KAUM Feminis sering menggembar-gemborkan Gender Equality dan menuduh Islam memarjinalkan kaum wanita, terutama dari sisi hak finansial. Padahal sejatinya, Islam memposisikan seorang ibu sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya, yang diberikan wewenang penuh untuk mendidik intelejensia anak-anak, sekaligus moral dan spiritualnya. Tak sekedar itu, kaum lelaki muslim diperintahkan untuk memperlakukan wanitanya dengan sebaik mungkin. Siapa yang perlakuannya paling baik, dialah yang dinobatkan sebagai “lelaki mukmin terbaik” versi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sebagaimana sabda baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah ia yang paling baik akhlaknya, dan orang terbaik di antara kalian adalah mereka yang paling baik akhlaknya terhadap isteri-isterinya”. (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik perlakuannya terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik dalam memperlakukan keluargaku” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Soal mencari nafkah, syariat juga tidak mewajibkan wanita untuk menafkahi siapapun, bahkan dirinya sendiri. Sebab kebutuhan materinya ditanggung oleh orang lain. Jika masih gadis, ayahnya-lah yang wajib memenuhi kebutuhannya. Jika sudah menikah, suamilah yang wajib memenuhinya. Wanita dianjurkan mencari nafkah hanya dalam keadaan darurat dimana tak ada yang menanggung nafkah dirinya dan anak-anak. Mungkin para feminis belum tau, bahwa syariat islam memberikan setidaknya tujuh hak finansial bagi perempuan muslim. Hal ini dikuatkan oleh para ulama 4 madzhab dalam kitab-kitabnya yang mutamad. Hak-hak tersebut berupa:
a. Mahar
b. Nafkah
c. Gaji mengurus rumah
d. Gaji menyusui anak
e. Gaji mengasuh dan mengurus anak
f. Mutah atau sejumlah harta yang diberikan pasca dicerai
g. Warisan
Jikapun para istri tidak menuntut itu semua, itu karena mereka melepaskan semua haknya itu atas dasar cinta dan keikhlasan yang luar biasa. Rida suami dan janji manis jannah dari Allah menjadi pilihan yang tentu lebih menggiurkan. Maka, jika masih ada kaum feminis yang menuding islam mengabaikan hak kaum perempuan, mungkin mereka kurang piknik. [Aini Aryani, Lc]