Jangan Abai dalam Bermuhasabah

Muhasabah atau mengevaluasi diri sendiri perlu kita lakukan setiap saat, terlebih pada saat pergantian tahun Hijriyah seperti sekarang ini. Kita tak boleh bertindak lengah dan abai dalam bermuhasabah. Dengan bermuhasabah, kita menjadi lebih tahu diri dan tak telanjur berlarut-larut membuat kesalahan yang akan menimbulkan berbagai penyesalan yang tiada berguna.

Introspeksi dan mawas diri harus secepatnya dilakukan. Terkait hal ini, Khalifah Umar bin Khattab pernah berkata, “Perhitungkanlah dirimu sebelum kamu diperhitungkan oleh Allah dan timbanglah dahulu amalannya sebelum ditimbang di hari qiyamah.”

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Hibban, “Bila engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu-nunggu datangnya waktu sore, dan jika engkau berada di waktu sore jangan pula menunggu datangnya waktu pagi. Ambillah kemanfaatan sewaktu hidupmu ini untuk mempersiapkan bekal kematianmu, dan sewaktu engkau masih sehat untuk bekal di waktu sakitmu.

Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menekankan perlunya evaluasi terhadap diri sendiri. Muhasabah dinyatakan bagai seorang pedagang yang memperhitungkan harta perniagaannya, ia perlu meneliti kembali modal asalnya, kemudian keuntungan atau kerugiannya, sehingga dapat diketahui secara jelas apakah harta perniagaannya bertambah atau berkurang.

Apabila bertambah, harta perlu disyukuri dan apabila berkurang, harta perlu diteliti dan diselidiki latar belakang kekurangan tersebut dan diusahakan bagaimana cara penanggulangannya.

Menurut Imam Al-Ghazali, orang yang beragama diibaratkan sebagai pedagang. Modal pokok seseorang beragama adalah amalan-amalan yang wajib. Keuntungannya adalah amalan-amalan yang sunah. Adapun kerugian-kerugiannya bagi orang yang beragama itu adalah perbuatan-perbuatan maksiat dan perbuatan-perbuatan lainnya yang dilarang agama.

Pertama-tama, hendaklah dibuat perhitungan tentang ibadah-ibadah wajib. Jika ibadah wajib  telah dikerjakan sebagaimana mestinya, bersyukurlah kepada Allah SWT. Dengan suatu harapan kepada-Nya, semoga untuk selanjutnya kita tetap senang berbuat dan beribadah sebagaimana yang sudah-sudah, sambil terus meningkatkan mutu dan kualitas ibadah tersebut.

Namun, apabila dalam mengerjakan ibadah-ibadah wajib itu masih terdapat kekurangan, hendaklah kita tutupi kekurangan-kekurangan tersebut dalam menunaikan ibadah-ibadah wajib itu, lebih baik lagi disertai memperbanyak mengerjakan ibadah-ibadah sunah. Mengerjakan ibadah-ibadah sunah tidak hanya dikerjakan sebagai penutup kekurangan-kekurangan di dalam mengerjakan ibadah wajib, tetapi ibadah sunah itu dikerjakan sebagai bekal dan keuntungan kita kelak.

Kemudian, apabila kita merasa telah berbuat kemaksiatan, bersegeralah bertobat kepada Allah dengan penyesalan yang mendalam dan bertekad tidak akan mengulangi perbuatan maksiat tersebut untuk selama-lamanya.

Allah  SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu menutupi kesalahan-kesalahan kamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai.” (QS At-Tahrim [66] :8)

Bulan Muharram merupakan momentum untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Mari kita bersihkan akidah kita dari berbagai sikap dan perkataan yang menjurus pada kemusyrikan. Kita sirnakan dendam kesumat dan buruk sangka terhadap orang lain, sehingga apa yang kita harapkan dari-Nya cepat atau lambat akan terwujud, sesuai dengan permohonan kita setiap saat.

“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka.” (QS Al-Baqarah [2)] :201). Semoga.

Oleh: Ahmad Agus Fitriawan

sumber: Republika Online

Batas Israf

Israf mempunyai arti berlebih-lebihan. Sikap israf atau berlebih-lebihan merupakan hal yang kurang baik atau bahkan malah tidak baik. Terlalu banyak bersedekah itu kurang baik, bahkan terlalu banyak rakaat dalam shalat sunah juga kurang baik.

Itu baru berlebihan atau israf dalam kebaikan, yang hal itu saja kurang baik, apalagi israf dalam kemaksiatan. Sungguh hal itu akan mampu menjerumuskan pelaku israf dalam kemaksiatan ke neraka.

Segala hal yang dilakukan secara berlebihan itu tidak baik. Pada zaman Rasulullah SAW, ada seorang sahabat laki-laki yang gemar beribadah di dalam masjid. Dia terus-terusan beribadah di masjid. Melihat hal itu, Rasulullah SAW pun menegurnya agar lelaki itu beribadah di masjid secukupnya saja.

Rasulullah SAW juga memerintahkannya untuk bekerja, berkumpul bersama istri, dan tidak melulu di masjid. Apa guna beribadah secara berlebihan tetapi keluarga di rumah telantar?

Allah SWT berfirman yang termaktub dalam potongan QS al-A’raf ayat 31, ” … Sesungguhnya Dia (Allah) tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” Dengan demikian, kita semua pun tahu bahwa israf itu tidak baik.

Lalu, hal yang dikatakan israf itu sejauh mana? Jika israf diartikan sebagai sikap atau perilaku yang dilakukan secara berlebihan, semua dari kita paham. Namun, sebagian dari kita terkadang tidak memahami batas-batas dari berlebihan itu.

Batas dari berlebihan memang antara satu orang dan orang yang lain itu berbeda. Dengan demikian, israf itu memang berbeda-beda kadarnya. Bukankah kita bisa menghabiskan nasi sepiring penuh, tetapi anak berusia empat tahun tidak bisa? Ya, bisa diibaratkan seperti itu.

Oleh karena itu, batas dari israf yang paling jelas adalah cukup, tidak membebani, dan seimbang. Kita boleh menunaikan shalat sunah seratus rakaat, asalkan keharusan yang lain juga bisa terpenuhi sesuai kadarnya. Kita pun tidak dilarang untuk rajin berpuasa. Akan tetapi, ketika waktu Maghrib tiba, maka kita harus berbuka atau membatalkan puasa.

Allah SWT menetapkan syariat Islam memang telah dirancang sesuai dengan kadar kemampuan umat manusia. Shalat wajib yang asalnya 50 waktu saja kini menjadi hanya lima waktu. Kita tidak akan sanggup untuk menunaikan shalat 50 kali dalam sehari semalam. Oleh karenanya, Allah SWT hanya mewajibkan lima waktu dan jika kita masih merasa kurang, maka ada shalat sunah yang bisa dikerjakan sesuai dengan kemampuan.

Perlu kita memahami QS al-Baqarah ayat 286 bahwa Allah SWT tidak membebani kita di luar kemampuan kita. Allah SWT tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.

Islam mengajarkan ajaran yang seimbang; antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi, antara kebutuhan jasmani dan rohani, antara kebutuhan diri sendiri dan orang lain, antara kebutuhan pribadi dan keluarga. Ada skala prioritas dalam syariat. Islam mengajarkan keseimbangan dalam hidup ini dan tidak membenarkan israf. Wallahu a’lam.

 

Oleh: Supriyadi

sumber: Republika Online

‘Memperingati Maulid Nabi Bukan Bid’ah’

Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, KH Ali Mustafa Yakub tak setuju jika peringatan Maulid Nabi disebut perkara bid’ah.

“Kalau alasannya Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengerjakan (Maulid Nabi), jadi itu kemudian diharamkan? Maka sekarang haramkan saja umrah di bulan Ramadhan. Kan Nabi gak pernah mengerjakan,” tegas Kiai Ali Mustafa saat berbincang dengan ROL, Rabu (23/1).

Kiai Ali Mustafa mencurigai ada pihak yang ingin memecah belah umat Islam, khususnya di Indonesia, dengan penetapan Maulid Nabisebagai perkara bid’ah. Penetapan itu menjadikan peringatan Maulid Nabi menjadi kontroversi di masyarkat.

“Dulu kan (pengharaman peringatan Maulid Nabi) tidak pernah ada sama sekali. Jadi kok tiba-tiba ada. Itu dari mana coba?” kata dia.

Menurut Kiai Ali Mustafa, peringatan Maulid Nabi masuk wilayah muamalah. “Selama tidak melakukan hal-hal yang mengharamkan, ya boleh-boleh saja,” sebut Kiai Ali.

 

sumber: Republika Online

Kekasih Allah: “Manusia Langit” yang Tak Dikenal

Sekali-kali jangan pernah merasa diri lebih tinggi, lebih besar, lebih fakih, lebih berilmu, dan lebih banyak amal, karena kita tidak tahu orang di sekeliling kita.

Bisa jadi dia biasa-biasa saja, berpenampilan sederhana, bahkan di masyarakat hanya dipandang sebelah mata, tetapi ternyata berhati mulia dan termasuk pribadi bertakwa di sisi-Nya.

Ada cerita indah dan menarik, sekaligus menakjubkan, ketika membaca kisah yang dituliskan ustadz Salim A Fillah dalam bukunya “Barakallahu Laka, Bahagianya Merayakan Cinta” pada halaman 448-449.

Tulisnya dalam buku itu, “Suatu malam, Ustadz Muhammad Nazhif Masykur berkunjung ke rumah. Setelah membicarakan beberapa hal, beliau bercerita tentang tukang becak di sebuah kota di Jawa Timur”.

Ustadz Salim melanjutkan, “Ini baru cerita, kata saya. Yang saya catat adalah, pernyataan misi hidup tukang becak itu, yakni:
(1) jangan pernah menyakiti
(2) hati-hati memberi makan istri.”

“Antum pasti tanya,” kembali Salim melanjutkan ceritanya sembari menirukan kata-kata Ustadz Muhammad.
“Tukang becak macam apakah ini, sehingga punya mission statement segala?”.
Saya juga takjub dan berulang kali berseru, “Subhanallah,” mendengar kisah hidup bapak berusia 55 tahun ini.

Beliau ini Hafidz Qira’at Sab’ah! Beliau menghafal Al-qur’an lengkap dengan tujuh lagu qira’at seperti saat ia diturunkan: qira’at Imam Hafsh, Imam Warasy, dan lainnya.
Dua kalimat itu sederhana. Tetapi bayangkanlah sulitnya mewujudkan hal itu bagi kita.

Jangan pernah menyakiti. Dalam tafsir beliau di antaranya adalah soal tarif becaknya.
Jangan sampai ada yang menawar, karena menawar menunjukkan ketidakrelaan dan ketersakitan.

Misalnya ada yang berkata, “Pak, terminal Rp 5.000 ya.” Lalu dijawab,“Waduh, enggak bisa, Rp 7.000 Mbak.”
Itu namanya sudah menyakiti. Makanya, beliau tak pernah pasang tarif.
“Pak, terminal Rp 5.000 ya.” Jawabnya pasti OK. “Pak, terminal Rp 3.000 ya.”
Jawabnya juga OK. Bahkan kalau,“Pak, terminal Rp 1.000 ya.” Jawabnya juga sama, OK.

Gusti Allah, manusia macam apa ini.

Kalimat kedua, hati-hati memberi makan istri. Artinya, sang istri hanya akan makan dari keringat dan becak tuanya. Rumahnya berdinding gedek. Istrinya berjualan gorengan. Stop! Jangan dikira beliau tidak bisa mengambil yang lebih dari itu. Harap tahu, putra beliau dua orang. Hafidz Al-qur’an semua.

Salah satunya sudah menjadi dosen terkenal di perguruan tinggi negeri (PTN) terkemuka diJakarta. Adiknya, tak kalah sukses. Pejabat strategis di pemerintah. Uniknya, saat pulang, anak-anak sukses ini tak berani berpenampilan mewah. Mobil ditinggal beberapa blok dari rumah. Semua aksesoris, seperti arloji dan handphone dilucuti. Bahkan, baju parlente diganti kaus oblong dan celana sederhana.

Ini adab, tata krama.

Sudah berulang kali sang putra mencoba meminta bapak dan ibunya ikut ke Jakarta. Tetapi tidak pernah tersampaikan. Setiap kali akan bicara serasa tercekat di tenggorokan, lalu mereka hanya bisa menangis.

Menangis. Sang bapak selalu bercerita tentang kebahagiaannya, dan dia mempersilakan putra-putranya menikmati kebahagiaan mereka sendiri.

Ustadz Salim melanjutkan, “Waktu saya ceritakan ini pada istri di Gedung Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito keesokan harinya, kami menangis.

Ada banyak kekasih Allah yang tak kita kenal.”

Ah, benar sekali: banyak kekasih Allah dan “manusia langit” yang tidak kita kenal.

Oleh: Ustadz Salim A.Fillah

sumber: SalingSapa

Cara Masuk Surga Sekeluarga

“ … Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju ke surga …” (HR. Muslim)

 

“Cara Masuk Surga Sekeluarga”

  1. Coba suatu hari ingatkan seluruh anggota keluarga begini, “Kita kerjasama agar masuk surga sekeluarga yuk?”
  2. Bagaimana caranya? Lihat surat ath-Thur ayat 25-26. Para penghuni Surga membocorkan rahasianya bagaimana cara masuk Surga sekeluarga. Mau tahu?
  3. Ceritanya penghuni Surga saling bercengkrama berhadap-hadapan, masing-masing bertanya jawab bagaimana keluarga kalian dulu, kok bisa masuk Surga?.
  4. Jawabnya seragam, “Kami bisa masuk Surga karena dulu di Dunia, dikeluarga kami saling mengingatkan satu sama lain tentang siksa pedih Neraka”
  5. Karenanya Visi rumah tangga orang beriman adalah: “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa Neraka” (QS at-Tahrim: 6).
  6. Rumahku Surgaku, akan terjadi jika masing-masing anggota keluarga memelihara dirinya dan mengingatkan anggota keluarga lainnya dari siksa Neraka.
  7. Siapa yang tak sedih jika ada salah seorg anggota keluarganya (ayah, ibu, kakak atau adik) terjerumus ke lingkungan siksa “Neraka”?
  8. Setiap anggota keluarga pasti sangat sedih jika Bahtera Keluarga pecah dan karam akibat terpaan gelombang kehidupan dunia yang mematikan.
  9. Agar masuk Surga sekeluarga, ingatkan anggota keluarga kita yang sedang khilaf berbuat dosa atau lalaikan perintah Allah, jangan dibiarkan.
  10. Jangan kecewa kalau peringatan kita diabaikan, atau malah dilecehkan, karena dakwah di tengah keluarga kadang lebih berat, jangan lupa do’akan.
  11. Nabi Nuh ‘alaihissalaam tak pernah bosan mengingatkan anaknya yang tersesat, Nuh ‘alaihissalaam terus mendo’akannya sampai akhirnya Allah tenggelamkan Kan`an.
  12. Nabi Luth ‘alaihissalaam tak pernah berhenti memperingatkan isterinya yang membangkang, sampai akhirnya Allah binasakan isterinya bersama kaum Sodom.
  13. Asiah binti Muzahim, tertatih-tatih peringatkan suaminya Fir`aun, konsisten mendidik Masyithah dan Musa ‘alaihissalaam, akhirnya Asiah yang dibunuh Fir`aun.
  14. Habil tak pernah takut mengingatkan dan menasehati kakaknya Qabil, rasa iri dan dengki berkecamuk sampai akhirnya Habil dibunuh Qabil.
  15. Agar bisa masuk Surga sekeluarga perlu perjuangan dan pengorbanan yang besar, selain itu kesabaran dan konsistensi juga harus dilakukan.
  16. Ingatkan suami agar bekerja ditempat yang halal, jangan bawa pulang penghasilan yang haram, karena akan jadi bahan bakar neraka Rumah Tangga.
  17. Ingatkan isteri agar memperhatikan Pola Konsumsi Halal untuk keluarga, anak-anak akan susah diajak taat dan ibadah jika mengkonsumsi yang haram.
  18.  Ingatkan anak-anak bahwa bahan bakar Neraka adalah Batu dan Manusia, jangan sampai salah seorang dari kita jadi bahan bakarnya Neraka.
  19. Ceritakan bahwa penjaga Neraka adalah Para Malaikat Perkasa yang kuat dan kasar, mereka tak pernah khianati Allah dan pasti laksanakan perintah-Nya.
    Semoga bermanfaat buat kita dan keluarga kita masing-masing. Selamat beraktifitas yang indah bersama keluarga kita sampai akhirat yang husnul khotimah.

 

Aamiin Yaa Rabbal `Aalamiin.
Oleh Ustadz Bachtiar Nasir (Sekjen Miumi Pusat)

sumber: Saling Sapa

Batas “Tidak Mampu” Kita Terlalu Rendah…

 

Kita sering sekali mendengar orang mengatakan Mastatho’tum (Semampumu), maka banyak di antara kita yang mengatan ‘INI YANG BISA SAYA LAKUKAN’ entah itu di dalam hati atau terlahir dari lisan kita

Dalam Al Qur’an, kata Masthatho’tum terdapat dalam surat At-Taghabun ayat 16 dikorelasikan dengan kata taqwa.

Maksudnya ialah “Maka Bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu (semampunya)”

Mastatho’tum berarti sesuai kesanggupan atau semampunya, atau bisa di artikan bahwa kita diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk
berTaqwa berdasarkan kesanggupan kita atau
semampunya.

Namun sering sekali kita membuat standar ‘target’ kita begitu lemah

❎ Saya biasanya cuma bisa baca Quran 2 halaman sehari
❎ Saya mampunya cuma ngajar aja
❎ Saya mampunya cuma…

Kita membuat standar yang menjadi batas diri yang ternyata sudah banyak orang yang melampauinya.

“Jika kau telah berada di jalan Allah, melesatlah dengan kencang. Jika sulit, maka tetaplah berlari meski kecil langkahmu. Bila engkau lelah, berjalanlah menghela lapang. Dan bila semua itu tak mampu kau lakukan, tetaplah maju meski terus merangkak, dan jangan pernah sekalipun berbalik ke belakang.” (Asy Syafi’i)

Abdullah Al Azzam, seorang syekh teladan. Dihormati lg disegani, oleh para muridnya.

Pada suatu saat beliau ditanya oleh muridnya, “Ya syekh, apa yg dimaksud dengan mastatho’tum”?

Sang Syekh-pun membawa muridnya ke sebuah lapangan. Meminta semuanya muridnya berlari sekuat tenaga, mengelilingi lapangan.
Setelah semua muridnya menyerah, dan menepi ke pinggir lapangan.

Sang Syekh-pun tak mau kalah. Beliau berlari mengelilingi lapangan hingga membuat semua muridnya keheranan…hg akhirnya beliau jatuh pingsan, tak sadarkan diri.

Setelah beliau siuman dan terbangun, muridnya bertanya,
“Syekh, apa yang hendak engkau ajarkan kepada kami?”.
“Muridku, Inilah yang dinamakan titik mastatho’tum! Titik di mana saat kita berusaha semaksimal tenaga sampai Allah sendiri yang menghentikan perjuangan kita (bukan, bukan kita yang berhenti)”, Jawab Sang Syekh dengan mantab !

Mari berlindung kepada ALLOH dari malas dan lemah azzam,

Mari menjemput limpahan karunia rahmat-Nya dengan Mastatho’tum!

Cukuplah Allah yg memberhentikan kita tilawah Al Qur`an, bukan kita sendiri malah yg memberhentikan nya, bahkan menunda nya demi sesuatu yang menurut kita lebih penting dari tilawah.

Selamat mencari titik mastatho’tum Anda!

 

sumber: Anonim

Mencipta Keikhlasan

Kutipan Hikmah
Rendah hati itu bisa jadi kesombongan jika memang disengaja direndah-rendahkan”
Persis, ikhlas itu bisa menjadi riya ketika di mana-mana merasa paling ikhlas”
Persis juga, kepintaran itu bisa jadi kebodohan jika selalu merasa dan pura-pura pintar”
Lalu? Jalanin saja hidup apa adanya dan biarlah manusia menilai juga dengan apa adanya.
Pada akhirnya penilaian sejati dan mengikat hanya penilaian Dia yang menguasai langit dan bumi”.
(Kutipan dari Abah Dahlan)
– Imam Shamsi Ali –

 

sumber: SalingSapa

Kisah Nenek dan Daun Pohon

“ … Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju ke surga …” (HR. Muslim)

 

Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan ia pergi ke Masjid Agung di kota itu. Ia berwudu, masuk masjid, dan melakukan shalat Zuhur. Setelah membaca wirid sekadarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid.
Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembarpun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura siang hari sungguh menyengat. Keringat membasahi seluruh tubuhnya.
Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya.

 

Pada suatu hari takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua datang. Pada hari itu, ketika ia tak menemukan satu daunpun terserak, ia menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum ia datang?
Orang orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya.
“Jika kalian kasihan kepadaku, berikan kesempatan padaku untuk membersihkannya”.
Singkat cerita nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan seperti biasa.
Seorang kyai yang terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu.
Perempuan itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat:
Pertama, hanya Kyai yang mendengarkan rahasianya
Kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup.
Sekarang ia sudah meninggal dunia, dan kita dapat mendengarkan rahasia itu.
“Saya ini perempuan bodoh, saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tiak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu shalawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya.
Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan shalawat kepadanya.
Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Lebih dari itu ia menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal di hadapan Allah SWT.
Ia memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Allah.
Dan siapa lagi yang menjadi rahmat bagi semua alam selain Rasulullah?

 

sumber: SalingSapa

15 Hikmah Sakit

1. Sakit itu dzikrullah
Mereka yang menderitanya akan lebih sering dan syahdu menyebut Asma ALLAH di banding ketika dalam sehatnya.

2. Sakit itu istighfar
Dosa-dosa akan mudah teringat, jika datang sakit, sehingga lisan terbimbing untuk mohon ampun.

3. Sakit itu tauhid
Bukankah saat sedang hebat rasa sakit, kalimat thoyyibat yang akan terus digetar?

4. Sakit itu muhasabah
Dia yang sakit akan punya lebih banyak waktu untuk merenungi diri dalam sepi, menghitung-hitung bekal kembali.

5. Sakit itu jihad
Dia yang sakit tak boleh menyerah kalah, di wajibkan terus berikhtiar, berjuang demi kesembuhannya.

6. Bahkan Sakit itu ilmu
Bukankah ketika sakit, dia akan memeriksa, berkonsultasi dan pada akhirnya merawat diri untuk berikutnya ada ilmu untuk tidak mudah kena sakit.

7. Sakit itu nasihat
Yang sakit mengingatkan si sehat untuk jaga diri, yang sehat hibur si sakit agar mau bersabar, ALLAH cinta dan sayang keduanya.

8. Sakit itu silaturrahim
Saat jenguk, bukankah keluarga yang jarang datang akhirnya datang membesuk, penuh senyum dan rindu mesra? Karena itu pula sakit adalah perekat ukhuwah.

9. Sakit itu gugur dosa
Barang haram tercelup di tubuh dilarutkan di dunia, anggota badan yang sakit dinyerikan dan di cuci-Nya.

10. Sakit itu mustajab do’a
Imam As-Suyuthi keliling kota mencari orang sakit lalu minta dido’akan oleh yang sakit.

11. Sakit itu salah satu keadaan yang menyulitkan syaitan, di ajak maksiat tak mampu tak mau, dosa lalu malah disesali kemudian diampuni.

12. Sakit itu membuat sedikit tertawa dan banyak menangis, satu sikap keinsyafan yang disukai Nabi dan para makhluk langit.

13. Sakit meningkatkan kualitas ibadah, rukuk-sujud lebih khusyuk, tasbih-istighfar lebih sering, tahiyyat-do’a jadi lebih lama.

14. Sakit itu memperbaiki akhlak, kesombongan terkikis, sifat tamak di paksa tunduk, pribadi dibiasakan santun, lembut dan tawadhu.

15. Dan pada akhirnya sakit membawa kita untuk selalu ingat mati, mengingat mati dan bersiap amal untuk menyambutnya, adalah pendongkrak derajat ketaqwaan.

Semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa memberi kesembuhan atas penyakit yang saat ini sahabatku derita dan Allah berikan kemudahan untuk mengambil hikmahnya.

Oleh: Salim A. Fillah

 

sumber: Saling Sapa /Ilustrasi: RepublikaOnline