Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan sahabatnya. Wa ba’du.
Doa merupakan jenis ibadah yang paling afdhal (utama). Bahkan terdapat hadist yang menerangkan bahwa,
اَالدُعَاعُ هُوَ الْعِبَادَةُ
“Doa adalah ibadah.” (HR. At Tirmidzi no. 2969, Abu Daud no. 1479, At Tirmidzi mengatakan: “hasan shahih”).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ
“Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan aku kabulkan. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, kelak mereka akan masuk ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina.’” (QS. Ghafir: 60).
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan manusia untuk berdoa dan Dia berjanji akan mengabulkannya. Allah juga menyampaikan bahwa doa merupakan ibadah, “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku.” Allah menamai doa sebagai ibadah.
Hadits yang telah disebutkan di atas juga menunjukkan bahwa doa adalah bentuk ibadah yang paling agung. Karena ibadah itu banyak macamnya, selain doa. Akan tetapi, tatkala doa itu ialah amalan yang paling mulia, maka ia disebut sebagai ibadah. Hal ini semisal dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اّلْحَجُّ عَرَفَةُ
“Haji adalah wukuf di ‘Arafah” (HR. Humaidi no. 899, Abu Dawud no. 1949, Ibnu Majah no. 3015, Tirmidzi no. 889, dan Ibnu Khuzaimah no. 2822. Dinilai shahih oleh Al-Albani di Shahihul Jami’ no. 3172).
Ibadah haji terdiri dari serangkaian manasik. Di antaranya adalah wukuf di ‘Arafah. Akan tetapi, tatkala wukuf di ‘Arafah merupakan prosesi manasik yang paling agung, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Haji adalah wukuf di ‘Arafah.” Yakni, manasik haji yang paling mulia adalah wukuf di ‘Arafah.
Demikian pula doa. Ia termasuk jenis ibadah. Namun, dikarenakan ia merupakan amalan yang paling agung, maka ia dinamai dengan ibadah. Hal ini menunjukkan keutamaan doa. Seorang muslim dituntut untuk memperbanyak doa karena Allah telah memerintahkannya. Inilah di antara rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia menyuruh hamba-hamba-Nya untuk berdoa karena mereka membutuhkannya. Apabila mereka berdoa kepada Allah, maka Dia akan mengijabahinya. Namun, jika mereka berpaling, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah membutuhkan mereka. Bahkan merekalah yang rugi karena mereka terhalang dari pengabulan doa dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Terdapat waktu-waktu khusus yang ditekankan untuk berdoa dan diharapkan pengabulannya. Di antaranya adalah bulan ini, bulan Ramadhan. Terutama di sepuluh hari terakhir. Lebih khusus lagi di malam Lailatul Qadar. Bulan ini adalah bulan memperbanyak doa dan ibadah. Namun, di sepuluh hari yang terakhir lebih dipertegas lagi keutamaan berdoa dan lebih diharapkan lagi pengabulannya dibandingkan waktu-waktu selainnya. Maka sepatutnya bagi seorang muslim untuk sungguh-sungguh berdoa dalam shalatnya, sujudnya, rukuknya, dan dalam semua kondisi. Hendaknya ia merengek-rengek kepada Allah saat berdoa. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَإِنِّيْ قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka katakanlah bahwa Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa jika ia berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memenuhi seruan-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka mendapat petunjuk.” (QS.Al-Baqarah : 186).
Allah itu Maha Dekat lagi Maha Mengabulkan doa. Namun, hal itu sesuai dengan tingkat ketulusan dan kesungguhan seorang hamba terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Terdapat beberapa syarat agar doa diijabahi. Doa bukanlah semata-mata lafazh yang diucapkan. Bahkan, pengabulan doa itu memiliki syarat dan faktor penghalang.
Di antara syarat dikabulkannya doa adalah sebagai berikut.
Pertama, ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yakni dengan memurnikan doa di dalam hati karena Allah ‘Azza wa Jalla, berusaha istiqamah, dan menjauhi kesyirikan. Allah Ta’ala berfirman,
فَادْعُوْا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
“Maka berdoalah kepada Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.” (QS. Ghafir : 14).
Tauhid merupakan syarat diterimanya ibadah sekaligus doa. Karena ia mendekatkan amal tersebut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia juga merupakan wasilah (perantara) dikabulkannya doa di sisi Allah ‘Azza wa Jalla.
Kedua, berdoa dengan menghadirkan hati, bersungguh-sungguh kepada Allah, dan berharap agar dikabulkan. Tidak semestinya seseorang berdoa dengan hati yang lalai dan berpaling. Ia hanya sekedar menggerak-gerakkan lisannya sedangkan hatinya berpaling dan lengah. Doa seperti ini tidak akan dikabulkan. Terdapat hadits yang berbunyi, “Sesungguhnya berdoa dengan hati yang lalai dan main-main tidak akan diijabahi.” Di dalam hadits yang lain,
ادْعُوْا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِالْإِجَابَةِ
“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan engkau yakin bahwa doamu akan dikabulkan” (HR. Tirmidzi no. 3488 dan Al-Hakim di Al Mustadrak 1/493. Dinilai hasan oleh Al-Albani di Shahihul Jami’ no. 245).
Ketiga, berdoa kepada Allah dengan menyebut nama-nama dan sifat-sifat-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Engkau menyeru-Nya dengan menyebut nama-namanya seperti, Ya Rahman (Yang Maha Pengasih), Ya Rahim (Yang Maha Penyayang), dan Ya Rabb. Allah Ta’ala berfirman,
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوْهُ بِهَا
“Dan hanya milik Allah asmaul husna (nama-nama yang paling indah), maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna tersebut.” (QS. Al-A’raf : 180).
Maka katakanlah, Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim, Ya Ghaffar (Yang Maha Pengampun), Ya Ghafur (Yang Maha Pengampun), Ya Hayyu (Yang Maha Hidup), Ya Qayyum (Yang Maha Mengurus makhluk-Nya), dan Ya Dzal Jalali wal Ikram (Yang Memiliki Keagungan dan Kemuliaan). Engkau memanggil-Nya Jalla wa ‘Ala dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Karena ini termasuk sebab terkabulnya doa.
فَادْعُوْهُ بِهَا وَذَرُوْا الَّذِيْنَ يُلْحِدُوْنَ فِيْ أَسْمَائِهِ
“Maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna tersebut. Dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dalam menetapkan nama-nama-Nya.” (QS. Al-A’raf : 180)
Keempat, mencari waktu-waktu mustajabnya doa. Seorang muslim dituntut untuk senantiasa berdoa seumur hidupnya. Akan tetapi, hendaknya ia juga mencari momen-momen yang lebih besar peluangnya untuk dikabulkan. Misalnya ketika sujud di hadapan Rabb Subhanahu wa Ta’ala, di akhir malam, di penghujung hari Jum’at, di bulan Ramadhan, dan di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Inilah beberapa waktu yang pengabulan doanya lebih diharapkan dibandingkan waktu-waktu selainnya.
Di antara faktor penghalang diterimanya doa adalah sebagai berikut.
Pertama, sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya, lalai dan berpalingnya hati tatkala berdoa. Yakni seseorang berdoa sedangkan hatinya lengah.
Kedua, termasuk faktor penghalang yang paling besar adalah mengkonsumsi makanan yang haram. Seseorang yang memakan makanan yang haram, doanya tidak akan terkabul. Sebagaimana hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam tentang,
الرَّجُلِ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Seorang laki-laki yang telah jauh bersafar. Rambutnya acak-acakan dan berdebu. Lantas ia menengadahkan tangannya dan berdoa, Ya Rabbi (Wahai Tuhanku), Ya Rabbi. Padahal makanannya haram, pakaiannya haram, minumannya haram, dan kenyang dengan makanan yang haram. Maka bagaimanakah donya akan dikabulkan” (HR. Muslim no. 1015).
Seorang muslim seyogyanya menjauhi makanan yang haram karena itu akan mencegah terkabulnya doa dan menghalangi antara dirinya dengan Rabbnya. Ini adalah perkara yang paling membahayakan bagi manusia. Terkadang cinta harta mendorongnya untuk bekerja mencari harta dengan cara yang haram seperti menipu, berbuat curang dalam jual beli, dan memakan riba. Wal ‘iyadzu billah. Memakan harta riba lebih keras keharamannya. Selain itu, juga menerima risywah (suap atau sogok). Itu merupakan perbuatan haram yang besar dan dilaknat pelakunya. Demikian pula penghasilan haram yang lain. Seperti mengkonsumsi makanan yang buruk seperti memakan bangkai, daging babi, dan meminum arak. Memberikan makanan yang haram kepada tubuh akan menghalangi terkabulnya doa. Nas’alullahal ‘afiyah.
Wallahu Ta’ala a’lam. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad dan keluarganya.
Diterjemahkan dari Majalis Syahri Ramadhan Al-Mubarak, karya Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al-Fauzan, cetakan Darul ‘Ashimah, cetakan kedua, tahun 1422 H, Riyadh, hal. 98-101.
Penulis: Ummu Fathimah
Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/11204-perbanyak-doa-di-bulan-yang-mulia.html