Onani Tidak Keluar Mani, Bagaimana Hukum Puasa Saya?

TANYA: Saya seorang pemuda, punya kebiasaan buruk. Saya sering onani, bahkan ketika bulan puasa. Namun, khusus di bulan ini, saya melakukannya tanpa mengeluarkan air mani. Apa hukum puasa saya, dan bagaimana saya dapat menghapus dosa tersebut? Saya tidak mengetahui jumlah hari saya melakukan perbuatan tersebut.

JAWAB: Kami kutip dari islamqa.ca., ketahuilah bahwa perbuatan onani diharamkan berdasarkan syariat, sebagaimana ditunjukkan dalam Kitabullah Ta’ala dan sunah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Sebagaimana perbuatan tersebut dianggap buruk baik secara fitrah maupun akal. Tidak layak seorang muslim mendekati perbuatan ini.

Kemudian ketahuilah, maksiat mendatangkan penderitaan bagi seseorang, baik cepat, di dunia, atau lambat, di akhirat, jika orang tersebut tidak bertaubat dan mencari rahmat Allah.

Adapun hukum dari masalah yang dinyatakan dalam pertanyaan, yaitu apabila dia melakukan masturbasi dan tidak keluar mani dengan sebab apapun, maka puasanya tetap sah berdasarkan pendapat shahih dari beberapa pendapat para ulama. Karena standar dalam masalah ini adalah keluarnya mani. Jika dia keluar, maka batallah puasanya dan dia wajib qadha, jika tidak keluar, maka puasanya tidak batal. Akan tetapi anda diharuskan bertaubat ketika itu kepada Allah Azza wa Jalla serta istighfar karena menyiar-nyiakan puasa dengan perbuatan semacam ini.

Boleh jadi, mani akan keluar setelah beberapa lama Anda berupaya menahannya. Maka jika keluar, ketika itu puasa anda batal dan anda harus qadha. Jika Anda tidak mengetahui jumlah hari puasa Anda batal, maka kira-kiralah dengan teliti hingga Anda mencapai dugaan terkuat, lalu dengan sejumlah hari itu Anda melakukan qadha.

Syekh Ibnu Utsaimin berkata dalam Syarh Zadul Mustaqni, “Mungkinkah mani berpindah tanpa keluar (dari kemaluan)?” Ya, mungkin, hal itu dengan melemasnya syahwat setelah mani berpindah dengan sesuatu sebab, sehingga mani tidak keluar.”

Mereka mencontohkan dengan contoh lain; Misalnya dia memegan kemaluannya agar mani tidak keluar. Meskipun contoh yang dikemukakan para ahli fiqih ini sangat berbahaya, namun mereka hanya hendak memberikan contoh, tanpa pertimbangan bahaya atau tidak bahaya. Akan tetapi, kemungkinan besar, kondisi seperti ini seseorang tetap akan keluar maninya apabila kemaluannya dilepas.

Sebagian ulama berpendapat, tidak wajib mandi dengan perpindahan air mani, dan ini merupakan pilihan pendapat Syaikhul Islam. Inilah yang benar. Dalilnya adalah sebagai berikut;

1- Hadits Ummu Salamah, di dalamnyat terdapat (sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam), “Ya, jika dia melihat mani.” Beliau tidak mengatakan, “Jika dia merasakan ada perpindahan mani. Seandainya perpindahan mani menyebabkan wajib mandi, niscaya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah menjelaskannya, karena terdapat kebutuhan untuk menjelaskannya.

2- Hadits Abu Saad Al-Khudry, “Sesungguhnya air (mandi janabat) adalah karena air (keluar mani).” Sedangkan dalam kondisi seperti ini (perpindahan mani) tidak terdapat mani. Hadits ini menunjukkan bahwa jika tidak ada air (keluar mani), maka tidak ada air (kewajiban mandi).

3- Asalnya adalah tetapnya suci dan tidak ada kewajiban mandi. Kedudukan asal ini tidak dapat dialihkan kecuali dengan dalil.

(Asy-Syarhul Mumti’, 1/280, lihat Al-Furu, 1/197, Al-Mabsuth, 1/67, Al-Mughni, 1/128, Al-Majmu, 2/159. Al-Mausuah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiah, 4/99)

Wallahua’lam. []

ISLAMPOS

Polda Metro Jaya Usut Dugaan Penipuan Umroh, Puluhan Jamaah Terlantar di Arab Saudi

Kasus dugaan penipuan umroh kembali terulang.

Subdirektorat Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengungkap kasus penipuan umroh dengan korban diduga mencapai ratusan orang. Akibatnya para jamaah yang menjadi korban penipuan travel umroh tersebut terlantar di Arab Saudi tidak bisa pulang ke Indonesia.

“Jadi korban ini mengadu ke Konjen di Arab Saudi, aduan itu kemudian disampaikan ke Kemenag dan akhirnya sampai ke kita,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi kepada awak media, Senin (27/3/2023).

Kemudian setelah menerima laporan dari Kementerian Agama (Kemenag), kata Hengki, pihaknya langsung melakukan penyelidikan dan mengungkap kasus penipuan travel umroh tersebut. Disebutnya para korban merupakan jamaah dari PT Naila Safaah Wisata Mandiri.

“Jumlah korban sejauh ini dari data yang kita dapat ada sekitar ratusan orang,” ungkap Hengki.

Lebih lanjut, kata Hengki, dari dokumen yang didapat, salah satu korban bernama Abdus dan 63 orang lain dijadwalkan pulang ke Indonesia pada tanggal 18 September 2022 silam. Ketika itu dijadwalkan mereka berangkat dari bandara sekitar pukul 17.50 dan sudah tiba di Bandara setempat sekira pukul 15.00 waktu setempat. Namun mereka batal dipulangkan dengan dalih visa bermasalah.

“Puluhan jamaah umroh tersebut lantas dibawa ke hotel Prima dan diinapkan selama tiga hari di sana. Setelahnya, mereka dipindahkan ke Hotel Pakons Prime sampai waktu pemulangan pada 29 September 2022,” jelas Hengki. 

Menurut Hengki, dari total 64 jemaah, tidak semuanya bisa dipulangkan. Sebanyak 16 jemaah lain masih harus menunggu kepulangannya. Salah satunya adalah Abdus. Kata Hengki, menurut keterangan dari salah satu korban bernama Abdus, para korban luntang-lantung selama sembilan hari di Mekkah tanpa ada kabar dari travel umroh tersebut.

“Saya Abdus salah satu korban PT Naila Safaah dan mewakili 16 jemaah lainnya atas keterlambatan pulang ke tanah air selama kurang lebih 8 hari di Makkah kami berkirim surat ke KJRI baru ada tanggapan sehingga kami dipulangkan,” jelas Abdus.

Selanjutnya Abdus berharap pihak kepolisian dapat mengusut kasus penipuan ibadah umrah ini sampai ke akar-akarnya. Sehingga dengan terungkapnya kasus ini,  Abdus berharap agar tidak ada lagi travel umrah nakal yang merugikan masyarakat, khususnya PT Naila Safaah Wisata Mandiri.

“Kami berharap kepada pihak kepolisian agar betul-betul travel-travel yang nakal khususnya PT Naila sehingga tidak ada lagi korban-korban berikutnya,” harap Abdus. 

IHRAM

Perhatikan Lima Aturan Ini Sebelum Lakukan Umroh Ramadhan

Umroh di bulan Ramadhan merupakan salah satu ibadah yang disebut-sebut memiliki nilai setara dengan berhaji. Di momen ini, banyak Muslim dari dalam dan luar Kerajaan Saudi berbondon-bondong ingin mengunjungi Masjidil Haram di Makkah.

Untuk mengatasi kepadatan dan keramaian di lokasi, otoritas terkait di Saudi menetapkan sejumlah aturan baru. Harapannya, hal ini bisa menjaga kenyamanan dan keamanan jamaah selama melaksanakan ibadah.

Dilansir di Gulf News, Rabu (29/3/2023), berikut ini lima aturan yang harus diperhatikan sebelum menjalankan umrah Ramadhan.

1. Satu umroh di Ramadhan

Kerajaan Arab Saudi baru saja mengeluarkan kebijakan umroh satu kali selama Ramadhan kali ini. Aturan ini disampaikan oleh Kementerian Haji dan Umroh, dengan tujuan untuk menghindari kepadatan di lokasi tawaf dan sa’i.

“Para peziarah yang kami sayangi, melakukan umroh sekali selama Ramadhan sangat berkontribusi memberikan para peziarah lain kesempatan untuk melakukan ritual mereka dengan mudah dan nyaman,” tulis Kementerian Haji dalam akun Twitter mereka.

2. Hindari waktu sibuk

Kementerian Haji selanjutnya menginformasikan kepada para peziarah, bahwa jumlah umat Muslim sepanjang Ramadhan berada di tingat tertinggi. Karena itu, mereka menyarankan agar jamaah menghindari daerah yang ramai di waktu puncak atau sibuk, dengan harapan mereka dapat memiliki pengalaman umrah yang lebih menyenangkan.

3. Lakukan pemesanan waktu umroh

Selain mengimbau satu kali umrah dan menghindari waktu-waktu yang padat, Kerajaan juga mengajak jamaah untuk melakukan pemesanan umrah melalui aplikasi Nusuk.

“Untuk melakukan umroh dengan mudah dan nyaman, silakan pesan waktu umrah Anda melalui aplikasi Nusuk atau Tawakkalna, dan mematuhi waktu yang ditentukan,” tulis Kementerian Haji dalam cuitannya.

Aplikasi ‘Nusuk’, yang tersedia untuk perangkat Apple dan Android, merupakan bagian dari ‘Panduan Resmi untuk Mekah dan Medina’. Di dalamnya terdapat informasi bagi para peziarah tentang persyaratan imigrasi, paket kelompok umrah, ritual yang perlu diikuti selama umrah, hingga perincian tentang berbagai Situs di dalam Makkah dan Madinah yang dapat dikunjungi umat Muslim.

Sebelum tiba di Masjidil Haram di Makkah, peziarah diharuskan memesan izin umroh dari tanggal yang tersedia di aplikasi Nusuk.

4. Patuhi waktu sesuai izin yang berlaku

Setelah memesan tanggal dan waktu untuk pelaksanaan umroh, Kementerian Haji meminta jamaah untuk memastikan telah merencanakan ziarah yang sesuai. Mereka mendesak para peziarah mematuhi tanggal dan waktu yang ditentukan dalam izin umrah mereka.

5. Ikuti tiga etika fotografi

“Di dua masjid suci, kami mempertimbangkan kesucian tempat itu, jadi kami memiliki etiket fotografi dan kami ingin menjaga hak -hak orang lain,” tulis kementerian pada 25 Maret, melalui akun Twitter resminya, @hajministry.

Di bawah ini adalah tiga aturan yang harus diingat ketika mengambil gambar di Masjidil Haram Makkah maupun Masjid Nabawi di Madinah:

1. Jangan mengganggu ibadah;

2. Jangan mengambil foto atau video orang lain tanpa izin mereka; dan

3. Jangan berhenti untuk mengambil gambar atau video dan menyebabkan kemacetan.  

Sumber:

https://gulfnews.com/living-in-uae/ask-us/ramadan-2023-only-one-umrah-during-ramadan-three-etiquettes-of-photography-and-other-rules-to-follow-1.1680011495291

IHRAM

4 Hal yang Merusak Pahala Puasa Menurut Hadis Rasulullah

Berikut ini 4 hal yang merusak pahala puasa. Pada sebuah hadis yang bersumber dari Imam Muslim, Nabi menjelaskan tentang keutamaan bulan suci Ramadhan. Orang-orang yang melaksanakan puasa di bulan suci Ramadhan dengan ikhlas dan penuh pengharapan, niscaya segala dosa dan kesalahannya akan diampuni oleh Allah SWT.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، وَمَنْ صَامَ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ. ثُمَّ قَالَ: وَمَنْ وَافَقَ رَمَضَانَ بِصِيَامِهِ وَقِيَامِهِ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah SAW  bersabda: “Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barang siapa melaksanakan shalat malam pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barang siapa berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka akan dihitung seakan-akan dia telah berpuasa selama setahun.”

Kemudian beliau bersabda: “Dan barang siapa berjumpa dengan bulan Ramadhan dengan berpuasa dan beribadah di dalamnya, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Muslim)

Akan tetapi dalam hadis lain, Nabi juga mengingatkan dalam sabda, bahwa banyak sekali orang yang berpuasa Ramadhan, akan tetapi tidak mendapatkan pahala puasa, melainkan hanya menahan lapar dan haus saja. Alangkah celakanya, orang yang susah-susah puasa, akan tetapi tidak memperoleh apapun dari pahala puasanya.

  كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْع وَالْعَطْش

Artinya, “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan sesuatu dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga” (HR An-Nasa’i).

4 Hal yang Merusak Pahala Puasa

Lantas, perkara  apa yang merusak pahala puasa? Berikut 5  perkara yang merusak pahala puasa yang bersumber dari hadis Nabi Muhammad.

Pertama, berkata bohong. Dalam Islam, seseorang yang suka berkata dusta, maka ia tidak akan mendapatkan pahala puasa, hanya sekadar menahan rasa lapar dan dahaga semata. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis bersumber dari Imam Bukhari yang menjelaskan faktor yang dapat mengurangi pahala puasa;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، مَنْ لَمْ يَدعْ قَوْلَ الزُّورِ والعمَلَ بِهِ فلَيْسَ للَّهِ حَاجةٌ في أَنْ يَدَعَ طَعامَهُ وشَرَابهُ

Artinya: Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan amalan dusta serta kebodohan maka Allah tidak membutuhkan ia meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. Bukhari)

Kedua, Menggunjing orang lain. Tindakan tersebut masuk juga pada perkara yang mengurangi dan merusak pahala puasa.  Penjelasan ini sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah dalam hadisnya;

  خمسٌ يُفطِرن الصّائِم: الغِيبةُ، والنّمِيمةُ، والكذِبُ، والنّظرُ بِالشّهوةِ، واليمِينُ الكاذِبةُ

Artinya: “Lima hal yang bisa membatalkan pahala orang berpuasa: membicarakan orang lain, mengadu domba, berbohong, melihat dengan syahwat, dan sumpah palsu” (HR Ad-Dailami).

Ketiga, mengadu domba sesama manusia. Dalam sebuah hadis Nabi mengatakan bahwa yang menyebabkan rusak dan hilangnya pahala puasa ialah mengadu domba, ghibah, dan berdusta pada orang lain. Seyogianya orang beriman meninggalkan hal tersebut saat puasa.

  خَمْسٌ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ الْغِيبَةُ وَالنَّمِيمَةُ وَالْكَذِبُ وَالْقُبْلَةُ وَالْيَمِينُ الْفَاجِرَةُ

Artinya, “Lima hal yang menyebabkan batalnya puasa, yaitu: ghibah, mengadu domba, berdusta, ciuman, dan sumpah palsu.”

Keempat, mengumpat dan berkata-kata kasar. Perkara ini termasuk hal yang membatalkan pahala puasa. Hal ini dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah al Muhadzab berikut;

قال النووي في كتابه “المجموع” : “ويحصل الفساد في الصوم بالشتم والقذف والشحناء والبغضاء وما أشبه ذلك”.

Artinya: Imam Nawawi dalam kitab “Al-Majmu’” berkata, “Puasa dapat rusak karena mengumpat, mencela, memaki, bermusuhan, dan sejenisnya,” [Imam Nawawi Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, 6 halaman 355].

Demikian penjelasan 4 Hal yang merusak pahala puasa menurut Hadis Rasulullah. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Kapan Puasa Mulai Diwajibkan? Ini Sejarah dan Asal-Usul Bulan Ramadhan

KAPAN Ramadhan dimulai dalam sejarah Islam? Bagaimana sejarah dan asal-usul bulan Ramadhan sebenarnya?

Wahyu-wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah, terjadi selama 23 tahun. Dan bahwa ajaran-ajaran shaum atau puasa (dan kemudian Ramadhan) diturunkan pada paruh kedua dari periode waktu tersebut, tepatnya sekitar tahun 622 Masehi.

Pada masa ini, Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabat tinggal di Madinah setelah mereka menghadapi penganiayaan sengit di Mekkah ketika mereka mencoba menyebarkan firman Allah SWT.

Sejarah dan Asal-Usul Bulan Ramadhan: Cuaca yang Panas

Pada saat itu, cuaca sangat panas, dan hal ini mempengaruhi nama Ramadhan ketika pertama kali diturunkan.

Ramadhan berarti ‘panas yang membakar’ dalam syair yang merujuk pada waktu saat pertama kali diturunkan, dan waktu dalam setahun ini berpasangan dengan Lailatul Qadar, yang terjadi sekitar 12 tahun sebelumnya.

Sejarah dan Asal-Usul Bulan Ramadhan: Ajaran-ajaran Ramadhan

Seperti yang telah disebutkan, Ramadhan diperingati untuk menghormati rukun Islam yang keempat, yang dikenal dengan nama shaum. Sesuai dengan sejarah puasa Ramadhan, ada beberapa alasan mengapa umat Islam diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa, antara lain:

Surah Luqman afsir Surat An-Naba, Target Amalan Harian Ramadhan, Untuk menunjukkan perannya sebagai pemimpin tertinggi umat Islam di seluruh dunia,, Sejarah dan Asal-Usul Bulan Ramadhan
Foto: Freepik

1- Untuk menunjukkan pengendalian diri dan menahan diri
2- Untuk membersihkan jiwa dan badan mereka
3- Untuk mengingatkan bahwa banyak orang kelaparan setiap hari
4- Untuk lebih berbelas kasih dan bersyukur atas apa yang mereka miliki
5- Untuk memperkuat ikatan mereka dengan Allah SWT

Waktu yang dihabiskan untuk tidak makan selama bulan Ramadhan sebaiknya digunakan untuk membaca Al Qur’an dan shalat. Dengan menggabungkan lima ajaran Ramadhan di atas, orang-orang akan dapat menjadi Muslim yang lebih baik dan menjadi anggota masyarakat yang lebih baik.

Sejarah dan Asal-Usul Bulan Ramadhan: Persyaratan Ramadhan

Meskipun Ramadhan adalah bagian penting dari Islam, menjaga kesehatan adalah hal yang sangat penting, dan karena itu, tidak semua orang dapat berpantang makan dan minum di siang hari.

Mereka yang berusia pra-pubertas dan sedang dalam masa pertumbuhan, orang tua dan lemah, sakit dan sedang dalam pengobatan, hamil, menyusui, haid, atau sedang dalam perjalanan tidak diwajibkan untuk berpuasa (sebagai gantinya, mereka harus membayar fidyah), tetapi ada beberapa persyaratan Ramadhan yang harus mereka patuhi.

Selain tidak makan antara matahari terbit dan terbenam, umat Islam juga harus menahan diri dari semua pikiran dan aktivitas yang tidak bersih, termasuk mengumpat, bergosip, berdebat, berkelahi, dan melakukan hubungan seksual suami istri.

Target Amalan Harian Ramadhan, Ramadhan bulan syukur, Amalan di Akhir Ramadhan, Hari Raya, Yang Dilakukan oleh Seorang Muslim di Bulan Ramadhan:, Sejarah dan Asal-Usul Bulan Ramadhan
Foto: Freepic

Hal ini juga merupakan persyaratan bagi semua Muslim yang memiliki makanan yang melebihi kemampuan mereka untuk melakukan pembayaran amal yang disebut fitrah.

Secara historis, orang-orang akan mengukur apakah mereka memiliki makanan yang melebihi kemampuan mereka sebesar ‘1 Sa’. Ini setara dengan sekitar 3 kg makanan pokok seperti gandum. Hal ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad ﷺ, tepat di awal sejarah Ramadhan, di mana orang-orang yang memiliki makanan di luar kemampuannya akan menyumbangkan satu ‘Sa kepada mereka yang tidak memiliki makanan. []

SUMBER: MASLAHA

Fatwa Ulama: Kesalahan yang Dijumpai pada Saat Salat Tarawih

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan:

Fadhilatusy syaikh, kami ingin Anda menyebutkan sebagian kesalahan yang terjadi pada saat salat tarawih?

Jawaban:

Sebelumnya telah kita sebutkan bahwa terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan oleh sebagian imam, dan demikian juga terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan oleh selain imam.

Adapun kesalahan imam, banyak di antara imam yang terlalu cepat memimpin salat tarawih, sampai-sampai makmum di belakangnya tidak mungkin salat dengan tumakninah. Sehingga hal itu menyusahkan orang-orang tua, orang-orang yang fisiknya lemah, orang-orang yang agak sakit, dan semacamnya. Perbuatan semacam ini menyelisihi amanah yang dibebankan kepada mereka. Imam adalah orang yang mendapatkan amanah, sehingga wajib untuk melakukan perkara yang paling afdal (paling utama) bagi makmumnya. Berbeda halnya jika dia salat sendiri, maka dia bebas. Jika dia mau, dia bisa mempercepat salat tanpa meninggalkan tumakninah. Dan jika dia mau, dia bisa memperlama salat. Akan tetapi, jika menjadi imam, dia wajib untuk mengikuti mana yang paling afdal untuk makmumnya.  Sebagian ulama menegaskan bahwa imam dimakruhkan mempercepat salat yang menyebabkan semua atau sebagian makmum tidak bisa melaksanakan sunah salat. Lalu, bagaimana lagi jika ada imam yang mempercepat salat sehingga menyebabkan makmum tidak bisa melaksanakan wajib salat seperti tumakninah dan mutaba’ah (mengikuti imam).

BACA JUGA: Tidak Sah Shalat Tarawih yang Ngebut dan Tidak Tuma’ninah

Demikian pula, sebagian imam memimpin salat tarawih dengan tata cara seperti salat witir yang terkadang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu salat witir lima rakaat sekaligus, dan tidak duduk tasyahud kecuali di rakaat terahir. Atau salat witir tujuh rakaat sekaligus, dan tidak duduk tasyahud, kecuali di rakaat terakhir. Atau salat witir sembilan rakaat, duduk tasyahud di rakaat ke delapan, kemudian berdiri untuk menyelesaikan rakaat terakhir.

Sebagian imam melakukan hal semacam itu (ketika memimpin salat tarawih, pent.). Yang demikian ini, aku tidak mengetahui contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau menjadi imam. Beliau melakukan hal itu hanyalah ketika salat di rumah. Tata cara semacam ini, meskipun memiliki dalil dari sunah, (yaitu seseorang salat witir lima rakaat atau tujuh rakaat dan tidak duduk tasyahud, kecuali di rakaat terakhir, atau salat witir sembilan rakaat dengan duduk di rakaat ke delapan, kemudian tasyahud dan tidak salam, kemudian berdiri lagi untuk menyelesaikan rakaat ke sembilan, duduk tasyahud, dan baru salam). Akan tetapi, jika hal ini dipraktekkan oleh imam salat tarawih di bulan Ramadan, bisa membuat jemaah menjadi bingung karena niat awal makmum adalah salat dua rakaat-dua rakaat. Kemudian sebagian jemaah juga terkadang memiliki keperluan ketika imam salat dua rakaat atau empat rakaat lalu salam, misalnya ingin buang air kecil, atau keperluan lainnya. Sehingga tentu akan memberatkan mereka apabila imam salat lima, tujuh, atau sembilan rakaat sekaligus.

BACA JUGA: Rajin Shalat Tarawih Tapi Tidak Shalat Wajib Berjamaah di Masjid

Apabila imam ingin menjelaskan sunah tersebut, maka kami katakan kepada mereka, “Jelaskanlah sunah dengan perkataan.” Katakanlah (jelaskanlah) kepada para jemaah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salat witir lima rakaat atau tujuh rakaat sekaligus, dan beliau tidaklah duduk tasyahud, kecuali di rakaat terakhir. Atau beliau shallallahu ‘alaihi wasallam salat witir sembilan rakaat, beliau tidaklah duduk kecuali di rakaat ke delapan, kemudian duduk tasyahud (di rakaat kesembilan), lalu salam. Akan tetapi, hendaknya imam salat tarawih tidak mempraktikkan tata cara semacam ini bersama jemaah yang belum memiliki ilmu terkait hal tersebut. Atau jemaah tersebut sudah terbiasa melakukan salat tarawih (dua rakaat-dua rakaat), lalu tata cara tersebut membuat bingung dan memberatkan mereka. Sesungguhnya sampai sekarang ini, aku tidak mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salat witir mengimami para sahabatnya dengan tata cara semacam itu. Beliau hanyalah mempraktikkan tata cara tersebut ketika beliau salat di rumah.

Adapun kesalahan yang dilakukan oleh selain imam ketika salat tarawih adalah sebagian jemaah itu memutus-mutus salat tarawihnya. Mereka salat di masjid pertama mendapatkan satu atau dua kali salam, kemudian dilanjutkan di masjid lain semacam itu juga. Sehingga dia pun menyia-nyiakan waktu, dan terlewat dari mendapatkan pahala yang besar yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

Barangsiapa berdiri (salat) bersama imam sampai selesai, dituliskan untuknya pahala salat semalam penuh.” (HR. An-Nasa’i no. 1605, Tirmidzi no. 806, dan Ibnu Majah no. 1327. Dinilai sahih oleh Al-Albani dalam AlIrwa’, no. 447)

Demikian pula, sebagian makmum berbuat kesalahan dalam hal mengikuti (mutaba’ah) imam dengan mendahului gerakan imam. Terdapat hadis sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda,

أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ الإِمَامِ، أَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ، أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ

Tidakkah salah seorang dari kalian takut, atau apakah salah seorang dari kalian tidak takut, jika dia mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah akan menjadikan kepalanya seperti kepala keledai, atau Allah akan menjadikan rupanya seperti bentuk keledai?” (HR. Bukhari no. 691 dan Muslim no. 427)

***

@Rumah Kasongan, 1 Ramadan 1444/ 23 Maret 2023

Penerjemah: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

Diterjemahkan dari kitab Fiqhul Ibadaat, hal. 287-290, pertanyaan no. 181.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/83964-kesalahan-saat-tarawih.html

Inilah Tradisi Ramadhan Para Khalifah

Para pemimpin Muslim memuliakan bulan Ramadhan dengan berbagai aktivitas. Apa contohnya?

BAGI umat Islam, kehadiran bulan Ramadhan merupakan anugerah. Hal itu dikarenakan banyaknya keutamaan di dalam bulan turunnya Al-Quran tersebut.

Sangat layak jika kaum Muslimin menyambut datangnya bulan mulia itu dengan penuh suka-cita. Juga mengisinya dengan aktivitas yang mulia.

Hal ini dilakukan mulai dari rakyat jelata, hingga para penmimpinnya.  Para pemimpin Muslim yang bertanggung jawab atas terjaganya ajaran agama  menyambut bulan mulia dengan berbagai macam aktivitas.

Bagi mereka, Ramadhan adalah bulan yang harus diberi prioritas perhatian.

Kajian Keilmuan

Salah satu kegiatan di istana yang semarak di bulan Ramadhan adalah kajian ilmu-ilmu keislaman. Hal ini misalnya digalakkan oleh Khalifah al-Qadir Billah, salah satu penguasa di era Bani Abbasiyah.

Khalifah al Qadir Billah dikenal sebagai pemimpin yang mencintai ilmu. Dalam fiqih, al Qadir yang bermazhab Asy-Syafi’i berguru kepada seorang ulama besar di masanya, Abu Bisyr Ahmad al-Harawi. (Styar A’lam An-Nubala’, 15/ 127).

Tidak cuma berguru

Khalifah al-Qadir Billah juga manpu menghasilkan beberapa karya. Di antaranya adalah kitab yang berisi tentang berita wafatnya Rasulullah ﷺ.

Khalifah juga menulis kitab bantahan terhadap kaum Mu’tazilah serta kitab yang menerangkan perselisihan antara Abdul Azizi dan Bisyr al-Marisi. Ketiga kitab tersebut biasa dibacakan oleh Abu al-Hasan bin al-Hajib di hadapan para ulama dan para qadhi di istana Kekhalifahan Baghdad ketika bulan Ramadhan. (Tarikh

Islam, 28/ 268).

Kitab-kitab itu juga dibaca di Istana Malik al-Asyraf yang berada di Syam. Kala itu yang menjadi penasihat istana adalah Syeikh Syamsuddin, yang merupakan cucu dari Ibnu al-Jauzi.

Nasihat-nasihat Syeikh Syamsuddin memang amat dirindukan oleh umat ketika itu. Bahkan ketika ia menyampaikan nasihat di atas mimbar, jamaah yang hadir akan terbawa suasana hingga menangis tersedu-sedu dan berdiri dari majelis dengan mata sembab.

Majelis tersebut biasanya digelar setiap hari Sabtu di bulan Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan.  Suatu saat, Syeikh Syamsuddin masuk ke istana Malik al-Asyraf kemudian memintanya untuk membaca kitab Maqasid ash-Shalat karya Imam Izuddin bin Abdissalam.

Kitab itu dibaca hingga selesai dan ia pun memujinya. Syeikh Syamsuddin kemudian menyampaikan kepada khalayak agar kitab tersebut dijadikan bahan bacaan.  Setelah itu, kitab Maqashid ash-Shalat pun tersebar dan banyak disalin. (Thabaqat asy-Syafi’iyah al-Kubra, 8/239).

Sya’ban bin Husain Qalawun yang berkuasa di Mesir juga menginisiasi pembacaan kitab selama bulan Ramadhan.  Misalnya yang dibaca adalah

Shahih al-Bukhari, dimulai pada bulan Rajab, berlanjut hingga Sya’ban, diakhiri di bulan Ramadhan. Pembacaan kitab hadits yang masyhur itu juga dihadiri oleh sultan, para ulama, serta para pejabat tings pemerintahan di kala itu. (an

Nujum az-Zahirah, 14/267).

Pambacaan Shahih al-Bukhari dilaksanakan di istana yang berada di dalam

Qal’ah Jabal (Benteng Gunung Bangunan ini sebelumnya dibangun oleh Shalahuddin al-Ayyubi di puncak Gunung Muqaththam. (Tarikh al- Khulafa, hal 430).

Tradisi di Istana Utsmaniyah

Di masa Daulah Utsmaniyah, tibanya bulan Ramadhan disambut oleh istana dengan berbagai macam kegiatan mulia.  Sultan yang berkuasa kala itu mengundang para duta besar negara-negara lainnya ke istana dalam rangka menyampaikan ucapan selamat atas datangnya bulan mulia.

Pihak istana juga mengundang masyarakat, baik yang Muslim mapun yang bukan, untuk berbuka puasa bersama di istana.  Diharapkan dengan langkah

Di istana Utsmaniyah juga didirikan shalat tarawih yang dihadiri oleh sultan.

Sedangkan di waktu akhir Ramadhan, maka sultan, para menteri, serta para pejabat tinggi pemerintahan menghadiri shalat tarawih di Masjid Aya Shofiyah. Pihak istana juga memerintahkan agar dipasang lampu-lampu berbagai warna di jalanan-jalan untuk menyemarakkan suasana Ramadhan.

Di masa berkuasanya Sultan Musthafa III, diadakan tradisi baru semasa bulan

Ramadhan, yakni pembacaan kitab tafsir karya lmam al-Baidhawi yang dikuti oleh sultan. Tatsir yang satu ini merupakan kitab yang dipandang istimewa oleh para penganut Mazhab Hanafi, yang merupakan mazhab fiqih resmi

Utsmaniyah saat itu.

Tradisi pembacaan tafsir al-Baldhawi ini terus berlangsung hingga berakhirnya kekuasaan Daulah Utsmaniyah. (at-Tarikh Kama Kana, hal 203). Pembacaan tafsir tidak mesti berurutan sesual urutan surat-surat pada mushaf. Pada tahun 1785 M, pembacaan tafsir dimulai dari Surat al-Fatihah.

Sedangkan pada tahun 1755 M, pembacaan dimulai dari Surat al- Isra’ hingga berlangsung sampai Ramadhan tahun 1778. Sedangkan pada Ramadhan tahun 1779-1784, dibaca Surat al-Fath. (Madzhahir al-Hadharah min ats-T’saqafah al-Utsmaniyah, hal 88).

Bulan Ramadhan juga menjadi kesempatan bagi sultan untuk bertemu rakyat secara langsung dalam jamuan buka puasa bersama. Sebagai timbal balik, hadirin kemudian mendoakan kebaikan untuk sultan. Tradisi ini disebut sebagai masabih murjaniyah.

Adapun para menteri dan pejabat lainnya, mereka membuka lebar-lebar rumahnya tiap hari Senin dan Jumat sepanjang Ramadhan.Masyarakat dijamu untuk berbuka puasa dengan berbagai macam hidangan, semisal buah-buahan, minuman, kacang-kacangan, serta berbagai jenis makanan lainnya.

Acara buka puasa bersama itu biasanya diiringi dengan bacaan Al-Qur an yang merdu. (at-Tarikh Kama Kana, hal 203, 204).*/Thoriq, Suara Hidayatultah

HIDAYATULLAH

Kultum Ramadhan; Alasan Dinamakan Ramadhan

Dalam kesempatan kultum Ramadhan ini, penulis akan membahas tentang alasan di balik penamaan Ramadhan, dengan tema, “Kultum Ramadhan alasan dinamakan Ramadhan”.

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah Tuhan alam semesta, yang telah memberikan kesempatan kepada kita semua untuk melaksanakan ibadah wajib di bulan Ramadhan, yaitu puasa. Semoga puasa kita semua diterima oleh Allah dan kita bisa meraih ridha dari-Nya, amin.

Pembaca yang budiman!

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah dan maghfirah. Hanya saja, kita semua tidaklah mudah untuk mendapatkan semua itu. Semuanya butuh usaha. Jika berhasil, maka keberkahan dan maghfirah di bulan ini akan kita raih. Jika tidak, maka keduanya hanya lewat tanpa ada yang bisa kita dapatkan.

Salah satu cara untuk mendapatkan berkah dan maghfiran di bulan ini adalah dengan cara puasa, yaitu yaitu menahan diri dari syhwat perut dan syahwat kemaluan. Syahwat perut berarti menahan dari makan dan minum, sedangkan syahwat kemaluan adalah menahan dari jima’ atau yang bisa menjadi penyebabnya.

Semua itu dimulai sejak terbitnya fajar sadiq hingga terbenamnya mata hari. Kewajiban puasa sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an, yaitu:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183).

Pembaca yang budiman!

Orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan tidak hanya mendapatkan pahala dari Allah SWT, namun juga diampuni segala dosa-dosa yang telah kita lakukan selama ini. Karenanya, bulan ini dinamakan “Ramadhan” yang memiliki arti membakar, karena semua dosa orang yang berpuasa akan terbakar.

Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah pernah ditanya perihal alasan di balik penamaan Ramadhan, kemudian nabi menjawab karena bisa membakar dosa-dosa. Dalam sebuah riwayat disebutkan:

وَقَدْ رَوَى أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّمَا سُمِّيَ رَمَضَانُ لِأَنَّهُ يَرْمِضُ الذُّنُوبَ

Artinya, “Dan sungguh, Anas bin Malik telah meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw telah berkata: Sesungguhnya, dinamakan Ramadhan karena karena membakar dosa-dosa.”

Maksud dari membakar dosa pada hadits di atas, karena dengan beribadah puasa, semua dosa-dosa yang ada dalam diri umat Islam akan hilang. Puasa tersebut akan menghapus dan menghilangkan semua dosa-dosanya. Syekh Sulaiman al-Bujairami dalam kitabnya mengatakan:

لِأَنَّهُ يُرْمِضُ الذُّنُوبَ أَيْ يُحْرِقُهَا، وَقِيلَ: لِأَنَّ الْقُلُوبَ تُؤْخَذُ فِيهِ مِنْ حَرَارَةِ الْمَوْعِظَةِ

“Sesungguhnya, (dinamakan Ramadhan) karena menghilangkan dosa-dosa, atau membakar (dosa-dosa). Dikatakan (menurut satu pendapat), karena hati menerima panasnya nasihat (mauidzah).” (Imam Bujairami, Hasiyah al-Bujairami ‘alal Khatib, [Beirut, Darul Fikr: 1995], juz XII, halaman 43).

Pembaca yang budiman!

Selain itu mendapatkan pahala dan diampuni dosa-dosa, jika kita beruntung maka akan mendapatkan surprise dari Allah SWT, yaitu akan dipertemukan dengan malam Lailatul Qadar, malam yang sangat agung dan mulia, lebih baik daripada seribu bulan.

Oleh karena itu, keberadaan malam yang satu sangat dirahasiakan oleh Allah, agar manusia sama-sama berusaha untuk terus memaksimalkan dan memperbanyak ibadah di setiap malam bulan Ramadhan. Dengan harapan salah satu dari malam yang dijalaninya bisa bertepatan dengan malam yang lebih baik dari seribu bulan, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an, yaitu:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3)

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.” (QS Al-Qadr: 1-3).

Demikian kultum Ramadhan tentang alasan kenapa dinamakan Ramadhan, serta hal-hal luar biasa di dalamnya. Semoga ibadah puasa yang kita jalani ini bisa menjadi ibadah yang diterima oleh Allah dan dihapus segala dosa-dosa.

BINCANG SYARIAH

11 Tips Agar Anak Kuat Berpuasa Ramadhan

Berikut ini 11 tips agar anak kuat berpuasa Ramadhan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah menganjurkan pada orang tua untuk melatih anaknya yang belum dewasa [kecil] untuk berpuasa.

Melatih anak sejak dini berpuasa Ramadhan membuat anak kelak terbiasa puasa ketika sudah dewasa. Sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW;

مَنْ كَانَ أَصبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيَصُمْ بَقِيَّةَ يَوْمِه فَكُنَّا نَصُوْمُهُ بَعْدَ ذلِكَ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ، وَنَذْهَبَ إِلَى المَسْجِدِ فَنَجْعَلَ لَهُمُ اللَّعْبَةَ مِنَ العِهْنِ. فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُم مِنَ الطَّعَامِ، أَعْطَيْنَاهُ إِيَاهُ حَتَّى يَكُوْنَ عِنْدَ الإِفْطَارِ

Barangsiapa pada pagi hari-nya berpuasa, maka hendaklah menyempurnakan puasanya. Barangsiapa pada pagi hari-nya telah makan, maka hendaklah ia berpuasa pada sisa waktunya.

Oleh karena itu, setelah kejadian itu kami berpuasa dan kami ajak anak-anak kecil kami ikut berpuasa dan kami pergi ke masjid, lalu kami buatkan mereka mainan dari bulu. Jika di antara mereka itu ada yang menangis karena ingin makan, kami berikan mainan itu kepadanya, sehingga sampailah waktu berbuka tiba.’” (HR. Bukhari dan Muslim).

11 Tips Agar Anak Kuat Berpuasa Ramadhan

Nah berikut beberapa tips agar anak kecil dapat kuat berpuasa Ramadhan:

Pertama, persiapkan mental anak sejak dini dengan menjelaskan pentingnya berpuasa dan manfaat yang akan diperoleh dari berpuasa.

Kedua, biasakan anak untuk makan sahur. Pastikan makanan yang dikonsumsi saat sahur mengandung gizi yang cukup dan tidak terlalu pedas atau berat.

Ketiga, buat jadwal aktivitas anak yang ringan dan tidak terlalu melelahkan selama bulan puasa. Hal ini penting untuk menjaga stamina dan energi anak.

Keempat, berikan asupan cairan yang cukup pada saat berbuka dan sahur. Anak juga bisa mengonsumsi buah-buahan yang mengandung banyak air, seperti semangka dan melon.

Kelima, jak anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan ibadah, seperti shalat tarawih dan membaca Al-Quran. Hal ini dapat membantu memperkuat iman dan motivasi anak untuk tetap berpuasa.

Keenam, berikan pujian dan dukungan pada anak ketika ia berhasil berpuasa. Hal ini dapat memberikan motivasi dan semangat pada anak untuk terus berpuasa dengan baik.

Ketujuh, jangan lupa untuk selalu memantau kesehatan anak selama bulan puasa. Jika anak merasa tidak enak badan atau kelelahan, segera berikan istirahat dan berikan asupan cairan yang cukup.

Kedelapan, memilih makanan yang tepat: Anak-anak harus mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi saat sahur dan berbuka puasa, seperti makanan yang tinggi protein, karbohidrat, dan serat. Pastikan mereka juga menghindari makanan yang terlalu pedas atau asin, yang dapat meningkatkan rasa haus.

Kesembilan, mengatur aktivitas: Anak-anak sebaiknya menghindari aktivitas fisik yang berat selama bulan Ramadhan. Berikan mereka waktu istirahat yang cukup dan pastikan mereka mengatur jadwal tidur dengan baik.

Kesepeluh, memberikan dukungan dan dorongan: Anak-anak membutuhkan dukungan dan dorongan dari keluarga dan teman-teman untuk menjalankan ibadah puasa dengan baik. Jangan lupa untuk memberikan pujian dan hadiah kecil untuk memotivasi mereka.

Kesebelas, membiasakan doa dan ibadah lainnya: Selain berpuasa, ajarkan anak-anak untuk melakukan ibadah lain seperti shalat dan membaca Al-Quran. Hal ini akan membantu mereka merasa lebih terhubung dengan agama dan memperkuat tekad mereka untuk menjalankan puasa dengan baik.

Semoga tips di atas dapat membantu anak kecil kuat berpuasa Ramadhan. Selamat mencoba!

BINCANG SYARIAH

Bulan Ramadhan dan Alquran Ibarat Sahabat, Mengapa?

Alquran diturunkan ke langit dunia dan Lauhul Mahfuz di bulan Ramadhan.

Allah SWT berfirman, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS Al Baqarah ayat 185)

‘Aidh Abdullah Al-Qarni dalam bukunya, Tsalaatsuna Dirasan Li Ash-Shaaimiina (diterjemahkan Anding Mujahidin menjadi 30 Renungan Ramadhan), menjelaskan Alquran mencintai Ramadhan. Begitu pun Ramadhan, yang juga mencintai Alquran. Keduanya adalah sahabat yang saling mengasihi.

Alquran diturunkan ke langit dunia dan Lauhul Mahfuz di bulan Ramadhan. Bulan ini menjadi terhormat seiring dengan diturunkannya Alquran di bulan tersebut. Rasulullah SAW mengkaji Alquran bersama malaikat Jibril di bulan Ramadhan.

Karena itu, orang yang melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadhan dan membaca Alquran berarti ia telah membuat paduan antara Ramadhan dan Alquran. Alquran pun telah menyampaikan Ramadhan hidup bersama Alquran yang mulia itu.

Allah SWT berfirman, “Kitab (Alquran) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.” (QS Shad ayat 29)

Dalam surat lain, Allah SWT berfirman, “Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Alquran? Sekiranya (Alquran) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya.”

Ulama-ulama terdahulu, bila telah memasuki bulan suci Ramadhan, mereka ibarat tenggelam dalam menikmati Alquran karena di bulan suci itu mereka semakin dekat dengan Alquran. Semua aktivitas selain yang berkaitan dengan Alquran, bahkan ditinggalkan.

Imam Malik tidak memiliki kesibukan apapun di bulan suci Ramadhan, kecuali dengan Alquran. Ia tinggalkan aktivitas mengajar, memberi fatwa, dan acara-acara pertemuan bersama orang-orang untuk sementara waktu. Mengapa demikian? Imam Malik berkata, “Ini adalah bulan Alquran.”

REPUBLIKA