Inilah Lafaz Takbir Hari Raya (Tinjauan Madzhab Syafii)

Bagaimana lafaz takbir hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha). Berikut keterangan tentang takbir hari raya berdasarkan tinjauan dalam madzhab Syafii.

Pertama: Takbir pada hari Id adalah sunnah.

Kedua: Takbir ini adalah syiar kaum muslimin dengan mengeraskan suara.

Ketiga: Ada perincian untuk takbir Idul Fitri dan Idul Adha.

Keempat: Ada yang disebut takbir muqayyad, yaitu takbir yang diucapkan selesai shalat.

Kelima: Ada juga yang disebut takbir mutlak atau takbir mursal, yaitu takbir yang diucapkan di rumah, masjid, jalan, pada waktu malam, siang, dan waktu lainnya.

Keenam: Takbir mutlak disunnahkan diucapkan pada Idul Fitri dan Idul Adha. Awal waktu takbir mutlak adalah dari tenggelamnya matahari pada malam Id, kemudian berakhir saat imam memulai shalat Id. Sedangkan orang yang berhaji, syiarnya adalah membaca talbiyah pada malam Idul Adha.

Dalil bertakbir pada malam Idul Fitri adalah firman Allah Ta’ala,

وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Takbir pada malam Idul Adha disamakan dengan takbir Idul Fitri. Namun, takbir malam Idul Fitri lebih ditekankan daripada malam Idul Adha.

Ketujuh: Takbir muqayyad (setiap bakda shalat) tidak disunnahkan untuk Idul Fitri, menurut pendapat paling kuat dalam madzhab Syafii. Karena tidak ada hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal ini.

Kedelapan: Takbir muqayyad disunnahkan setelah shalat terkait Idul Adha, ada ijmak (kata sepakat ulama) dalam hal ini. Takbir muqayyad ini dimulai dari Shubuh hari Arafah hingga Ashar hari tasyrik terakhir. Ada dalil dari ‘Umar, ‘Ali, dan Ibnu ‘Abbas tentang hal ini.

Kesembilan: Takbir muqayyad disunnahkan diucapkan setelah selesai shalat, baik shalat ada-an (shalat yang dikerjakan pada waktunya), maupun shalat yang luput, baik shalat fardhu maupun nadzar, baik shalat sunnah rawatib, shalat sunnah mutlak, shalat sunnah muqayyad, atau shalat sunnah yang punya sebab. Karena takbir itu syiar yang terkait dengan waktu.

Kesepuluh: Lafaz takbir yang disunnahkan adalah:

  1. ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, LAA ILAHA ILLALLAH, ALLAHU AKBAR, WA LILLAHIL HAMD.
  2. Imam Syafii rahimahullah berkata jika takbir di atas sudah diucapkan tiga kali, maka ada tambahan: ALLAHU AKBAR KABIIRO, WALHAMDULILLAHI KATSIIRO, WA SUBHAANALLAHI BUKROTAW-WA-ASHIILAA. LAA ILAHA ILLALLAH. WA LAA NA’BUDU ILLAA IYYAH, MUKHLISHIINAA LAHUD DIIN WA LAW KARIHAL KAAFIRUUN. LAA ILAHA ILLALLAH WAHDAH, SHODAQO WA’DAH, WA NASHORO ‘ABDAH, WA HAZAMAL AHZAABA WAHDAH. LAA ILAHA ILLALLAHU WALLAHU AKBAR. Ada riwayat dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca bacaan tadi saat berada di bukit Shafa.

Kesebelas: Ketika bertakbir disunnahkan mengeraskan suara. Karena jika ia mengeraskan suara, yang tidak bertakbir jadi ikut bertakbir.

Kedua belas: Ulama Syafiiyah menyatakan bahwa disunnahkan pada malam Id dengan ibadah, yaitu menyibukkan diri dengan shalat, membaca Al-Qur’an, berdzikir, bertasbih, berdoa, beristighfar, dan ibadah semisalnya.

Yang dijadikan dalil adalah hadits dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَتَىِ الْعِيدَيْنِ لِلَّهِ مُحْتَسِبًا لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ

Siapa yang menghidupkan malam Idul Fitri dan Idul Adha karena mengharap pahala dari Allah, hatinya akan mati pada hari semua hati itu mati.” (HR. Ibnu Majah, no. 1782. Al-Hafizh Abu Thahir, Al-Bushiri, dan Al-‘Iraqi dalam takhrij Al-Ihya’ mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Semua hadits tentang hal ini dhaif. Imam Syafi dan ulama Syafiiyah tetap menganjurkan menghidupkan malam Id, walaupun hadits ini dhaif karena hadits ini seputar fadhilah amal sehingga tidaklah masalah.” (Al-Majmu’, 5:43)

Imam Syafii rahimahullah berkata, “Doa itu dianjurkan pada lima waktu: (1) malam Jumat, (2) malam Idul Adha, (3) malam Idul Fitri, (4) malam pertama Rajab, (5) malam nisfu Syakban.” (Al-Majmu’, 5:43)

Semoga bermanfaat.

Referensi:

Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan kelima, Tahun 1436 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily. Penerbit Darul Qalam. 1:558-565.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Khutbah Idul Adha 2020 tentang Hikmah Qurban

Sholat Idul Adha 10 Dzulhijjah 1441 akan dilangsungkan pada 31 Juli 2020. Anggota Lembaga Dakwah NU (LDNU) KH A Muzaini Aziz, Lc, MA merilis naskah khutbah Idul Adha 2020. Berikut ini naskah khutbahnya:

الله أكبر (9 مرات) و لله الحمد.

 الحمد لله الذي شرع لعباده التقرب اليه بذبح القربان, وقرن النحر بالصلاة في محكم القرآن. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ذو الفضل والإمتنان, وأشهد أن سيدنا محمدا عبده و رسوله أفضل من قام بشرائع الإسلام و حقق الإيمان. صلى اللهعلىسيدنا محمد و سلم عليه و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان.

فيأيها الناس, أوصيكم وإيّاي نفسى بتقوى الله فقد فاز المتقون.

قال الله تعالى فى مُحكم تنزيله:ياأيها الذين آمنوا اتقوا الله وابتغوا إليه الوسيلة وجاهدوا في سبيله لعلكم تُفلحون.

أما بعد…

Zumratalmuwahhidînrahimakumullâh.

Hari ini kita merayakan IdulAdha, Hari Raya Kurban 1441 H. Syari’at kurban telah dimulai pada generasi pertama umat manusia, anak Adam as.. Allah berfirman dalam Surah Al-Mâ`idahayat 27: 

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

Artinya: Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua anak Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima (kurban itu oleh Allah) dari salah seorang dari keduanya (kurban milik Habil) dan tidak diterima (kurban) dari yang lain (milik Qabil). Ia (Qabil berkata: Aku pasti akan membunuhmu. Berkatalah (Habil): Sesungguhnya Allah (hanya) menerima (kurban) dari orang-orang yang bertaqwa.

Syari’at kurban ini kemudian dilestarikan di dalam syari’at Nabi Ibrahim as, sebagaimana dapat kita lihat pada Surah as-Shâffâtayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى. قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya: Maka tatkala anak itu (Ismail) telah sampai (pada  usiasanggup) berusaha bersama-sama (Ibrahim), (Ibrahim) berkata: Wahai puteraku, sesungguhnya aku melihat dalammimpi bahwa akumenyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?. (Ismail) menjawab: Wahai ayahku, laksanakanlah apa yang diperintahkan (oleh Allah) kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang bersabar.

Ayat di atas mengajarkan kepada kita bahwa berkurban merupakan ujian Allah atas kesabaran kita. Apakah kita bersabar ketika Allah menuntut kita untuk mengorbankan sebagian harta yang kita cintai, sebagaimana Ibrahim dapat bersabar saat Allah menuntutnya mengorbankan harta kecintaannya, yaitu puteranya sendiri. Beruntunglah kita yang hanya diperintahkan untuk berqurban dengan hewan, dan bukan dengan menyembelih  darah daging sendiri. Malulah kita terhadap Ibrahim yang rela menyembelih puteranya, jika kita mampu namun enggan untukmenyembelih sekadar seekor hewan qurban yang tiada berharga sedikitpun dibanding nyawa Ismail.

Dan lihatlah!…Allah tidak akan pernah mensia-siakan kesabaran, ketaatan dan pengorbanan hamba-hambanya. Allah SWT pun berfirman Surah as-Shâffâtayat 107-111:

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ. وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ. سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ. كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ

Artinya: Dan kami tebus anakitu (Ismail) dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim pujian yang baik di kalangan kaum-kaum sesudahnya. Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. Demikianlah Kami membalas orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.

Betapamulia, Allah SWT sendiri yang menyematkan predikat-predikat  keagungan dan kemuliaan kepada Ibrahim dan Ismail ‘alayhimassalâm: as-Shâbirîn (hamba yang senantiasa bersabar), al-Muhsinîn (hamba yang senantiasa berbuat baik) danal-Mu`minîn (hamba yang senantiasa kokoh danteguh  dalam keimanannya).

Sidang IdulAdha   yang dirahmati Allah SWT.

Dalam  syariatNabi kita Muhammad Saw., tradisi kurban para nabi di atas kemudian dilestarikan melaluifirman Allah SWT dalam Surah Al-Kautsar ayat 2:

فَصَلِّ لِرِبِّكَ وَ انْحَرْ

Artinya: Maka shalat (IedulAdha)-lah kamu kemudian berkurbanlah.

Perintah Allah tersebutkemudiandipertegasolehsabdaRasulullah Saw:

عن أبى هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: من وجد سعة و لم يضحّ فلا يقربنّ مصلانا (رواه ابن ماجه و أحمد)

Artinnya: Dari AbiHurayrahra, Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa yang mampu namun tidakberkurban, maka jangan sekali-kali ia mendekati tempat shalat (Iedul Adha) kami (HR. IbnuMajahdan Ahmad).

Dari hadits di atas, madzhab Hanafi berpendapat bahwa berkurban wajib hukumnya bagi yang mampu. Adapun madzhab Maliki, Syafi’i dan Hanbalimenyatakan bahwa berkurban adalah sunnah mu’akkadah (sunnah yang sangat ditekankan).

Ma’âsyiralmu’minînrahimakumullâh.

Tentang syariat qurban, beberapa hal perlu kita garis bawahi dan perhatikan, antara lain:

Pertama, sebagaimana semua amal ibadah lainnya, ibadah qurban ada yang diterima oleh Allah SWT, adajuga yang tidak diterima. Sebagaimana telah dikisahkan di dalam Surah Al-Mai`idahayat 27 di awal khutbah ini, bahwa Allah menerima qurban dari Habil dan tidak menerima kurban dariQabil. Ayat di atas diakhiri dengan firman Allah:

إنما يتقبلُ الله من المتقين

Artinya: Sesunggunya Allah hanyamenerima (kurbannya) orang-orang yang bertaqwa.

Prinsip taqwa dalam berkurban inikembali dipertegas di dalam Surah Al-Hajj ayat 37:

لَنْ يَنَالَ اللّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُم…

Artinya: Daging hewan kurban  dandarahnya itusekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketaqwaan kalian…

Qurbannya orang bertaqwa antara lain dan yang terpenting adalah ditandai dengan landasan niat untuk mentaati perintah Allah semata, bukan untuk menaikkan gengsi atau status sosial da nniat-niat duniawi lainnya. Maka ketikakita berqurban, pastikan bahwa hanya keikhlasan yang ada di hati kita, hanya demi menggapai ridha Allah SWT. Taqwa di sini juga berarti bahwa hewan qurban tersebut berasal dariharta yang halal. Karena, ibadah apapun yang dibiayai dari harta yang haram pasti tertolak, sebagaimana sabdaRasulullah Saw.:

لا يقبل الله عز و جل صدقة من غلول و لا صلاة بغير طهور (رواه ابو داود)

Artinya: Allah AzzawaJalla tidak menerima shadaqah dariharta yang haram dan (tidak menerima) sholat tanpa bersuci (HR. Abu Daud)

JugasabdaRasulallah Saw.:

أيها الناس! إن الله طيب لا يقبل إلا طيبا…

Artinya: Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Suci dan tidak menerima kecuali yang suci… (HR. Muslim)

Kedua, tentang distribusi dagingkurban, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hajj ayat 28:

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِير

Artinya: (Tujuan ibadah haji dan kurban itua dalah) agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan, atas rizki yang telah Allah berikan kepada mereka, yaitu berupa binatang ternak, maka makanlah sebagian darinya dan berikanla hsebagian lainnya untuk dimakan oleh orang-orang yang papa lagi fakir.

Dari ayat di atas dapat kita ambil sebuah tuntunan bahwa orang-orang yang berqurban atau panitia qurban harus memastikan bahwa qurban tersebut didistribusikan secara baik dengan prioritas pembagian hasil qurban untuk para fakir miskin, di samping si empu qurban juga memiliki hak untuk menikmati sebagian daging qurbannya.

Ini adalah bentuk solidaritas sosial, agar pada Idul Adha kali ini, terlebih di masa pandemi Covid-19 yang memprihatinkan ini, kita semua, tanpa terkecuali, betul-betul dapat merayakannya dengan riang gembira dan penuh suka cita.

Jangan sampai pada Idul Adha nantia daperut-perut lapar yang berangan-angan tentang nikmatnya daging qurban, sementara perut kita kekenyangan setelah menyantap hidangan lezat hasil qurban.

Hal ketiga yang kiranya perlu kitaketahui adalah tentang wasiat Rasulullah Saw:

عن ابى هريرة رضي الله عنه قال, قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: من باع جلد أضحيته فلا أضحية له (رواه الحاكم و البيهقي)

Artinya: Diriwayatkan oleh AbiHurayrah ra, bahwaRasulullah Saw bersabda: Barangsiapa yang menjual kulit hewan qurbannya maka sesunggungnya dia tidak berqurban (HR. Al-Hakim dan Al-Bayhaqiy).

Wejangan Rasulullah di atas adalah sebuah tuntunan agar dalam berqurban kita harus total, optimal dan sempurna, tidak setengah-setengah. Dengan demikian, ganjaran baik yang kita peroleh dari Allah pun menjadi sempurna pula. Maka, tidak sah qurban seseorang yang kulit qurbannya dijadikan upah untuk si tukang sembelih atau tukang jagal qurbannya.

Ikhwânîfillâha’âdzaniyallâhuwaiyyâkumajma’în.

Akhirnya, khatib berharap, semoga khutbah ini dapat membangkitkan kesadaran dan keinginan kita untukberlomba-lomba mempersembahkan qurban terbaik.

Semoga di Idul Adha ini semakin banyak saudara kita yang tersenyum bahagia karena menikmati hidangan daging qurban yang kita sembelih, hanya untuk menggapai ridha Allah SWT. Amin yâRabbal ’âlamîn.

بارك الله لى و لكم فى القرآن الكريم. و نفعنى و إيّاكم بما فيه من الآيات و الذّكر الحكيم. و تقبّل منّى و منكم تلاوته, إنّه هو السّميع العليم. أقول قولى هذا فأستغفر الله لي و لكم و لسائر المؤمنين من كل ذنب, فاستغفروه…. إنّه هو الغفور الرّحيم.

الله أكبر (7 مرات)و لله الحمد.

اللهُ أكبر ما حنّ لبيت الله مؤمنٌ مشتاقٌ, الله أكبر ما أتى الحجّاج لأداء الحجِ من الآفاق, اللهُ أكبر ما تعارفَ الواقفون بعرفةَ باتِحادٍ و وفاقٍ.

أشهد ان لا إله إلا الله الملك العلاّم, و أشهد أنسيدنا محمدا عبده و رسوله سيد الأنام.

أللهم صل و سلم على سيدنا محمد و على آله و أصحابه صلاةً و سلاما دائمين متلازمين على ممرّ الدّهور و اْلأيّام.

أيها النَاس, إتقوا الله حقّ تقواه, و راقبوه مراقبة من يعلم أنه يراه.

فقال الله تعالى: يا أَيها الذين آمنوا اتّقوا الله حقّ تُقاته و لا تموتنّ إلا و أنتم مسلمون.

أللهم صل و سلم و بارك على سيدنا محمد, و على آل سيدنا محمد, كما صليت و سلّمت و باركت على سيدنا إبراهيم, و على آل سيدنا إبراهيم, فى العالمين إنك حميد مجيد.

أللهم اغفر للمسلمين و المسلمات, و المؤمنين و المؤمنات, ألأحياءِ منهم و الأموات, إنك سميع قريب مجيب الدعوات, يا قاضي الحاجات.

رَبَّنَا ءَاتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً, وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

رَبَّناَ تَقَبَّلْ مِناَّ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ, وَ تُبْ عَلَيْناَ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً, وَ فِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عباد الله, إن الله يأمر بالعدل و الإحسان, و إيتاء ذى القربى و ينهى عن الفخشاء و المنكر و البغي, يعظكم لعلكم تذكرون.

فاذكروا الله العظيم يذكركم, و اشكروه على نعمه يزدْكم, و اسئلوه من فضله يعطِكم, و لذكر الله أكبر, والله يعلم ما تصنعون.

IHRAM

Delapan Makna Talbiyah ‘Labbaik Allahumma Labbaik’

Dzikir yang indah diimpikan oleh banyak kaum muslim di penjuru alam semesta. Tidaklah disyariatkan untuk mengucapkannya, kecuali yang sedang berihram ketika umrah maupun haji. Itulah dzikir ‘Labbaik Allahumma Labbaik’.

Dikutip dari buku Bekal Haji karya Ustaz Firanda Andirja, Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma meriwayatkan bahwasanya talbiyah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ

“Ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah aku memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, sesungguhnya pujian dan kenikmatan hanya milik-Mu, dan kerajaan hanyalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu” hadits riwayat Al-bukhari dan muslim.

Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan delapan makna talbiyah:

1. إجابةلك بعد إجابة

Aku memenuhi panggilan-Mu dan aku memenuhi panggilan-Mu.

2. انفكت لك وسعت نفسي لك خاضعة ذليلة

Aku tunduk kepada-Mu dan jiwaku lapang untuk-Mu dalam kondisi rendah dan hina untuk-Mu.

3. أنا مقيم على طاعتك ملازم لها

Aku senantiasa tetap dalam ketaatan kepada-Mu dan selalu melazimi ketaatan tersebut.

4. وما جهتك بما تحبّ متوجّه إليك

Aku menghadap dan menuju kepada-Mu dengan apa yang Engkau cintai.

5. حبّ لك بعد حبّ

Aku datang karena mencintai-Mu dan mencintai-Mu.

6. أخلصت ليّ وقلبي لك

Aku memurnikan hatiku dan pikiranku hanya untuk-Mu.

7. في حال واسعة من شرح اصّدر

Aku mendatangi-Mu dalam kondisi hati yang lapang.

8. اقتراباإليك بعد اقتراب كمايتقرّب من محبوبه

Aku terus mendekatkan diriku kepada-Mu sebagaimana seorang pecinta yang mendekat kepada yang dicintainya, Hasyiat Ibnil Qayyim alaa Sunan Abi Dawud.

Kedelapan makna di atas menunjukkan seseorang yang mengucapkan talbiyah benar-benar fokus kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan memenuhi panggilan-Nya dengan hati yang lapang, gembira, yang dipenuhi rasa cinta dan rindu.

IHRAM

Hukum Jual Beli ketika Shalat Jumat

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ashalatu was salaamu ‘ala rasulillah sayyidil mursalin,

Pembaca yang budiman, kita ketahui bersama bahwa shalat Jum’at adalah ibadah yang agung, yang diwajibkan bagi sebagian kaum Muslimin. Oleh karena itu dalam artikel ini akan kita bahas bagaimana hukum berjual-beli ketika shalat Jum’at sedang dilangsungkan.

Orang-orang yang diwajibkan shalat Jum’at

Shalat Jum’at hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap Muslim yang berakal, kecuali :
1. wanita
2. budak
3. anak kecil
4. orang yang sakit. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الجمعةُ حقٌّ واجبٌ على كلِّ مسلمٍ فبجماعةٍ إلاَّ أربعةً عبدٌ مملوكٌ أوِ امرأةٌ أو صبيٌّ أو مريضٌ

“Shalat Jum’at adalah wajib bagi setiap Muslim dengan berjama’ah kecuali empat orang: hamba sahaya, wanita, anak kecil, orang sakit” (HR. Abu Daud no. 1067, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

5. Musafir

Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu mengatakan:

ليس على مسافِرٍ جمعَةٌ

Tidak ada kewajiban shalat Jum’at bagi musafir” (HR. Ad Daruquthni 2/111, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’, no. 5404).

6. Semua orang yang memiliki kesulitan menghadiri shalat jama’ah di masjid
baik karena hujan, badai, kondisi mencekam, atau semacamnya. Berdasarkan keumuman hadits:

Dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma:

كَانَ يَأْمُرُ مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ ، ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثْرِهِ ‏‏: ” أَلَا صَلُّوا فِي ‏‏الرِّحَالِ ‏” فِي اللَّيْلَةِ الْبَارِدَةِ أَوْ الْمَطِيرَةِ فِي السَّفَرِ

“Dahulu Nabi memerintahkan muadzin adzan lalu di akhirnya ditambahkan lafadz /shalluu fii rihaalikum/ (shalatlah di rumah-rumah kalian) ketika malam sangat dingin atau hujan saat safar” (HR. Bukhari no. 616, Muslim no. 699).

Hukum jual-beli ketika shalat Jum’at

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS. Al-Jumu’ah: 9).

Ayat ini dengan jelas melarang jual-beli ketika shalat Jum’at bagi orang yang diwajibkan shalat Jum’at. As Sa’di dalam Tafsir-nya mengatakan:

أي: اتركوا البيع، إذا نودي للصلاة، وامضوا إليها

“maksudnya tinggalkan jual-beli ketika adzan dikumandangkan, dan hendaknya pergi menuju shalat” (Taisir Karimirrahman, 825).

Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya mengatakan:

اتفق العلماء رضي الله عنهم على تحريم البيع بعد النداء الثاني

“Para ulama radhiallahu’anhum bersepakat haramnya jual-beli setelah adzan yang kedua”

Yaitu jika berpegang pada pendapat bahwa adzan Jum’at boleh dua kali. Adapun jika adzan Jum’at hanya sekali maka ketika adzan itu sudah tidak boleh berjual-beli. Ibnu Qudamah mengatakan:

والنداء الذي كان على عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم هو النداء عَقِيْب جلوس الإمام على المنبر ، فتعلق الحكم به دون غيره . ولا فرق بين أن يكون ذلك قبل الزوال أو بعده

“Adzan (shalat Jum’at) yang ada di zaman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam hanyalah adzan setelah imam duduk di mimbar. Maka larangan jual-beli ini dikaitkan pada adzan tersebut bukan adzan yang lainnya. Dan tidak ada bedanya apakah itu sebelum zawal ataukah sesudah zawal” (Al-Mughni, 2/145).

Ringkasnya, ketika imam sudah naik mimbar lalu setelah itu dikumandangakan adzan maka berlakulah larangan jual-beli ketika itu.

Sahkah akad jual-belinya?

Ketika orang yang diwajibkan shalat Jum’at melakukan akad jual-beli, setelah khatib naik mimbar dan adzan, sahkah akadnya?

Ulama berbda pendapat dalam masalah ini dalam dua pendapat:

Pendapat pertama, akadnya sah. Ini pendapat Hanafiyah dan Syafi’iyyah. Karena larangan jual-beli di sini bukan pada dzat akadnya namun karena sebab lain yaitu bisa memalingkan orang dari shalat Jum’at.

Pendapat kedua, tidak sah akadnya, dengan dalil surat Al Jumu’ah ayat 9. Secara eksplisit, ayat tersebut menunjukkan tidak sahnya akad menurut mereka. Ini merupakan pendapat Malikiyyah dan Hanabilah.

Wallahu a’lam, yang kami pandang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat kedua. Karena larangan berjual-beli dalam hal ini adalah maani’ (penghalang) untuk sempurnanya akad. Sehingga akad tidak sah dengan adanya penghalang. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:

الصحيح من العقود ما ترتبت اثاره على وجوده كترتب الملك على عقد البيع مثلا . ولا يكون الشيء صحيحا إلا بتمام شروطه و انتفاء موانعه

“Akad yang sah adalah yang bisa membuat berlakunya konsekuensi dari akad tersebut. Seperti konsekuensi kepemilikan dalam akad jual-beli misalnya. Dan akad tidak disebut sah kecuali dengan terpenuhinya syarat-syarat dan hilangnya mawani’ (penghalang)” (Al Ushul min ‘Ilmil Ushul, 13).

Oleh karena itu Syaikh Ibnu Al Utsaimin dalam masalah ini mengatakan:

إن البيع بعد نداء الجمعة الثاني حرام وباطل أيضا ، وعليه فلا يترتب عليه آثار البيع ، فلا يجوز للمشتري التصرف في المبيع ؛ لأنه لم يملكه ، ولا للبائع أن يتصرف في الثمن المعين ؛ لأنه لم يملكه ، وهذه مسألة خطيرة ؛ لأن بعض الناس ربما يتبايعون بعد نداء الجمعة الثاني ثم يأخذونه على أنه ملك لهم

“Jual-beli setelah adzan jum’at yang kedua hukumnya haram dan juga batal (tidak sah). Oleh karena itu semua konsekuensi dari jual-beli tidak terjadi. Maka tidak boleh seorang yang membeli barang ketika itu menjual barangnya, karena ia belum memilikinya. Dan tidak boleh juga yang menjual ketika itu mentransaksikan uang hasil penjualannya, karena ia tidak memilikinya. Ini masalah yang urgen, karena sebagian orang saling berjual-beli setelah adzan kedua dan mereka merasa uang dan barang (hasil jual-beli tadi) adalah miliknya” (Syarhul Mumthi’, 8/52).

Bolehkah orang-orang yang tidak wajib shalat Jum’at berjual beli

Dari penjelasan di atas kita ketahui bahwasanya yang terkena larangan jual-beli adalah orang-orang yang diwajibkan shalat Jum’at. Maka mafhumnya, orang-orang yang tidak wajib shalat Jum’at tidak terlarang melakukan jual-beli. Dengan syarat, kedua pihak yang melakukan jual-beli adalah orang-orang yang tidak diwajibkan shalat Jum’at. Seperti jual beli antara sesama wanita, antara wanita dengan musafir, antara anak kecil dengan wanita, dan semisalnya. Ibnu Qudamah mengatakan:

وتحريم البيع , ووجوب السعي , يختص بالمخاطبين بالجمعة , فأما غيرهم من النساء والصبيان والمسافرين , فلا يثبت في حقه ذلك ; فإن الله تعالى إنما نهى عن البيع من أمره بالسعي , فغير المخاطب بالسعي لا يتناوله النهي , ولأن تحريم البيع معلل بما يحصل به من الاشتغال عن الجمعة , وهذا معدوم في حقهم . وإن كان أحد المتبايعين مخاطبا والآخر غير مخاطب , حرم في حق المخاطب , وكره في حق غيره ; لما فيه من الإعانة على الإثم

“Pengharaman jual-beli dan wajibnya sa’yu (pergi menuju shalat), ini khusus bagi orang-orang yang diwajibkan shalat Jum’at. Adapun yang selain mereka, baik wanita, anak kecil, musafir, maka larangan tidak berlaku. Karena yang Allah larang untuk berjual-beli adalah orang-orang yang Allah perintahkan untuk pergi menuju shalat. Adapun yang tidak diperintahkan shalat maka tidak tercakup dalam larangan. Kemudian, larangan berjual-beli juga alasannya adalah karena ia dapat menyibukkan dari shalat Jum’at. Dan alasan ini tidak ada pada orang-orang yang tidak wajib shalat Jum’at. Adapun jika salah satu pihak yang bertransaksi adalah orang yang wajib shalat Jum’at sedangkan pihak yang lain tidak wajib. Maka hukumnya haram bagi orang yang diwajibkan tersebut. Dan makruh bagi yang tidak waijb karena terdapat unsur tolong-menolong dalam dosa” (Al Mughni, 2/73).

Maka hendaknya orang-orang yang tidak diwajibkan shalat Jum’at mereka memberi nasihat kepada orang-orang yang lalai dari shalat Jum’at padahal wajib atas mereka. Dan jangan membantu mereka dalam kelalaian dengan bertransaksi jual-beli dengan mereka.

Demikian paparan singkat mengenai jual-beli ketika shalat Jum’at, semoga bermanfaat.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

***

Penulis: Yulian Purnama

MUSLIMorid

Puncak Haji 2020, Jamaah Berdoa di Jabal Rahma di Arafah

Peziarah bermasker memanjat Gunung Arafah, Kamis (30/7) di Arab Saudi untuk berdoa dan bertobat dalam puncak haji tahun ini.

Sebuah barisan keamanan ketat telah didirikan di sekitar kaki bukit berbatu di luar Makkah, juga dikenal sebagai Jabal al-Rahma atau Gunung Belaskasih, sebagai titik tertinggi dari ritual tahunan.

Peziarah, yang mengenakan masker dan menjaga jarak sosial ketika pihak berwenang Saudi memberlakukan pembatasan keras untuk mencegah wabah koronavirus, memulai pendakian ke puncak untuk membaca Alquran dan doa untuk menebus dosa-dosa mereka, seperti disiarkan televisi Pemerintah Arab Saudi yang dilansir Mail Online.

Disemprot dengan alat penyiram air untuk mengalahkan panasnya gurun, para peziarah mengangkat telapak tangan mereka ke atas saat mereka menaiki lereng bukit di mana umat Islam percaya Nabi Muhammad memberikan khotbah terakhirnya.

“Saya sangat senang dipilih di antara jutaan orang untuk haji tahun ini,” kata peziarah Saudi Wedyan Alwah sebelum berangkat.

“Mimpi seumur hidupku telah menjadi kenyataan.”

Pemandangan itu sangat berbeda dengan ritual tahun lalu ketika lautan peziarah naik ke Gunung Arafat, dikepalai oleh puluhan ribu pelayan dalam upaya untuk mencegah kerusakan.

Para peziarah sebelumnya diangkut dengan bus dari Mina yang bertetangga dan menjalani pemeriksaan suhu sebelum menghadiri sebuah khotbah di masjid lokal Namira, yang menurut media pemerintah diterjemahkan ke dalam 10 bahasa.

Setelah sholat magrib, mereka akan berjalan menuruni Gunung Arafat ke Muzdalifah, tempat suci lainnya di mana mereka akan tidur di bawah bintang-bintang untuk mempersiapkan tahap akhir haji, simbol “rajam setan”.

Itu terjadi pada hari Jumat dan juga menandai awal Idul Adha, festival pengorbanan. Ibadah haji, satu dari lima rukun Islam dan keharusan bagi umat Islam yang bertubuh sehat setidaknya sekali seumur hidup, biasanya merupakan salah satu pertemuan keagamaan terbesar di dunia.

Tetapi hanya hingga 10.000 orang yang sudah tinggal di kerajaan itu yang berpartisipasi dalam ritual tahun ini, dibandingkan dengan pertemuan tahun 2019 sekitar 2,5 juta dari seluruh dunia.

“Anda bukan tamu kami, tetapi tamu Tuhan, penjaga dua masjid suci (Raja Arab Saudi Salman) dan bangsa,” Menteri Haji Mohammad Benten mengatakan dalam sebuah video yang dirilis oleh kementerian media pada hari Rabu.

Riyadh menghadapi kritik keras pada 2015 ketika sekitar 2.300 jemaah tewas dalam penyerbuan paling mematikan dalam sejarah pertemuan itu.

Tapi tahun ini, risiko itu sangat berkurang oleh kerumunan yang jauh lebih kecil. Para peziarah semuanya telah diuji virusnya, menurut pihak berwenang. Wartawan asing dilarang dari haji tahun ini, biasanya media besar global.

Sebagai bagian dari ritual yang diselesaikan selama lima hari di kota suci Makkah dan sekitarnya, para peziarah berkumpul di Gunung Arafat setelah menghabiskan malam di Mina.

Sebagai sebuah distrik di Makkah, Mina duduk di sebuah lembah sempit yang dikelilingi oleh pegunungan berbatu, dan ditransformasikan setiap tahun menjadi tempat yang luas bagi para peziarah.

Mereka memulai haji pada hari Rabu dengan “tawaf” pertama mereka, mengelilingi Ka’bah, sebuah bangunan besar di Masjidil Haram Makkah di mana umat Islam di seluruh dunia berdoa.

Kabah terbungkus kain hitam bersulam emas dengan ayat-ayat Alquran dan dikenal sebagai kiswa, yang diganti setiap tahun selama haji.

Peziarah dibawa ke dalam masjid dalam kelompok-kelompok kecil, berjalan di sepanjang jalan yang ditandai di lantai, sangat kontras dengan lautan manusia normal yang berputar-putar di sekitar Kabah selama haji.

Ibadah haji biasanya berharga ribuan dolar untuk jamaah haji, yang sering menabung selama bertahun-tahun serta menanggung daftar tunggu yang panjang untuk kesempatan menghadiri ritual. Tetapi tahun ini, pemerintah Saudi menanggung biaya semua peziarah, menyediakan makanan, akomodasi hotel, dan perawatan kesehatan, kata jamaah.

IHRAM

Menyegerakan Zakat Mal di Tengah Pandemi Corona (Bag. 2)

Baca penjelasan sebelumnya Menyegerakan Zakat Mal di Tengah Pandemi Corona (Bag. 1)

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du :

Bagaimana jika muzakki (orang yang menunaikan zakat) yang menyegerakan zakat malnya berubah menjadi miskin sebelum tiba waktu wajib zakat mal (haul)? [1]

Misalnya, waktu wajib zakatnya (haul) bulan Muharram, lalu disegerakan zakatnya pada bulan Syawwal. Saat Syawwal, muzakki tersebut kaya sehingga ia menjadi orang yang wajib berzakat dan hartanya telah mencapai nishob. Oleh karena itu, ia menyegerakan zakat malnya. Lalu usahanya bangkrut sehingga ia berubah menjadi miskin sebelum tiba waktu wajib zakat mal (Muharram).

Dalam kasus ini, pendapat terkuat adalah ia tidak boleh mengambil kembali zakat yang disegerakan dari tangan mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) dan telah menerimanya, meskipun ia berubah jadi miskin dan sangat membutuhkan harta. Hal ini karena ia menyegerakan zakat malnya atas kehendak sendiri tanpa paksaan dan zakatnya telah berpindah kepemilikan kepada mustahiq penerimanya.  [2]

Ulama Syafi’iyyah rahimahullahu ta’ala menjelaskan bahwa pada kasus di atas, harta yang telah dikeluarkan dengan niat zakat mal yang disegerakan tersebut bukanlah dihitung sebagai zakat mal [3], namun termasuk sedekah sunnah yang diberi pahala pelakunya . [4]

Bagaimana jika seorang mustahiq yang telah menerima zakat mal yang disegerakan itu berubah jadi bukan mustahiq lagi sebelum tiba saat haul? [5]

Contohnya setahun sebelum haul tiba, seseorang berstatus berhak menerima zakat mal (mustahiq) telah menerima zakat mal yang disegerakan. Lalu saat tiba masa haul, ia berubah menjadi bukan mustahiq lagi, karena murtad -na’udzu billah-, mati atau jadi kaya. Maka bagaimana status zakat yang disegerakan tersebut?

Jawaban:

Zakatnya sah, karena muzakki menunaikan zakat pada waktu yang diizinkan dalam syari’at dan diberikan kepada orang yang berhak menerima zakat ketika itu. Maka tidak boleh dinyatakan batal kecuali dengan dalil, dan tidak ada dalil yang menyatakan batalnya. Jadi, yang dijadikan sebagai patokan adalah kondisi penerima zakat yang disegerakan pada saat penunaian.

Sebagian ulama menyatakan bahwa yang dijadikan patokan pada kasus di atas adalah kondisi penerima zakat saat akhir haul (tibanya waktu wajib zakat). Sehingga pada kasus di atas, zakat tersebut tidaklah sah, dan muzakki wajib menunaikan zakat malnya kembali. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam kitab Al-Fiqih Al-Manhaji ‘ala Madzhabiil Imam Asy-Syafi’I, 2: 56.

Namun, pendapat terkuat adalah yang dijadikan patokan adalah kondisi penerima zakat saat penunaian zakat yang disegerakan, dan bukan saat akhir haul (tibanya waktu wajib zakat). Oleh karena itu, pada kasus di atas, zakat tersebut hukumnya sah.

Hukum menunaikan zakat mal dengan bertahap dan tidak sekaligus [6]

Terkadang seorang muzakki (orang yang menunaikan zakat) terdorong menunaikan zakat malnya tidak dalam satu kali penunaian sekaligus, namun secara bertahap. Hal ini karena tuntutan maslahat syar’i, misalnya kondisi faqir miskin di tempatnya menuntut zakat malnya dikeluarkan secara bertahap.

Hukum menunaikan zakat mal dengan bertahap ada dua keadaan, yaitu:

Keadaan Pertama:

Menunaikan zakat mal dengan bertahap sebelum waktu wajibnya (sebelum tiba haulnya), maka ini diperbolehkan menurut jumhur ulama.

Hakikatnya adalah menyegerakan zakat sebelum sempurna haul nya [7] , misal :

Muzakki memberikan zakat mal kepada sebuah keluarga miskin 10 juta per bulan dari awal tahun (awal haul) selama setahun.

Dan pada akhir tahun Qomariyyah/Hijriyyah (akhir haul), jika total zakatnya lebih dari 120 juta, maka muzakki masih ada kewajiban menunaikan zakat mal yang menjadi kekurangannya, karena 10 juta x 12 bulan hanya 120 juta.

Namun jika ternyata total zakatnya adalah kurang dari 120 juta, maka ia hitung kelebihannya sebagai shadaqah.

Keadaan Kedua:

Menunaikan zakat mal dengan bertahap setelah waktu wajibnya (setelah tiba haulnya), ini termasuk menunda penunaian zakat mal dan hukumnya tidak diperbolehkan kecuali jika ada udzur Syar’i atau ada maslahat. Hal ini karena harta zakat itu bukan lagi menjadi milik muzakki semenjak tibanya waktu wajib mengeluarkan zakat (haul).

Perlu diketahui bahwa hukum asal penunaian zakat mal adalah wajib segera ditunaikan menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama rahimahumullah), meski Imam Abu Hanifah rahimahullah tidak sependapat. [8]

Ulama rahimahumullah mengecualikan tiga keadaan, yang dalam tiga keadaan [9] tersebut, penunaian zakat mal boleh ditunda, yaitu :

  1. Saat ada halangan dalam penunaian, misal: belum adanya harta di tangan orang yang mengeluarkan zakat mal (muzakki), atau benar-benar tidak ada orang yang berhak menerima zakat mal (mustahiq) saat hendak disalurkan.

Oleh karena itulah ulama menjelaskan bahwa jika masih bisa mendapatkan info adanya mustahiq dari orang/lembaga terpercaya dan amanah, maka tidak dibolehkan bermudah-mudahan beralasan tidak didapatkannya orang yang berhak menerima zakat mal (mustahiq).

  1. Penunaian zakat mal menimbulkan bahaya yang menimpa muzakki, misal: khawatir jika ditunaikan sendiri, lalu datang petugas zakat resmi dari pihak pemerintah untuk mengambil zakat mal, sehingga ia harus mengeluarkan zakat mal dua kali. Atau dia khawatirkan dirinya atau hartanya, karena ulah penjahat yang mengetahui banyaknya hartanya (karena jumlah harta zakat yang dia keluarkan).
  1. Adanya kebutuhan atau maslahat untuk ditundanya penunaian zakat mal, misal: untuk diberikan kepada famili yang miskin, atau orang miskin yang shalih, atau orang miskin yang menjadi tetangganya, atau kepada orang yang lebih membutuhkan dari penerima zakat mal lainnya,

Ulama mempersyaratkan penundaan karena udzur/alasan yang bisa diterima tersebut dalam jangka waktu yang pendek, misalnya disebabkan udzur yang bisa diterima, zakat mal boleh ditunda sehari atau dua hari. [9]

Oleh karena itu ulama menjelaskan bahwa menunda penunaian zakat mal karena alasan menunggu datangnya bulan Ramadhan yang akan datang 4 bulan lagi demi mendapatkan keutamaan beramal di bulan tersebut, maka hal ini tidak diperbolehkan . [10]

[Selesai]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

MUSLIMorid

Ujian Kekurangan Harta

ALLAH SWT berfirman, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” (QS. al-Baqarah [2]: 155-156).

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui kemampuan setiap hamba-Nya dalam menghadapi suatu ujian. Ada orang-orang yang diuji dengan kekayaannya, yang dari ujian tersebut ada yang lulus dan ada yang tidak. Demikian juga ada orang-orang yang diuji dengan kefakirannya, yang dari ujian tersebut ada yang lulus dan ada juga yang tidak.

Manakah di antara kedua ujian tersebut yang lebih baik? Yang terbaik adalah orang yang menjalani ujiannya dengan penuh kesabaran dan berpegang teguh kepada Allah SWT. Apalah artinya harta kekayaan berlimpah kalau hanya menjauhkan pemiliknya dari Allah. Dan semakin berat kefakiran seseorang manakala kefakirannya dijalani dengan putus asa, buruk sangka dan menjauh dari-Nya.

Pada ayat surat al-Baqarah yang disebutkan sebelumnya, Allah menjelaskan secara tersurat kepada kita bahwa salah satu bentuk ujian yang akan menimpa kita adalah kekurangan harta. Dan, barangsiapa yang tidak bersabar dalam ujian ini, maka penderitaannya hanya akan bertambah panjang.

Saudaraku, kefakiran bukan hanya diukur misalnya dengan rumah yang sederhana, bukan tampak pada kendaraan tua yang hanya roda dua, bukan tampak hanya pada menu makanan yang ala kadarnya. Karena sangat mungkin orang-orang yang berada dalam kondisi demikian justru memiliki hati yang tenang, jiwa yang merdeka dan bahagia karena merasa cukup dengan apa yang ada.

Boleh jadi pada pandangan orang lain, mereka ini tidak beruntung. Tapi, hakikatnya merekalah orang yang kaya dan berkecukupan. Sebaliknya, manakala kita melihat seseorang punya rumah yang megah, kendaraan yang mewah, pakaian yang indah, namun hatinya sempit dan jiwanya terkekang. Mengapa? Karena ternyata harta berlimpah yang ia miliki tidak pernah cukup menutupi segala kebutuhannya, belum lagi utang yang banyak dan sulit dilunasi.

Oleh karena itu, yang terpenting bukanlah terletak pada banyak atau sedikitnya harta, yang terpenting adalah apakah harta yang kita miliki itu mencukupi atau tidak. Tidak masalah jika rumah kita masih ngontrak, namun kebutuhan kita tercukupi. Tidak masalah jika kita tidak punya kendaraan pribadi, namun urusan kita lancar.

Saudaraku, jika kita sedang berada dalam episode keterbatasan harta, maka itu tidak membahayakan selama kita bersyukur. Karena syukur adalah pengundang karunia Allah yang belum datang kepada kita. Allah SWT berfirman, “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7). [*]

Oleh KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

Tips Atasi Istri Suka Emosian

SEORANG ikhwan bertanya, “Istri saya suka emosian ustaz, kalau tidak dilampiaskan katanya kepalanya pusing, mohon nasihatnya ustaz.”

Mantap, kasian suaminya. Tahu apa itu sabar? Sabar itu adalah anda punya sifat sabar, sehingga, anda tidak emosi, itu dia sabar.

Sabar itu sesuatu yang ada di dalam hati kita yang ketika masalah datang memicu emosi kita tidak emosi, itulah sabar. Namun begitu emosi kita terpicu, terpacu, tersulut kita menahannya, itu bukan sabar namanya. Itu kazmul ghaits. Itu ayat dalam surat al-imran (menahan amarah) itu bab lain, itu bukan bab sabar, bab kazmul ghaits (bab menahan emosi).

Supaya tidak pusing harus sabar, kalau anda sabar emosi anda tidak tersulut, ketika emosi tidak tersulut anda tidak perlu setiap hari kazmul ghaits, setiap 3 kali dalam seminggu kazmul ghaits karena kazmul ghaits hanya boleh sekali-kali kalau sering memang insyaallah tensinya naik itu, pusing dibuatnya.

Maka yang namanya sabar itu adalah menyiapkan sabar sehingga ketika masalah yang memicu emosi datang kita tidak terpicu emosi kita karena kita sabar. Tiba-tiba dari belakang mobil orang menabrak mobil kita, kita orang sabar tidak emosi, kita cuma bilang mas hati-hati mas, mas lihat dong kaca spion, itu orang sabar.

Jadi, sabar itu adalah sesuatu sifat yang membuat orang itu sulit untuk tersulut emosinya sulit karena dia orang yang sabar, itu sabar yang paling penting kata Syaikh Abdurrahman Assadi di dalam syarah beliau terhadap hadits sabar (laa taghdhob).

Sabar yang paling penting itu adalah anda siapkan sabar di dalam diri anda sebelum masalah yang memicu emosi datang, sudah ada sabarnya sehingga ketika masalah itu datang anda tidak emosi.

Kalau setiap hari menekan dan menahan emosi itu rumit dan ini menunjukkan bahwa istri anda tidak sabar, maka didik dia untuk apa? Bersabar. Sabar itu punya korelasi yang sangat erat dengan takdir, manakala terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan cepat-cepat hubungkan antara kejadian itu dengan takdir, ini sudah ketentuan Allah, ini sudah takdir Allah, marah pun saya dia tidak akan kembali kepada sedia kalanya.

Anak-anak tanpa sengaja bermain-main kesenggol guci besar yang kita beli dulu di Hongkong. Jatuh, pecah, ooh sudah saatnya guci istimewa ini pecah, memang sudah takdirnya dia hari ini untuk pecah.

Kita pegang anak kita, “Nak awas nak awas, sudah kamu di luar mainnya jangan di dalam ini sudah pecah guci mama yang paling berharga, ketika mama pergi dengan papa di bulan madu ini ke Hongkong. Di halaman sana main.”

Coba kalau kita tidak kaitkan dengan takdir: Itu guci kamu tau guci apa itu? Itu guci (sambil jewer anak), setelah anaknya kesakitan berdarah ini (telinganya) kena kuku mamanya yang tidak di potong-potong. Mulai kasihan: Waduh kasihan anak mama, maafkan mama (aduh, menyesal lagi), itu orang emosi biasanya menyesal setelah dia emosi.

Kata orang Arab:

“Awal dari emosi itu kaya orang gila, akhirnya penyesalan.”

Maka bersabarlah, ikatkan selalu kejadian dengan Allah yang menakdirkan kejadian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menasihati keluarganya dengan mengatakan:

“Sesungguhnya segala sesuatu apabila ditakdirkan Allah terjadi pasti terjadi.” Wallahu alam. [Ustaz Maududi Abdullah, Lc]

INILAH MOZAIK

Hikmah Larangan Potong Kuku dan Rambut Awal Dzulhijjah

Menurut Ustadz Pantun, jika mengikut larangan itu akan mendapatkan pahala besar.

Ustadz Taufiqurrahman atau yang lebih dikenal dengan ustaz pantun mengatakan ada beberapa yang dilarang untuk dilakukan kaum Muslimin selama bulan Dzulhijjah. Yang pertama bagi seseorang yang berniat berkurban dilarang memotong rambut dan kuku hingga hewan kurbannya disembelih.

“Ini larangan yang sifatnya kalau dilakukan sangat bagus sekali. Jadi sebelum kita memotong hewan kurban yang kita kurbankan dianjurkan untuk tidak memotong kuku dan rambut yang ada pada kepala kita,” ujarnya.

Ustadz Taufiq menjelaskan dalam Surah An-Nur ayat 51 yang secara singkat diartikan jika seorang Muslim mengerjakan atau menjauhi larangan tersebut masuk ke dalam orang-orang yang beruntung. Kedua menurut pendapat para ulama, kata dia, hikmah dari larangan tersebut adalah agar anggota tubuh orang yang berkurban tetap lengkap hingga bisa dibebaskan dari api neraka.

“Ke Pondok Gede naik mobil bis, pahalanya gede abis,” kata Ustadz Taufiq berpantun.

Ustadz Taufiq mengatakan dalam setahun ada empat bulan haram yakni Dzulqa’da, Dzulhijjah, Rajab, dan Muharram. Ia mengungkapkan, beramal soleh di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah sangat dicintai Allah.

“Merujuk pada Surah At-Taubah ayat 36 yang menyebut dalam setahun ada empat bulan harom, yaitu Dzulqa’da, Dzulhijjah, Rajab, dan Muharram. Keutamaan (bulan Dzulhijjah) seperti yang disebutkan sebuah hadits bahwa Nabi (Muhammad shallahu alahi wassalam) menyebut dengan beramal soleh di sepuluh hari pertama zulhijjah, sangat dicintai Allah,” ujarnya.

Nabi Muhammad, kata Ustadz Taufiq, pernah berkata kepada para sahabat, “Tidak ada hari-hari yang beramal soleh dari pada hari-hari itu, yang lebih dicintai oleh Allah yang dilakukan pada 10 hari pertama Dzulhijjah.”

Sahabat bertanya, “Apakah lebih dari Jihad?” Rasulullah menjawab, “lebih dari itu.”

KHAZANAH REPUBLIKA

Tidak Makan Sebelum Shalat Idul Adha Hanya Berlaku Bagi Sohibul Qurban

Apakah tidak makan sebelum berangkat shalat idul adha itu berlaku bagi semua orang? Ataukah hanya berlaku untuk sohibul qurban saja?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Anjuran tidak makan sebelum berangkat shalat idul adha, disebutkan dalam hadis dari Buraidah bin Hushaib radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَلاَ يَطْعَمُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يُصَلِّىَ

Pada hari idul fitri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar menuju lapangan, hingga beliau sarapan dulu. Dan pada hari idul adha, beliau tidak makan, hingga beliau shalat. (HR. Tirmidzi 545 dan dishahihkan al-Albani).

Beliau menunda makan, agar bisa sarapan dengan daging qurbannya. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat lain,

وَكَانَ لاَ يَأْكُلُ يَوْمَ النَّحْرِ شَيْئًا حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَتِهِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak makan ketika idul adha, hingga beliau pulang, lalu makan hasil qurbannya. (HR. Daruquthni 1734).

Terkait alasan ini, banyak ulama menyebutkan bahwa anjuran tidak makan sebelum berangkat shalat id, hanya berlaku bagi sohibul qurban, agar dia bisa makan daging qurbannya.

Berikut keterangan mereka,

[1] Keterangan az-Zaila’i – ulama hanafiyah dari Mesir – (w. 762 H)

هذا في حق من يضحي ليأكل من أضحيته، أما في حق غيره فلا

Aturan ini berlaku bagi orang yang hendak berqurban, agar dia bisa makan daging qurbannya. Sementara untuk yang lain, tidak berlaku aturan ini. (Tabyin al-Haqaiq, 1/226).

[2] Keterangan al-Buhuti – ulama Hambali dari Mesir – (w. 1050 H)

وكان لا يأكل يوم النحر حتى يرجع، فيأكل من أضحيته، وإذا لم يكن له ذبح لم يبال أن يأكل

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak makan pada hari idul adha hingga beliau pulang, lalu makan daging qurbannya. Ketika tidak memiliki hewan qurban, tidak masalah makan sebelum shalat. (Kasyaf al-Qina’, 2/51).

[3] Keterangan al-Mubarokfuri – (w. 1353 H)

وقد خصص أحمد بن حنبل استحباب تأخير الأكل في عيد الأضحى بمن له ذبح

Imam Ahmad menegaskan bahwa anjuran menunda makan ketika idul adha, hanya khusus untuk mereka yang memiliki hewan qurban. (Tuhfatul Ahwadzi, 3/81).

Berdasarkan keterangan di atas, bisa kita buat kesimpulan,

[1] Dianjurkan untuk tidak makan sebelum berangkat shalat idul adha.

[2] Anjuran ini hanya berlaku bagi sohibul qurban, dan bukan semua kaum muslimin

[3] Latar belakang anjuran tidak makan sebelum shalat bagi sohibul qurban adalah agar dia bisa sarapan dengan daging qurbannya. Karena itu, bagi sohibul qurban yang menyerahkan hewan qurbannya di dekat tempat tinggalnya, maka dianjurkan seusai shalat idul adha agar tidak makan apapun, menunggu hewan qurbannya disembelih.

Demikian

Allahu a’lam

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

KONSULTASI SYARIAH