memang syariat Islam ini mudah. Namun berat diamalkan jika bukan Allah Ta’ala yang memudahkan. Oleh karena itu, jangan sombong dan merasa seolah-olah pasti bisa beribadah dengan baik pada bulan Ramadan. Allah Ta’ala akan memudahkan pengamalan Islam ini pada bulan Ramadan dan pada bulan selainnya bagi orang yang mendapatkan taufik-Nya. Orang yang mendapatkan taufik adalah orang yang bersungguh-sungguh beribadah kepada Allah Ta’ala semata sembari bertawakal kepada-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya semata.

Mari kita renungkan beberapa contoh sikap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan bahwa beliau akan berat mengamalkan ketaatan, jika tidak Allah mudahkan. Bahkan beliau menunjukkan sikap mustahil melakukannya tanpa pertolongan dari Allah Ta’ala. Padahal beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah utusan Allah yang terbaik. Rasulullah Muhammad bin Abdillah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling paham ilmu syariat, paling sempurna amal salehnya, dan paling bertakwa kepada Allah Ta’ala.

Al-Bara’ bin ‘Aazib Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pada perang Ahzab ikut serta memindahkan tanah galian Khandaq bersama kami. Bahkan tanah tersebut sampai menutupi kulit putih perut beliau. Beliau melantunkan syair,

وَاللَّهِ لَوْلَا أَنْتَ ما اهْتَدَيْنَا… وَلَا تَصَدَّقْنَا وَلَا صَلَّيْنَا فَأَنْزِلَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا

‘Demi Allah, kalaulah bukan karena Engkau (Ya Allah), tentulah kami tidak akan mendapatkan hidayah # Dan kami tidak bisa bersedekah, dan kami tidak pula bisa menunaikan salat. Maka sungguh turunkanlah kepada kami ketenangan’ (HR. Bukhari dan Muslim).”

Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berwasiat kepada Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu agar selalu meminta pertolongan kepada Allah pada setiap salatnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يا مُعاذُ، واللَّهِ إنِّي لأحبُّكَ، واللَّهِ إنِّي لأحبُّك

“Wahai Mu’adz, Demi Allah, sesungguhnya benar-benar saya mencintaimu. Demi Allah, sesungguhnya benar-benar saya mencintaimu!”

Lalu beliau bersabda,

أوصيكَ يا معاذُ لا تدَعنَّ في دُبُر كلِّ صلاةٍ تقولُ: اللَّهمَّ أعنِّي على ذِكْرِكَ، وشُكْرِكَ، وحُسنِ عبادتِكَ

“Saya wasiatkan kepadamu wahai Mu’adz, janganlah sekali-kali Engkau tinggalkan di akhir setiap salat, sebuah doa, ‘Ya Allah, tolonglah aku dalam mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah kepada-Mu (dengan baik)’” (HR. Abu Dawud, sahih).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bukan saja memohon pertolongan untuk bisa beribadah kepada Allah dan beramal saleh, namun -dalam hadis yang lain- beliau juga berdoa memohon perlindungan kepada Allah dari berbuat buruk dan berbagai macam dosa serta mengikuti hawa nafsu yang tercela. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اللَّهمَّ إنِّي أعوذُ بِكَ من منكراتِ الأَخلاقِ والأعمالِ والأَهْواءِ

“Ya Allah, sesungguhnya saya berlindung kepada-Mu dari akhlak batin yang mungkar, amal zahir yang mungkar, dan hawa nafsu yang mungkar” (HR. At-Tirmidzi, sahih).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memohon perlindungan kepada Allah dari segala kemungkaran, terkait dengan akhlak batin, amal zahir, dan hawa nafsu. Akhlak batin yang mungkar misalnya hasad, sombong, buruk sangka kepada saudaranya yang beriman, dan yang semisalnya. Amal zahir yang mungkar misalnya mencela, menuduh tanpa bukti, zina, membunuh, zalim, dan lainnya. Sedangkan hawa nafsu yang mungkar yakni seluruh sikap mengikuti hawa nafsu yang dibenci oleh Allah dan diingkari pelakunya.

Dalam hadis lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengkhawatirkan terkena tipu daya setan yang menyesatkan manusia dari jalan Allah. Tipu daya setan terbagi menjadi dua, yaitu:

1) Mengikuti syubhat, yang menjerumuskan kepada kekafiran atau bid’ah dan merusak kekuatan ilmiyyah hati.

2) Mengikuti syahwat, yang menjerumuskan kepada dosa besar maupun kecil, terutama syahwat perut dan kemaluan. Keduanya adalah pokok syahwat dan merusak kekuatan kehendak baik hati yang membuahkan amal saleh.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إن مما أخشى عليكم شهوات الغي في بطونكم وفروجكم ومضلات الهوى

“Sesungguhnya termasuk perkara yang aku khawatirkan atas diri kalian adalah syahwat yang menyimpang pada perut dan kemaluan kalian, serta hawa nafsu yang menyesatkan.”

Di antara bentuk ketergantungan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Allah semata adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdoa,

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ القُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنا على طاعَتِكَ

“Ya Allah, sang pengatur hati, arahkan hati kami kepada ketaatan kepada-Mu” (HR. Muslim).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memohon kepada Allah yang Maha mengatur hati manusia agar mengarahkan hati beliau kepada segala bentuk ketaatan kepada Allah, baik berupa ucapan maupun perbuatan, zahir maupun batin, yang dicintai oleh Allah Ta’ala.

Bahkan untuk urusan hati, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tetap berdoa agar ditetapkan di atas agama Islam. Ini pun beliau sering berdoa kepada Allah agar menetapkan hati beliau di atas agama-Nya.

Syahr bin Hausyab Radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Ummu Salamah, “Wahai Ummu Mukminin, apakah doa yang paling banyak diucapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam saat berada disisimu?”

Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha berkata, “Dahulu doa yang paling banyak beliau ucapkan adalah,

يا مُقلِّبَ القلوبِ ثبِّت قلبي على دينِكَ

‘Wahai Sang Pembolak balik hati [1], tetapkan hatiku di atas agama-Mu.’”

Ummu Salamah berkata, “Saya bertanya, ‘Wahai Rasulullah mengapa doa yang paling banyak Engkau ucapkan adalah Ya Muqallibal Quluub, tsabbit qalbi ‘ala diinika?’”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يا أمَّ سلمةَ إنَّهُ لَيسَ آدميٌّ إلّا وقلبُهُ بينَ أصبُعَيْنِ من أصابعِ اللَّهِ، فمَن شاءَ أقامَ، ومن شاءَ أزاغَ

‘Wahai Ummu Salamah, sesungguhnya tidak ada seorang manusia pun kecuali hatinya berada di antara dua jari dari jari jemari Allah. Barang siapa yang Allah kehendaki (kebaikan), niscaya Allah akan menegakkan hati tersebut. Sedangkan barang siapa yang Allah kehendaki (keburukan), niscaya Allah akan menyimpangkannya.’”

Lalu Mu’adz pun membaca doa,

رَبَّنا لا تُزِغْ قُلُوبَنا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنا

“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau simpangkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk kami” (HR. At-Tirmidzi, sahih).

Ash-Shan’ani Rahimahullah menyatakan bahwa hati itu menyimpan rahasia-rahasia. Tidak ada yang mengetahui semuanya kecuali Allah semata. Oleh karena itu, selagi masih hidup, janganlah kita merasa aman dari fitnah syubhat maupun syahwat. Sesungguhnya rahasia hati itu akan muncul tandanya di akhir hayat kita.

Apabila Allah mengetahui apa yang tersimpan di hati seorang hamba adalah kelurusan niat dan kejujuran hati, maka Allah akan tutup akhir hayatnya husnul khatimah dengan Allah beri taufik untuk beramal saleh di akhir hayatnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّما الأعْمالُ بالخَواتِيمِ

“Sesungguhnya amal itu ditentukan di akhir hayat seseorang” (HR. Bukhari).

Maksudnya, sesungguhnya amal seorang hamba di akhir hayatnya itu lebih berhak dan inilah yang jadi patokan penilaian. Barang siapa yang beralih dari amal keburukan, meninggalkannya, dan beralih kepada ketaatan di akhir hayatnya, berarti dia sudah bertaubat. Barang siapa yang beralih dari ketaatan kepada keburukan di akhir hayatnya, maka dia su’ul khatimah. Dan barang siapa yang beralih dari keimanan kepada kekafiran, maka berarti ia murtad. Wal’iyaadzu billah.

Al-Baji Rahimahullah berkata,

لا عليكم أن لا تعجبوا بعمل أحد حتى تنظروا بم يختم له

“Tidak masalah bagi kalian untuk tidak kagum pada amalan seseorang sampai kalian melihat amal akhir hayatnya.”

Kesimpulan

Sebagaimana yang disampaikan Ibnu Rajab dalam Jami’ul Ulum wal Hikam bahwa seorang hamba butuh untuk terus memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala dalam setiap melakukan perintah dan meninggalkan larangan. Begitu pun terus memohon dalam setiap sabar terhadap semua takdir, baik di dunia maupun saat menghadapi kengerian di alam barzakh dan hari kiamat.

Tidak ada yang mampu menolong kecuali Allah ‘Azza wa jalla. Barang siapa yang benar-benar memohon pertolongan kepada Allah atas semua hal itu, maka Allah Ta’ala akan menolongnya. Barang siapa yang tidak memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala dan justru minta pertolongan kepada selain-Nya, niscaya Allah Ta’ala akan alihkan urusannya kepada selain-Nya. Dengan demikian, ia jadi ditelantarkan dan tidak medapat pertolongan dari Allah Ta’ala.

[Bersambung]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Sumber: https://muslim.or.id/74283-ya-allah-aku-tidak-kuasa-menjalani-ramadhan-tanpa-pertolongan-mu-bag-2.html