Jangan Sombong

SAHABAT yang baik, lawan dari tawadhu adalah takabur atau sombong. Ini adalah sifat yang sangat berbahaya. Sesuai hadits Rasulullah SAW bahwa ciri orang yang sombong itu ada dua, “Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)

Orang yang sombong adalah orang yang tidak suka pada hal-hal yang terkait dengan ilmu agama karena menganggap dirinya yang paling benar, tidak suka mendengar nasehat, tidak mau menerima kebenaran, gengsi jika dikoreksi, dan anti terhadap kritik. Orang yang sombong pun selalu melihat orang lain lebih rendah dari dirinya.

Sahabat, marilah kita giat mempelajari tentang ilmu kesombongan ini, lalu kita evaluasi kepada diri kita, dan sama-sama bermujahadah untuk menghilangkan kesombongan ini. Karena sejatinya kemuliaan tidak akan dilekatkan kepada kesombongan.

Semoga kita digolongkan sebagai orang-orang yang tawadhu lillaahi taala, dan dijauhi dari sifat sombong. Aamiin yaa robbal aalamiin. [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar |

INILAH MOZAIK

Kisah Abdullah Bin Salam Menunggu Datangnya Nabi Terakhir

Pria bernama asli Husain bin Salam ini pada mulanya adalah rabi Yahudi di Madinah. Dia kerap menyiarkan ajaran Musa kepada masyarakat setempat yang menghormatinya. Baik penyembah berhala, Kristen, maupun Yahudi, semuanya menganggap Husain sebagai tokoh rujukan.

Kepribadiannya yang kalem membuatnya pandai menyiasati keadaan, tak mudah emosi ketika menghadapi permasalahan. Ketika berurusan dengan suatu masalah dia akan memikirkannya dengan serius, terarah, dan terorganisasi.

Waktunya dihabiskan untuk beribadah dan mengajar. Sesekali dia menggarap kebun kurma hingga panen. Buah manis tersebut dijual di pasar. Mengetahui penjual kurma itu adalah Husain, masyarakat dengan senang hati membeli komoditas kebang gaan masyarakat Arab tersebut.

Mempelajari Taurat adalah kebutuhan baginya. Lembar demi lembar dia baca. Di dalamnya ada ajaran moral dan juga kisah para nabi yang penuh ibrah untuk masyarakat. Namun dia sangat terkejut ketika menemukan beberapa ayat membahas tentang kedatangan seorang nabi yang akan melengkapi pesan para nabi sebelumnya.

Ayat tersebut berbarengan dengan munculnya kabar kenabian Muhammad yang berasal dari Makkah. Ketika mendengar kemunculan Rasulullah, dia mulai mengajukan pertanyaan tentang namanya, silsilah, karakteristik, waktu dan tempatnya muncul. Dia mulai membandingkan informasi yang dimiliki dengan apa yang terkandung dalam Taurat.

Dari pertanyaan ini, saya menjadi yakin tentang kebenaran kenabian Rasulullah dan saya menegaskan kebenaran misinya. Namun, saya menyembunyikan kesimpulan saya dari orang Yahudi,” jelas dia.

Memeluk Islam

Kemudian datanglah hari ketika Nabi meninggalkan Makkah menuju Madinah tahun 622. Saat dia mencapai Yatsrib dan berhenti di Quba, seorang pria bergegas masuk ke kota, memanggil orang-orang dan mengumumkan kedatangan Nabi.

Pada saat itu, Abdullah berada di puncak pohon palem melakukan beberapa pekerjaan. Bibinya, Khalidah binti Harits, sedang duduk di bawah pohon. “Saat mendengar kabar tersebut, saya berteriak: ‘Allahu Akbar! Allahu Akbar!, Ketika bibi saya mendengar takbir saya, dia menyumpahi saya,” jelas dia.

Abdullah menjelaskan Rasulullah merupakan penutup nabi setelah Musa. Dia diutus dengan cara yang sama dengan Musa. Bibinya kemudian menanyakan mengenai Muhammad yang di bicarakan dalam Taurat. Rasulullah dikirim untuk menyampaikan kebenaran dari pesan nabi-nabi sebelumnya dan untuk melengkapi wahyu Allah.

“Tanpa penundaan atau keraguan, saya pergi menemui Nabi. Saya melihat kerumunan orang di depan pintunya. Saya Bergerak dalam kerumunan orang sampai aku mendekatinya,”jelas dia.

Yang pertama Rasulullah katakan adalah, Wahai manusia! Sebarkan ke damaian, Bagikan makanan, Berdoa semalaman saat orang biasanya tidur dan Anda akan masuk surga dalam damai.

Ketika Abdullah bin Salam mendengar kedatangan sang nabi di Madinah, dia datang kepadanya. Abdullah menatapnya dengan detail. Kemudian memeriksanya dan yakin bahwa wajahnya bukan penipu. Dia lalu mendekatinya dan membuat pernyataan iman bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.

Nabi berpaling kepadanya dan bertanya, Siapakah namamu? kemudian dijawab Al-Husain bin Sailam.

Rasulullah kemudian mengganti namanya menjadi Abdullah bin Salam. Nama baru itu dipakainya. Sejak itu, orang mengenalnya sebagai Abdullah. Pemberian itu merupakan bukti kepedulian Rasulullah kepada orang-orang yang mengakui kebenaran risalah yang dibawanya.

Mengajak keluarga memeluk Islam

Abdullah kemudian kembali ke rumah dan mengenalkan Islam kepada istri, anak-anak, dan seluruh anggota keluarga. Mereka semua menerima Islam, termasuk bibinya Khalidah yang saat itu adalah seorang wanita tua.

Namun, dia menasihati mereka untuk menyembunyikan keislaman mereka dari orang-orang Yahudi sampai Abdullah memberi mereka izin. Mereka pun setuju. Abdullah kembali kepada Nabi, dan berkata, Wahai Rasulullah Yahudi adalah orang (cenderung) memfitnah dan penuh kepalsuan. Saya ingin Anda mengundang tokoh mereka yang paling menonjol untuk bertemu kamu. Selama pertemuan itu, Anda harus menjauhkan saya dari mereka di salah satu ruangan Anda. Tanyakan kepada mereka tentang status saya di antara mereka sebelum mereka me nge tahui penerimaan saya terhadap Islam. Lalu ajak mereka memeluk Islam. Jika mereka tahu saya telah menjadi seorang Muslim, mereka akan mencela dan menuduh tanpa dasar dan memfitnah saya.”

Nabi kemudian menyembunyikannya di salah satu kamar. Tokoh Yahudi terkemuka diundang untuk mengunjungi Rasulullah. Dia memperkenalkan Islam kepada mereka dan mengajak mereka untuk beriman kepada Tuhan. Mereka mulai membantah dan berdebat tentang kebenaran ketika mereka menolak menerima Islam. Mereka menanyakan beberapa hal.

Apa status Al-Husain bin Salam di antara kalian? tanya Rasulullah Kemudian dijawab, dia adalah sayyid (pemimpin) dan anak pemimpin orang Yahudi. Dia adalah rabi dan alim, putra dari rabbi yang dikagumi.

‘Jika Anda tahu bahwa dia telah menerima Islam, maukah Anda menerima Islam juga?’ tanya Nabi.

Mereka menjawab, tidak mungkin al-Husain memeluk Islam. Dia adalah tokoh panutan yang konsisten menjalankan ajaran Taurat. Kemudian Abdullah muncul dengan memandang mereka dan mengumumkan bahwa dia telah menerima agama yang dibawa Muhammad.

“Demi Tuhan, Anda pasti tahu bahwa dia adalah utusan Tuhan dan Anda dapat menemukan kenabiannya, karakter yang dimilikinya, dan berbagai informasi tentang Muhammad di dalam Taurat,” jelasnya.

Abdulah menyatakan bahwa Muhammad adalah utusan Allah yang wajib diikuti. Kemudian mereka lang sung menghina Abdullah. Setelah memeluk Islam Abdullah bin Salam mempelajari Islam dengan jiwa yang haus akan pengetahuan.

Dia dengan penuh semangat mencurahkan perhatian pada Alquran dan menghabiskan banyak waktu untuk membaca dan mempelajari ayat-ayatnya yang indah dan agung.

Dia sangat terikat kepada Nabi yang mulia dan terus-menerus berada di dekatnya. Sebagian besar waktunya dia habiskan di masjid, terlibat dalam ibadah, belajar, dan mengajar. Dia dikenal karena cara mengajarnya yang mudah diterima banyak orang, bergerak, dan efektif.

Secara teratur di masjid Nabawi, Abdullah bin Salam dikenal di antara sahabat sebagai pria penghuni surga. Ini karena tekadnya untuk menjalani nasihat Nabi untuk terus berpegang teguh pada pegangan yang paling dapat dipercaya, yaitu kepercayaan dan kepasrahan sepenuhnya kepada Allah.

Allah tak Mungkin Salah

SUATU HARI hari, seseorang datang ke Istana Sulaiman. Sulaiman melayani sang tamu dengan mengajaknya berbincang-bincang. Namun ketika di tengah perbincangan, sang tamu merasa seperti ada yang sedang memperhatikan dari sudut ruangan.

Tamu tersebut pun melirik sudut ruangan yang telah merisaukan hatinya. Ya, disudut ruangan itu memang ada yang sedang memperhatikannya. Namun seketika hilang ketika tamu dari Sulaiman tersebut melihat sudut ruangan itu.

Melihat keresahan sang tamu, Sulaiman kemudian menanyakan perihal yang terjadi pada tamu tersebut. Sulaiman bertanya “Wahai Saudaraku, mengapa engkau terlihat begitu resah. Apakah penghormatanku kepada seorang tamu tidak memuaskan hatimu?”

Dengan cepat sang tamu menjawab, “Oh, bukan. Bukan begitu, Saudaraku. Perlakuanmu sungguh lebih dari yang aku harapkan. Kau memang orang yang sangat mulia.”

“Kalau begitu, apa yang merisaukan hatimu. Mungkin aku bisa membantumu mencarikan jalan pemecahannya?” jawab sulaiman menawarkan bantuan.

Sang tamu kemudian menceritakan mengenai seseorang di sudut ruangan yang terus memperhatikan saat sedang berbincang tadi, namun hilang seketika ia melihatnya. Sulaiman kemudian menjelaskan mengenai seseorang yang dimaksud oleh tamunya itu.

“Oh, dia adalah sahabatku, sang malaikat maut,” jelas Sulaiman.

“Ya, dia terus menerus menatapku, seakan-akan aku adalah sasaran untuk diambil nyawanya,” ungkap sang tamu.

Sulaiman pun menawarkan bantuan untuk membuat hati sang tamu tenang, sang tamu kemudian meminta untuk di antarkan ke India. Dengan izin Allah, Sulaiman menghantarkan sang tamu ke India atas bantuan udara.

Sang tamu pun sampai ke India, tidak berapa lama kemudian sang malaikat maut kembali ke istana Sulaiman. Sulaiman bertanya mengapa sang malaikat memandangi tamunya terus. Ternyata sang malaikat maut mendapat tugas untuk nyawa orang tersebut di India, namun karena tamu itu ada di istana, malaikat menunggunya untuk kembali ke India.

“Apakah kau temui orang itu di India?” tanya Sulaiman.

“Tentu saja. Allah memang tidak akan salah. Kini sudah kulaksanakan tugasku,” tegas malaikat maut.

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. [QS. An-Nisa/ 4: 78]. []

Perbedaan Al Qur’an dan Hadits Qudsi

Makna hadits Qudsi

Qudsi, dari kata al-qudus, artinya mulia dan agung karena kesuciannya. Maka maksud dari qudsi secara bahasa maknanya Allah Ta’ala mensucikannya1. Adapun makna hadits qudsi secara istilah, dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin:

ما رواه النبي صلّى الله عليه وسلّم عن ربه – تعالى -، ويسمى أيضاً (الحديث الرباني والحديث الإلهي

“Hadits yang diriwayatkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wasallam dari Allah Ta’ala, dan disebut juga hadits rabbani dan hadits ilahi.”2

Lafal dan Makna Hadits Qudsi dari Allah?

Namun para ulama berbeda pendapat mengenai lafal dan makna hadits Qudsi, apakah dinisbatkan kepada Allah. Sebagian ulama berpendapat bahwa maknanya dari Allah sedangkan lafalnya dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Ini pendapat yang dikuatkan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin. Beliau mengatakan,

والحديث القدسي ينسب إلى الله تعالى معنىً لا لفظاً، ولذلك لا يتعبد بتلاوة لفظه، ولا يقرأ في الصلاة

“Hadits qudsi maknanya dinisbatkan kepada Allah namun tidak dengan lafalnya. Oleh karena itu membaca lafalnya tidak dianggap sebagai ibadah dan tidak dibaca dalam shalat.”3

هو الذي يرويه النبي صلّى الله عليه وسلم، على أنه من كلام الله تعالى، فالرسول ناقل لهذا الكلام، راو له ولكن بلفظ من عنده هو، يتبدى ذلك صريحا فيما ينقل الرواة في آخر سند الحديث. قال رسول الله صلّى الله عليه وسلم: قال الله تعالى، أو قال رسول الله صلّى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه عزّ وجل»

“Hadits qudsi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, dianggap sebagai firman Allah, yang dinukil oleh Rasulullah namun dengan lafal dari beliau. Ini nampak jelas dari apa yang dinukil pada akhir sanadnya. Biasanya seperti ini, “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman…” atau “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, dari yang ia riwayatkan dari Rabb-nya ‘Azza wa Jalla…””4

Sebagian ulama berpendapat bahwa lafal dan maknanya dari Allah, mereka mengatakan tentang hadits qudsi,

المسندة إلى الله تعالى بأن جعلت من كلامه سبحانه ولم يقصد إلى الإعجاز

“Hadits yang bersambung sanadnya hingga Allah Ta’ala, dan ia dianggap sebagai firman Allah, namun tidak dimaksudkan untuk memiliki i’jaz (keistimewaan seperti Al Qur’an).”5

Namun perbedaan dalam masalah ini sama sekali tidak mengurangi keabsahan hadits qudsi sebagai dalil dan sumber hukum agama, selama ia adalah hadits yang memenuhi persyaratan hadits yang maqbul.

Bentuk dan Contoh Hadits Qudsi

Hadits qudsi ada dua bentuk6.

Pertama, hadits yang di akhir sanadnya disebutkan:

قال رسول الله صلّى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه عزّ وجل

“Rasulullah shallallahu’alaihi w asallam bersabda, dari yang ia riwayatkan dari Rabb-nya ‘Azza Wa Jalla…”

Kedua, hadits yang di akhir sanadnya disebutkan:

قال رسول الله صلّى الله عليه وسلم: قال الله تعالى

“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah Ta’ala berfirman’ …” atau semisalnya.

Di antara contoh hadits qudsi adalah hadits berikut,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا، وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً “

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman, “Aku mengikuti sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Dan Aku ada bersamanya jika ia senantiasa ingat Aku. Jika ia ingat Aku sendirian, maka Aku pun akan ingat ia sendirian. Jika ia ingat Aku dalam sekumpulan orang, Aku akan ingat dia dalam kumpulan yang lebih baik dari itu (Malaikat). Jika ia mendekat kepadaKu sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta, jika ia mendekat kepadaku sehasta, Aku akan mendekat kepadanya satu depa. Jika ia datang kepadaKu dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya berlari” (HR. Bukhari no.7405).

Perbedaan Hadits Qudsi dengan Al-Qur’an

Hadits qudsi berbeda dengan Al Qur’an pada beberapa poin berikut ini7.

  1. Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam beserta lafalnya, yang Allah menantang bangsa Arab untuk membuat semisalnya namun mereka tidak mampu untuk mendatangkan yang semisal Al-Qur’an. Atau bahkan hanya sepuluh ayat, atau bahkan hanya satu ayat yang semisal Al-Qur’an. Bahkan tantangan tersebut berlaku hingga sekarang dan ini adalah mukjizat Al-Qur’an yang berlaku hingga akhir zaman. Sedangkan pada hadits qudsi, tidak ada tantangan demikian.
  2. Al-Qur’an dinisbatkan kepada Allah secara mutlak. Maka ketika menukil Al-Qur’an kita mengatakan, “Allah berfirman….”. Sedangkan hadits qudsi, sebagaimana sudah disebutkan, terkadang dalam bentuk penyandaran kepada Allah, yaitu ketika disebutkan “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman, …”. Dan terkarang dalam bentuk penyandaran kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, ketika disebutkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, dari yang ia riwayatkan dari Rabb-nya ‘Azza Wa Jalla…”
  3. Al-Qur’an seluruhnya dinukil secara mutawatir (periwayatan dari rawi yang banyak hingga bernilai keyakinan). Sehingga ia memiliki qath’iyyatuts tsubut (validitas yang pasti). Adapun hadits qudsi pada umumnya merupakan khabar ahad, yang ia memiliki zhanniyatuts tsubut (validitas yang tingkat keyakinannya berupa sangkaan kuat). Dan hadits qudsi itu terkadang shahih, terkadang hasan, dan terkadang lemah.
  4. Al-Qur’an itu makna dan lafalnya dari Allah. Dan ia adalah wahyu Allah baik dalam lafal dan maknanya. Sedangkan hadits qudsi maknanya dari Allah dan lafalnya dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menurut pendapat yang shahih. Dan ia adalah wahyu secara maknanya, bukan lafalnya. Oleh karena itu boleh meriwayatkan hadits qudsi secara makna menurut jumhur ulama ahli hadits.
  5. Membaca Al-Qur’an adalah aktifitas ta’abbud (ibadah). Dan yang disinggung dalam dalil-dalil keutamaan membaca kalamullah adalah membaca Al-Qur’an. Sebagaimana haditsمَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

    Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an, maka baginya satu kebaikan. dan satu kebaikan dilipat-gandakan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif lam miim itu satu huruf, tapi alim satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf” (HR. At Tirmidzi 2910, ia berkata, “hasan shahih gharib dari jalan ini”). Adapun membaca hadits qudsi bukan aktifitas ta’abbud dan tidak boleh dibaca pada qiraah dalam shalat. Namun orang yang membaca hadits qudsi mendapat pahala secara umum (tergantung niatnya, pent.) dan bukan pahala sepuluh kali lipat per huruf seperti yang disebutkan dalam hadits.

Demikian sedikit faidah mengenai hadits qudsi. Semoga bermanfaat dan menjadi tambahan ilmu bagi kita semua.

Wabillahi at taufiq was sadaad. Wa shallallahu’ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aliihi wa shahbihi wa sallam.

Penulis: Yulian Purnama

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/31262-perbedaan-al-quran-dan-hadits-qudsi.html

Petaka Panjang Angan-Angan

Hasan Al-Bashir berkata, ”Tidaklah seorang hamba berpanjang angan-angan melainkan akan merusak amalannya” (Al Bayan wat Tabyin, jilid III, hal 74).

Ali Bin Abi Thalib berkata, ”Keberuntungan menghampiri orang yang tidak mencarinya, tamak menjanjikan sesuatu yang sulit dipenuhi, angan-angan membuat buta mata orang cerdik dan siapa yang panjang angan-angan pasti menuai amal yang buruk” (Faraidul Kalam li Khulafail Kiram, Qashim Ashar, hal 345).

Demikianlah untaian nasihat orang mulia para imam kaum mukminin betapa buruknya akibat panjang angan-angan. Sebuah penyakit kronis yang sering menimpa orang yang lemah iman dan tipisnya rasa takut pada Allah Ta’ala. Terlebih lagi setan laknatullah terus memprovokasi otak dan hati kita untuk merasakan kelezatan hingga ia seolah-olah akan hidup seribu tahun. Pikirannya disibukkan untuk merancang masa depan yang terlalu jauh seperti harus kuliah, lantas bekerja, kemudian memburu kain hingga kemuncak, memiliki fasilitas hidup seperti rumah mewah, perabot, kendaraan, baru menikah. Nyaris detik menit dan hari-harinya berputar sekitar dunia tanpa diiringi bagaimana merancang kehidupan dunia dan akhirat dengan berpedoman pada perintah-Nya.

Saat dikatakan: “segeralah mengejar ketinggalanmu dalam meraih nikmat dan indahnya beramal shalih”. Mereka berkata: “Usiaku masih begitu muda harus dinikmati, nanti saja beribadah ketika menjelang senja”. Siapa yang menjamin umur kita panjang? Setan selalu membisikkan manusia untuk menunda-nunda beramal shalih. Berbagai dalih seolah membuat para pencinta dunia terpesona gebyar fatamorgana yang sejatinya sangat membinasakan. Lantas apa kiat taktis agar tidak terjerumus pada panjang dengan angan?

1. Menyadari hakikat dunia
Dunia hanyalah tempat persinggahan sementara, ia ibarat mimpi sedangkan akhirat adalah kepastian dan tujuan hidup yang sesungguhnya. Fudhail bin Iyadh berkata, ”Sekiranya dunia itu emas yang segera fana dan akhirat seperti tembikar yang akan kekal maka seyogyanya engkau memiliki tembikar yang kekal daripada emas yang akan segera fana. Lantas, bagaimana sekiranya dunia itu sebuah tembikar yang akan segera fana, sedangkan akhirat adalah emas yang kekal” (Mukasyafatul Qulub, hal 127).
Al Hurawi berkata, ”Tidak terkumpul kecintaan kepada dunia dan kecintaan Allah serta akhirat. Kedua kecintaan ini tidak akan bersemayam dalam satu tempat namun salah satu dari keduanya pasti akan mengusir yang lainnya dan akan menguasai tempat tersebut. Sesungguhnya jiwa manusia itu satu. Bila ia disibukkan dengan sesuatu maka ia akan terputus dari tandingannya” (Faidhul Qadir, Abdurrauf Al Munawi, Beirut, Darul Nahdhah al Haditsah, Jilid III, hal 396).

2. Menjadikan akhirat sebagai obsesi terbesar
Panjang angan-angan terhadap perkara yang berdimensi dunia hingga merampas hidup yang bernilai ukhrawi bisa ditepis dengan selalu menghadirkan kebahagiaan hidup akhirat kelak di surgaNya. Mengejar kehidupan akhirat merupakan tujuan asasi dan mengambil dunia sesuai dengan kebutuhannya.
Dalam hadis dikatakan: ”Barangsiapa obsesinya akhirat maka Allah akan mengumpulkan urusannya yang terserak, menjadikannya kecukupannya dalam hati dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Barangsiapa obsesinya adalah dunia maka Allah akan mencerai beraikan urusannya, menjadikan kefakiran didepan matanya dan ia hanya akan mendapatkan dunia apa yang telah ditentukan oleh Allah untuknya” (HR. Ibnu Majah, dari Zaid bin Tsabit. Dishahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami’ Ash Shoghir no. 6392).

3. Mengingat kematian
Kematian adalah nasihat bagi orang merindukan akhirat pemutus segala nikmat. Betapa banyak angan-angan yang hancur karena ajal telah tiba. Beliau berwasiat : “Rasulullah pernah membuat sebuah garis seraya bersabda, ”ini adalah manusia lalu beliau membuat garis lagi di sampingnya seraya berkata, ”Ini adalah ajalnya”. Lalu beliau membuat garis lain yang jauh dari garis sebelumnya serta bersabda,”Ini adalah angan-angannya. ”Ketika ia berada seperti itu tiba-tiba datanglah garis yang paling dekat (ajalnya)” (HR. Bukhari).

Sebagai orang beriman tentunya kita berobsesi meraih kecintaan Allah Ta’ala menjadi Muttaqin (orang yang bertaqwa_red) dihindarkan dari azab kubur diselamatkan dari neraka dan menjadi penghuni surga.

Ini bukan sekedar angan-angan semu namun kita harus beramal, bersemangat, meraih kemuliaan dan menapaki jalan menuju cita-cita yang diridhai-Nya. Semoga Allah memudahkannya. Amin.

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa

Referensi
Ayo Melesat ke Surga!, Dr. Kholid Abu Syadi WIP (Wacana Ilmiah Press, Solo, 2008)
Senjakala Bidadari, Zainal Abidin bin Syamsuddin dan Ummu Ahmad Rifai, Penerbit Imam Bonjol Jakarta, 2014.

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/10575-petaka-panjang-angan-angan.html

Dahsyatnya Kekuatan Doa

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanyalah milik Allah dan hanya kembali kepada-Nya. Dialah Allah, Dzat Yang Maha Kuasa lagi Maha BIjaksana. Tiada yang patut disembah selain Dia, tiada yang pantas dijadikan sandaran selain Dia. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Saudaraku, ada kekuatan yang luar biasa yang membuat air laut bisa terbelah. Ada kekuatan yang sungguh luar biasa yang membuat kobaran api menjadi dingin. Ada kekuatan yang sangat dahsyat yang membuat bulan terbelah dua. Ada kekuatan luar biasa yang menyebabkan terjadinya berbagai peristiwa yang tak terjangkau oleh akal pikiran manusia. Kekuatan apakah itu? Itulah kekuatan doa.

Siapapun yang serius menggunakan kekuatan doa, inilah orang yang beruntung. Karena kekuatan doa itu dahsyat sekali. Karena yang dituju dan diandalkan dengan sebuah doa itu adalah Dzat Yang Maha Kuasa.

Ikhtiar jika tidak hati-hati, maka seseorang akan memiliki pola pikir mengandalkan dirinya sendiri. Keberhasilan akan membuatnya berbangga diri dan tinggi hati, dan kegagalan akan membuatnya mudah frustasi. Oleh sebab itu kita perlu selalu menyertai ikhtiar dengan doa, sejak sebelum, sedang dan setelah ikhtiar. Mengapa? Supaya yang kita andalkan hanyalah Allah Swt. Karena tidak ada sesuatu apapun yang keluar dari kekuasaan Allah Swt.

Allah Swt. berfirman, “Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya, “Jadilah!” lalu jadilah ia.”(QS. Al Baqoroh [2] : 117)

Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini tidak akan terjadi melainkan atas izin Allah Swt. Ikhtiar kita tidak akan mencapai hasil jika Allah tidak mengkhendaki. Pun demikian sebaliknya, kegagalan tidak akan kita temui jikalau Allah tidak mengkhendaki.

Allah Swt. berfirman, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqoroh [2] : 186)

Dalam ayat-Nya yang lain Allah Swt. berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina”. (QS. Al Mumin [40] : 60)

Allah Swt. tidak hanya mengetahui masalah kita, tidak hanya mengetahui jalan keluar masalah kita, namun Allah Maha Mengetahui berbagai kebutuhan kita. Allah yang memerintahkan kita untuk berdoa kepada-Nya dan Allah berjanji untuk memenuhi doa kita. Bahkan pada ayat yang disebutkan terakhir, Allah mengiringi perintah berdoa dengan petunjuk untuk mewaspadai kesombongan. Orang yang enggan berdoa adalah orang yang sombong. Sedangkan kesombongan adalah awal dari malapetaka yang besar.

Marilah kita menggiatkan diri untuk berdoa kepada Allah. Iringi setiap kesungguhan ikhtiar kita dengan doa yang sungguh-sungguh pula kepada Allah Swt. Tiada kejadian apapun yang akan terjadi kecuali hanya atas kehendak-Nya. WAllahualam bishowab. [smstauhiid]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

Buat yang Berduka, Ada Bahagia Menantimu

INI bukan bagian dari ilmu ghaib, bukan pula tebakan sebagaimana juga bukan ramalan. Ini bukan karena saya memiliki ilmu ladunni sehingga saya tahu dan mengatakan ini: “Akan segera datang kepadamu sesuatu yang akan membahagiakanmu. Tak lama lagi. Maka tersenyumlah dan berbahagialah.”

Yakinlah bahwa setelah kesedihan itu tak akan datang kecuali kebahagiaan. Adalah kaidah hidup di dunia bahwa semua serba bergerak dan berputar. Hati dan nasib kita juka akan demikian. Saat ini bersedih, tak lama lagi bahagia.

Yakinlah bahwa setelah lama terhalang dari rizki akan datang masa di mana rizki akan datang bertamu dan menjadi milik. Syaratnya hanya satu, terima ia dan sambut dengan baik. Namun sebelum menyambutnya, sabutlah panggilan dan ajakan Sang Pemberi Rizki. Percayalah, tersenyumlah dan berbahagialah.

Mengapa harus yakin? Mengapa saya berani menyampaikan narasi di atas dengan penuh keyakinan? Karena Allahlah yang menyatakannnya. Baca dan renungkan firmannya dalam QS At-Thalaq ayat 7: Allah SWT berfirman: “Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.” (QS. At-Talaq 65: Ayat 7)

Masih tak yakinkah? Alhamdulillah kalau sudah yakin. Jalani kisah hidup dengan optimisme bahwa matahari esok pagi akan bercerita tentang kebahagiaan. Salam, AIM. [*]

 

 

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi |

Roger Danuarta Kini Jadi Muslim

Artis Roger Danuarta menjadi mualaf setelah mengucapkan kalimat syahadat pada Senin (29/10) malam. Hal itu dikonfirmasi Ketua Mualaf Center Indonesia (MCI) Steven Indra Wibowo yang mengatakan, pencatatan syahadat Roger dilakukan di MCI Bekasi.

“Alhamdulillah, Roger Danuarta sudah bersyahadat. Pencatatan saya wakilkan ke MCI Bekasi dengan Pak Sudjangi,” ujar Steven saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (30/10).

Steven mengungkapkan, ia telah dihubungi sahabat Roger bahwa Roger ingin bersyahadat dari beberapa bulan yang lalu. Akhirnya, pada Senin malam kemarin, Roger Danuarta mengucapkan dua kalimat syahadat dengan didampingi Ustaz Insan Mokoginta.

Steven juga mengunggah video ketika Roger Danuarta mengucapkan kalimat syahadat di akun Instagram pribadinya. Sebelumnya, video Roger bersyahadat juga telah beredar di media sosial.

Dalam video tersebut tampak Roger Danuarta mengenakan kemeja dan kopiah. Ia berjabat tangan dengan Ustaz Insan Mokoginta yang menuntunnya mengucapkan kalimat syahadat.

Bismillaahirrahmaanirrahiim. Asyhadu an La Ilaha Illa Allah wa Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah,” ucap Roger secara perlahan-lahan mengikuti bimbingan Ustaz Insan. “Sah ya,” kata Ustaz Insan Mokoginta seusai lafaz syahadat diucapkan Roger.

Mike, selaku manajer Roger Danuarta, telah berusaha dihubungi untuk mengonfirmasi lebih lanjut. Akan tetapi, saat berita ini diturunkan, Mike belum menanggapi perihal Roger Danuarta mengucapkan kalimat syahadat.

REPUBLIKA

Menjadi Sesat Karena Hobi Berdebat Kusir

Terdapat hadits yang menjelaskan bahwa seseorang yang dahulunya berada di atas hidayah bisa menjadi sesat karena sangat suka berdebat kusir yang tidak bermanfaat. Sangat disayangkan apabila seseorang sudah mendapatkan hidayah agama dan hidayah sunnah kemudian sangat hobi berdebat dan menjadi sesat karenanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوْا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوْا الْجَدَلَ، ثُمَّ قَرَأَ : مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً

“Tidaklah sebuah kaum menjadi sesat setelah mereka dulunya berada di atas hidayah kecuali yang suka berdebat, kemudian beliau membaca (ayat) :’Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja’”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Mengapa bisa tersesat? Karena berdebat kusir yang mengeraskan hati dan meredupkan cahaya hidayah. Malik rahimahullah berkata,

الْمِرَاءُ فِي الْعِلْمِ يُقَسِّي الْقُلُوبَ وَيُوَرِّثُ الضَّغَائِنَ

“Berdebat dalam ilmu akan membuat keras hati dan mewariskan dendam.” (Mukhtashar Tarikh Dimasqa Hal 11)

Berdebat juga bisa menjadikan seseorang menjadi sesat karena merupakan sebab Allah menginginkan keburukan pada seorang hamba.

 

Sebagian ulama berkata,

إذا أراد الله بعبد شراً أغلق عنه باب العمل وفتح له باب الجدل

“Apabila Allah menginginkan seorang hamba dengan keburukan, maka Ia akan menutup pintu amal dan membuka pintu perdebatan baginya.” (Al-Hilyah 8/361)

Berdebat juga menimbulkan permusuhan, padahal sesama kaum muslimin itu bersaudara. Nabi Sulaiman ‘alaihis salam berkata kepada anaknya,

يَا بُنَيَّ، إِيَّاكَ وَالْمِرَاءَ، فَإِنَّ نَفْعَهُ قَلِيلٌ، وَهُوَ يُهِيجُ الْعَدَاوَةَ بَيْنَ الْإِخْوَانِ

Wahai anakku, tinggalkanlah mira’ (jidal, mendebat karena ragu-ragu dan menentang) itu, karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang bersaudara.” (Syu’abul Iman: 8076 Al-Baihaqi)

Saudaraku.. hindari debat kusir yang tidak bermanfaat walaupun kita menang.

Bisa jadi dia menolak kebenaran karena gengsi kalah padahal dia mengakui kebenaran telah datang. Mengalah untuk menang, mundur selangkah (mengambil kuda-kuda) untuk melompat jauh ke depan. itulah kemenangan bagi mereka yang berjiwa besar menghindari debat tidak berguna

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُبْطِلٌ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُحِقٌّ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan sementara ia berada di atas kebatilan, maka Allah akan bangunkan sebuah rumah baginya di pinggiran surga. Dan barangsiapa yang meninggalkan perdebatan padahal dia berada di atas kebenaran, maka Allah akan membangun sebuah rumah baginya di atas surga.” (Shahih at-Targib wat Tarhib, jilid 1, no. 138)

 

Demikian semoga bermanfaat

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/42711-menjadi-sesat-karena-hobi-berdebat-kusir.html

Keutamaan Memuliakan Tamu

Tamu dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat terhormat. Maka itu, umat diperintahkan untuk memuliakan tamu, sehingga menjadi tuntunan dan akhlak mulia. Banyak ayat Alquran maupun hadis yang terkait dengan amalan ini.

Salah satunya hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah RA. Dalam hadis tersebut, Rasulullah menyandingkan dua amalan utama dalam Islam, yakni berbuat baik kepada tetangga, serta memuliakan tamu.

”Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangga, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (Mutafaq’alaih)

Imam al-Qadhi Iyadh dalam memaknai hadis di atas, menerangkan, ketika umat berupaya menjalankan syariat Islam, maka wajib baginya untuk memuliakan tetangga dan tamunya, serta berbuat baik kepada keduanya.

Di sisi lain, ada pula hadis itu juga mengaitkan memuliakan tamu dengan kesempurnaan keimanan, kepada Allah dan hari akhir. Ini adalah upaya menuju keimanan yang paripurna, mengingat beriman kepada Allah dan hari akhir, merupakan bagian dari enam rukun iman yang wajib diyakini oleh segenap umat.

Alquran pun memberikan teladan dalam kisah Nabi Ibrahim AS. Suatu hari, Nabi Ibrahim menerima dua tamu yang tidak dikenalnya. Tamu-tamu itu adalah malaikat yang diutus Allah SWT untuk menyampaikan kabar akan kelahiran Ishaq, anak Nabi Ibrahim dari Siti Hajar.

Pada surat az Dzariyaat [51] ayat 24-17, dipaparkan bagaimana Nabi Ibrahim memuliakan tamu-tamunya. Beliau segera membalas salam dari para tamu itu, mempersilahkan mereka masuk ke rumah dan menyuguhkan makanan dengan daging anak sapi yang gemuk.

Demikian halnya Rasulullah SAW selalu memuliakan tamunya, baik dari kalangan sahabat maupun rakyat biasa. Nabi pun tidak sungkan menerima tamu dari kalangan non-Muslim sekalipun.

Berdasar hadis dari Imam Muslim dari Abu Hurairah, suatu ketika Rasulullah menjamu seorang tamu yang kafir. Untuk menjamunya, Rasulullah meminta diperahkan susu kambing, dan lantas diminum oleh si tamu. Hal itu berlangsung hingga tujuh kali. Dan saat pagi ia sudah masuk Islam.

Islam tak sekadar menganjurkan umat memuliakan tamu, tapi juga memerinci hal-hal yang perlu dilakukan tuan rumah. Antara lain menyambutnya dengan wajah menyenangkan, mempersilakan duduk, menyuguhkan makan dan minum, serta memenuhi hak tamunya. Pun saat si tamu pulang, tuan rumah hendaknya mengantarkannya sampai ke pintu, dan tidak dianjurkan menutup pintu sebelum tamu itu pergi.

Lebih jauh, dalam menjamu tamu, mengemuka beberapa pendapat di kalangan ulama. Pertama, yang menyatakan hukumnya sunah, bukan wajib. Ini merupakan pendapat jumhur (kebanyakan) ulama seperti Abu Hanifah, Malik, dan Asy Syafi’i. Sementara ulama seperti Imam Ahmad dan lainnya, berpendapat hukumnya wajib. Adapun dalilnya adalah hadis dari Abu Syuraih al Adawi.

”Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya memuliakan tamunya yaitu jaizah-nya. Para shahabat bartanya apa yang dimaksud dengan jaizah itu? Rasulullah menjawab, ”Jaizah itu adalah menjamu satu hari satu malam (dengan jamuan yang lebih istimewa dibanding hari yang setelahnya).” (HR Bukhari dan Muslim).